Tafsir Al-Qurtubi


  1.    Nama Lengkap dan Nama Singkat Penulis Tafsir
Nama lengkap penulis tafsir al-Qurthubi adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr bin Farh al-Anshari al-Khazraji al-Andalusi al-Qurthubi.    
)أبو عبد الله محمد بن أحمد بن أبي بكر بن فرح الأنصاري الخزرجي الأندلسي القرطبي(
Nama singkat beliau Abu Abdullah Muhammad Bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi  (لأبي عبد الله محمد بن أحمد الأنصاري القرطبي)  .
Lebih dikenal dengan Imam al-Qurthubi.
2.    Nama Kitab Tafsir
Nama tafsir yang beliau tulis adalah   الجمع لأحكام القران Al Jami’ Lil Ahkam Al Qur’an” atau biasa disebut Tafsir al-Qurthubi “تفسر القرطبي”.
3.    Nama kota Penerbit
Tafsir ini diterbitkan di kota libanon (لبنان)
4.    Nama Penerbit Tafsir
Nama penerbitnya adalah  (دار الكتب العلميه - بيروت)  “Dar al-Kotob al-Ilmiyah” beirut
5.    Jumlah Juz Serta Jumlah Halaman per Juz
Jumlah jilid atau juz tafsir al-Qurthubi ada “21” (satu kitab terdiri dari 2 juz 1-2, 3-4, 5-6, dan seterusnya sampai juz 20 yang jadi 1 jilid hanya pada jilid ke- 21), setiap juznya memiliki halaman yang berbeda-beda juz 1 memiliki jumlah juz 319 halaman, juz 2 : 292 halaman, juz 3 : 280 halaman, juz 4 : 214 halaman, juz 5 : 283 halaman, juz 6 : 290 halaman, juz 7: 266 halaman, juz 8 : 206 halaman, juz 9 : 209 halaman, juz 10 : 282 halaman, juz 11 : 238 halaman, juz 12 : 219 halaman, juz 13 : 244 halaman, juz 14 : 237 halaman, juz 15 : 251 halaman, juz 16 : 237 halaman, juz 17 : 207 halaman, juz 18 : 212 halaman, juz 19 : 203 halaman, juz 20 : 180 halaman, juz 21 : 532 halaman yang berisi indeks tafsir al-Qurthubi.
6.    Riwayat Hidup Penulis Tafsir
  Imam al-Qurtubi adalah seorang ulama fiqh dan ahli tafsir dari Cordova (sekarang bernama Spanyol).  Disana beliau mempelajari macam-macam ilmu, antara lain ilmu Bahasa Arab, Syair, Al-Qur’an Al-Karim, Fiqh, Nahwu, Qira’at, Balaghah, Ulumul Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya.
Dalam kehidupannya sehari-hari dia salah seorang hamba Allah yang shalih dan ulama yang arif, tawadu , wara’dan zuhud di dunia, yang sibuk dirinya dengan urusan akhirat. Untuk menggambarkan kezuhudannya, para penulis biografinya menyebutkan bahwa ketika ia berjalan, ia merasa cukup dengan hanya mengenakan sehelai kain dan kopyah.  Waktunya dihabiskan untuk memberikan bimbingan, beribadah dan menulis. Beliau lebih mementingkan ilmu pengetahuan terlebih kepada tafsir dan hadits yang menghasilkan karya yang jauh lebih baik pada masanya.
Terlepas dari itu, pada masa kecilnya al-Qurtubi mempelajari berbagai disiplin ilmu ditempat ia dilahirkan kepada para guru yang sangat membantunya. Diantara ilmu-ilmu yang ia pelajari ialah tentang keagamaan seperti bahasa arab, Hadits, syair, dan al-qur’an. Disamping itu pula ia banyak belajar dan mendalami ilmu yang menjadi pendukung ilmu Qur’an yakni dengan belajar nahwu, qira’at,  fikih dan juga ia mempelajari ilmu balagh.
 Setelah ia tumbuh dewasa dan merasa kurang dalam mendalami ilmunya itu, kemudian dia pergi ke mesir (yang pada waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah) dan Ia menetap di kediaman Abu Khusaib (di selatan Asyut, Mesir). Sampai ajal menjemputnya pada malam senin yang ke 9 dari bulan sawal tahun 671H. Beliau dimakamkan di elmania, di timur sungai nil
Diantara guru-guru Imam al-Qurtubi adalah:
·      Abu Al-Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurthubi, wafat pada tahun 656 H. Penulis kitab Al-Mufhim fisyarh Shahih Muslim.
·      Al-Hafizh Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad Al-Bakari. wafat pada tahun 656 H.
·      Al-Hafizh Abu al-Hasan ali ibnu Muhammad bin Ali bin Hafs
·      Ibnu Rawwaj, Imam Al-Muhaddits Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawwaj. Nama aslinya Zhafir bin Ali bin Futuh Al Azdi Al Iskandarani Al-Maliki, wafatnya tahun 648 H.
·      Ibnu Al-Jumaizi, Al-Allamah Baha’uddin Abu Al-Hasan Ali bin Hibatullah bin Salamah Al Mashri Asy-Syafi’I, wafat pada tahun 649 H. Ahli dalam bidang Hadits, Fiqih dan Ilmu Qira’at.
·      Dan lain sebagainya.
7.    Karya- karya beliau antara lain:
1.    Beliau  menulis tafsir al-Qur’an,  (yang diberinya judul: “Al-Jami’ liahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan”) sebuah kitab besar yang terdiri dari 20 jilid. Kitab ini merupakan salah satu tafsir terbesar dan terbanyak manfaatnya. Dalam penjelasannya beliau  tidak mencantumkan kisah-kisah atau sejarah, dan sebagai gantinya, penulis menetapkan hukum-hukum al-Qur’an, melakukan istimbath atas dalil-dalil, menyebutkan berbagai macam qira’at, I’rab, nasikh, dan mansukh.
2.    Al-Asna fi Syarh Asma’illaj al-Husna
3.    At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa umur al-Akhirah (buku ilmiah yang diterbitkan oleh beirut)
4.    At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar
5.    Qamh al-Haris bi al-Zuhd wa al-Qana’ah
6.    Syar at-Taqashshi
7.    Arjuzah Jumi’a Fiha Asma al-Nabi.
8.    Analisis Terhadap Tafsir
Kitab tafsir dengan nama Al Jami’ Lil Ahkam Al Qur’an ini sering disebut dengan tafsir al-Qurtubi, hal ini dapat dipahami karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbh nama al-Qurtubi.
Dari nama Al Jami’ Lil Ahkam Al Qur’an yang berarti tentang himpunan hukum-hukum al-Qur’an, menunjukkan bahwa didalam tafsir tersebut menjelaskan tentang hukum-hukum yang ada di dalam al-qur’an.
Kitab tafsir ini menafsirkan semua ayat-ayat Al Qur'an, bedanya dengan kitab-kitab tafsir lain, dalam kitab ini kita akan melihat bahwa tafsir yang beliau gunakan yakni  memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al Qur’an, yang didasarkan pada kajian fiqih dengan pembahasan yang lebih luas yang menyatukan hadits dengan masalah-masalah ibadah, hukum, dan linguistic. Tidak hanya sampai disana, hadits-hadits yang digunakannya yang ada dalam tafsirnya itu sudah ditakhrij dan disandarkan langsung kepada orang yang meriwayatkannya. Selain itu perhatiannya terhadap aspek qiroat, irob, masalah-masalah yang berkaitan dengan nasikh Mansukh juga sangat diperhatikan. Dan lebih dari itu kitab tafsir ini tidak memuat kisah-kisah Israiliyat.
9.    Madzhab Dari Penafsir
Beliau adalah pengikut madzhab fikih Imam Maliki. Contoh penafsirannya:
والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم إذا اتيتمو هنّ أجورهنّ………             ( الماءدة :۵(
قوله تعالى : “والمحصنات”……. والتحصن: التمن : ومنه الحصن لأ نه يمتنع فيه, ومنه قوله تعالى : “وعلمناه صنعة لبوس لكم لتحصنكم من بأسكم ” (الانبياء: ٧۰) اى لتمنكم , ومنه الحصان للفرس (بكسر الحاء) لانه يمنع صاحبه من الهلاك . والحصان (بفتح الحاء) : المرأة العفيفة لمنعها نفسها من الهلاك. وحصنت المرأة تحصن فهى حصان.
وروي عن ابن عباس فى قوله تعالى : “والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب “. هو على العهد دون دار الحرب فيكون خاصا. وقال غيره : يجوز نكاح الذمية والحربية لعموم الاية. وروى عن ابن عباس انه قال: “المحصنات ” العفيفات العاقلات. وقال الشعبى : هو أن تحصن فرجها فلا نزنى, وتغتسل من الجنابة. وقرأ الشعبى “والمحصنات” بكسر الصاد, وبه قرأ الكسائ. وقال مجاهد: “المحصنات” الحرائر , قال أبو عبيد : يذب الى أنه لا يحل نكاح إماء أهل الكتاب, لقوله تعالى: ” فمن ما ملكت أيما نكم من فتياتكم المؤمنات” (النساء : ۲۵) وهذا القول الذى عليه جلة العلماء.
(Dalam kitab tafsir al-Qurthubi juz 6 halaman 53 baris ke 5 dari bawah.)
al-tahashun adalah sesuatu yang terpelihara dan terjaga dengan baik: (dari akar kata ini diambil kosa kata al-hisn (benteng) karena dengan benteng itu orang dapat bertahan dan selamat. Dalam konteks ini Allah berfirman: “Dan kami mengajarinya (Nabi Dawud) membuat baju besi agar dapat menyelamatkan kau dalam pertempuran” (al-Anbiya’: 80) artinya dengan berbaju itu kamu menjadi terpelihara dan terjaga (dari cidera dalam pertempuran). Lafal al-hishan (dengan huruf ha’ berbaris dibawah الحيصان) yang berarti kuda jantan juga berasal dari akar kata ini karena kuda memang dapat mencegah pemiliknya dari kecelakaan. Tapi al-hashan (dengan huruf ha’ berbaris diatas الحصان) berarti al-afifat (perempuan baik-baik) karena kepribadiannya yang baik itu dpat menjaga darinya kehancuran. Perempuan yang pandai menjaga dirinya akan selalu terpelihara sehingga dia menjadi seorang yang terpelihara baik
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas berkenaan dengan firman Allah (seorang perempuan baik-baik dari mereka yang telah diberi kitab) yaitu mereka yang mempunyai perjanjian damai dengan pemerintahan Islam bukan yang berada diwilayah perang; jadi ayat itu berkonotasi khusus, (tidak umum bagi semua perempuan kafir). Tapi ada yang berpendapat bahwa konotasi ayat itu umum pada senua perempuan kafir, baik yang zimmiyah, maupun yang harbiyat.
Dari contoh penafsiran ayat diatas Bentuk penafsiran al-Qurthubi bi al-Ma’tsur (periwayatan). Karena kebanyakan dalam penafsirannya menampilkan hadis-hadis nabi dan bahkan sebelum al-Qurthubi mengambil keputusan atau hasil dari ayat-ayat yang akan ditafsirkan beliau mengemukakan pendapat para ulama. Dan hal ini menunjukkan bahwa beliau bermadzhab Maliki

10.    Metode dalam Penafsiran dan Asas Penafsirannya
Metode yang dipakai Imam al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya adalah metode tahlili, karena ia berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Quran dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju[1]. Sebagai contoh dari pernyataan ini adalah ketika ia menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya menjadi empat bab yaitu; bab Keutamaan dan nama surat al-Fatihah, bab turunnya dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, bab Ta’min, dan bab tentang Qiraat dan I’rab. Masing-masing dari bab tersebut memuat beberapa masalah. (di dalam tafsir al-Qurtubi halaman 77-96)
Untuk mengetahui metode analisis yang digunakan Imam al-Qurthubi mari kita lihat sampel metode penafsiran beliau dalam kasus QS. Al-Hasyr (18):23 berikut:
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلَامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ
قوله تعالى: هو الله الذى لا إله إلا هو الملك القدس السلم المؤمن المهيمن العزيز الجبار المتكبر سبحن الله عما يشركون 23 قوله تعالى: (هو الله الذى لا إله إلا هو الملك القدوس) أي المنزه عن كل نقص، والطاهر عن كل عيب.
والقدس (بالتحريك): السطل بلغة أهل الحجاز، لانه يتطهر به.
ومنه القادوس لواحد الاواني التي يستخرج بها الماء من البئر بالسانية
وكان سيبويه يقول: قدوس وسبوح، بفتح أولهما.
وحكى أبو حاتم عن يعقوب أنه سمع عند الكسائي أعرابيا فصيحا يكني أبا الدينار يقرأ ” القدوس ” بفتح القاف.
قال ثعلب: كل اسم على فعول فهو مفتوح الاول، مثل سفود (1) وكلوب وتنور وسمور وشبوط، إلا السبوح والقدوس فإن الضم فيهما أكثر، وقد يفتحان. وكذلك الذروح (2) (بالضم) وقد يفتح) .السلام) أي ذو السلامة من النقائص.
(Di dalam tafsir al-qurthubi juz 18 halaman 30-31) 
Dapat dipahami dari penjelasan diatas bahwa al-Qurthuby menggunakan analisis lughawy (kebahasaan). Hal ini diketahui, karena dia menafsirkan ayat di atas dengan mengutip pendapat-pendapat para sahabat dan ulama-ulama tentang arti kata dalam ayat. Demikian itu dia lakukan untuk memperjelas maksud dari setiap kata dalam ayat. Sebagaimana:
وكان سيبويه يقول: قدوس وسبوح، بفتح أولهم.. dia mengutip pendapat imam sibawaih tentang bacaan “القدوس” sehingga dengan ini dia bisa menjelaskan arti sebenarnya kata tersebut.
وقال ابن العربي: اتفق العلماء رحمة الله عليهم على أن معنى قولنا في الله ” السلام “: النسبة، تقديره ذو السلامة.
ثم اختلفوا في ترجمة النسبة على ثلاثة أقوال: الاول: معناه الذي سلم من كل عيب وبرئ من كل نقصى.
الثاني: معناه ذو السلام، أي المسلم على عباده في الجنة، كما قال: ” سلام قولا من رب رحيم ” [ يس: 58 ].
الثالث: أن معناه الذي سلم الخلق من ظلمه.
قلت: وهذا قول الخطابي، وعليه والذي قبله يكون صفة فعل.
وعلى أنه البرئ من العيوب والنقائص يكون صفة ذات.
وقيل: السلام معناه المسلم لعباده المؤمن) أي المصدق لرسله بإظهار معجزاته عليهم ومصدق المؤمنين ما وعدهم به من الثواب ومصدق الكافرين ما أوعدهم من العقاب.
Disamping menggunakan analisis Lughawy, beliau dalam mempertajam penelitiannya juga menggunakan analisis bi al-Ma’tsur, yakni suatu metode analisis ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan ayat lain, hadits atau pendapat para sahabat. Hal ini tampak ketika beliau menafsirkan kata “ السلام” dengan menggunakan ayat lain dalam surat yasin, yaitu:
سلام قولا من رب رحيم dan beliau mengutip pendapat sahabat atau ulama-ulama untuk memperkuat penafsirannya. Hal ini diketahui dari paparannya yaitu:
كما قال: ” سلام قولا من رب رحيم ” [ يس: 58 ].
الثالث: أن معناه الذي سلم الخلق من ظلمه.
قلت: وهذا قول الخطابي، وعليه والذي قبله يكون صفة فعل.
وعلى أنه البرئ من العيوب والنقائص يكون صفة ذات.
وقيل: السلام معناه المسلم لعباده المؤمن) أي المصدق لرسله بإظهار معجزاته عليهم ومصدق المؤمنين ما وعدهم به من الثواب ومصدق الكافرين ما أوعدهم من العقاب
(Di dalam tafsir al-qurthubi juz 18 halaman 32)
Dari persoalan-persoalan yang telah diuraikan bahwa metode al-Qurthubi dalam menafsirkan ayat al-Qur’an dengan menggunakan Tafsir Tahlily karena beliau berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Qur’an dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju dan juga dipertajam melalui analisis bi al-ma’tsur dan diperkuat dengan analisis lughawy (kebahasaan).
11.    Corak Penafsiran
Tafsir karya al-Qurtubi adalah tafsir yang bercorak Fiqhi, sehingga sering disebut sebagai tafsir ahkam. Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih banyak dikaitkan dengan persoalan-persoalan hukum.
Sebagai contoh dapat dilihat ketika menafsirkan surat al-Fatihah. al-Qurtubi mendiskusikan persoalan-persoalan fiqh, terutama yang berkaitan dengan kedudukan basmalah ketika dibaca dalam salat, juga persoalan fatihah makmum ketika shalah Jahr. Terhadap ayat yang sama-sama dari kelompok Mufasir ahkam hanya membahasnya secara sepintas, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakr al-Jassas. Ia tidak membahas surat ini secara khusus, tetapi hanya menyinggung dalam sebuah bab yang diberi judul Bab Qiraah al-Fatihah fi al-salah.
Contoh lain dimana al-Qurtubi memberikan penjelasan panjang lebar mengenai persoalana-persoalan fiqh dapat diketemukakan ketika ia membahas ayat Qs. Al-Baqarah (2): 43 dalam tafsir al-Qurthubi juz 1 halaman 234:
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (٤٣)
dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”
Ia membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Diantara pembahasan yang menarik adalah masalah ke-16. ia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang menjadi Imam salat. Di antara tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Sauri, Malik dan Ashab al-Ra’y. Dalam masalah ini, al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang dianutnya, dengan pernyataannya dalam Tafsir al-Qurthubi juz 1 halaman 240 baris 5 dari bawah:
إمامة الصغير جائزة إذا كان قارئا
(anak kecil boleh menjadi imam jika memiliki bacaan yang baik)
Dalam kasus lain ketika ia menafsirkan Qs. Al-Baqarah: 187 dalam tafsir al-qurthubi juz 2 halaman 210 menjelaskan:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ….
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;…”
Ia membaginya menjadi 36 masalah. Pada pembahsan ke-12, ia mendiskusikan persoalan makannya orang yang lupa pada siang hari di bulan Ramadhan. Ia berpendapat orang tersebut tidak berkewajiban mengganti puasanya, yang berbeda dengan pendapat Malik sebagai imam mazhabnya. Dengan pernyataannya:
إن من أكل أو شرب ناسيا فلا قضاء عليه وإن صومه تام
“Sesungguhnya orang yang makan atau minum karena lupa, maka tidak wajib baginya menggantinya dan sesungguhnya puasanya adalah sempurna”

12.    Komentar Pribadi 
Imam Al Qurtubi adalah salah satu mufassir muslim yang dilahirkan Islam dengan mempunyai pengetahuan luas yang selalu memperjuangkan Islam dibelahan barat dunia. Dengan segenap kemampuannya ia mengumpulkan, dan menghafal hadits untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkenaan dengan hukum baik itu hukum fikih, ibadah dsb.
Tafsir yang beliau adalah tafsir Al-Jami’ Fi Ahkam Al-Qur’an menafsirkan semua ayat-ayat Al Qur’an, bedanya dengan kitab-kitab tafsir lain ia konsenterasi menafsirkan secara khusus ayat-ayat yang mengandung hukum di dalam Al Qur’an. Tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir terbaik yang menafsirkan ayat-ayat hukum di dalam Al Qur’an, merupakan kitab tafsir langkah dibidangnya. Al Qurthubi menjelaskan metode yang dipergunakan dalam tafsir-nya, antara lain : menjelaskan sebab turunnya ayat, menyebutkan perbedaan bacaan dan bahasa serta menjelaskan tata bahasanya, menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadits-hadits dengan menyebut sumbernya sebagai dalil, mengungkapkan lafaz-lafaz yang gharib di dalam Al Qur’an, memilah-milih perkataan fuqaha, Menolak pendapat yang dianggap tidak ssesuai dengan ajaran Islam, Mengutip pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan. Mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan tarjih dengan mengambil pendapat yang dianggap paling benar. Langkah-langkah yang ditempuh al-Qurtubi ini masih mungkin diperluas lagi dengan melakukan penelitian yang lebih seksama. Satu hal yang sangat menonjol adalah adanya penjelasan panjang lebar mengenai persoalan fiqhiyah merupakan hal yang sangat mudah ditemui dalam tafsir ini. Dan argumentasi-argumentasinya banyak dikuatkan dengan sya’ir arab, mengadopsi pendapat-pendapat ahli tafsir pendahulunya setelah menyari dan mengomentarinya, seperti Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnu al Arabi, Ilya Al Harasi, Al Jasshash dll. Dan ia juga menantang pendapat-pendapat filosof, mu’tazila dan sufi kolotan serta aliran-aliran lainnya. Ia menyebutkan pendapat-pendapat ulama mazhab dan mengomentarinya, ia juga tidak ta’assub (fanatik) dengan mazhab Malikianya. Sebaliknya Al Qurthubi jujur dalam argumentasinya, santun dalam mendebat musuh-musuhnya dengan penguasaan ilmu tafsir dan segala perangkapnya, serta penguasaan ilmu syariat yang mendalam.
Dari yang telah diuraikan dalam beberapa bab di atas dapat dicatat bahwa, pertama, Al-Qurtubi pengarang kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Quran adalah seorang mufasir yang bermazhab Maliki yang hidup di Andalus. Kedua, tafsir yang ditulisnya menguunakan metode Tahlili, asas penafsirannya adalah bi al-Ma’tsur dan Lughawy. Bercorak fiqhi mazhab Maliki tetapi bila dicermati dari contoh-contoh penafsiran di atas, di satu sisi menggambarkan betapa al-Qurtubi banyak mendiskusikan persoalan-persoalan hukum yang menjadikan tafsir ini termasuk ke dalam jajaran tafsir yang bercorak hukum. Di sisi lain, dari contoh-contoh tersebut juga terlihat bahwa al-Qurtubi yang bermazhab Maliki ternyata tidak sepenuhnya berpegang teguh dengan pendapat imam mazhabnya.
Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan adalah pernyataan yang dikemukakan oleh al-Qurtubi dalam muqaddimah tafsirannya yang berbunyi:

وشرطي في هذا الكتاب : إضافة الأقوال إلى قائليها والأحاديث إلى مصنفيها فإنه يقال من بركة
 العلم أن يضاف القول إلى قائله                               

(Syarat saya dalam kitab ini adalah menyandarkan semua perkataan kepada orang-orang yang mengatakannya dan berbagai hadits kepada pengarangnya, karena dikataan bahwa diantara berkah ilmu adalah menyandarkan perkataan kepada orang yang mengatakannya).
Imam Adz-Dzahabi pernah berkata, "Al Qurthubi telah mengarang sebuah kitab tafsir yang sangat spektakuler, namun memiliki kelebihan dan kekurangan di dalam kitab tafsirnya".
Kekurangan dan kelebihan tafsir al-Qurhubi antara lain:
Kelebihanya:
a.       Menghimpun ayat, hadits dan aqwal ulama pada masalah-masalah hukum. Kemudian beliau mentarjih salah satu di antara aqwal tersebut
b.      Sarat dengan dalil-dalil 'aqli dan naqli
c.       Tidak mengabaikan bahasa Arab, sya'ir Arab dan sastra Arab.
Kekurangannya:
a.       Banyak mencantumkan hadits-hadits dha'if tanpa diberi komentar (catatan), padahal beliau adalah seorang muhaddits (ahli hadits)
b.      Penulis menta'wil beberapa ayat yang berbicara tentang sifat Allah SWT.


DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsir wa Al-Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah; juz 2: 2000.

Al-Farmawi, Abd al-Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i; Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1996.

Al-Qatthan. Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Citra Antar Nusa. 1994.

Al-Qurthubi. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Anshari. al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikri. 1995.

Baidddan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Ushama, Thameem. Methodologi Tafsir Al-Qur’an. Jakarta: Riora Cipta. 2000.


Postingan terkait: