Teori Pemrosesan Informasi Robert Mills Gagne


PENDAHULUAN
Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku seseorang dalam situasi tertentu yang disebabkan oleh “pengalaman berulang” terhadap situasi tersebut. Dalam tinjauan psikologi kognitif belajar diartikan sebagai The process of acquiring knowledge (proses memperoleh pengetahuan).[1] Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman hidup yang dialami oleh si pelajar agar menjadi mandiri. Belajar erat kaitannya dengan pengembangan kognitif (penguasaan intelektual), afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai) dan psikomotorik (keterampilan bertindak atau berprilaku). Dalam pandangan pakar psikologi belajar kognitifis, keberhasilan belajar di ukur oleh kematangan kognisi si pelajar, dalam hal ini otak sebagai organ tubuh yang berkaitan dengan intelejensi, menjadi sangat dominan sebagai pusat memori.[2]
Teori pembelajaran pemrosesan informasi adalah bagian dari teori belajar sibernetik. Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik adalah pengolahan informasi.[3] Dalam teori ini, seperti psikologi kognitif, bagi sibernetik mengkaji proses belajar  penting dari hasil belajar, namun yang lebih penting  dari kajian proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem informasi inilah yang pada akhirnya akan menentukan proses belajar.
Teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Asumsi ini didasarkan pada suatu pemahaman yaitu cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Dengan penjelasan saat seorang siswa dapat memperoleh informasi dengan satu proses dan siswa yang lain juga dapat memperoleh informasi yang sama namun dengan proses belajar yang berbeda.

Pemrosesan informasi itu sendiri secara sederhana dapat diartikan suatu proses yang terjadi pada peserta didik untuk mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun strategi berkenaan dengan informasi tersebut dengan inti pendekatannya lebih kepada proses memori dan cara berpikir. Dalam teori pemrosesan informasi, terdapat beberapa model mengajar yang akan mendorong pengembangan pengetahuan dalam diri siswa dalam hal mengendalikan stimulus yaitu mengumpulkan dan mengorganisasikan data, menyadari dan memecahkan masalah, mengembangkan konsep sehingga mampu menggunakan lambang verbal dan non verbal dalam penyampaiannya. Bahkan orientasi utama pada modelnya mengarah kepada kemampuan siswa  dalam mengolah, menguasai informasi sehingga dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang akan didapatkannya.
Terlepas dari kekurangan dari makalah ini, penulis telah berusaha menyajikan pemahamannya tentang teori pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Robert Mills Gagne.


PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Robert Mills Gagne
Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di North Andover, MA dan meninggal pada tahun 2002. Tahun 1937 Gagne memperoleh gelar A.B. dari Yale dan tahun 1940 gelar Ph.D. pada bidang psikologi dari Brown University gelar Prof. diperoleh ketika mengajar di Connecticut College For Women dari tahun 1940 - 1949. Demikian juga ketika di Penn State University dari tahun 1945 - 1946 dan terakhir diperolehnya dari Florida State University.
Antara tahun 1949 - 1958 Gagne menjadi Directur Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air Force pada waktu inilah mengembangkan teori “Conditions of Learning” yang mengarahkan pada hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya dengan desain pengajaran. Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965 (Anonim,1; Gagne,1). Dia juga dikenal sebagai seorang psikolog eksperimental yang berkonsentrasi pada belajar dan pengajaran. Pada awal karirnya, Gagne seorang behaviorist. Kontribusi Gagne dalam bidang pengembangan pengajaran adalah tulisan-tulisannya tentang: Instructional Sistem Design, The Condition of Learning (1965) dan Princeples of Instructional Design.
Gagne merupakan pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Munculnya teori pemrosesan informasi berawal dari modifikasi teori matematika, yang telah disusun oleh para peneliti dengan tujuan untuk menilai dan meningkatkan pengiriman pesan. Di sisi lain, terjadinya kondisi pemberian dan penerimaan informasi pengetahuan akan tetap kita temukan dalam proses pembelajaran yang secara langsung berkaitan erat dengan proses kognitif. Karena itu teori pemrosesan informasi memberikan persfektif baru pada pengolahan pembelajaran yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Dan dalam perkembangan selanjutnya dalam teori ini akan ditemukan persepsi, pengkodean, dan penyimpanan di dalam memori jangka panjang. Sehingga pada akhirnya teori ini akan berpengaruh terhadap siswa dalam hal pemecahan masalah.

 B. Teori Pemrosesan Informasi dalam Pembelajaran
Teori pembelajaran pemrosesan informasi adalah bagian dari teori belajar sibernetik. Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik adalah pengolahan informasi. Dalam teori ini, seperti psikologi kognitif mengkaji proses belajar penting dari hasil belajar namun yang lebih penting dari kajian proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem informasi inilah yang pada akhirnya akan menentukan proses belajar.
Penjelasan lebih lanjut dari Bambang Warsita, bahwa berdasarkan kondisi internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut :[4]
1.      Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai informasi.
2.      Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
3.      Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Seperangkat proses yang bersifat internal yang dimaksud oleh Gagne adalah kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan terjadinya proses kognitif dalam diri individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Teori pemrosesan informasi bermula dari asumsi bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan salah satu hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut teori ini, belajar merupakan proses mengelola informasi, namun teori ini menganggap sisitem informasi yang diproses yang nantinya akan dipelajari siswa adalah yang lebih penting. Karena informasi inilah yang akan menentukan proses dan bagaimana proses belajar akan berlangsung akan sangat oleh sistem informasi yang dipelajari.
Robert Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengembangkan teori belajar yang mencapai kulminasinya (titik uncak) pada “The Condition of Learning”. Banyak gagasan Gagne tentang teori belajar, seperti belajar konsep dan model pemrosesan informasi, pada bukunya “The Condition of Learning” mengemukakan bahwa: Learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and which is not simply ascribable to process a groeth.[5]
Dalam bukunya Robert M. Gagne disebutkan bahwa : A very special kind of intellectual skill, of particular in probelem solving, is called a cognitive strategy. In term of modern learning theory, a cognitive strategy is a control process. An internal process by means of which thinking.[6] Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar. Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa. Kejadian-kejadian belajar itu akan diuraikan dibawah ini, yaitu: [7]
1.   Fase motivasi : siswa yang belajar harus diberi motivasi untuk memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
2.   Fase pengenalan : siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
3.   Fase perolehan : apabila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk menerima pelajaran.
4.   Fase retensi : informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui penggulangan kembali
5.   Fase pemanggilan : pemanggilan dapat ditolong dengan memperhatikan kaitan-kaitan antara konsep khususnya antara pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya.
6.    Fase generalisasi : biasanya informasi itu kurang nilainya, jika tidak dapat diterapkan diluar konteks di mana informasi itu dipelajari.
7.   Fase penampilan : tingkah laku yang dapat diamati. Belajar terjadi apabila stimulus mempengaruhi individu sedemikan rupa sehingga performancenya berubah dari situasi sebelum belajar kepada situasi sesudah belajar.
8.   Fase umpan balik : para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
Penerapan teori yang salah dalam situasi pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral bersikap otoriter, komunikasi berlangsung dalam satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari para tokoh behavioristik dianggap metode paling efektif untuk menertibkan siswa.
Asumsi yang mendasari teori-teori pemrosesan informasi menjelaskan tentang (1) hakekat sistem memori manusia, dan (2) cara bagaimana pengetahuan digambarkan dan disimpan dalam memori. Konsepsi lama mengenai memori manusia adalah bahwa memori itu semata-mata hanya tempat penyimpanan untuk menyimpan informasi dalam waktu yang lama, sehingga memori diartikan sebagai koleksi potongan-potongan kecil informasi yang terlepas-lepas atau saling tidak ada kaitannya. Akan tetapi pada tahun 1960-an memori manusia mulai dipandang sebagai suatu struktur yang rumit yang mengolah dan mengorganisasi semua pengetahuan manusia
Metode ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan spontanitas kelenturan daya tahan. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan peran orang tua. Kekurangan metode ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai sentral dan bersifat otoriter.

C.    Model Pemrosesan Informasi
Pada hakikatnya model pembelajaran dengan pemerosesan informasi didasarkan pada teori belajar kognitif. Model pembelajaran tersebut berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang dapat memperbaiki kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi menunjuk kepada cara-cara mengumpulkan atau menerima stimulus dari lingkungan, mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah serta menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal.
Proses informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge) dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informas-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival).[8] Teori belajar pemerosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori. Sistem syaraf menggunakan kode internal yang merepresentasikan stimulus eksternal. Dengan cara ini representasi objek/kejadian eksternal dikodekan menjadi informasi internal dan siap disimpan.
Stroge adalah informasi yang diambilkan dari memori jangka pendek kemudian diteruskan untuk diproses dan digabungkan ke dalam memori jangka panjang. Namun tidak semua informasi dari memori jangka pendek dapat disimpan. Kunci penting dalam penyimpanan di memori jangka panjang adalah adanya motivasi yang cukup untuk mendorong adanya latihan berulang hal-hal dari memori jangka pendek.
Retrieval adalah hasil akhir dari proses memori. Mengacu pada pemanfaatan informasi yang disimpan. Agar dapat diambil kembali, informasi yang disimpan tidak hanya tersedia tetapi juga dapat diperoleh karena meskipun secara teoritis informasi yang disimpan tersedia tetapi tidak selalu mudah untuk menggunakan dan menempatkannya.
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks.
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi berikut :[9]
1.      Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu pemrosesan informasi ketika pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu
2.      Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya
3.      Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen, yaitu komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol). Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya ”lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor adalah sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya bertahan dalam waktu yang sangat singkat dan mudah tergangu atau berganti.
b.      Working Memory (WM)
Working Memory diasumsikan mampu menangkap informasi yang mendapat perhatian individu, perhatian dipengaruhi oleh persepsi. Karekateristik Working Memory adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi hanya mampu bertahan 15 detik jika tidak diadakan pengulangan) dan informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan pengulangan.
c.       Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM, ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Sedangkan lupa adalah proses gagalnya memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Tennyson mengemukakan proses penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilisasikan pengetahuan baru pada pengetahuan yang telah dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai dadar pengetahuan.
Pada taraf aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak dikembangkan, diantarannya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini Reigeluth, Bunderson, dan Merril mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran berdasarkan empat hal, yakni pemilihan, penataan urutan, rangkuman dan sintesis.
Teori pemrosesan informasi memiliki keunggulan dalam strategi pembelajaran, yaitu sebagai berikut :
1.      Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
2.      Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3.      Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4.      Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan yang ingin dicapai
5.      Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya
6.      Kontrol belajar memungkinkan belajaar sesuai irama masing-masing individu
7.      Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.[10]

D.    Pandangan Islam tentang teori Robert M. Gagne
Para ahli pendidikan Islam menyadari sepenuhnya bahwa pengajaran merupakan hal yang sangat unik dan kompleks, sebagaimana profesi-profesi lain yang menuntut dimilikinnya persyaratan-persyaratan tertentu oleh orang yang menekuninya. Ibnu Abdun berkata, “sesungguhnya pengajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan, ketrampilan dan kecermatan, karana ia sama halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan kiat, strategi dan ketelatenan sehingga menjadi cakap dan professional.[11]
Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan pendidikan memberikan kesempatan kepada siswa terbiasa dalam mengamalkan ajaran agamanya, baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.[12] Dalam surat Al Ghasiyat ayat 17: ‘’Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan” dan dalam surat Muhammad ayat 24 : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka terkunci?”.
Para pendidik Muslim sejak zaman permulaan - perkembangan Islam telah mengetahui betapa pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam surat Hud ayat 37 : “Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang dzalim itu karena mereka itu akan ditenggelamkan”.
Menurut al Syaibani, tujuan pendidikan Islam adalah :
1.      Tujuan yang berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2.      Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3.      Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut diatas nampak sekali bahwa pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang dapat menempuh kehidupan yang indah di dunia serta ditegaskan atas dasar yang sama dan berpangkal dari pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan tingkah laku. Pandangan Islam terhadap masalah-masalah tersebut melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan Islam.

PENUTUP

Salah satu tokoh pemrosesan informasi adalah Robert Gagne, yang menyatakan bahwa belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu yang merupakan hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan. Karena itulah teori ini akan membantu kita untuk memahami proses belajar yang terjadi dalam diri peserta didik, mengerti kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, mengetahui hal-hal yang dapat menghambat dan memperlancar proses belajar peserta didik, sehingga dengan pengetahuan itu seorang guru akan lebih bijaksana dan tepat dalam menentukan proses belajar.
Teori pemprosesan informasi menyatakan bahwa hanya sedikit informasi yang dapat diolah dalam memori kerja setiap saat. Terlalu banyak elemen bisa sangat membebani memori kerja sehingga menurunkan keefektifan pengolahan informasi. Jika penerima diharuskan membagi perhatian mereka diantara, dan mengintegrasikan secara mental dua atau lebih sumber-sumber informasi yang berkaitan misalnya, teks dan diagram, proses ini mungkin menempatkan suatu ketegangan yang tidak perlu pada memori kerja yang terbatas dan menghambat pemerolehan informasi.
Proses informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge) dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informas-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrival). Dan proses ini lebih menunjukkan pengolahan pada proses yang terjadi dalam memory. Sehingga kemudian kekuatan memory ini dibagi menjadi dua yaitu memory jangka pendek dan memory jangka panjang. Ini kemudian muncul bahwa dalam suatu memory ada yang hanya mampu menampung informasi dalam jangka waktu tertentu.        

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mustofa, M. Thobroni, 2012.  “Belajar & Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Ar Ruzz Media
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran, cet.1 Jakarta: Rineka Cipta
Gagne, M. Robert. 1970. The Conditions of Learning, United States of America
Leslie J. Briggs, Robert M. Gagne, Principles of Instructional DesignI, 1978. New York Chicago San Francisco Dallas
Ramayulis, 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo
Syah, Muhibbin.  2003. Psikologi Belajar, Jakarta : Raja Grapindo Persada





Postingan terkait: