Sejarah Filsafat Pra Yunani Kuno dan Yunani Kuno


PENDAHULUAN
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir manusia dari mite-mite menjadi lebih rasional. Pola pikir mite adalah pola pikir yang mengandalkan mitos-mitos untuk menjelaskan fenomena alam seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap kejadian alam biasa, tapi dewa bumi sedang menggoyangkan kepalanya. Namun setelah filsafat ditemukan, fenomena tersebut tidak lagi dianggap sebagai aktivitas dewa melainkan fenomena alam yang terjadi secara kausalitas. Dan hal ini terus dikembangkan oleh manusia melalui filsafat sehingga alam dijadikan obyek penelitian dan pengkajian sampai dalam bentuk yang paling mutakhir, seperti yang kita kenal sekarang.
Jadi, perkembangan ilmu pengetahuan yang kita rasakan sekarang ini, tidaklah datang secara tiba-tiba melainkan melalui proses panjang yang secara periodik dimulai dari Yunani hingga berkembang secara evolutif dari satu tahapan sejarah, ke tahapan yang lain.
Adapun sejarah filsafat Yunani terbagi menjadi beberapa babakan, yaitu: Filsafat Pra Yunani Kuno, Filsafat Yunani Kuno, Filsafat Abad Pertengahan, Renaissans, Modern dan Kontemporer. Dan konsentrasi makalah ini adalah pada dua tahapan pertama; Filsafat Pra Yunani Kuno dan Filsafat Yunani Kuno.
A.      Masa Pemikiran Filsafat Pra Yunani Kuno
Pada masa ini, manusia masih menggunakan batu sebagai alat bantu. Karenanya zaman ini juga dikenal dengan zaman batu. Hal ini dikuatkan oleh penemuan-penemuan yang diperkirakan sebagai peninggalan zaman Sebelum Masehi, antara lain adalah:
a)      Alat-alat dari batu
b)      Tulang belulang hewan
c)      Sisa beberapa tanaman
d)      Tempat penguburan
e)      Tulang belulang manusia purba
Pada abad 16 hingga 5 SM manusia telah menemukan alat-alat yang terbuat dari besi, tembaga dan perak yang digunakan sebagai berbagai macam peralatan.[1] Zaman ini disebut-sebut sebagai masa persiapan lahirnya filsafat (abad 6 SM). Disebutkan oleh K.Bartens, setidaknya ada tiga faktor yang mendahului lahirnya filsafat:[2]
1.      Berkembangnya mite-mite atau mitologi yang cukup luas di kalangan bangsa Yunani. Mitologi-mitologi ini dianggap salah satu sebab yang membidani lahirnya filsafat karena mitologi merupakan percobaan untuk memahami. Mite-mite telah memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bergejolak dalam hati manusia, darimana dunia kita? Darimana kejadian alam? Mite yang mencari keterangan tentang asal-usul dalam semesta disebut mite kosmogonis, sedangkan mite yang menerangkan tentang asal-usul dan sifat kejadian disebut dengan mite kosmologis.
2.      Kesusasteraan Yunani, seperti karya puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea mempunyai kedudukan yang istimewa dalam karya sastra Yunani. Bahkan dalam jangka waktu yang cukup lama, karya tersebut dijadikan sebagai semacam buku pedoman bagi bangsa Yunani.
3.      Pengaruh Timur Kuno seperti Mesir dan Babylonia yang sudah mengenal ilmu hitung dan ilmu ukur. Tentu saja, hal ini berdampak positif bagi bangsa Yunani, terutama perannya mendukung perkembangan astronomi Yunani. Di sinilah letak kecerdasan bangsa Yunani, yang mampu mengolah kembali ilmu pengetahuan dari timur dengan begitu ilmiah.
Filsafat Pra Yunani Kuno adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu. Baik dunia maupun manusia para pemikir atau ahli filsafat yang disebut orang bijak yang mencari-cari jawabannya sebagai akibat terjadinya alam semesta beserta isinya tersebut.
Sedangkan arti filsafat itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia artinya bijaksana/pemikir yang menyelidiki tentang kebenaran-kebenaran yang sebenarnya untuk menyangkal dongeng-dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama.
Pemikiran filosof inilah yang memberikan asal muasal segala sesuatu baik dunia maupun manusia yang menyebabkan akal manusia tidak puas dengan keterangan dongeng atau mite-mite tersebut dengan dimulai oleh akal manusia untuk mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu.
Mite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari surga, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa “pelangi adalah awan” dan pendapat Anaxagoras bahwa pelangi adalah pemantulan matahari pada awan (pendapat ini adalah pendapat pemikir yang menggunakan akal). Pendekatan yang rasional demikian menghasilkan suatu pendapat yang dikontrol, dapat diteliti oleh akal dan dapat diperdebatkan kebenarannya. Para pemikir filsafat yang pertama berasal dari Dimiletos kira-kira pada abad ke 6 SM, dimana pada abad tersebut pemikiran mereka disimpulkan dari potongan-potongan yang diberitakan oleh manusia dikemudian hari atau zaman.
Dapat dikatakan bahwa mereka adalah filosof alam artinya para ahli fikir yang menjadikan alam yang luas dan penuh keselarasan yang menjadi sasaran para ahli filsafat tersebut (obyek pemikirannya adalah alam semesta).
Tujuan filosofi mereka adalah memikirkan soal alam semesta, dari mana terjadinya alam itulah yang menjadi sentral persoalan bagi mereka, pemikiran yang demikian itu merupakan pemikiran yang sangat maju, rasional dan radikal. Sebab pada waktu itu kebanyakan orang menerima begitu saja keadaan alam seperti apa yang dapat ditangkap dengan indranya, tanpa mempersoalkannya lebih jauh. Sedang dilain pihak, orang cukup puas menerima keterangan tentang kejadian alam dari cerita nenek moyang.
B.  Pemikiran Filsafat Zaman Yunani Kuno
a)   Filsafat Pra Socrates
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada zaman ini orang memiliki kebebasan untuk berpendapat atau mengungkapkan ide-idenya. Pada masa itu, Yunani dipandang sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena bangsa Yunani sudah tidak lagi mempercayai mitos-mitos. Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap receptive attitude (sikap menerima begitu saja) melainkan menumbuhkan sikap yang senang menyelidiki atau kritis. Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani berada pada barisan terdepan dalam ilmu pengetahuan.[3]
Filsafat zaman Yunani kuno mencakup zaman Pra Socrates dan zaman keemasan filsafat. Tokoh-tokoh filosof pada masa itu adalah Thales, Anaximandros, Anaximenes, Pythagoras, dan Heraklitos. Mereka dikenal dengan filosof alam. Sedangkan masa keemasan filsafat dimeriahkan oleh tokoh-tokoh seperti, Socrates, Plato dan Aristoteles. Pada masa inilah filsafat Yunani menikmati masa keemasannya.

Filsafat pra-socrates ditandai oleh usaha mencari asal (asas) segala sesuatu ("arche").  Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya ada satu azas? Thales mengusulkan: air, Anaximandros: yang tak terbatas, Empedokles: api-udara-tanah-air.  Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu mengalir ("panta rei" = selalu berubah), sedang Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru sama sekali tak berubah. Namun tetap menjadi pertanyaan: bagaimana yang satu itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang banyak itu sebenarnya hanya satu?  Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh sekolah yang didirikannya untuk merenungkan hal itu. Democritus (460-370 sM) dikenal oleh konsepnya tentang atom sebagai basis untuk menerangkannya juga.  Zeno (lahir 490 sM) berhasil mengembangkan metode  reductio ad absurdum untuk meraih kesimpulan yang benar.
Secara umum dapat dikatakan, para filosof pra-Socrates berusaha membebaskan diri dari belenggu mitos dan agama asalnya. Mereka mampu melebur nilai-nilai agama dan moral tradisional tanpa menggantikannya dengan sesuatu yang substansial.
1.    Aliran Miletos/Madzhab Milesian
Aliran ini disebut Aliran Miletos karena tokoh-tokohnya merupakan warga asli Miletos, di Asia Kecil, yang merupakan sebuah kota niaga yang maju. Berikut beberapa tokoh yang termasuk kedalam Aliran Miletos atau dikenal pula dengan istilah Madzhab Milesian:
1)      Thales
Thales hidup sekitar 624-546 SM. Ia adalah seorang ahli ilmu termasuk ahli ilmu Astronomi. Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini adalah air. Segala-galanya berasal dari air. Bumi sendiri merupakan bahan yang sekaligus keluar dari air dan kemudian terapung-apung diatasnya.
Pandangan yang demikian itu membawa kepada penyesuaian-penyesuain lain yang lebih mendasar yaitu bahwa sesungguhnya segalanya ini pada hakikatnya adalah satu. Bagi Thales, air adalah sebab utama dari segala yang ada dan menjadi akhir dari segala-galanya.
Ajaran Thales yang lain adalah bahwa tiap benda memiliki jiwa. Itulah sebabnya tiap benda dapat berubah, dapat bergerak atau dapat hilang kodratnya masing-masing. Ajaran Thales tentang jiwa bukan hanya meliputi benda-benda hidup tetapi meliputi benda-benda mati pula.
2)      Anaximander
Anaximander adalah murid Thales yang setia. Ia hidup sekitar 610-546 SM. Ia berpendapat bahwa hakikat dari segala seuatu yang satu itu bukan air, tapi yang satu itu adalah yang tidak terbatas dan tidak terhingga, tak berubah dan meliputi segala-galanya yang disebut “Aperion”. Aperion bukanlah materi seperti yang dikemukakan oleh Thales. Anaximander juga berpendapat bahwa dunia ini hanyalah salah satu bagian dari banyak dunia lainnya.
3)      Anaximenes
Anaximenes hidup sekitar 560-520 SM. Ia berpendapat bahwa hakikat segala sesuatu yang satu itu adalah udara. Jiwa adalah udara; api adalah udara yang encer; jika dipadatkan pertama-tama udara akan menjadi air, dan jika dipadatkan lagi akan menjadi tanah, dan akhirnya menjadi batu. Ia berpendapat bahwa bumi berbentuk seperti meja bundar.
2.    Aliran Pythagoras
Pythagoras lahir di Samos sekitar 580-500 SM. Ia berpendapat bahwa semesta ini tak lain adalah bilangan. Unsur bilangan merupakan prinsip unsur dari segala-galanya. Dengan kata lain, bilangan genap dan ganjil sama dengan terbatas dan tak terbatas.
1)      Xenophanes
Xenophanes merupakan pengikut Aliran Pythagoras yang lahir di Kolophon, Asia Kecil, sekitar tahun 545 SM. Dalam filsafatnya ia menegaskan bahwa Tuhan bersifat kekal, tidak mempunyai permulaan dan Tuhan itu Esa bagi seluruhnya. Ke-Esaan Tuhan bagi semua merupakan sesuatu hal yang logis. Hal itu karena kenyataan menunjukkan apabila semua orang memberikan konsep ketuhanan sesuai dengan masing-masing orang, maka hasilnya akan bertentangan dan kabur. Bahkan “kuda menggambarkan Tuhan menurut konsep kuda, sapi demikian juga” kata Xenophanes. Jelas kiranya ide tentang Tuhan menurut Xenophanes adalah Esa dan bersifat universal.
2)      Heraklitus (Herakleitos)
Heraklitus hidup antara tahun 560-470 SM di Italia Selatan sekawan dengan Pythagoras dan Xenophanes. Ia berpendapat bahwa asal segalanya adalah api dan api adalah lambang dari perubahan. Api yang selalu bergerak dan berubah menunjukkan bahwa tidak ada yang tetap dan tidak ada yang tenang.
3.    Aliran Elea
1)      Parmenides
Lahir sekitar tahun 540-475 di Italia Selatan. Ajarannya adalah kenyataan bukanlah gerak dan perubahan melainkan keseluruhan yang bersatu. Dalam pandangan Pamenides ada dua jenis pengetahuan yang disuguhkan yaitu pengetahuan inderawi dan pengetahuan rasional. Apabila dua jenis pengetahuan ini bertentangan satu sama lain maka ia memilih rasio. Dari pemikirannya itu membuka cabang ilmu baru dalam dunia filsafat yaitu penemuannya tentang metafisika sebagai cabang filsafat yang membahas tentang yang ada.
2)      Zeno
 Lahir di Elea sekitar 490 SM. Ajarannya yang penting adalah pemikirannya tentang dialektika. Dialektika adalah satu cabang filsafat yang mempelajari argumentasi.
3)      Melissos
 Lahir di Samos tanpa diketahui secara tepat tanggal kelahirannya. Ia berpendapat bahwa “yang ada” itu tidak berhingga, menurut waktu maupun ruang.
4.    Aliran Pluralis
1)      Empedokles
Lahir di Akragas Sisislia awal abad ke-5 SM. ia menulis buah pikirannya dalam bentuk puisi. Ia mengajarkan bahwa realitas tersusun dari empat anasir yaitu api, udara, tanah, dan air.
2)      Anaxagoras
Lahir di Ionia di Italia Selatan. Ia berpendapat bahwa realitas seluruhnya bukan satu tetapi banyak. Yang banyak itu tidak dijadikan, tidak berubah, dan tidak berada dalam satu ruang yang kosong. Anaxagoras menyebut yang banyak itu dengan spermata (benih).
5.    Aliran Atomis
Pelopor atomisme ada dua yaitu Leukippos dan Demokritos. Ajaran aliran filsafat ini ikut berusaha memecahkan masalah yang pernah diajukan oleh aliran Elea. Aliran ini mengajukan konsep mereka dengan menyatakan bahwa realitas seluruhnya bukan satu melainkan terdiri dari banyak unsur. Dalam hal ini berbeda dengan aliran pluralisme maka aliran atomisme berpendapat bahwa yang banyak itu adalah “atom” (a = tidak, tomos = terbagi).
6. Aliran Sofis
Sofisme berasal dari kata Yunani “sophos” yang berarti cerdik atau pandai. Tokoh-tokoh kaum sofis adalah Protagoras, Grogias, Hippias, Prodikos, dan Kritias.
Kesimpulannya, filsafat Pra Socrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal asas atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu.
b)        Zaman Keemasan Filsafat: Socrates, Plato, Aristoteles
Puncak filsafat Yunani dicapai pada Socrates, Plato dan Aristoteles. Filsafat dalam periode ini ditandai oleh ajarannya yg "membumi" dibandingkan ajaran-ajaran filosof sebelumnya. Seperti dikatakan Cicero (sastrawan Roma) bahwa Socrates telah memindahkan filsafat dari langit ke atas bumi. Maksudnya, filosof pra-Socrates mengkonsentrasikan diri pada persoalan alam semesta sedangkan Socrates mengarahkan obyek penelitiannya pada manusia diatas bumi. Hal ini juga diikuti oleh para sofis. Seperti telah disebutkan didepan, sofis (sophistes) mengalami kemerosotan makna. Shopistes digunakan untuk menyebut guru-guru yg berkeliling dari kota ke kota dan memainkan peran penting dalam masyarakat. Dalam dialog Protagoras, Plato mengatakan bahwa para sofis merupakan pemilik warung yg menjual barang ruhani.
c)        Tokoh-tokoh Zaman Keemasan Filsafat
1.         Socrates (470-400 S.M)
Socrates guru Plato, mengajar bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Sokrates sendiri tidak menulis apa-apa. Pikiran-pikirannya hanya dapat diketahui secara tidak langsung melalui tulisan-tulisan dari cukup banyak pemikir Yunani lain, terutama melalui karya plato. Sebagaimana para sofis, Socrates memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dari pengalaman keseharian dan kehidupan kongkret. Perbedaannya terletak pada penolakan Socrates terhadap relatifisme (pandangan yg berpendapat bahwa kebenaran tergantung pada manusia) yg pada umumnya dianut para sofis. Menurut Socrates tidak benar bahwa yg baik itu baik bagi warga Athena dan lain bagi warga negara Sparta. Yang baik mempunyai nilai yg sama bagi semua manusia dan harus dijunjung tinggi oleh semua orang. Pendirinya yg terkenal adalah pandangannya yg menyatakan bahwa keutamaan (arete) adalah pengetahuan, pandangan ini kadang-kadang disebut intelektualisme etis. Dengan demikian Socrates menciptakan suatu etika yg berlaku bagi semua manusia. Sedangkan ilmu pengetahuan Socrates menemukan metode induksi dan memperkenalkan definisi-definisi umum. Akibat pandangannya ini Socrates dihukum mati.
2.        Plato (428-348 S.M)
Hampir semua karya Plato ditulis dalam bentuk dialog dan Socrates diberi peran yg dominan dalam dialog tersebut. Sekurang-kurangnya ada dua alasan mengapa Plato memilih yg begitu. Pertama, sifat karyanya Socratic (Socrates berperan sentral) dan diketahui bahwa Socrates tidak mengajar tetapi mengadakan tanya jawab dg teman-temannya di Athena. Dengan demikian, karya Plato dapat dipandang sebagai monumen bagi sang guru yg dikaguminya. Kedua, berkaitan dengan anggapan Plato mengenai filsafat. Menurutnya, filsafat pada intinya tidak lain daripada dialog dan filsafat seolah-olah drama hidup yg tidak pernah selesai tetapi harus dimulai kembali. Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang ide, jiwa dan proses mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua yaitu inderawi yg selalu berubah dan dunia ide yg tidak pernah berubah. Ide merupakan sesuatu yg obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya pikiran tergantung pada ide-ide tersebut. Ide-ide berhubungan dengan dunia melalui tiga cara; Ide hadir didalam benda, ide-ide berpartisipasi dalam konkret dan ide merupakan model atau contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada gilirannya juga memberikan dua pengenalan. pertama pengenalan tentang ide; inilah pengenalan yg sebenarnya. Pengenalan yg dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme (pengetahuan) dan bersifat teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda disebut doxa (pendapat) dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan ini dapat dicapai dg panca indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratic yaitu pandangan panta rhei-nya Herakleitos dan pandangan yg ada-ada-nya Parmenides. Keduanya benar, dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan dunia ide tidak pernah berubah dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jiwa itu baka, lantaran terdapat kesamaan antara jiwa dan ide. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi. Sebelum bersatu dg badan, jiwa sudah mengalami pra-eksistensi dimana ia memandang ide-ide. Berdasarkan pandangannya ini, Plato lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah pengingatan (anamnenis) terhadap ide-ide yg telah dilihat pada waktu pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara. Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagad raya juga memiliki jiwa dan jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian tentang negara. Tetapi jasa terbesarnya adalah usahanya membuka sekolah yg bertujuan ilmiah. Sekolahnya diberi nama"Akademia"yg paling didedikasikan kepada pahlawan yg bernama Akademos. Mata pelajaran yg paling diperhatikan adalah ilmu pasti. Menurut cerita tradisi, di pintu masuk akademia terdapat tulisan:"yg belum mempelajari matematika janganlah masuk disini".
3.    Aristoteles ((384-322 S.M)
Ia adalah Pendidik Iskandar Agung yg juga adalah murid Plato. tetapi dalam banyak hal ia tidak setuju dengan Plato. Ide-ide menurut Aristoteles tidak terletak dalam suatu "surga" diatas dunia ini, melainkan di dalam benda-benda sendiri. Setiap benda terdiri dari dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu materi ("hyle") dan bentuk ("morfe"). Bentuk-bentuk dapat dibandingkan dengan ide-ide dari Plato. Tetapi pada Aristoteles ide-ide ini tidak dapat dipikirkan lagi lepas dari materi. Materi tanpa bentuk tidak ada. Bentuk-bentuk  "bertindak" di dalam materi. Bentuk-bentuk memberi kenyataan kepada materi dan sekaligus merupakan tujuan dari materi. Teori ini dikenal dengan sebutan Hylemorfisme.
Filsafat Aristoteles sangat sistematis. Sumbangannya kepada perkembangan ilmu pengetahuan besar sekali. Tulisan-tulisan Aristoteles meliputi bidang logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam. Pokok-pokok pikirannya antara lain bahwa ia berpendapat seseorang tidak dapat mengetahui suatu obyek jika ia tidak dapat mengatakan pengetahuan itu pada orang lain. Spektrum pengetahuan yg diminati oleh Aristoteles luas sekali, barangkali seluas lapangan pengetahuan itu sendiri. Menurutnya pengetahuan manusia dapat disistematiskan sebagai berikut;[4]

Pengetahuan
-----------------------------------------------------------------
Teoritis, Praktis, Produktif,
-----------------------------------------------------------------
Teologi/metafisik, Matematika, Fisika, Etika, Politik, Seni
------------------------------------------------------------------
Ilmu Hitung, Ilmu ukur, Retorika
Aristoteles berpendapat bahwa logika tidak termasuk ilmu pengetahuan tersendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan berfikir secara ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, logika diuraikan secara sistematis. Tidak dapat dibantah bahwa logika Aristoteles memainkan peranan penting dalam sejarah intelektual manusia; tidaklah berlebihan bila Immanuel Kant mengatakan bahwa sejak Aristoteles, logika tidak maju selangkahpun. Mengenai pengetahuan, Aristoteles mengatakan bahwa pengetahuan dapat dihasilkan melalui jalan induksi dan jalan deduksi, induksi mengandalkan panca indera yang "lemah", sedangkan deduksi lepas dari pengetahuan inderawi. Karena itu dalam logikanya Aristoteles sangat banyak memberi tempat pada deduksi yg dipandangnya sebagai jalan sempurna menuju pengetahuan baru. Salah satu cara Aristoteles mempraktekkan deduksi adalah Syllogismos (silogisme).[5]
Penutup
Singkat kata singkat cerita. Demikianlah sekelumit sejarah tentang filsafat Yunani Kuno yang talah menginspirasi kita, bahwa filsafat adalah hasil dari sebuah perjuangan yang secara evolutif berkembang dari babakan sejarah yang kelam menuju kehidupan yang mencerahkan.

Daftar Pustaka
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Pengembangannya di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 2009.
Noor, Hadian. Pengantar Sejarah Filsafat. Malang: Citra Mentari Group. 1997.
Osborne, Richard. Filsafat Untuk Pemula.  Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001.
Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2002.
Turnbull, Neil. Bengkel Ilmu Filsafat. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2005.



Postingan terkait: