Ayat-Ayat al-Qur’an Tentang Metode Pembelajaran
PENDAHULUAN
Makhluk Allah
yang diberi kewajiban dalam mencari ilmu adalah manusia. Yang mana ilmu tersebut
berguna untuk bekal kehidupannya di dunia maupun diakhirat. Sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.”[1]
Selain itu,
dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:
يَرْفَعِ
اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُ
“Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.s. al-Mujadalah : 11)[2]
Selanjutnya,
setelah manusia memiliki ilmu pengetahuan mereka berkewajiban untuknya
mengamalkan/mengajarkan ilmu yang sudah mereka peroleh.[3]
Dalam mengamalkan atau mengajarkan ilmu tersebut, hendaknya seorang guru
memiliki wawasan tentang sistem pembelajaran. Salah satunya yakni metode pembelajaran.
Metode merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Apabila
dalam proses pendidikan tidak menggunakan metode yang tepat maka harapan
tercapainya tujuan pendidikan akan sulit untuk diraih. Dalam al-Qur’an dan
beberapa hadist juga menganjurkan untuk menggunakan metode dalam proses
pembelajaran. Metode pembelajaran yang termuat dalam al-Quran pun memiliki
banyak macam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas tentang
metode-metode pembelajaran yang terkandung dalam al-Quran dan Hadist.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Pentingnya Metode Pembelajaran
Dalam bahasa Arab metode dikenal dengan istilah at-thariq (jalan-cara).[4]
Secara umum istilah “metode” adalah suatu cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal. Menurut J.R. David dalam Teaching
Strategies for College Class Room menyebutkan bahwa method ia a way in
achieving something (cara untuk mencapai sesuatu).[5] Artinya, metode digunakan untuk
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Sudjana berpendapat bahwa : "metode pembelajaran adalah cara
yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsung pembelajaran".[6]
Dengan kata lain metode ini digunakan dalam konteks pendekatan
secara personil antara guru dengan siswa supaya siswa tertarik dan menyukai
materi yang diajarkan. suatu pelajaran tidak akan pernah berhasil jika tingkat
antusias siswanya berkurang.
Oleh karena itu, metode dalam rangkaian sistem pembelajaran
memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu pendidikan. karena metode merupakan pondasi awal untuk mencapai suatu
tujuan pendidikan dan asas keberhasilan sebuah pembelajaran.
Sebaik apapun strategi yang dirancang namun metode yang dipakai kurang tepat
maka hasilnya pun akan kurang maksimal. Tetapi apabila metode yang dipakai itu
tepat maka hasilnya akan berdampak pada mutu pendidikan yang baik.
B. Ayat dan Hadis tentang Metode Pembelajaran
1.
Metode Pembelajaran dalam Surah
an-Nahl ayat 125
اُدْعُ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ
بِلْحِكْمَهْ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِى هِيَ اَحْسَنُ
اَنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَاَعْلَمُ
بِلْمُهتَدِيْنَ «النحل : ۱۲۵»
“(Wahai Nabi Muhmmad
SAW) Serulah (semua manusia) kepada jalan (yang ditunjukkan) Tuhan Pemelihara
kamu dengan hikmah (dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian
mereka) dan pengajaran yang baik dan bantalah mereka dengan (cara) yang
terbaik. Sesungguhnya Tuhan pemelihara kamu, Dialah yang lebih mengetahui
(tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk).”[7]
Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode
pembelajaran, diantaranya:
a.
Metode Hikmah
Kata hikmah (حكمة) dalam tafsir
al-Misbah berarti “yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan
maupun berbuatan”.[8] Dalam bahasa Arab al-hikmah
bermakna kebijaksanaan dan uraian yang benar. Dengan kata lain al-hikmah
adalah mengajak kepada jalan Allah dengan cara keadilan dan kebijaksanaan,
selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam proses belajar mengajar, baik
faktor subjek, obyek, sarana, media dan lingkungan pengajaran. Pertimbangan
pemilihan metode dengan memperhatikan peserta didik diperlukan kearifan agar
tujuan pembelajaran tercapai dengan maksimal. Selain itu dalam penyampaian
materi maupun bimbingan terhadap peserta didik hendaknya dilakakuan dengan cara
yang baik yaitu dengan lemah lembut, tutur kata yang baik, serta dengan cara
yang bijak.[9]
Imam Al-Qurtubi menafsirkan al-hikmah
dengan “kalimat yang lemah lembut”. Beliau menulis dalam tafsirnya :
وَأَمْرُهُ
أَنْ يَدْعُوَ إِلَى دِيْنِ اللهِ وَشَّرْعِهِ بِتَلَطُّفٍ وَلَيِّنٍ دُوْنَ مُخَاشَنَةٍ
وَتَعْنِيْفٍ
“Nabi diperintahkan untuk mengajak
umat manusia kepada “dinnullah” dan syariatnya dengan lemah lembut tidak dengan
sikap bermusuhan.”
Hal ini berlaku
kepada kaum muslimin seterusnya sebagai
pedoman pembelajaran dan pengajaran. Hal ini diinspirasikan dari ayat Al-Qur’an
dengan kalimat “qaulan layinan”. Allah berfirman :
فَقُولَا لَهُ
قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (طه: ۶۶)
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (taha:44)[10]
Proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar
manakala ada interaksi yang kondusif antara guru dan peserta didik. Komunikasi
yang arif dan bijaksana memberikan kesan mendalam kepada para siswa sehingga “teacher
oriented” akan berubah menjadi “student oriented”. Guru yang
bijaksana akan selalu memberikan peluang dan kesempatan kapada siswanya untuk
berkembang.[11]
b.
Metode Nasihat/Pengajaran Yang Baik (Mauizhah Hasanah)
Mauidzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mauizhah dan Hasanah”.
al-Mauizhah (الموعظة) terambil
dari kata (وعظ) wa’azha
yang berarti nasihat sedangkan hasanah (حسنة) yang berarti baik. Maka jika digabungkan Mauizhah hasanah
bermakna nasihat yang baik.[12]
Dalam
hal ini, Allah SWT berfirman:
يَااَيُّهَاالنَّاسُ
قَدْجَاءَ تْكُمْ مَوْ عِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِى الصُّدُوْرِ
وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ «۵۷ : ۱۰»
“Hai segenap manusia, telah datang kepada kalian mauizhah
dari pendidikanmu, penyembuh bagi penyakit yang bersemayam di dalam dada,
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. 10:57)[13]
c.
Metode Diskusi (jidal)
Kata jadilhum (جادلهم) berasal dari kata jidal (جدال) yang
bermakna diskusi.[14]
Metode diskusi yang dimaksud dalam al-Qur’an ini adalah diskusi yang
dilaksanakan dengan tata cara yang baik dan sopan. Yang mana
tujuan dari metode ini ialah untuk lebih memantapkan pengertian dan sikap
pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.
Definisi
diskusi itu sendiri yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna mengumpulkan
pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan
masalah. Dalam kajian metode mengajar disebut metode “hiwar” (dialog).
Diskusi memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para siswa untuk mengeksplor
pengetahuan yang dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain.
Satu sisi mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa
ada pendapat di luar pendapatnya dan di sisi lain siswa merasa dihargai sebagai
individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.[15]
Dengan demikian
para pendidik dapat
mengetahui keberhasilan kreativitas peserta didiknya, atau untuk mengetahui
siapa diantara para peserta didiknya yang berhasil atau gagal. Dalam Allah SWT
berfirman:
اِنَّ
رَبَّكَ هُوَاَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهِ وَهُوَاَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِيْنَ «۱۲۵ : ۱٦»
“Sungguh pendidikmu lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalannya dan mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. 16:125).[16]
2.
Metode Teladan/Meniru
Manusia banyak belajar dengan cara meniru. Dari kecil ia sudah meniru
kebiasaan atau tingkah laku kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Misalnya,
ia mulai belajar bahasa dengan berusaha meniru kata-kata yang diucapkan
saudaranya berulang-ulang kali dihadapannya.
Begitu juga dalam hal berjalan ia berusaha meniru cara menegakkan
tubuh dan menggerakkan kedua kaki yang dilakukan orang tua dan
saudara-saudaranya. Demikianlah manusia belajar banyak kebiasaan dan tingkah
laku lewat peniruan kebiasaan maupun tingkah laku keluarganya.
Al-Qur’an sendiri telah mengemukakan contoh bagaimana manusia
belajar melalui metode teladan/meniru. Ini dikemukakan dalam kisah pembunuhan
yang dilakukan Qabil terhadap saudaranya Habil. Bagaimana ia tidak tahu cara
memperlakukan mayat saudaranya itu. Maka Allah memerintahkan seekor burung
gagak untuk menggali tanah guna menguburkan bangkai seekor gagak lain. Kemudian
Qabil meniru perilaku burung gagak itu untuk mengubur mayat saudaranya Habil.[17]
Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 31:
فَبَعَثَ اللهُ غُرَابًايَّبْحَثُ فِى الْاَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ
يُوَارِيْ سَوْءَةَاَخِيْهِ قلى قَلَ يوَيْلَتى
اَعَجَزْتُ اَنْ اَنْ اَكُوْنَ مِثْلَ هذَا الْغُرَابِ فَاُوَارِيَ سَوْءَةَاَخِيْجفَاَصْبَحَ
مِنَ النّدِمِيْنَ
“Kemudian Allah menyuruh
seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya
(Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil:
“Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini.
Lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”. Karena itu jadilah dia seorang
diantara orang-orang yang menyesal.”[18]
Melihat tabiat manusia yang cenderung untuk meniru dan belajar
banyak dari tingkah lakunya lewat peniruan. Maka, teladan yang baik sangat
penting artinya dalam pendidikan dan pengajaran. Nabi Muhammad SAW. sendiri
menjadi suri tauladan bagi para sahabatnya, dari beliau mereka belajar
bagaimana mereka melaksanakan berbagai ibadah.
Ada sebuah Hadist yang menceritakan bahwa para sahabat meniru salat
sunnah witir Nabi SAW:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ
حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ
أَسِيرُ مَعَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بِطَرِيقِ مَكَّةَ فَقَالَ سَعِيدٌ
فَلَمَّا خَشِيتُ الصُّبْحَ نَزَلْتُ فَأَوْتَرْتُ ثُمَّ لَحِقْتُهُ فَقَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ أَيْنَ كُنْتَ فَقُلْتُ خَشِيتُ الصُّبْحَ فَنَزَلْتُ
فَأَوْتَرْتُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ أَلَيْسَ لَكَ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِسْوَةٌ حَسَنَةٌ فَقُلْتُ بَلَى وَاللَّهِ قَالَ
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُوتِرُ عَلَى
الْبَعِيرِ
“Telah
menceritakan kepada kami Isma’il berkata, telah menceritakan kepadaku Malik
dari Abu Bakar bin ‘Umar bin ‘Abdurrahman bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al
Khaththab dari Sa’d bin Yasar bahwa dia berkata: “Aku bersama ‘Abdullah bin
‘Umar pernah berjalan di jalanan kota Makkah. Sa’id berkata, “Ketika aku
khawatir akan (masuknya waktu) Shubuh, maka aku pun singgah dan melaksanakan
shalat witir. Kemudian aku menyusulnya, maka Abdullah bin Umar pun bertanya,
“Dari mana saja kamu?” Aku menjawab, “Tadi aku khawatir akan (masuknya waktu)
Shubuh, maka aku singgah dan melaksanakan shalat witir.” ‘Abdullah bin ‘Umar
berkata, “Bukankah kamu telah memiliki suri tauladan yang baik pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Aku menjawab, “Ya. Demi Allah.”
Abdullah bin Umar berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah shalat witir di atas untanya.” (H.R.
Bukhari)[19]
Al-Qur’an memerintahkan
kita untuk menjadikan Nabi SAW sebagai suri tauladan dan panutan. Sebagaimana
firman Allah dalam surah al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ
وَالْيَوْمَ اْﻵ خِرَوَدَكَرَاللهُ كَثِيْرًا «۲۱ :۳۳»
“Sesungguhnya telah ada pada pribadi
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan hari akhir dan dia banyak dzikrullah.” (QS.al-Ahzab 33:21)[20]
Melalui suri tauladan yang baik, manusia dapat belajar kebiasaan
baik dan akhlak yang mulia. Sebaliknya jika suri tauladannya buruk manusia akan
terjerumus pada kebiasaan yang buruk dan akhlak yang tercela.
3.
Metode Ceramah
Metode ini
merupakan metode yang sering digunakan dalam menyampaikan atau mengajak orang
mengikuti ajaran yang telah ditentukan. Metode ceramah sering disandingkan
dengan kata khutbah. Dalam al-Qur’an sendiri kata tersebut diulang
sembilan kali. Bahkan ada yang berpendapat metode ceramah ini dekat dengan kata
tablih, yaitu menyampaikan sesuatu ajaran. Pada hakikatnya kedua arti
tersebut memiliki makna yang sama yakni menyampaikan suatu ajaran.[21]
Pada masa lalu
hingga sekarang metode selalu kita jumpai dalam setiap pembelajaran. Akan
tetapi bedanya terkadang metode ini di campur dengan metode lain. Dalam sebuah Hadist Nabi SAW bersabda :
وَعَنْ
عَبْدِ االلهِ بْنِ عُمَرَ وَبْنِ الْعَاصِ رَضِيَ االلهُ عَنْهُمَا أَنَ النَّبِيَ
صلى االله علىه وسلم قال "بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آیَةً وَحَدِّثُوْا عَنْ
بَنِيْ إِسْرَائِیْلَ وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْیَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (( رواه البخاري))
"Sampaikanlah apa yang datang dariku walaupun satu ayat, dan
ceritakanlah apa yang kamu dengar dari Bani Isra’il, dan hal itu tidak ada
Salahnya, dan barang siapa berdusta atas namaku maka bersiap-siaplah untuk
menempati tempatnya dineraka".
(HR. Bukhori.)[22]
Hal ini juga berkenaan dengan firman Allah SWT :
اِنَّآ اَنْزَلْنهُ قُرْاَٽنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ ۞ نَحْنُ نَقُضُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ
اَوْحَيْنَآ اَلَيْكَ هذَاالْقُرْاٽنَ وَاِنْ كُنْتُ مِنْ قَبْلِه لَمِنَ الْغفِلِيْنَ
“Sesungguhnya Kami
menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran
ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah
Termasuk orang-orang yang belum mengetahui”.(Q.S. Yusuf/12:2-3)[23]
Ayat di atas menerangkan, bahwa Tuhan menurunkan Al-Qur’an dengan
memakai bahasa Arab kepada Nabi Muhammad SAW. Dan Nabi menyampaikan kepada para
sahabat dengan jalan cerita dan ceramah. Metode ceramah masih merupakan metode
mengajar yang masih dominan dipakai, khususnya di sekolah-sekolah tradisional.
4.
Metode Pengalaman Praktis/Trial and Eror dan Metode Berpikir
Seseorang yang hidup tidak akan luput dari sesuatu yang bernama
problem, bahkan manusia juga dapat belajar dari problem tersebut, sehingga memiliki
pengalaman praktis dari permasalahannya. Situasi-situasi baru yang belum
diketahuinya mengajak manusia berfikir bagaimana menghadapi dan bagaimana harus
bertindak. Dalam situasi demikian, manusia memberikan respons yang beraneka
ragam. Kadang mereka keliru dalam menghadapinya, tetapi kadang juga tepat.
Dengan demikian manusia belajar lewat “Trial and Error”, (belajar
dari mencoba dan membuat salah) memberikan respons terhadap situasi-situasi
baru dan mencari jalan keluar dari problem yang dihadapinya.[24]
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memberikan dorongan kepada manusia
untuk mengadakan pengamatan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam
semesta. Dalam Q.S. al-Ankabut : 20 Allah berfirman:
قَل سِيْرُوا فِى الْأَرْ ضِ فَنْضُرُوا كَيْفَ بَدَأَ
الْخَلْقَ ثُمَّ اللهُ يُنْشِئُ النَّشْأةَ الْآَخِرَةَ إِنَّ اللهَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍقَدِيْرٌ
Katakanlah: “Berjalanlah di (muka)
bumi. Maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari
permulaannya. Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
Perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk mengamati dan
memikirkan alam semesta dan makhluk-makhluk yang ada di dalamnya,
mengisyaratkan dengan jelas perhatian al-Qur’an dalam menyeru manusia untuk
belajar, baik melalui pengamatan terhadap berbagai hal, pengalaman praktis dalm
kehidupan sehari-hari, ataupun lewat interaksi dengan alam semesta, berbagai
makhluk dan peristiwa yang terjadi di dalamnya. ini bisa dilakukan dengan
metode pengalaman praktis, “trial and error” atau pun dengan metode
berfikir.
Nabi SAW sendiri telah mengemukakan tentang pentingnya belajar dari
pengalaman praktis dalam kehidupan yang dinyatakan dalam hadis yang di tahrij
oleh Imam Muslim berikut:
حَدَّثَنَا أَبُوْ بَكْرِ
بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ كِلاَهُمَا عَنِ اْلأَسْوَدِ بْنِ
عَامِرٍ قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ هِشَامِ بْنِ
عُرْوَةَ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَرَّ بِقَوْمٍ يُلَقِّحُوْنَ فَقَالَ لَوْ لَمْ
تَفْعَلُوْا لَصَلُحَ قَالَ فَخَرَجَ شِيْصًا فَمَرَّ بِهِمْ فَقَالَ مَا لِنَخْلِكُمْ قَالُوْا
قُلْتَ كَذَا وَكَذَا قَالَ أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
Abu
Bakar bin Abi Saybah dan Amr al-Naqidh bercerita kepadaku. Keduanya dari al-Aswad
bin Amir. Abu Bakr berkata, Aswad bin Amir bercerita kepadaku, Hammad bin
Salmah bercerita kepadaku, dari Hisham bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah dan
dari Tsabit dari Anas Radhiyallahu’anhu:
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati suatu kaum yang sedang
mengawinkan pohon kurma lalu beliau bersabda:Sekiranya mereka tidak
melakukannya, kurma itu akan (tetap) baik. Tapi setelah itu, ternyata
kurma tersebut tumbuh dalam keadaan rusak. Hingga suatu saat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam melewati mereka lagi dan melihat hal itu beliau bertanya:
‘Adaapa dengan pohon kurma kalian? Mereka menjawab; Bukankah anda telah
mengatakan hal ini dan hal itu? Beliau lalu bersabda: ‘Kalian lebih mengetahui
urusan dunia kalian.[25]
Hadis di atas mengisyaratkan tentang belajarnya manusia membuat
respon-respon baru lewat pengalaman praktis dari berbagai situasi baru yang
dihadapinya, dan berbagai jalan pemecahan dari problem-problem yang
dihadapinya.
Mengenai jenis belajar lewat pengalaman praktis atau “trial and
error” ini, al-Qur’an mengisyaratkan dalam ayat berikut:
يَعْلَمُوْ نَظَاهِرًا مِنَا لْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَهُمْ عَنِا لْآَخِرَةِ هُمْ غَا فِلُوْنَ
Mereka
hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang
(kehidupan) akhirat adalah lalai.[26]
Al-Qurtubi, dalam menafsirkan ayat ini, “Mereka hanya mengetahui
yang lahir saja dari kehidupan dunia”, berkata: Yakni masalah penghidupan dan
duniawi mereka. Kapan mereka harus menanam dan menuai dan bagaimana harus
menanam dan membangun rumah.[27]
KESIMPULAN
Metode merupakan hal yang sangat penting dalam
proses belajar mengajar. Apabila dalam proses pendidikan tidak menggunakan
metode yang tepat maka harapan tercapainya tujuan pendidikan akan sulit untuk
diraih. Dalam al-Qur’an dan beberapa hadist juga menganjurkan untuk menggunakan
metode dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang termuat dalam
al-Quran pun memiliki banyak macam diantaranya:
1. Metode Pembelajaran dalam Surah an-Nahl ayat 125. Dari surah an-Nahl ini tercantum 3 metode
pembelajaran, diantaranya:
a). metode hikmah (bijaksana),
b). metode nasihat/pengajaran yang baik (mauizhah hasanah)
c). metode diskusi (jidal)
2. metode teladan/meniru
3. metode ceramah
4.
metode pengalaman praktis/trial and eror dan metode berpikir
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dimasyqi, Al-Imam Abul Isma’il Ibnu Kasir. Tafsir Ibnu Kasir;
Juz 4 al-Hijr 2 S.D an-Nahl 128. Bandung: Sinar BaruAlgensindo. 2003.
Al-Mahalli, Imam Jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin. Terjemahan
Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul; jilid 1. Bandung: Sinar Baru
Algesindo. 2011.
el-Qurtuby, Usman. Al-Qur’an
Cordoba. Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia. 2012.
https://areksumberjati.wordpress.com/2015/01/01/hadits-bukhari-936-956-bab-witir-dan-shalat-istisqa/,
diakses 8 Mei 2016.
Khon, Abdul Majid. Hadis Tarbawi;
Hadis-Hadis Pendidikan. Jakarta: Kencana. 2014.
Majid, Abdul. Strategi
Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2014.
Mannan, Muntaha
Abdul. Tafsir Al-Qur’an Tematis. Jember: LP2SM “Gita Bahana”. 1993.
Shihab, M. Quraish. Al-Qur’an dan Maknanya. Jakarta: Lentera
Hati. 2010.
_______________ Tafsir Al-Misbah; pesan. Kesan dan keserasian
al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2002.
Sudjana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif-Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung:Sinar Baru. 2005.
Taniredja, Tukiran. et al. Model-Model
Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta. 2011.
Thobroni, Ahmad Yusam. et al. Tafsir dan Hadis Tarbawi. Surabaya:
IAIN SA Press. 2013.