PENDAHULUAN
Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku
seseorang dalam situasi tertentu yang disebabkan oleh “pengalaman berulang”
terhadap situasi tersebut. Dalam tinjauan psikologi kognitif belajar diartikan
sebagai The process of acquiring
knowledge (proses memperoleh pengetahuan).[1]
Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman hidup yang dialami oleh si pelajar
agar menjadi mandiri. Belajar
erat kaitannya dengan pengembangan kognitif
(penguasaan intelektual), afektif
(berhubungan dengan sikap dan nilai) dan psikomotorik
(keterampilan bertindak atau berprilaku). Dalam pandangan pakar psikologi
belajar kognitifis, keberhasilan belajar di ukur oleh kematangan kognisi si
pelajar, dalam hal ini otak sebagai organ tubuh yang berkaitan dengan
intelejensi, menjadi sangat dominan sebagai pusat memori.[2]
Teori
pembelajaran pemrosesan informasi adalah bagian dari teori belajar sibernetik.
Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik adalah
pengolahan informasi.[3]
Dalam teori ini, seperti psikologi kognitif, bagi sibernetik mengkaji proses
belajar penting dari hasil belajar,
namun yang lebih penting dari kajian
proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem informasi inilah
yang pada akhirnya akan menentukan proses belajar.
Teori
sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk
segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Asumsi ini didasarkan pada
suatu pemahaman yaitu cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Dengan penjelasan saat seorang siswa dapat memperoleh informasi dengan satu
proses dan siswa yang lain juga dapat memperoleh informasi yang sama namun
dengan proses belajar yang berbeda.
Pemrosesan
informasi itu sendiri secara sederhana dapat diartikan suatu proses yang
terjadi pada peserta didik untuk mengolah informasi, memonitornya, dan menyusun
strategi berkenaan dengan informasi tersebut dengan inti pendekatannya lebih
kepada proses memori dan cara berpikir. Dalam teori pemrosesan informasi,
terdapat beberapa model mengajar yang akan mendorong pengembangan pengetahuan
dalam diri siswa dalam hal mengendalikan stimulus yaitu mengumpulkan dan
mengorganisasikan data, menyadari dan memecahkan masalah, mengembangkan konsep
sehingga mampu menggunakan lambang verbal dan non verbal dalam penyampaiannya.
Bahkan orientasi utama pada modelnya mengarah kepada kemampuan
siswa dalam mengolah, menguasai informasi sehingga dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan yang akan
didapatkannya.
Terlepas dari kekurangan dari makalah ini, penulis
telah berusaha menyajikan pemahamannya tentang teori pemrosesan informasi yang
dikembangkan oleh Robert Mills Gagne.
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup Robert Mills Gagne
Robert Mills Gagne
adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di North Andover,
MA dan meninggal pada tahun 2002. Tahun 1937 Gagne memperoleh gelar A.B. dari
Yale dan tahun 1940 gelar Ph.D. pada bidang psikologi dari Brown University
gelar Prof. diperoleh ketika mengajar di Connecticut College For Women dari
tahun 1940 - 1949. Demikian juga ketika di Penn State University dari tahun
1945 - 1946 dan terakhir diperolehnya dari Florida State University.
Antara tahun 1949 -
1958 Gagne menjadi Directur Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air Force
pada waktu inilah mengembangkan teori “Conditions of Learning” yang mengarahkan
pada hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya dengan desain pengajaran.
Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965 (Anonim,1; Gagne,1). Dia juga dikenal
sebagai seorang psikolog eksperimental yang berkonsentrasi pada belajar dan
pengajaran. Pada awal karirnya, Gagne seorang behaviorist. Kontribusi Gagne
dalam bidang pengembangan pengajaran adalah tulisan-tulisannya tentang:
Instructional Sistem Design, The Condition of Learning (1965) dan Princeples of
Instructional Design.
Gagne merupakan pelopor dalam instruksi
pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Munculnya
teori pemrosesan informasi berawal dari modifikasi teori matematika, yang telah
disusun oleh para peneliti dengan tujuan untuk menilai dan meningkatkan
pengiriman pesan. Di sisi lain, terjadinya kondisi pemberian dan penerimaan
informasi pengetahuan akan tetap kita temukan dalam proses pembelajaran yang
secara langsung berkaitan erat dengan proses kognitif. Karena itu teori
pemrosesan informasi memberikan persfektif baru pada pengolahan pembelajaran
yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Dan dalam perkembangan selanjutnya
dalam teori ini akan ditemukan persepsi, pengkodean, dan penyimpanan di dalam
memori jangka panjang. Sehingga pada akhirnya teori ini akan
berpengaruh terhadap siswa dalam hal pemecahan masalah.
B. Teori Pemrosesan Informasi dalam Pembelajaran
Teori pembelajaran pemrosesan informasi adalah bagian dari teori belajar
sibernetik. Secara sederhana pengertian belajar menurut teori belajar sibernetik
adalah pengolahan informasi. Dalam teori ini, seperti psikologi kognitif
mengkaji proses belajar penting dari hasil belajar namun yang lebih penting
dari kajian proses belajar itu sendiri adalah sistem informasi, sistem
informasi inilah yang pada akhirnya akan menentukan proses belajar.
Penjelasan lebih lanjut dari Bambang Warsita, bahwa berdasarkan kondisi
internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu
terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan pada
teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut :[4]
1.
Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke
pusat syaraf dan diproses sebagai informasi.
2.
Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada
yang disimpan dalam memori jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori
jangka panjang.
3.
Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada
sebelumnya, dan dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Seperangkat proses yang bersifat internal yang dimaksud oleh Gagne
adalah kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan
untuk mencapai hasil belajar dan terjadinya proses kognitif dalam diri individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Teori pemrosesan informasi bermula dari
asumsi bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan salah satu hasil kumulatif dari pembelajaran.
Menurut teori ini, belajar merupakan proses mengelola informasi, namun teori
ini menganggap sisitem informasi yang diproses yang nantinya akan dipelajari
siswa adalah yang lebih penting. Karena informasi inilah yang akan menentukan
proses dan bagaimana proses belajar akan berlangsung akan sangat oleh sistem
informasi yang dipelajari.
Robert Gagne seorang ahli psikologi pendidikan
mengembangkan teori belajar yang mencapai kulminasinya (titik uncak) pada “The
Condition of Learning”. Banyak gagasan Gagne tentang teori belajar, seperti
belajar konsep dan model pemrosesan informasi, pada bukunya “The Condition of
Learning” mengemukakan bahwa: Learning
is change in human disposition or capacity, wich persists over a period time,
and which is not simply ascribable to process a groeth.[5]
Dalam bukunya Robert M.
Gagne disebutkan bahwa : A very special kind of intellectual skill, of
particular in probelem solving, is called a cognitive
strategy. In term of modern learning theory, a cognitive strategy is a control process. An internal process by
means of which thinking.[6]
Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar. Fase-fase itu
merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau
guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran
siswa. Kejadian-kejadian belajar itu akan diuraikan dibawah ini, yaitu: [7]
1.
Fase motivasi :
siswa yang belajar harus diberi motivasi untuk memanggil informasi yang telah dipelajari
sebelumnya.
2.
Fase pengenalan
: siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial dari suatu
kejadian instruksional, jika belajar akan terjadi.
3.
Fase perolehan :
apabila siswa memperhatikan informasi yang relevan, maka ia telah siap untuk
menerima pelajaran.
4.
Fase retensi :
informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke
memori jangka panjang. Ini dapat terjadi melalui penggulangan kembali
5.
Fase pemanggilan
: pemanggilan dapat ditolong dengan memperhatikan kaitan-kaitan antara konsep
khususnya antara pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya.
6.
Fase generalisasi : biasanya informasi itu
kurang nilainya, jika tidak dapat diterapkan diluar konteks di mana informasi
itu dipelajari.
7.
Fase penampilan
: tingkah laku yang dapat diamati. Belajar terjadi apabila stimulus
mempengaruhi individu sedemikan rupa sehingga performancenya berubah dari
situasi sebelum belajar kepada situasi sesudah belajar.
8.
Fase umpan balik
: para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang
menunjukkan apakah mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
Penerapan teori yang
salah dalam situasi pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran
yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung dalam satu arah, guru melatih dan menentukan
apa yang harus dipelajari murid. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari para
tokoh behavioristik dianggap metode paling efektif untuk menertibkan siswa.
Asumsi yang mendasari teori-teori pemrosesan informasi menjelaskan tentang
(1) hakekat sistem memori manusia, dan (2) cara bagaimana pengetahuan
digambarkan dan disimpan dalam memori. Konsepsi lama mengenai memori manusia
adalah bahwa memori itu semata-mata hanya tempat penyimpanan untuk menyimpan informasi
dalam waktu yang lama, sehingga memori diartikan sebagai koleksi
potongan-potongan kecil informasi yang terlepas-lepas atau saling tidak ada
kaitannya. Akan tetapi pada tahun 1960-an memori manusia mulai dipandang
sebagai suatu struktur yang rumit yang mengolah dan mengorganisasi semua
pengetahuan manusia
Metode ini sangat cocok
untuk pemerolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang
mengandung unsur kecepatan spontanitas kelenturan daya tahan. Teori ini juga
cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan peran orang
tua. Kekurangan metode ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru
bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil. Murid dipandang pasif,
murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga guru sebagai
sentral dan bersifat otoriter.
C.
Model
Pemrosesan Informasi
Pada hakikatnya model pembelajaran dengan pemerosesan
informasi didasarkan pada teori belajar kognitif. Model pembelajaran tersebut
berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi dan sistem yang dapat
memperbaiki kemampuan belajar siswa. Pemrosesan informasi menunjuk kepada
cara-cara mengumpulkan atau menerima stimulus dari lingkungan, mengorganisasi
data, memecahkan masalah, menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah serta
menggunakan simbol-simbol verbal dan non-verbal.
Proses informasi dalam ingatan dimulai dari
proses penyandian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge)
dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informas-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan (retrival).[8]
Teori belajar pemerosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan
proses internal yang mencakup beberapa tahapan.
Encoding adalah proses memasukkan informasi ke dalam memori.
Sistem syaraf menggunakan kode internal yang merepresentasikan stimulus
eksternal. Dengan cara ini representasi objek/kejadian eksternal dikodekan
menjadi informasi internal dan siap disimpan.
Stroge adalah informasi yang diambilkan dari memori jangka pendek kemudian
diteruskan untuk diproses dan digabungkan ke dalam memori jangka panjang. Namun
tidak semua informasi dari memori jangka pendek dapat disimpan. Kunci penting
dalam penyimpanan di memori jangka panjang adalah adanya motivasi yang cukup
untuk mendorong adanya latihan berulang hal-hal dari memori jangka pendek.
Retrieval adalah hasil akhir dari proses memori. Mengacu pada
pemanfaatan informasi yang disimpan. Agar dapat diambil kembali, informasi yang
disimpan tidak hanya tersedia tetapi juga dapat diperoleh karena meskipun
secara teoritis informasi yang disimpan tersedia tetapi tidak selalu mudah
untuk menggunakan dan menempatkannya.
Teori ini ditemukan
oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan
untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari
identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus
dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang
lebih sulit atau lebih kompleks.
Teori pemrosesan informasi umumnya berpijak pada tiga asumsi berikut :[9]
1.
Antara stimulus dan respon berpijak pada asumsi, yaitu
pemrosesan informasi ketika pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah
waktu tertentu
2.
Stimulus yang diproses melalui tahap-tahapan tadi akan
mengalami perubahan bentuk ataupun isinya
3.
Salah satu tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen, yaitu
komponen struktur dan pengatur alur pemrosesan informasi (proses kontrol).
Komponen-komponen pemrosesan informasi dipilih berdasarkan perbedaan fungsi,
kapasitas bentuk informasi, serta proses terjadinya ”lupa”. Ketiga komponen
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor adalah sel tempat pertama kali informasi diterima
dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi
hanya bertahan dalam waktu yang sangat singkat dan mudah tergangu atau
berganti.
b.
Working Memory (WM)
Working Memory diasumsikan
mampu menangkap informasi yang mendapat perhatian individu, perhatian
dipengaruhi oleh persepsi. Karekateristik Working Memory adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi
hanya mampu bertahan 15 detik jika tidak diadakan pengulangan) dan informasi
dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar
informasi dapat bertahan dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi
kapasitas disamping melakukan pengulangan.
c.
Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory diasumsikan:
1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai
kapasitas tidak terbatas, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM,
ia tidak akan pernah terhapus atau hilang. Sedangkan lupa adalah proses
gagalnya memunculkan kembali informasi yang diperlukan. Tennyson mengemukakan
proses penyimpanan informasi merupakan proses mengasimilisasikan pengetahuan
baru pada pengetahuan yang telah dimiliki, yang selanjutnya berfungsi sebagai
dadar pengetahuan.
Pada taraf aplikasi, teori sibernetik dalam pembelajaran telah banyak
dikembangkan, diantarannya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada
pemrosesan informasi. Berdasarkan pendekatan ini Reigeluth, Bunderson, dan
Merril mengembangkan strategi penataan isi atau materi pembelajaran berdasarkan
empat hal, yakni pemilihan, penataan urutan, rangkuman dan sintesis.
Teori pemrosesan informasi memiliki keunggulan dalam strategi pembelajaran,
yaitu sebagai berikut :
1.
Cara berpikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol
2.
Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis
3.
Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap
4.
Adanya keterarahan seluruh kegiatan belajar kepada tujuan
yang ingin dicapai
5.
Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang
sesungguhnya
6.
Kontrol belajar memungkinkan belajaar sesuai irama
masing-masing individu
7.
Balikan informatif memberikan rambu-rambu yang jelas
tentang tingkat unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja
yang diharapkan.[10]
D.
Pandangan Islam tentang teori Robert M. Gagne
Para ahli pendidikan
Islam menyadari sepenuhnya bahwa pengajaran merupakan hal yang sangat unik dan
kompleks, sebagaimana profesi-profesi lain yang menuntut dimilikinnya
persyaratan-persyaratan tertentu oleh orang yang menekuninya. Ibnu Abdun
berkata, “sesungguhnya pengajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan
pengetahuan, ketrampilan dan kecermatan, karana ia sama halnya dengan pelatihan
kecakapan yang memerlukan kiat, strategi dan ketelatenan sehingga menjadi cakap
dan professional.[11]
Pembiasaan adalah suatu
tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu
dan berlaku begitu saja tanpa dipikirkan lagi. Dengan pembiasaan pendidikan
memberikan kesempatan kepada siswa terbiasa dalam mengamalkan ajaran agamanya,
baik secara individual maupun secara berkelompok dalam kehidupan sehari-hari.[12]
Dalam surat Al Ghasiyat ayat 17: ‘’Maka apakah mereka tidak
memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan” dan dalam surat Muhammad ayat 24 :
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan al Qur’an ataukah hati mereka
terkunci?”.
Para pendidik
Muslim sejak zaman permulaan - perkembangan Islam telah mengetahui betapa
pentingnya pendidikan keterampilan berupa pengetahuan praktis dan latihan
kejuruan. Mereka menganggapnya fardhu kifayah, sebagaimana diterangkan dalam
surat Hud ayat 37 : “Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan
petunjuk wahyu kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang
yang dzalim itu karena mereka itu akan ditenggelamkan”.
Menurut al Syaibani, tujuan
pendidikan Islam adalah :
1.
Tujuan yang
berkaitan dengan individu, mencakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah
laku masyarakat, tingkah laku jasmani dan rohani dan kemampuan-kemampuan yang
harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat.
2.
Tujuan yang berkaitan dengan
masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam
masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3.
Tujuan profesional yang berkaitan
dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi,
dan sebagai kegiatan masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut diatas
nampak sekali bahwa pendidikan Islam berfungsi untuk menghasilkan manusia yang
dapat menempuh kehidupan yang indah di dunia serta ditegaskan atas dasar yang
sama dan berpangkal dari pandangan Islam secara filosofis terhadap jagad raya,
manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan tingkah laku. Pandangan Islam
terhadap masalah-masalah tersebut melahirkan berbagai prinsip dalam pendidikan
Islam.
PENUTUP
Salah satu tokoh pemrosesan informasi
adalah Robert Gagne, yang menyatakan bahwa belajar merupakan seperangkat proses
yang bersifat internal bagi setiap individu yang merupakan hasil transformasi
rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang
bersangkutan. Karena itulah teori ini akan membantu kita untuk memahami proses
belajar yang terjadi dalam diri peserta didik, mengerti kondisi dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, mengetahui hal-hal yang dapat menghambat
dan memperlancar proses belajar peserta didik, sehingga dengan pengetahuan itu
seorang guru akan lebih bijaksana dan tepat dalam menentukan proses belajar.
Teori pemprosesan informasi menyatakan bahwa hanya sedikit
informasi yang dapat diolah dalam memori kerja setiap saat. Terlalu banyak
elemen bisa sangat membebani memori kerja sehingga menurunkan keefektifan
pengolahan informasi. Jika penerima diharuskan membagi perhatian mereka
diantara, dan mengintegrasikan secara mental dua atau lebih sumber-sumber
informasi yang berkaitan misalnya, teks dan diagram, proses ini mungkin
menempatkan suatu ketegangan yang tidak perlu pada memori kerja yang terbatas
dan menghambat pemerolehan informasi.
Proses informasi dalam ingatan dimulai dari
proses penyandian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (stroge)
dan diakhiri dengan mengungkapkan kembali informas-informasi yang telah
disimpan dalam ingatan (retrival). Dan proses ini lebih menunjukkan pengolahan pada
proses yang terjadi dalam memory. Sehingga kemudian kekuatan memory ini dibagi
menjadi dua yaitu memory jangka pendek dan memory jangka panjang. Ini kemudian
muncul bahwa dalam suatu memory ada yang hanya mampu menampung informasi dalam
jangka waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mustofa, M.
Thobroni, 2012. “Belajar &
Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, Jakarta: Ar Ruzz Media
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar
dan Pembelajaran, cet.1 Jakarta: Rineka Cipta
Gagne,
M. Robert. 1970. The Conditions of
Learning, United States of America
Leslie
J. Briggs, Robert M. Gagne, Principles of
Instructional DesignI, 1978. New York Chicago San Francisco Dallas
Ramayulis,
2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Kalam Mulia.
Sudjana,
Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar,
Bandung: Sinar Baru Algesindo
Syah,
Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar, Jakarta : Raja Grapindo Persada