a. Nama Tafsir:
“Jami’ al-Bayan fi Tafsir
al-Qur’an” Kota pnerbitan Libanon, Darul
Fikr
b. Riwayat Hidup Pengarang
Nama
lengkap al-Thabary adalah Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir
bin Ghalib al-Thabary. Lahir di Amul (Thabaristan) tahun 224 H./ 839 M. atau
tahun 225 H./ 840 M. Wafat tahun 310 H. di Baghdad dalam usian 81 tahun.
al-Thabary
hidup pada masa kejayaan dan kemajuan Islam dalam berbagai disiplin ilmu
sehingga hal ini menjadikannya mudah menjadi seorang yang ‘alim dalam ilmu-ilmu
agama.
Di
kora Ray ia belajar hadits pada Muhammad bin Humaid al-Razy dan Mutsanna bin
Ibrahim al-Ibily serta tarikh pada Muhammad bin Ahmad bin Hammad al-Daulaby.
Di
Baghdad ia belajar pada Ahmad bin Hanbal dan mengambil qira’ah dari Ahmad bin
Yusuf al-Taghliby.
Di
Kufah ia mengambil qira’ah dari Sulaiman al-Tulkhy dan hadits dari sekelompok
jama’ah yang mengambil dari Ibrahim Abi Kuraib Muhammad bi al-A’la al-Hamdany
salah seorang ulama’ besar ahli hadits.
Ia mengenal fiqh syafi’iyah dari al-Hasan bin Sabbah al-Za’farany dan Abi Salid
al-Astakhary.
Al-Thabary
menghabiskan waktunya untuk mempelajari ilmu-ilmu keislaman dan tradisi-tradisi
Arab. Selain ahli fiqh ia juga ahli sejarah, tafsir, sastra, leksikrografi,
tata bahasa, logika, matematika dan kedokteran. Mulanya mengikuti madzhab
Syafi’iy lalu membentuk madzhab sendiri.
Al-Thabary
merupakan salah seorang tokoh terkemuka yang menguasai benar berbagai displin
ilmu, ia telah meninggalkan warisan keislaman yang cukup besar yang mendapatkan
sambutan besar disetiap masa dan generasi. la mendapatkan popularitas luas
melalui dua buah karyanya, Tarikh al-Umam wa al-Mulk tentang sejarah dan Jami’
al-bayan fi Tafsir al-Qur’an tentang tafsir. Kedua buku tersebut termasuk di
antara sekian banyak rujukan ilmiah paling penting. Bahkan buku tafsirnya
merupakan rujukan utama bagi para mufasir yang menaruh perhatian terhadap
tafsir bil-ma'tsur.
Tidak
banyak diperoleh penjelasan tentang buah karya al-Thabary, namun Khatib
al-Baghdady mendengar dari Ali bin Ubaidillah al-Lughawy al-Samy yang
memberikan kesaksian bahwa al-Thabary aktif menulis selama 40 tahun dan setiap
harinya mampu menulis 40 lembar sehingga diperkirakan karyanya mencapai
1.768.000 lembar.
Abdullah
al-Fakhary menyebutkan bahwasanya sebagian murid al-Thabary memperhitungkan
bila jumlah kertas yang pernah ditulisnya dibagi dengan usia sejak lahir hingga
wafatnya maka diperkirakan ia menulis 14 lembar.
c. Keberadaan Tafsir
Tafsir
ini mempunyai nama lengkap “Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an”. Ditulis pada
paruh abad ke 3 H. dan perupakan tafsir bi al-Ma’tsur pertama serta referensi
utama para mufassirin yang menaruh perhatian besar pada tafsir bi al-Ma’tsur.
Tafsir
ini terdiri dari 16 jilid berukuran sedag. Mulanya tafsir ini hilang tetapi
kemudian terdapat satu manuskrip yang disimpan oleh Amir Hamud bin abd
al-Rasyid seorang penguasa Najd, dari manuskrip ini kemudian diterbitkan dan
beredar luas dan menjadi sebuah ensiklopedi tafsir bi al-Ma’tsur.
Tafsir
ini merupakan tafsir tertua yang sampai kepada kita secara lengkap, sebab
tafsir-tafsir yang pernah ditulis sebelumnya tidak ada yang sampai kepada kita
secara lengkap sebagaimana tafsir ini.
d. Metodologi
Penafsiran
Tafsir ini menggunakan metode
Tahlily sebab penafsirannya berdasarkan pada susunan ayat dan surat sebagaimana
dalam urutan mushhaf. Selain itu juga dengan metode bi al-Ma’tsur digabung dengan bi al-ra’yi, Karena dalam setiap
penafsiran lebih banyak menampilkan riwayat-riwayat baik dari al-Qur’an, hadits,
pendapat sahabat dan tabi’in maka tafsir ini dimasukkan dalam kelompok tafsir
bi al-Ma’tsur.
Dalam menafsirkan ayat-ayat
al-Qur’an mula-mula dijelaskan makna kata-kata dari segi terminologi bahasa
Arab, menjelaskan struktuir linguistiknya dengan melengkapi syawahid dari
syi’ir-syi’ir Arab. Setelah itu menafsirkan ayat dengan disertai Syawahid
berupa riwayat-riwayat yang datang dari shabat atau tabi’in dengan sanad
lengkap sebagaimana dalam metode bi al-ma’tsur. Semua
riwayat berkaitan dengan ayat dipaparkan dengan panjang lebar lalu dibandingkan
antara satu dengan yang lainnya, terhadap sanad-sanad yang ada terkadang
dikritik dengan menta’dil salah satu riwayat
terkadang mentarjihnya, namun pada umumnya riwayat-riwayat itu tidak
dijelaskan shahih dan dla’ifnya. Tafsir
ini juga menjelaskan tentang berbagai macam qira’at dan konsekwensinya terhadap
perbedaan arti yang timbul, namun demikian qira’at-qira’at itu dijelaskan
kedla’ifannya dan ditolak jika menurut ulama’ tidakl bisa dipakai sebagai
hujjah.
Riwayat-riwayat
Israiliyat juga dijadikan sebagai sumber pada
tafsir ini, baik dari Ka’ab al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, ibnu Juraij,
al-Sudy dan lain-lainnya, namun demikian riwayat-riwayat Israiliyat tersebut
terkadang dikritik jika tidak sesuai dengan hadits nabi dan terkadang tidak
Adanya riwayat-riwayat Israiliyat ini tidak lepas dari latar belakang
al-Thabary sebagai seorang sejarawan. Selain itu pembicaraan tentang
kaidah-kaidah bahasa dan syi’ir-syi’ir Arab, masalah akidah juga dibahas dalam
tafsir ini. Dan karena kapasitasnya sebagai mujtahid masalah-masalah fiqh kerap
kali dijelaskan hingga dikatakan bahwa kecenderungan tafsir ini adalah kepada
masalah-masalah fiqh.
e. Penilaian Ulama’
Tafsir
al-Thabary mempunyai nilai yang tinggi sebab selain didasarkan pada riwayat-riwayat
tafsir juga adanya istimbath hukum dari ayat-ayat yang ditafsirkan. Ketinggian
nilai tafsir ini terbukti sepakatnya para ulama’ untuk menjadikan tafsir ini
sebagai sumber tafsir yang penting, dan komentar beberapa ulama’ terhadap
tafsir ini.
al-Suyuthy berkata: “Tafsir
al-Thabary adalah tafsir terbaik dan paling agung, sebab didalamnya dipaparkan
berbagai pendapat lalu ditarjih salah satunya, juga dijelaskan masalah I’rab
serta adanya istimbath hukum sehingga mengungguli tafsir-tafsir terdahulu.” Al-Nawawy
berkata: “Ulama’ sepakat bahwa tidak ada kitab tafsir pun yang lebih tinggi
nilainya dari pada tafsir al-Thabary.” pengarang kitab Lisan al-Mizan
menjelaskan bahwa Ibnu Huzaimah pernah meminjam kitab tafsir al-Thabary dari
Ibnu Khaluih selama dua tahun kemudian ia berkata: “Tidak ada di muka bumi ini
mufassir yang lebih pandai dari pada al-Thabary.” Abu Hamid al-Isfirayiny berkata:
“Seandainya seseorang pergi ke negara Cina untuk mendapatkan tafsir al-Thabary
maka yang demikian itu tidaklah berat.” Ibnu Taymiah berkata: “Adapun tafsir
yang beredar dikalangan manusia maka
yang terbaik adalah tafsir Ibnu Jarir al-Thabary, sebab menjelaskan tentang
pendapat kaum salaf dengan sanad-sanad yang kokoh dan tidak ada bid’ah di dalamnya serta tidak
dinukil dari para pendusta
f. Mazhab dari penafsir
Beliau
pertamanya adalah madzhab syafi’i, kemudian menyendiri dengan mendirikan
madzhab yang independen (bebas) dan beliau mempunyai pengikut. Dan didalam asas
serta cabangnya mempunyai kitab yang sangat banyak.(Thabaqa Al-mufassirun, Imam
as-suyuthi hlm.3) Berkata syeikh Abu Ishaq As-syarazi didalam kitabnya “
Thabaqah Al-fuqaha’ bab jumlah al-mujtahidin ’’bahwa Ibnu Jarir mempunyai
madzhab yang terkenal, yaitu madzhab Al-Jaririyah, madzhab yang didirikannya
tersebut baru terkenal setelah melewati waktu yang cukup lama sehingga banyak
pengikutnya, akan tetapi tidak bisa bertahan sampai saat ini sebagaimana
madzhab-madzhab muslimin yang lainnya selain madzhab yang empat.