Berbicara aliran-aliran dalam filsafat hukum, tentu
bertitik tolak dari hukum itu sendiri. Konon Sepanjang sejarah hukum mulai dari zaman Yunani
atau Romawi hingga dewasa ini, kita dihadapkan dengan berbagai teori hukum.
Dari hasil kajian antropologi sendiri telah terbukti bahwa Para pakar telah
mengklasifikasikan aliran-aliran filsafat hukum sebagai berikut:
Sukanto,
membagi aliran filsafat hukum sebagai berikut: mazhab formalitas, mazhab
sejarah dan kebudayaan, aliran utilitarianisme, Aliran sociological jurisprudence
dan aliran realisme hukum.
Sedangkan menurut Rahardjo, berbagai aliran filsafat hukum sebagai berikut: teori Yunani dan Romawi,
hukum alam, positivisme dan utilitarianisme, teori hukum murni, pendekatan
sejarah dan antropologi, dan pendekatan sosiologis. Begitu juga Rasjidi, mengemukakan aliran-aliran yang paling
berpengaruh saja sebagai berikut: aliran hukum alam, aliran hukum positif,
mazhab sejarah, sociological jurisprudence, dan pragmatic legal realism.
Adanya aliran-aliran filsafat hukum menunjukkan betapa
kompleksnya hukum itu dengan berbagai sudut pandangnya. Jika hukum dapat
diartikan macam-macam begitu juga tujuannya. Setiap aliran berangkat dari
argumentasinya sendiri. Pemahaman terhadap aliran-aliran tersebut akan membuat
wawasan kita makin kaya dan terbuka dalam memandang hukum dan masalah masalahnya. Di dalam makalah ini, hanya akan di uraikan tiga aliran filsafat hukum
yaitu: aliran hukum alam, aliran positivisme dan aliran utilitarianisme.
PEMBAHASAN
- ALIRAN HUKUM ALAM
1. Pengertian
Aliran
hukum alam merupakan aliran filsafat hukum Barat yang memandang hukum alam sebagai hukum
yang berlaku universal dan abadi.[1]
Ada yang menyebutnya dengan menggunakan
istilah hukum kodrat.[2] Menurut Huijbers, istilah hukum kodrat lebih
tepat digunakan daripada hukm alam.[3]
Dalam teori scholastik hukum kodrat dianggap sebagai suatu usaha yang paling
luas guna mempertahankan stabilitas dalam keadaan, dengan mengikatkan
keadaan-keadaan tata tertib tersebut dengan suatu tata tertib suci dengan
perantara hukum kodrat.[4]
Hukum alam (natural law) adalah apa yang dengan
sempurna menyatakan cita hukum, hal ini tentu berdasarkan pada pengamatan
bahawa benda yang alamiah adalah benda
yang menyatakan selengkap lengkapnya cita atau idea dari benda itu.[5] Sebagai catatan, bahwa yang dimaksud alam bagi
orang-orang Yunani yang hidup dalam jaman purba berbeda dengan alam yang
dimaksud oleh orang-orang yang telah dipengaruhi oleh gagasan evolusi. Bagi
bangsa Yunani apel alam bukanlah buah apel yang tumbuh liar di dalam hutan atau
induk dari tanaman di kebun, melainkan apel keemasan dari hesperides.
Hukum alam merupakan suatu
teori untuk suatu masa pertumbuhan yang timbul untuk memenuhi kebuTuhan dari
tingkatan equity (pelaksanaan hukum bukan berdasarkan undang-undang yang
tertulis melainkan berdasarkan jiwa
keadilan). [6] Hukum alam ditanggapi tiap-tiap orang sebagai hukum oleh
sebab menyatakan apa yang termasuk
alam manusia sendiri, yaitu kodratnya.[7]
Hukum alam adalah suatu
hukum yang berlaku selalu dan di mana-mana karena hubungannya dengan aturan alam. Hukum
itu tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya.
Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari
ketentuan manusia.
2.
Macam-macam aliran hukum alam dan pendapat para tokoh-tokohnya
Berdasarkan
sumbernya, maka aliran hukum alam ini dapat dibedakan dalam dua macam sebagai
berikut:[8]
- Hukum alam irrasional
aliran hukum alam ini berpendapat bahwa
hukum yang berlaku universal dan abadi
itu bersumber dari Tuhan secara langsung.
Aliran hukum alam ini di kembangkan
oleh para pemikir sekolastik pada abad pertengahan seperti: Thomas Aquino,
Gratianus, Jhon Salisbury, Dante, PieRe Dubois, Marsilius Padua, Johanes Haus,
dan lain-lain.
Adapun pemikiran tokoh-tokoh aliran hukum alam irrasional
sebagai berikut:
a.
Thomas Aquinus
Filsafatnya berkaitan erat
dengan teologia. Mengakui di samping kebenaran wahyu terdapat juga kebenaran
akal, akan tapi ada pengetahuan yang tidak dapat ditembus oleh akal tetapi memerlukan iman. Maka, pengetahuan
menurutnya terdapat dua pengetahuan yang saling beriringan yaitu: pertama, pengetahuan
alamiah (berpangkal pada akal), dan kedua, pengetahuan iman yang berpangkal pada wahyu.[9]
Berkaitan dengan hukum,
Aquinus mendefinisikannya sebagai ketentuan akal untuk kebaikan umum, yang
dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat. Berkaitan dengan hal ini, Friedman
menggambarkan pemikiran Aquinus sebagai berikut: sejak dunia diatur oleh
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Tuhan, maka seluruh masyarakat dialam semesta
diatur oleh akal yang berasal dari Tuhan. Hukum Tuhan berada di atas
segala-galanya. Akan tapi tidak semua hukum Tuhan dapat diperoleh oleh manusia,
dan diungkapkan melalui hukum abadi
sebagai penjelmaan kearifan Tuhan, yang mengatur semua tindakan dan
pergerakan. Hukum alam adalah bagian dari hukum Tuhan, bagian yang diungkapkan
dalam pikiran alam. Manusia, sebagai makhluk yang berakal, menerapkan bagian
dari hukum Tuhan ini terhadap kehidupan manusia, sehingga ia dapat membedakan
yang baik dan buruk. Hal ini berasal dari prinsip-perinsip hukum abadi
sebagaimana terungkap dalam hukum alam yang merupakan sumber dari sumber hukum
manusia.[10]
Lebih lanjut Aquinus
membagi hukum terhadap empat macam, yaitu:[11]
1.
Lex aeterna, yaitu hukum rasio Tuhan
yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia.
2.
Lex divina yaitu hukum rasio Tuhan
yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia.
3.
Lex naturalis atau hukum alam, yaitu
penjelmaan lex aeterna ke dalam rasio manusia.
4.
Lex positivis yaitu penerapan lex
naturalis dalam kehidupan manusia di dunia.
Adapun di antara karya
tulisnya yang terkenal di antaranya adalah: summa theologiae, de ente et
essentia, dan summa contra gentiles.
b.
Jhon Salisbury
Jhon Salisbury merupakan seorang
rohaniawan pada abad pertengahan. Pandangan Jhon Salisbury banyak mengkritik
kesewenang-wenangan penguasa, menurutnya, gereja dan negara perlu bekerja sama.
Dalam menjalankan sebuah pemerintahan penguasa wajib memperhatikan hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis (hukum
alam) yang mencerminkan hukum-hukum Tuhan. Merupakan tugas rohaniawan agar
membimbing penguasa supaya tidak merugikan rakyat, bahkan menurutnya penguasa
itu harus menjadi abdi gereja.
Jhon Salisbury melukiskan
kehidupan bernegara itu seperti kehidupan dalam sarang lebah, yang sangat
memerlukan kerja sama dari semua unsur, suatu pandangan yang bertitik tolak
dari pendekatan organis. Pemikiran beliau ini dituangkan dalam satu kumpulan
buku yang diberi judul “Policracitus Sive De Nubis Curialtum Et Vestigis
Philoshophorum Libri VIII. Dan bukunya yang berjudul Metalogicus.
c.
Dante Alighieri
Filsafat Dante sebagian besar merupakan tanggapan atas
situasi yang kacau pada saat itu. tepatnya pada saat abad perengahan di mana Jerman
dan Prancis menghadapi perselisihan dengan kekuasaan paus di Roma. Dante sangat
menentang penyerahan kekuasaan duniawi kepada gereja. Menurutnya keadilan akan
dapat ditegakkan apabila pelaksanaan hukum diserahkan kepada satu tangan saja,
berupa pemerintahan yang absolut. Rupanya Danke berusaha memberikan legitimasi
terhadap kekuasaan monarki yang bersifat mondial.
Monarki dunia yang menjadi badan tertinggi yang
memutuskan perselisihan antara penguasa satu dengan yang lainnya. Namun, dasar
hukum yang dijadikan pegangan adalah hukum alam, yang mencerminkan hukum-hukum Tuhan.
Menurutnya badan tertinggi yang memperoleh legitimasi dari Tuhan sebagai
monarki dunia ini adalah kekaisaran Romawi. Dan pada abad pertengahan
kekaisaran Romawi itu sudah di gantikan oleh kekuasaan Jerman dan kemudian oleh
Prancis di Eropa. Pemikiran Dante tertuang dalam bukunya yang berjudul “ De
Monarchia”
d.
PieRe Dubois
PieRe Dubois merupakan filusuf terkemuka Prancis sekaligus
sebagai pengacara raja Prancis. Maka tidak heran jika pandangan-pandangannya
pro penguasa. Ia mencita-citakan kerajaan Prancis yang maha luas, yang menjadi
pemerintah tunggal dunia. PieRe dubois berpandangan bahwa penguasa (raja) dapat
langsung menerima kekuasaan dari Tuhan tanpa perlu melewati pemimpin gereja.
Bahkan ia ingin agar kekuasaan duniawi gereja (paus) di cabut dan diserahkan
kepada raja.
Beliau juga berpandangan bahwa raja memiliki kekuasaan membentuk
undang-undang, tetapi raja tidak terikat untuk mematuhinya. Pemikiran dubois tertuang dalam bukunya yang
berjudul “De Recuperatione Terre Sancte”.
e.
Marsilius Padua dan William
Occam
Kedua tokoh ini memiliki banyak persamaan pandangan.
keduanya termasuk tokoh penting abad k-14 dari ordo fransiscan dan pernah memberi
kuliah di sebuah universitas di kota Paris. Keduanya sama-sama dikeluarkan dari
gereja oleh paus.[12] Marsilius Padua; Negara berada di atas kekuasaan Paus. Kedaulatan tertinggi
ditangan Rakyat dan hukum harus mengabdi pada rakyat.
Filsafat Occam sering disebut nominalisne lawan dari pemikiran Thomas. Occam bahwa rasio manusia tidak dapat memastikan suatu kebenaran.[13]
Filsafat Occam sering disebut nominalisne lawan dari pemikiran Thomas. Occam bahwa rasio manusia tidak dapat memastikan suatu kebenaran.[13]
Karya Padua yang terkenal berjudul Defensor Pacis,
sedangkan karya Occam di antaranya yang berjudul: De Imperatorum Et
Pantificum Potestate.
f.
John
Wycliffe (1320-1384) dan Johannes Huss (1369-1415)
Bagi
Wicliffe Gereja dan pemerintah memiliki lahan masing-masing, tidak boleh saling
mencampuri. Huss menyatakan bahwa gereja tidak perlu mempunyai hak milik,
penguasa dapat merampas hak yang disalah gunakan oleh gereja.
- hukum alam rasional
Aliran hukum
alam rasional berpendapat bahwa sumber dari hukum yang universal dan abadi itu
adalah rasio manusia.
Tokoh tokoh aliran hukum alam rasional
antara lain: Hugo De Groot, atau Grotius, Cristian Thomasius, Immanuel Kant,
Fichte, Hegel, Dan Rudolf Stammler.[14]
Adapun pemikiran tokoh-tokoh aliran hukum alam rasional,
sebagai berikut:
a. Hugo De
Groot (Grotius) (1583-1645)
Grotius
dikenal sebagai bapak hukum internasional karena mempopulerkan konsep-konsep
hukum dalam hubungan antar Negara, seperti hukum perang dan damai serta hukum
laut. Menurutnya hukum bersumber dari rasio manusia dan tidak dapat diubah
walaupun oleh Tuhan, tetapi diberi kekuatan mengikat oleh Tuhan.
b.
Samuel
V.P. (1632-1694) dan Christian Thomasius (1655-1728)
Samuel
(Jerman); hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran yang murni.
Menurutnya hukum alam yang lahir dari factor-faktor yang bersifat takdir dan
berdasarkan sifat manusia yang fitri, seperti naluri akan terdesak kebelakang.
Disisi lain undang-undang akan semakin maju. Menurut Thomasius manusia hidup
dengan berbagai macam Naluri yang bertentangan, sehingga diperlukan aturan yang
mengikat.
c.
Immanuel
Kant (1724-1804)
Dikenal
sebagai penganut filsafat kritis dengan paham empirisme, berpendapat
bahwa sumber pengetahuan manusia bukan rasio, melainkan pengalaman (empiris),
tepatnya pengalaman yang berasal dari pengenalan inderawi, filsafat kantesius
dari empiris dengan rasional yakni filsafat rasionalis yang memulai perjalanan
dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio.
3. Latar
belakang muncul aliran hukum alam dan fungsinya
Dilihat
dari sejarahnya menurut friedman, aliran ini timbul karena kegagalan umat
manusia dalam mencari keadilan yang absolut. Gagasan hukum alam didasarkan pada
assumsi bahwa melalui penalaran, hakikat mahluk hidup akan dapat diketahui, dan
pengetahuan tersebut mungkin menjadi dasar bagi tertib sosial serta tertib
hukum eksistensi manusia. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang
sengaja dibentuk oleh manusia .
Pandangan
yang muncul setelah jaman renesanse (yaitu di era ketika rasio manusia dipandang
terlepas dari tertib keTuhanan.) berpendapat bahwa hukum alam muncul dari pikiran manusia sendiri tentang apa yang baik
dan buruk, yang penilaiannya diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam.[15]
Adapun
peranan hukum alam sepanjang sejarah memiliki fungsi jamak, sebagai berikut:[16]
a.
hukum alam digunakan untuk mengubah hukum
perdata romawi yang lama menjadi suatu sistem hukum umum yang berlaaku
diseluruh dunia.
b.
Sebagai senjata bagi pihak greja dan kaisar
dalam berebut kekuasaan
c.
Dasar hukum internasional dan dasar kebebasan
perseorangan terhadap pemerintahan yang bersifat absolut.
d.
Digunakan para hakim amerika serikat dalam
menafsirkan konstitusi mereka.
e.
Dipergunakan untuk mempertahankan pemerintahan
yang berkuasa, atau sebaliknya untuk mengobarkan pemberontakan terhadap
kekuasaan yang ada.
f.
Untuk mempertahankan segala bentuk idiologi
g.
Sebagai dasar ketertiban international hukum
alam terus menerus memberikan ilham kepada kaum stoa , ilmu dan filsafat romawi
, pendeta pendeta dan greja greja pada abad pertengahan, dan lain-lain.
- ALIRAN POSITIVISME HUKUM
1.
Pengertian
Positivisme
dalam pengertian modern adalah suatu
sistem filsafat yang mengakui
hanya fakta-fakta positif dan fenomena-fenomena yang bisa diobservasi. Dengan hubungan
objektif fakta-fakta ini dan hukurn-hukum
yang menentukannya, meninggalkan semua penyelidikan menjadi sebab-sebab atau asal-usul tertinggi
(Muslehuddin,1991: 27). Dengan kata lain, positivisme merupakan sebuah sikap ilmiah, menolak spekulasi-spekulasi apriori
dan berusaha membangun dirinya pada
data pengalaman. Teori ini dikembangkan oleh August Comte, seorang sarjana Perancis yang hidup
pada tahun 1798 hingga1857.
Para positivis mengajarkan bahwa hukum positiflah yang merupakan hukum yang
berlaku; dan hukum positif di sini adalah norma-norma yudisial yang dibangun
oleh otoritas negara. la juga menekankan pemisahan ketat hukum positif dari
etika dan kebijaksanaan sosial dan cenderung mengidentifikasikan keadilan
dengan legalitas, yaitu ketaatan kepada aturan-aturan yang ditentukan oleh negara.[17]
Aliran hukum positif berpandangan bahwa perlu pemisahan secara tegas antara hukum dan moral
(antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, das sein dan das sollen).
Tiada hukum kecuali perintah penguasa.[18]
Secara umum paham positivisme itu hanya mengenal satu jalan masuk ke kenyataan,
yaitu jalan ilmu pengetahuan positif. Demikian juga positifisme hukum hanya
mengenal satu jalan masuk ke hukum yaitu jalan pengetahuan hukum positif yang
di dasarkan keyakinan-keyakinan sosial yang sesungguhnya.[19]
2.
Macam-macam
atau corak aliran
hukum positif dan
pendapat para tokohnya
1.
Aliran hukum positif analisis (analytical jurisprudence): jon Austin (1790-1859)
Jon Austin mendefinisikan hukum sebagai; “Peraturan yang
diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang
berkuasa atasnya”.Hukum merupakan perintah dari yang mereka yang memegang
kekuasaan tertinggi, atau dari yang memegang kedaulatan.[20]
Austin menganggap hukum
sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup.
Austin membedakan hukum dalam dua jenis yaitu: hukum dari
Tuhan untuk manusia, dan hukum yang di buat oleh manusia. Hukum yang di buat
oleh manusia juga ada dua jenis, yaitu: hukum dalam arti yang sebenarnya (hukum
positif) meliputi hukum yang dibuat oleh
penguasa dan disusun oleh manusia secara
individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. dan kedua hukum yang
tidak sebenarnya meliputi hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, seperti
ketentuan dari suatu organisasi.[21]
Menurut Austin hakikat hukum yang sebenarnya mengandung 4 unsur , yaitu :
1.
Perintah
2.
Sanksi (sesuatu yang buruk melekat pada perintah)
3.
Kewajiban
4.
Kedaulatan.
Ajaran Austin sama sekali tidak menyangkut
kebaikan-kebaikan atau keburukan-keburukan hukum, oleh karena penilaian
tersebut dianggapnya sebagai persoalan yang berbeda di luar hukum. Walaupun Austin mengakui hukum alam atau moral yang
mempengaruhi warga masyarakat, tetapi itu tidak penting bagi hukum.[22] Hukum adalah perintah dari penguasa atau pembuat undang
undang.[23]
Karyanya yang terpenting adalah The Porvince of Jurisprudence Determined,
dan ajarannya dikenal dengan sebutan The Imperative School.
2.
Aliran hukum murni: Hans
Kelsen
Sistem hukum adalah suatu sistem pertanggapan dari
kaidah-kaidah, di mana suatu kaidah hukum tertentu akan dapat dicari sumbernya
pada kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan
adalah kaidah dasar atau Grundnorm. Grundnorm ini semacam bensin yang
menggerakkan seluruh sistem hukum. Dialah yang menjadi dasar mengapa hukum
harus di patuhi.
Menurut Kelsen dalam ajaran hukum murninya, hukum tidak
boleh dicampuri oleh masalah-masalah politik, kesusilaan, sejarah,
kemasyarakatan dan etika. Juga tak boleh di
campuri oleh masalah keadilan. Keadailan menurut Kelsen adalah masalah ilmu
politik. Hukum bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya tertapi apa
hukumnya. Maka yang dipakai ius constitutum bukan ius constitundum.
Pemikiran Kalsen dekat dengan pemikiran Austin, namun
asal usul filosofis keduanya berbeda. Kalsen mendasarkan pemikirannya pada
neokantianisme karena beliau menggunakan pemikiran kant tenang pemisahan antara bentuk dan isi. Hukum
itu berurusan dengan bentuk forma bukan isi materia. Jadi keadilan sebagai isi
hukum berada di luar hukum. Kalsen juga dianggap berjasa dalam mengembangkan
teori jenjang.[24]
3.
Latar
belakang muncul aliran hukum Positivisme
Positivisme merupakan
sebuah sikap ilmiah,
menolak spekulasi-spekulasi apriori dan berusaha membangun dirinya pada data pengalaman. Dimulai dengan
pertengahan kedua abad ke-19, positivism menjalar ke dalam segala cabang ilmu
pengetahuan sosial, termasuk ilmu
pengetahuan hukum. ia berusaha untuk mendepak pertimbangan-pertimbangan nilai-nilai dari ilmu Yurisprudensi dan
membatasi tugas ilmu-ilmu ini
pada analisa, dan mendobrak tatanan
hukum positif. Para positivis
mengajarkan bahwa hukum positiflah yang merupakan hukum yang berlaku; dan hukum positif disini
adalah norma-norma yudisial yang
dibangun oleh otoritas negara. la juga menekankan pemisahan ketat hukum positif dari etika dan
kebijaksanaan sosial dan cenderung
mengidentifikasikan keadilan dengan legalitas, yaitu ketaatan kepada aturan-aturan yang ditentukan
oleh negara.
Munculnya aliran hukum
positif, juga di anggap sebagai pemberontakan terhadap hukum alam atau hukum kodrat.
karena hukum kodrat dianggap sbagai muslihat penguasa gereja pada saat
itu. hal ini seperti di ungkapkan kelsen, Menurut Kelsen: teori-teori hukum
kodrat sesungguhnya adalah suatu muslihat untuk memperkuat penguasa-penguasa
yang sedang berkuasa dan menghalang-halangi kemajuan.[25]
Demikian juga hukum murni merupakan suatu pemberontakan
yang ditujukan terhadap ilmu hukum yang ideologis, yaitu yang hanya
mengembangkan hukum itu sebagai alat pemerintahan dalam negara-negara
totialiter.
C.
ALIRAN
UTILITARIANISME
Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang
meletakan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Dan kemanfaatan di sini
diartikan sebagai kebahagiaan. Jadi baik buruk, atau adil tidaknya suatu hukum,
bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau
tidak. Kebahagiaan harus dirasakan oleh setiap individu kecuali kalau tidak
memungkinakan maka kebahagiaan agar dapat dinikmati oleh banyak individu.[26]
Aliran ini bisa di masukan ke-dalam aliran positivisme
hukum, mengingat dari kesimpulan paham ini yaitu menciptakan ketertiban
masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya. Ini berarti
hukum merupakan pencerminan perintah penguasa, bukan pencerminan dari rasio
semata. Maka dari itu dalam istilah lain
ada yang menyebutnya dengan aliran positivisme pragmatis.[27]
Dalam aliran ini, di antara tokohnya yang paling penting adalah Jeremy Bentham dan Rudolph Von Jhering.
1.
Jeremy Bentham
Bentham adalah pejuang yang gigih untuk hukum yang
dikodifikasikan dan untuk merombak hukum Inggris yang baginya merupakan suatu
yang kacau. Sumbangan terbesarnya terletak dalam bidang kejahatan dan
pemidanaan. Dalilnya adalah, bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara
sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan
kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah-rendahnya penderitaan. Standar penilaian yang di pakai adalah “apakah suatu
tindakan menghasilkan kebahagiaan”.
Selanjutnya, Betham mengemukakan
agar pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga
masyarakat secara individual.
2.
Rudolph von Jhering
Rudolph von Jhering
dikenal dengan
ajarannya yang biasa disebut social utilitarianism. Hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai
tujuannya. Hukum adalah sarana untuk mengendalikan individu-individu, agar
tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat di mana mereka menjadi warganya.
Hukum merupakan suatu
alat yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perubahan-perubahan sosial.
kesimpulan
No.
|
Nama aliran
|
Latar belakang
|
Kecendrungan
|
|
kemapanan
|
perubahan
|
|||
1
|
Aliran hukum alam
|
kegagalan
umat manusia dalam mencari keadilan yang absolut
|
ü
|
|
2
|
Positivisme hukum
|
Reaksi terhadap penyalah gunaan kekuasaan greja, pemberontakan terhadap hukum alam atau
hukum kodrat
|
ü
|
|
3
|
utilitarianisme
|
Repon terhadap ketidakadilan, tujuan hukum agar memberi
manfaat terhadap setiap individu
|
ü
|
|
4
|
Mazhab sejarah
|
ü
|
||
5
|
Sosiological jurisprudenci
|
ü
|
||
6
|
Pragmatic legal reahse
|
ü
|
Dafrat Pustaka
Anshori, Abdul Ghofur, Filsafat Hokum, Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 2006
Darmodiharji, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat
Hukum, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama,1996
Erwin, Rudy T. Tanya Jawab Filsafat Hukum,
Jakarta: Rineka Cipta, 1979
Pound, Roscoe, An Antrodaction To The Philosophi Af Law,
di terjemahkan oleh M. Radjab, Jakarta: Bhratara
Niaga Media, 1996
Rasjidi, Lili
dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung: Mandar Maju,
2002
Scheltens, Inleiding Tot De Wijsbgeert
Van Het Recht, diterjemahkan oleh Bakri Siregar, Jakarta: Airlangga, 1984