PENDAHULUAN
Wacana
tentang hak asasi manusia selalu menjadi topic menarik. Berbagai perssolan
terjadi di Negara-negara Eropa, Asia, Afrika selalu sarat dengan persoalan hak
asasi manusia. Telah banyak kajian yang membahas hak asasi manusia dengan menyatakan
bahwa hak asasi manusia memiliki tujuan yang mulia yaitu ingin mendudukkan
manusia sebagai mana mestinya dengan memberikan hak-hak dasarnya tanpa ada
diskriminasi mengenai suku, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, maupun agama.
Namun hak asasi manusia yang dibuat barat memiliki persamaan dan perbedaan
dalam pandangan Islam. Adapun perbedaan-perbedaan melebar menjadi konflik
antara Barat dan Islam. Hal ini yang akan kami bahas dalam makalah ini.
PEMBAHASAN
A. Hak Asasi
Manusia
1.
Definisi
HAM
Hak asasi manusia
adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa.[1]
Dalam referensi yang
lain disebutkan, bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karena itu
tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang mencabutnya. Meskipun demikian bukan
berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semaunya. Sebab, apabila
seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa hak orang lain,
ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.[2]
Pengertian ini serupa
dengan pendapat sarjana Inggris, Murice Carnston yang menyatakan bahwa hak
asasi manusia merupakan hak moral universal, sesuatu yang harus dimiliki semua
orang di manapun dan kapanpun, dan sesuatu yang tak dapat dicabut dari siapa
saja tanpa penghinaan besar terhadap keadilan, sesuatu yang dimiliki setiap
manusia, hanya karena ia manusia.[3]
2.
Latar
Belakang Munculnya HAM
Secara hukum
ketatanegraan hak asasi manusia mulai muncul pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi.
Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feudal
di zaman itu terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka
perkerjakan. Pada zaman itu, masyarakat terbagi dalam dua lapisan, yaitu (1) Lapisan atas yang minoritas mempunyai hak-hak
terhadap lapisan bawah yang mayoritas sebagai kelompok yang diperintah. (2)
Lapisan bawah yang mayoritas mempunyai sejumlah kewajiban terhadap minoritas
yang menguasainya. Para masyarakat lapisan bawah tidak mempunyai hak-hak
terhadap masyarakat lapisan minoritas. Mereka diperlakukan dengan
sewenang-wenang oleh pihak yang berkuasa atas diri mereka. Mereka diperlakukan
sebagai budak yang dimiliki. Pemilik memang dapat berbuat sekehendak hatinya
terhadap apa yang dimilikinya.
Sebagai reaksi terhadap
keadaan yang pincang ini, timbullah gagasan tentang lapisan bawah itu, karena
mereka adalah manusia juga, diangkat derajatnya dari kedudukan budak menjadi
sama dengan lapisan atas. Maka muncullah ide persamaan, persaudaraan, dan
kebebasan yang ditonjolkan oleh Revolusi Perancis pada akhir abad ke-18.[4]
Begitu juga pada Revolusi Amerika yang memiliki ide life, liberty, the pursuit of happiness.
Hak asasi manusia mulai
muncul dari Eropa Barat, khususnya Inggris. Tonggak pertama kemenangan hak
asasi manusia pada tahun 1215 ditandai dengan lahirnya Magna Charta. Dalam Magna
Charta tercantum hak-hak para bangsawan yang harus dihormati raja Inggris.
Dan raja Inggris tidak boleh bertindak sewenang-wenang, dan untuk
tindakan-tindakan tertentu, raja harus meminta persetujuan para bangsawan.
Walaupun terbatas dalam hubungan antara raja dan bangsawan, hal ini kemudian
terus berkembang.[5]
Kemudian lahir juga Bill of Right (1689) merupakan suatu undang-undang yang
diterima Parlemen Inggris, setelah melakukan revolusi tak berdarah (The Glorious Revolution) pada tahun
1688 dan berhasil melakukan perlawanan terhadap Raja James II.[6]
Perkembangan berikutnya
adalah adanya Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1789). Dua
revolusi dalam abad ke-18 ini besar sekali pengaruhnya pada perkembangan hak
asasi manusia. Revolusi Amerika menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk
hidup merdeka, dalam hal ini bebas dari kekuasaan Inggris. Revolusi Amerika ini
melahirkan The American Declaration of
Independen dan The Virginia Bill of
Right yang menegaskan bahwa setiap manusia berhak untuk menikmati hidup,
kebebasan, dan mengupayakan kebahagiaan (life,
liberty, the pursuit of happiness). Dokumen tersebut bertolak dari
pandangan bahwa para penguasa adalah manusia dan karena itu dapat terbawa hawa
nafsu.[7]
Selain itu pada tahun yang sama (1776) The
Representative of The United States of America dalam General Congress Assembly mengeluarkan Declaration of Independence of The United States of America. [8]Kemudian
pada tahun 1789 meletus Revolusi Perancis, yang bertujuan membebaskan warga
Negara Perancis dari kekangan kekuasaan mutlak Raja Louis XVI. Revolusi ini
mencetuskan Declaration des droit de
I’homme et du citoyen. Dokumen tersebut bertolak dari pandangan bahwa
manusia adalah baik dan karena itu harus hidup bebas. Orang-orang lahir dan
tinggal bebas dan sama di hadapan hukum. Hak-hak itu mencakup kebebasan, milik,
kemanan, dan perjuangan melawan penjajahan. Istilah yang dipakai pada dokumen
Perancis, yaitu droit de I’homme yang
berarti hak manusia, dan dalam bahasa Inggris bisaa disebut human right, sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut mensen rechten. Pada
tahun 1918, lahir pula deklarasi tentang hak-hak rakyat yang berkarya dan
diperas, yang muncul setelah kaum komunis di bawah pimpinan Lenin memenangkan
Revolusi Bolshewik di Rusia.[9]
Prinsip-prinsip hak-hak
asasi manusia yang digunakan sebagai hukum internasional yang berlaku saat ini
berasal dari produk budaya masyarakat barat. Didorong oleh perkembangan
intelektual di Eropa yang dikenal dengan abad reformasi pencerahan (renaissance) telah membuat cara pandang
mereka mengenai hak-hak asasi manusia.
Sesungguhnya, konsep lahirnya
hak asasi manusia masih terkait erat dengan doktrin-doktrin yang telah lama
mereka anut, yaitu yang dikenal dengan konsep hukum kodrat atau hukum alam.
Dari konsep tersebut kemudian melahirkan sebuah konsep baru yang disebut dengan
hak asasi manusia karena mereka dilahirkan sebagai manusia, yakni makhluk-makhluk
yang membutuhkan perlindungan dan kesatuan-kesatuan yang lebih kuat.[10]
Perlindungan hak-hak
asasi manusia ditetapkan sebagai peraturan atau hukum international setelah
beerakhirnya perang dunia kedua. Sebelumnya juga telah terdapat bentuk-bentuk
perlindungan hak-hak asasi manusia yang termuat dalam dokumen-dokumen nasional.
Dokumen-dokumen tersebut seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu magna charta, American Declaration of
Independence, dan sebagainya. Kemudian pada tahun 1948, sekretaris jendral
PBB secara resmi mengumumkan sebuah dokumen yang memuat hak-hak asasi manusia
yang disebut dengan Universal Declaration
of Human Right. Dokumen ini dimaksudkan sebagai standar umum mengenai
hak-hak asasi manusia yang berlaku untuk seluruh bangsa di dunia. Namun semua
hak-hak yang terdapat dalam deklarasi HAM PBB ini hanyalah sebuah pernyataan
(deklarasi). Karena itu, pernyataan tersebut bukanlah sebuah perjanjian yang
mengikat secara legal (a legal binding
treaty), hanya sebagai standar HAM terpenting yang diterima oleh
organisasi-organisasi internasional.[11]
Huijbers juga menyatakan bahwa dokumen tersebut bukan suatu perjanjian yang
memiliki kekuatan yuridis, akan tetapi dipandang sebagai suatu norma moral bagi
semua bangsa.[12]
Hak-hak asasi manusia
dalam Islam telah diatur dalam sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
Selain itu juga terdapat pada naskah deklarasi Piagam Madinah[13]
dan khutbah wada’. Di samping pengaturan-pengaturan seperti tersebut diatas,
dewasa ini terlihat adanya usaha-usaha dari Negara islam unutk merumuskan suatu
dokumen mengenai HAM yang islami (mengacu pada al-Qur’an dan Sunnah). Hal ini
dapat dilihat pada Deklarasi Islam Universal tentang hak asasi manusia yang
dilaksanakan di makkah pada tahun 1981,[14]
dan Deklarasi Cairo pada tahun 1990.
3.
Hak
Asasi Manusia Dalam Islam dan Barat
Hak asasi manusia dalam
Islam tertuang secara transenden untuk kepentingan manusia, dengan syari’at
yang diturunkan melalui wahyu. Menurut shari’ah, manusia adalah makhluk bebas
yang mempunyai tugas dan tanggungjawab. Karena itu, ia juga memiliki hak dan
kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan.
Artinya, tugas yang diemban tidak akan terwujud tanpa adanya kebebasan,
sementara kebebasan secara eksistensial tidak akan terwujud tanpa adanya
tanggungjawab itu sendiri.[15]
Ajaran-ajaran Islam
pada dasarnya sejalan dengan motivasi HAM. Secara umum antara Islam dengan
Barat mempunyai prinsip-prinsip atau nilai-nilai normative sama yang terkait
dengan nilai persamaan (equality),
kebebasan (freedom), dan keadilan (justice).[16]
·
Persamaan (Equality)
Manusia yang hidup di dunia terdiri dari
berbagai suku, ras, bahasa, dan warna kulit yang berbeda. Ini bukanlah suatu penghalang untuk bersatu dan
berinteraksi, sebab pada dasarnya semua manusia sama. Hal ini termaktub dalam
Deklarasi HAM PBB, yang disebutkan dalam pasal 1 bahwa : Semua orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal
dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
Begitu juga Islam yang memandang semua
manusia sama dan mempunyai kedudukan sama. Pengakuan terhadap persamaan ini
telah tergambarkan dalam al-Qur’an, yaitu :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami jadikan
kamu laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi
Allah adalah orang-orang yang bertakwa.” [17](QS:
al-Hujurat:13)
Prinsip yang sama juga
diucapkan Nabi SAW dalam khutbahnya dihadapan orang-orang Islam pada haji
wada’, beliau bersabda :
“Hai manusia, Tuhan kamu satu, ayahmu
pun satu. Tidaklah orang Arab lebih tinggi dari pada orang non-Arab,
sebagaimana orang non-Arab, tidaklah lebih tinggi dari pada orang Arab. Begitu
juga tidaklah orang berkulit cokelat menikmati keunggulan atas orang berkulit
hitam, sebaliknya tidaklah orang berkulit hitam menikmati keunggulan atas orang
berkulit cokelat, kecuali dengan kesalehan.”[18]
Persamaan sekaligus
kebebasan beragama juga terdapat pada Piagam Madinah pada pasal 25-35.[19]
Untuk membuat persamaan
manusia menjadi efektif dalam kehidupan sehari-hari, Islam mengambil langkah
vital dengan menjamin persamaan manusia dihadapan hukum dan memberikan
kebutuhan dasar ekonomi kepada mereka.[20]
Hal ini terlihat dalam ayat al-Qur’an surat al-Maidah : 38.
Begitu juga dalam hadis
Nabi SAW :
“Dari ‘Urwah, dari Aishah yang
mengatakan bahwa suatu ketika usamah menganjurkan kepada seorang wanita untuk
dating kepada Nabi. Dan Nabi SAW berkata : beberapa bangsa sebelum kamu telah
dihancurkan, karena merekan menjatuhkan hukuman pada masyarakat kelas bawah,
tetapi tidak menghukum masyarakat kelas atas (pada waktu melakukan tindak
kejahatan). Demi Tuhan yang di tanganNya terletak kehidupanku, andai kata anak
perempuanku Fatimah melakukannya, tentu saya potong tangannya.” (HR. Bukhari)
·
Kebebasan
Kebebasan ini mencakup banyak hak,
diantaranya adalah hak kebebasan beragama. HAM PBB melindungi hak tersebut
dengan mencantumkannya pada pasal 18, yaitu : “Setiap orang berhak atas
kebebasan pikiran, hati nurani dan agama”. Begitu juga Islam yang memberi
kebebasan beragama dan berkeyakinan tanpa adanya paksaan. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah : 256:
لاإكراه
فى الدين
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama
(Islam)”.[21]
Selain memberi kebebasan dalam beragama,
Islam juga menghormati orang-orang non muslim dalam menjalankan keyakinan atau
agamanya tersebut. Sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an surat Al-Kafirun
: 6:
لكم
دينكم ولي دين
“Bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.[22]
·
Keadilan
Keadilan adalah dasar
dari cita-cita Islam untuk menegakkan perdamaian dan kesejahteran. Setiap
individu diperintahkan untuk selalu berlaku adil dalam setiap hal, sebagaimana
yang termaktub dalam al-Qur’an surat al-Nahl :90 :
إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاءذى القربى وينهى
عن الفحشاءوالمنكروالبغي يعظكم لعلكم تذكرون
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang
(melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.[23]
Dalam HAM PBB juga
disebutkan pada pasal 10, yang menyatakan bahwa : setiap orang dalam persamaan
yang penuuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang
bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kemajiban-kewajibannya seerta
dalam setiap tuntutan pidanan yang dijatuhkan kepadanya.
Para ahli hukum Islam
berusaha merumuskan lima bentuk perlindungan yang disebut dengan al-doruriyat al-khomsah atau disebut
juga al-huquq al-Insaniyah fi al-Islam (hak-hak
asasi manusia dalam Islam). Konsep ini mengandung lima hal pokok yang harus
dijaga oleh setiap individu, yaitu :
1. Hifd al-Din,(perlindungan
terhadap agama) merupakan jaminan umat Islam untuk memelihara agama dan
keyakinannya. Disamping itu Islam juga memberikan jaminan sepenuhnya atas
identitas agama yang bersifat lintas etnis, sehinggga kebebasan beragama
mendapat perlindungan dari Islam dan sebaliknya pemaksaan tidak ada tempat
dalam Islam.
2. Hifd al-‘Aql (perlindungan
terhadap akal), merupakan jaminan
atas kebebasan berekspresi, mengeluarkan opini, melakukan penelitian, dan
berbagai aktifitas ilmiah, sehingga Islam memberikan larangan terhadap semua
upaya yangmerusak akal, baik itu dalam bentuk penyiksaan, penggunaan obat-obatan
atau minuman yang dapat mengancam keselamaatan atau kesehatan akal.
3. Hifd al-Nafs
(perlindungan terhadap jiwa) merupakan jaminan pada setiap nyawa manusia untuk
tumbuh dan berkembang secara layak. Islam menuntut adanya keadilan, pemenuhan
kebutuhan dasar pekerjaan, kemerdekaan serta bebas dari penganiyaan dan
kesewenang-wenangan.
4. Hifd al-Nasl
(perlindungan terhadap keturunan), yaitu jaminan atas kehidupan privasi setiap
individu, jaminan masa depan keturunan dan generasi penerus yang lebih baik dan
berkualitas.
5. hifd al-mal (perlindungan
terhadap harta benda) merupakan jaminan atas kehidupan pemilikan harta benda.
Prinsip ini menolak adanya tindakan mengambil hak-hak orang lain secara tidak
sah atau tidak benar.
Tanpa adanya lima perlindungan lima
pokok ini, kehidupan manusia yang luhur dan sempurna sulit tercapai.[24]
Secara normative, deklarasi
hak asasi manusia yang dikeluarkan oleh PBB pada tahun 1948 diperuntukkan kepada
semua bangsa sebagai sebuah standar yang tidak mengenal batas waktu dan
perbedaan kebangsaan di seluruh dunia.[25]
Namun pandangan ini ditolak oleh beberapa kalangan sarjana muslim (terutama
yang dari kalangan fundamental) bahwa deklarasi hak asasi manusia bukanlah
deklarasi yang bersifat universal karena setiap masyarakat tidak terkecuali
Islam mempunyai kultur dan tradisi tersendiri yang terkait dengan hak-hak asasi
manusia. Islam juga telah memiliki konsep kebebasan, keadilan, persamaan yang
menjadi kerangka dasar dalam hak-hak asasi manusia. Perbedaan penilaian seperti
ini, sebenarnya telah memasuki ruang lingkup system nilai (value system) antara
Islam dengan Barat. System nilai antara Barat dengan Islam merupakan dua hal
yang berbeda, karena keduanya berangkat dari konsep dan landasan yang berbeda. Dalam
Islam, baik masalah demokrasi, hak asasi manusia, bahkan semua aspek kehidupan,
Tuhan selalu menempati posisi sentrla (theocentric).
Sedangkan dalam pandangan Barat, manusia yang menempati posisi sentral (anthropocentric). Jawahir Thantawi
menulis :
“Persepsi
HAM dalam Islam sangat jelas berbeda dengan konsep Barat, terutama ketika
kebebasan individual atau kolektif umat manusia dibatasi oleh kemauan hukum
Tuhan yang suci, sehingga umat Islam tidak bisa memprioritaskan HAM yang
ditentukan standarnya oleh manusia.”[26]
Sebagaimana pendapat
yang dikemukakan oleh Rachid Ghannouchi seorang pemimpin gerakan keagamaan
Tunisia MTI (Mouvement de le Tedence
Islamique) saat diwawancarai oleh
seorang peneliti, bahwa dia menolak bila dikatakan bahwa deklarasi HAM PBB
tersebut bersifat universal, sebab deklarasi tersebut hanya merupakan
representasi dari budaya tertentu, yaitu budaya masyarakat Barat yang sekuler.
Menurutnya, sebuah konsep universal harus berasal dari pandangan filosofis
semua ahli seluruh dunia.[27]
Seperti diketahui bahwa
prinsip kebebasan telah diakui sebagai prinsip dasar dalam Islam dan HAM barat.
Namun demikian, karena keduanya memiliki konsep filosofis yang berbeda,
sehingga perbedaan tersebut juga menimbulkan penentuan batas-batas kebebasan
secara berbeda, yang sulit untuk dikompromikan.
Adapun contoh dari
perbedaan Islam dan HAM Barat yang dipengaruhi oleh system nilai dan yang
terkait dengan kultur budaya, adalah perbedaan dalam mengartikan kebebasan
beragama yang terletak pada batasan arti sebuah kebebasan. Dimana HAM mengartikan
kebebasan beragama secara mutlak tanpa mengenal adanya batasan, seseorang bebas
untuk mengganti agamanya sesuai dengan keinginannya, sehingga agama dapat
diibaratkan sebagai pakaian yang dapat diganti sesuai dengan keinginan si
pemakai. Sementara itu, dalam pandangan Islam, suatu kebebasan itu memiliki
batas dan pertanggungjawaban. Selain itu, Islam memandang agama sebagai sebuah keyakinan yang sakral dan suci, karena
itu seseorang dituntut untuk selalu menjaga dan mempertahankan keyakinannya. Dalam
rangka untuk berusaha mempertahankan keyakinan tersebut, Islam meberikan
larangan keras bagi pemeluknya untuk berpindah agama. Larangan tersebut
diwujudkan dalam bentuk ancaman siksaan yang berat di akhirat nanti sebagaimana
yang disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 217 :
ومن يرتد دمنكم عن
دينه فيمت وهوكافرفأولئك حبطت أعمالهم في الدنياوالأخرة وأولئك أصحب النارهم
فيهاخالدون
“Dan barangsiapa yang murtad di antara kamu
dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran. Maka mereka Itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya”.[28]
Selain itu, penulis
berasumsi bahwa perbedaan antara HAM Barat dengan Islam juga ditemukan dari
pembuatnya, yang mana HAM Barat / international di gagas dan dibuat oleh akal
budi manusia, sedangkan hak-hak yang ada dalam Islam telah dibuat dan diatur
oleh Allah SWT / al-Shari’ (pembuat syariat, undang-undang dan hukum atas
manusia dan seluruh alam). Dari sini, maka bisa kita bandingkan buat Tuhan
lebih kuat dari pada buatan manusia. Manusia tidak mampu menentukan norma-norma
hidup dengan menggunakan akal budi saja, namun juga membutuhkan prinsip-prinsip
hukum dari wahyu Allah SWT. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa semua
yang telah Allah SWT tentukan, baik itu berupa larangan atau perintah pasti
memiliki hikmah yang berguna untuk manusia. Karena Allah SWT mengetahui apa
yang tidak manusia ketahui.
B. HAM Dengan Penerapan Shari’at Islam Dalam Arena
Publik
Dari uraian diatas kita
ketahui bahwa HAM Barat memiliki perbedaan-perbedaan dan benturan yang mendasar
dengan hukum Islam, yakni ketidak sesuaian dalam prinsip-prinsip dasarnya. Yang
mana hal ini tidak bisa dipadukan secara mutlak.
Sebuah contoh Mesir
yang mendukung penghapusan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dan ternyata
Mesir masih mengajukan syarat yang
menyatakan bahwa “tuntutan itu tidak boleh melanggar prasyarat-prasyarat
shari’ah Islam”. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa Mesir sadar akan adanya
benturan antara tuntutan internasioanal yang dikukuhkan dalam pasal-pasal dalam
HAM dengan hukum personal shari’ah.[29]
Dengan adanya benturan
tersebut, maka muncul beberapa konflik HAM yang terjadi antara Barat dan Islam.
Sebagai contoh adalah larangan pemakaian jilbab untuk para muslimah di salah
satu kampus yang ada di Turki, larangan pemakaian hijab / cadar untuk para
muslimah di Perancis, bahkan terjadi penangkapan muslimah Georgia, Lisa
Valentine yang menolak melepaskan jilbab yang dikenakannya
ketika berada di pengadilan ibu kota Douglasville.[30]
Posisi perempuan inilah
yang selalu disorot oleh Barat terkait dengan HAM. Dengan menggunakan
perspektif modern, konsep hukum Islam meneganai posisi perempuan telah
mengandung unsure diskriminatif. Barat menganggap jilbab atau hijab merupakan
diskriminatif terhadap perempuan karena tidak bisa bergerak bebas dengan kostum
seperti itu. Namun sebaliknya, memakai jilbab untuk para muslimah merupakan
suatu kewajiban yang harus dilaksanakan karena hal itu juga untuk kebaikan para
muslimah sendiri, yaitu dengan memakai jilbab muslimah itu akan terlindungi
dari kejahatan orang laki-laki yang fasik. Sebagaimana telah diterangkan dalam
surat al-ahzab ayat 59 :
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4 y7Ï9ºs #oT÷r& br& z`øùt÷èã xsù tûøïs÷sã 3 c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§
“Hai Nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (Jilbab ialah sejenis baju kurung
yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada) ke seluruh tubuh
mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena
itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Dari kejadian seperti ini, penulis menemukan
keganjalan dan ketidak adilan dalam HAM Barat khususnya pada pasal 10 yang
menyatakan bahwa “setiap orang berhak
atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama”. Dapat kita pahami bahwa
kebebasan beragama berarti juga kebebasan dalam beribadah yang sesuai dengan
agamanya. Melaksanakan kewajiban memakai jilbab bagi para muslimah adalah
ibadah. Tapi kenapa Barat menganggap hal ini sebagai diskriminatif terhadap
perempuan muslim, sehingga dianggap sebagai pelanggaran HAM. Padahal dalam
Kristen dan Katolik, pakaian semacam jilbab selalu digunakan oleh para
Biarawati dan para Suster. Bahkan patung Bunda Maria juga memakai jilbab. Hal
yang sama juga dilakukan dalam tradisi orang-orang India yang sebagian besar
penganut ajaran Hindu. Pakaian yang panjang sampai menyentuh mata kaki dengan
kerudung menutupi kepala adalah pakaian khas yang dipakai sehari-hari.
Fakta ini membuktikan
bahawa hampir semua agama menggunakan dan menghormati jilbab sebagai simbol
pakaian yang agung, meski tidak semua menetapkannya sebagai kewajiban. Hal ini
memberikan pelajaran bagi kita bahwa jilbab tidak selayaknya dianggap sebagai
problem, apalagi dipersepsikan menjadi bagian dari kekerasan atau diskriminatif.
Perdebatan apapun mengenai jilbab hanyalah pepesan kosong tanpa makna. Maka
dari itulah, tidak dibenarkan apabila seseorang mengatasnamakan HAM, namun
perbuatannya bertentangan dengan HAM.
C. Hak Allah Dan
Hak Hamba
Seperti yang telah disebutkan
diatas, bahwa landasan HAM dalam Islam dengan HAM PBB itu berbeda. Dan skema
kehidupan yang digambarkan Islam terdiri dari seperangkat hak dan kewajiban.
Setiap orang yang menerima agama ini, berarti ia terikat oleh dua hal, yaitu hak
allah dan hak hamba.[31]
1.
Definisi
Hak
Secara
etimologi, hak mengandung pengertian yang banyak dan bermacam-macam, namun
semuanya mengacu kepada arti ketetapan dan kepastian, seperti milik, bagian,
keadilan, kewajiban, dan kebenaran.
Dalam
al-Qur’an, pengertian hak tersebut disebutkan dalam firman-firman Allah SWT.
Seperti hak yang berarti milik, sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Isra’
ayat 26 :
و ات ذاالقربى حقه والمسكين وابن السبيل ولا تبذر
تبذيرا
“Dan
berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan
(hartamu) secara boros.”[32]
Hak
yang berarti kebenaran atau yang benar, lawan kebatilan, termaktub dalam surat al-Isra’ ayat 81:
وقل جاء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا
“Dan Katakanlah:
"Yang benar Telah datang dan yang batil Telah lenyap". Sesungguhnya
yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.”[33]
Hak
yang berarti keadilan, lawan dari kelaliman, telah termaktub dalam firman Allah
SWT surat Ghafir ayat 78 :
ولقد أرسلنا رسلا من قبلك منهم من قصصنا عليك و
منهم من لم نقصص عليك وما كان لرسول أن يأتي بئاية إلا بإذن الله ۚ
فإذا جاء أمر الله قضي بالحق وخسر هنالك المبطلون
“Dan
Sesungguhnya Telah kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara
mereka ada yang kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang
tidak kami ceritakan kepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat,
melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila Telah datang perintah Allah,
diputuskan (semua perkara) dengan adil. dan ketika itu Rugilah orang-orang yang
berpegang kepada yang batil.”[34]
Secara
istilah, Mustafa Ahmad al-Zarqa’ mendefinisikan hak sebagai kekhususan yang
ditetapkan oleh syara’ dalam bentuk kekuasaan atau taklif. Adapun sumber hak
adalah Allah SWT, karena Allah SWT adalah pembuat syariat, undang-undang dan hukum
atas manusia dan seluruh alam. Oleh karena itu, hak selalu terkait dengan kehendak
Allah SWT dan merupakan pemberianNya, yang dapat diketahui berdasarkan
sumber-sumber hukum Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
SAW.
2.
Pembagian
hak
Mazhab
Hanafi membagi hak menjadi empat macam, yaitu :[35]
1. Hak
Allah Murni
2. Hak
hamba murni
3. Hak
yang didalamnya tergabung antara hak Allah SWT dan hak hamba, namun hak Allah
SWT lebih dominan. Seperti Had al-Qadf (hukuman
untuk seseorang yang menuduh orang lain berbuat zina).
4. Hak
yang didalamnya tergabung antara hak Allah SWT dan hak hamba, namun hak hamba
lebih dominan. Seperti Qisas
Adapun
Imam Shatibi membagi hak menjadi tiga macam, yaitu :[36]
1. Hak
Allah Murni, seperti ibadah
2. Hak
yang didalamnya tergabung antara hak Allah SWT dan hak hamba, namun hak Allah
SWT lebih dominan.
3. Hak
yang didalamnya tergabung antara hak Allah SWT dan hak hamba, namun hak hamba
lebih dominan.
Namun secara
umum, hak dibagi menjadi dua, yaitu :[37]
1. Hak
Allah SWT adalah sesuatu yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT, mengagungkanNya dan mesyi’arkan agamaNya. Atau sesuatu yang dimaksudkan
untuk mewujudkan kepentingan, manfaat, dan kemaslahatan orang banyak tanpa
kekhususan pada orang tertentu. Hak tersebut dinisbahkan kepada Allah SWT
karena hak tersebut merupakan hak masyarakat dan pensyariatan hukumnya
dimaksudkan untuk kemaslahatan umum.
Menurut
Mazhab Hanafi, hak Allah SWT meliputi delapan macam hal, yaitu :[38]
1. Ibadah
murni, seperti shalat, zakat, haji. Ibadah tersebut dilaksanakan dengan tujuan
untuk menegakkan syiar agama dan menjaga ketertiban masyarakat.
2. Hukuman murni, seperti hukuman terhadap pelaku zina,
pencuri, penyamun, dan pemabuk. Hukuman ini ditetapkan untuk menjaga eksistensi
masyarakat.
3. Hukuman
terbatas, seperti terhalangnya seorang pembunuh dari hak mewarisi harta orang
yang dibunuhnya. Terhalangnya hak mewarisi itu merupakan bentuk hukuman sebagai
pembalasan terhadap pembunuhan yang dilakukannya.
4. Hukuman
yang mengandung makna ibadah, yaitu semua hak yang berkisar antara ibadah dan
hukuman, seperti kafaratnya orang yang membunuh karena salah sasaran, kafarat
orang yang sengaja membatalkan puasa di bulan Ramadan, kafarat bagi orang yang
melanggar sumpahnya. Hak Allah SWT tersebut mengandung makna ibadah karena
dilaksanakan dalam bentuk ibadah, seperti berpuasa, memerdekakan hamba sahaya,
atau memberi makan kepada fakir miskin. Dan kandungan makna hukuman pada hak
ini terletak pada kewajibannya sebagai balasan terhadap perbuatan yang
dilanggarnya supaya tidak diulanginya kembali. Oleh karena itu, hukuman
tersebut disebut kafarat, artinya penghapus dosa.
5. Ibadah
yang mengandung makna pertolongan. Seperti zakat fitrah yang termasuk ibadah,
karena dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memberi
pertolongan kepada orang-orang yang membutuhkan.
6. Pertolongan
yang mengandung makna ibadah. Seperti mengeluarkan zakat sepersepuluh dari
hasil panen.
7. Pertolongan
yang mengandung makna hukuman. Seperti kewajiban membayar pajak bagi non muslim
8. Hak
Allah SWTyang berdiri sendiri. Seperti seperlima dari hasil rampasan perang (ghonimah).
Kedelapan
macam tersebut dapat diringkas menjadi tiga macam, yaitu : ibadah, hukuman, dan
pertolongan.
Hak-hak
Allah ini harus didahulukan dari pada hak-hak yang lain, dan terkadang harus
dilaksanakan kendatipun dengan mengorbankan hak yang lain. Misalnya ketika
melaksanakan ibadah salat dan puasa, maka seseorang harus mengorbankan hak-hak
pribadinya. Tetapi Tuhan juga telah
merumuskan suatu bentuk shari’ah yang sifatnya harmonis dan seimbang yang
diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan yang berbeda dan pengorbanan hak
seseorang dikurangi hingga batas minimum. Misalkan seseorang yang tidak
mendapatkan air untuk bersuci, maka ia diperbolehkan tayamum.[39]
2. Hak
hamba adalah suatu hak yang dimaksudkan untuk memelihara kemaslahatan dan
kepentingan perorangan, baik yang bersifat umum maupun khusus. Hak yang
bersifat umum seperti hak pemeliharaan
kesehatan, anak, dan harta benda, serta terwujudnya keamanan dan penikmatan
sarana umum milik Negara. Adapun yang bersifat khusus, seperti hak pembeli atas
barang yang dibelinya, hak istri untuk mendapatkan nafkah lahir dan batin dari
suaminya, hak ibu untuk memelihara anaknya yang masih kecil, dan lain
sebagainya.[40]
Perbedaan antara hak-hak Allah SWT dan
hak-hak hamba :[41]
1. Hukum-hukum
yang terkait dengan hak-hak Allah SWT adalah :
-
Tidak bisa
digugurkan, baik dengan pemaafan, perdamaian, atau pelepasan hak itu. Hak
tersebut juga tidak boleh diubah, baik dengan pengurangan atau penambahan atau
penggantian dalam bentuk lain. Oleh karena itulah hukuman pencurian tidak bisa
digugurkan dengan alas an adanya maaf dari orang yang hartanya dicuri, setelah
perkaranya diajukan ke pengadilan atau pihak penegak hukum yang terkait.
-
Tidak dapat
diwarisi. Yaitu, ahli waris tidak bertanggungjawab atas tindak pidana atau
pelanggaran yang dilakukan oleh pewarisnya. Dan ahli waris juga tidak
berkewajiban melaksanakan hak-hak Allah SWT yang tidak dikerjakan oleh
pewarisnya sebelum meninggal dunia, kecuali apabila pewaris telahh mewasiatkan
untuk melaksanakannya, seperti wasiat untuk membayar zakat yang belum
dibayarnya.
-
Dilaksanakan
dengan penuh toleransi. Seperti seseorang yang berbuat zina beberapa kali,
namun belum pernah dikenakan hukuman. Maka cukup dihukum sekali saja atas
dosa-dosanya yang berkali-kali itu. Karena maksud hukuman itu adalah membuatnya
jera dan tidak kembali mengerjakan kejahatannya.
-
Pelaksanaan
hukuman tersebut diserahkan kepada penegak hukum yang terkait.
2. Adapun
hukum-hukum yang terkait dengan hak-hak hamba adalah :
-
bisa digugurkan,
baik dengan pemaafan, perdamaian, atau pelepasan hak itu.
-
Pengguguran
hukuman yang terkait dengan hak-hak hamba tersebut harus dari permintaan korban
atau wali korban.
-
Bisa diwariskan
bagi pihak yang korban kejahatan, namun tidak bisa diwariskan bagi pihak pelaku
kejahatan.
D. Konflik antara Islam dan Barat
Selain
perbedaan prinsip dalam HAM yang menimbulkan konflik antara Barat dan Islam, kasus-kasus
dan berbagai kejadian sepanjang sejarah menegaskan bahwa permusuhan terhadap
Islam telah ada semenjak dahulu. Bersamaan dengan datangnya dakwah Islam di
jazirah Arab, permusuhan dan tipu daya dilakukan oleh orang-orang musyrik dan Yahudi.
Permusuhan itu bertambah ketika dakwah dakwah Islam menyebar luas melewati
jazirah Arab, menyingkirkan paganisme Persia dan Kristen Romawi. Peperangan
Barat terhadap Islam terus berlangsung sepanjang sejarah, meskipun Islam
menghentikan gerakannya pada pintu masuk Constatine (Turki sekarang) di bagian
barat dan Andalusia (Spanyol sekarang) di bagian timur. Islam tidak memasuki
sebagian besar wilayah Eropa, tapi menyebar ke sebagian besar Asia, Afrika,
Amerika Utara dan Amerika Selatan. Sebagian belahan dunia telah terkena
pengaruhnya.
Musuh-musuh
Islam, baik dulu maupun sekarang menyadari hakikat mutlak bahwa Allah SWT pasti
akan memenangkan Islam atas semua agama. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ayat
al-Qur’an :
هوالذي أرسل رسوله
بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله ولوكره المشركين
“Dialah yang telah mengutus RasulNya
(dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya
atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai”. (al-Taubah :
33).
Karena
itulah mereka takut terhadap Islam. Sementara itu, bukti-bukti yang ada di
depan kita menunjukkan makin tersebarnya Islam dan bertambahnya bilangan kaum
muslimin di Eropa, Amerika, dan Australia.
Permusuhan
terhadap Islam bersifat tertutup, tersembunyi, dan terwarisi dari generasi ke
genarasi. Sikap itu berkembang di kalangan musuh-musuh Islam. Namun setelah
runtuhnya Uni Soviet dan hancurnya Blok Timur serta selesainya Perang Dingin
pada decade terakhir abad dua puluh,
maka permusuhan terhadap Islam yang sebelumnya tersembunyi, saat ini
ditampilkan dengan terang-terangan. Mereka menyatakan dengan lugas bahwa musuh
baru setelah Komunisme adalah Islam. Oleh karena itu mereka berpendapat Islam
harus diperangi dan dihabisi. Mereka takut melihat kemenangan Islam atas semua
agama. Dan mereka menyadari bahwa Islam memiliki kemampuan untuk mempertahankan
eksistensinya dari berbagai kesulitan. Islam juga mampu meyakinkan dan menarik
simpati musuhnya. Pada intinya, Islam mempunyai unsur-unsur dan potensi yang
membuatnya terus bertahan dengan kuat serta mampu menghadapi berbagai
tantangan. Islam adalah agama peradaban dan rahmatan lil ‘alamin yang
juga mengandung nilai-nilai keutamaan, dan akhlak yang baik sehingga membuatnya
abadi dan kuat.[42]
Pernyataan ini semakin kuat dengan adanya firman Allah SWT dalam surat
al-Baqarah ayat 120 yang menyatakan :
ولن ترضى عنك اليهودولا
النصرى حتى تتبع ملتهم
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka”.[43]
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas bisa ditarik
kesimpulan bahwa :
1. Prinsip
dan konsep hak asasi manusia dalam pandangan Islam dan Barat memiliki persamaan
dan perbedaan.
Persamaan itu dapat ditemukan dalam
beberapa prinsip, yaitu :
Ø Persamaan (equality)
Ø Kebebasan (freedom)
Ø Keadilan (justice)
Adapun
perbedaannya adalah :
Ø Dalam
Islam, Tuhan yang menempati posisi sentral (theocentric).
Sedangkan Barat, manusia yang menempati posisi sentral (anthropocentric).
Ø Hak-hak
dalam Islam diatur dan dibuat oleh Allah SWT.
Sedangkan
HAM Barat dibuat oleh akal budi manusia
Ø Kebebasan
dalam Islam memiliki batas-batas yang telah ditetapkan dalam sumber hukum Islam
(al-Qur’an dan al-Sunnah)
Sedangkan
kebebasan menurut Barat adalah kebebasan yang mutlak, selama tidak menyakiti
orang lain.
2. Setiap
muslim memiliki dua hak, yaitu hak Allah dan hak hamba. Hak Allah harus
dilaksanakan lebih dulu, dengan kata lain hak Allah menjadi kewajiban bagi
setiap muslim, seperti salat, puasa, zakat, dan lain sebagainya. Setelah hak
Allah terpenuhi, maka hak hamba juga akan terpenuhi.
3. Akar
konflik antara Islam dan Barat sudah ada sejak awal datangnya Islam. Mereka takut Islam akan menjadi lebih unggul
dari semua agama. Sehingga berbagai cara dan upaya mereka lakukan untuk
mengalahkan dan melumpuhkan Islam. Seperti tuduhan Barat terhadap Islam yang
telah mendiskriminasikan perempuan dengan pemakaian jilbab atau dalam hal
perkawinan dengan orang non muslim. Mereka tidak akan berhenti memerangi dan
memfitnah Islam sampai Islam hancur dan orang-orang muslim menjadi pengikut
mereka. Namun hal ini tidak akan pernah terjadi, karena Allah SWT telah
menyatakan kemenangan agama Islam dalam firmanNya yang telah tersebut diatas
(surat al-Taubah : 33).
Daftar Pustaka
Ali, Zainudin, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
Alim, Muhammad, Demokrasi dan hak asasi manusia dalam Konstitusi Madinah dan UUD 1945,
Yogyakarta : UII Pres, 2001.
al-‘Atiyah, Jamaludin, Al-Nadariyah Al-‘Ammah Li Al-Shari’ah
Al-Islamiyah, t.p., t.t.
Dahlan, Abdul Aziz et.al, Ensiklopedia Hukum Islam, Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, t.t.
Darmodiharjo,
Darji dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat
Hukum, Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 1995.
Depag RI, al-Qur’an al-Karim, Bandung : Griya al-Qur’an, tt.
Hakim, M. Luqman, Deklarasi
Islam tentang HAM, Surabaya : Risalah Gusti, 1993.
Huijbers,
Theo, Filsafat Hukum, Yogyakarta :
Kanisius, 1995.
Huda,
Qamarul, Hak Asasi Manusia : Mencari
Akar-Akar Persamaan Antara Islam Dengan Barat, Ahkam, Vol. 11, No.1, Juli
2009.
Kelsay, John dan Summer B. Twiss, Agama dan Hak Asasi Manusia, terj. Ahmad
Suaedy dan Elga Sarapung, Yogyakarta : Institut Dian / Interfidei, 1996.
Khadhar, Lathifah Ibrahim, Ketika Barat Memfitnah
Islam, Penerjemah : Abdul Hayyie, Jakarta : Gema Insani, 2005.
Khadduri, Majid, teologi keadilan : Prespektif Hukum Islam,
terj. Mochtar Zoerni dan Joko S. Kahhar, Surabaya : Risalah Gusti, 1999.
Nasution, Harun dan Bachtiar Efendi, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta :
Pustaka Firdaus, 1995.