Pemahaman Dasar Filsafat Dan Filsafat Ilmu


PENDAHULUAN
Kita sering mendengar pendapat bahwa filsafat adalah ibu dari ilmu pengetahuan. Atau pendapat bahwa filsafat adalah sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada. Pendapat di atas memang benar adanya. Filsafat merupakan tonggak lahirnya ilmu pengetahuan. Itu terbukti dengan dijadikannya filsafat sebagai dasar atau pondasi dari berbagai ilmu pengetahuan yang dewasa ini semakin berkembang pesat. Sebut saja psikologi, sosiologi atau antropologi dan lain sebagainya.
Secara sederhana filsafat adalah cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan. Cinta kebijaksanaan berarti cinta pada pengetahuan. Orang yang cinta pengetahuan disebut dengan “philosophos” atau filosof. Pecinta pengetahuan ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usaha dan tujuan hidupnya.[1] Dalam pengertian lain yang lebih luas, Louis O. Kattsoff menyebutkan, filsafat merupakan suatu analisis secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu masalah dan penyusunan secara sengaja serta sistematis suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan.[2] Lebih lanjut Kattsoff mengatakan, lapangan kerja filsafat bukan main luasnya yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia.[3]
Pokok permasalahan yang dikaji filsafat di antaranya tentang logika, etika, estetika, metafisika dan politik. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang menjadi cabang-cabang filsafat yang lebih spesifik di antaranya filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).[4] Pemahaman dasar tentang filsafat dan filsafat ilmu ini akan coba penulis paparkan dalam makalah ini.

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Dasar Filsafat
Kata “filsafat” dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa Yunani disebut dengan philosophia,yang terdiri dari dua kata yaitu: philos (cinta atau persahabatan) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis dan intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat merupakan cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Dan orang yang cinta kebenaran tersebut disebut dengan filosof.[5] Suhar AM berpendapat bahwa, “filsafat” merupakan istilah yang sering dikaitkan dengan sebuah teori umum tentang hakikat dari sesuatu, khususnya tentang bagaimana memperoleh pengertian yang luas tentang sesuatu tersebut.[6] 
Lebih lanjut Suhar menjelaskan bahwa ruang lingkup pembahasan filsafat sangat luas, maka para ahli filsafat memberikan definisi yang berbeda. Plato misalnya, yang mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Aristoteles, murid Plato, mengatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan esetetika. Sementara itu, Descartes mengatakan bahwa filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan. Sedangkan menuurut IR. Poedjaeijatna, filsafat merupakan ilmu yang mencari sebab yang sedaam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.[7]
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diketahui betapa kompleksnya pembahasan filsafat. Namun, tidak ada perbedaan yang menjadi pertentangan. Hanya, perbedaan tersebut dilihat dari sudut pandang dalam mengkaji filsafat tersebut. Pada dasarnya mereka mengemukakan bahwa pembahasan filsafat meliputi: Tuhan, manusia dan alam, yang mana merupakan objek materia filsafat. Lebih jauh dari itu, filsafat juga mengkaji hakikat yang terkandung di dalam objek kajiannya tersebut dengan berpikir secara mendalam (objek forma).
1.      Fungsi Filsafat
Endang Saifuddin Anshari, dalam bukunya Ilmu, Filsafat dan Agama, menguraikan filsafat sebagai “ilmu istimewa” yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan pada umumnya, karena jangkauan filsafat lebih dalam dari ilmu pengetahuan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Anshari juga berpendapat bahwa filsafat merupakan proses berpikir untuk memahami secara radikal, integral dan sistematis tentang Tuhan, manusia dan alam semesta.[8]
Jadi, sangat jelas bahwa filsafat sangatlah berperan penting dan berfungsi dalam kehidupan manusia. Filsafat dapat memenuhi harapan-harapan manusia. Fitrah manusia adalah berpikir, maka pola pikir manusia pun mengalami perubahan dari masa ke masa. Dan seiring perubahan-perubahan tersebut, dasar-dasar kehidupan manusia juga berubah dan mengalami lompatan-lompatan termasuk dalam bidang sains dan teknologi.
Namun, di sisi lain, dari kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh manusia tersebut, tidak diiringi dengan pembangunan dan perkembangan moral manusia. Dari sinilah ilmu pengetahuan tidak selaras dengan kebijaksanaan. Sehingga, manusia pun mengalami keadaan yang dilematis dalam hidupnya. Mereka mengalami disharmonisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan mereka mengalami alienasi dari dirinya sendiri, lingkungan sosialnya dan Tuhannya.[9]
Menghadapi kenyataan itu, maka filsafat menjadi penyelaras tujuan sains dan teknologi yang tercerabut dari akar metafisisnya. Filsafat memaknai kembali dasar-dasar saintek baik dalam aspek epistemologi, ontologi ataupun aksiologinya. Dengan begitu, maka kehidupan manusia lebih terarah. Karena filsafat dapat merumuskan kembali nila-nilai moral sebagai landasan konstruksi sains dan teknologi.[10] Singkatnya, filsafat berfungsi untuk menyelamatkan manusia dari kesesataan hidup menghadapi modernisasi dan gaya hidup materialisme.
2.      Pemikiran Filsafat
Menurut Kattsoff, perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun suatu bagan konsepsional. Konsepsi tersebut merupakan hasil generalisasi dan abstaraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses satu demi satu. Sebagai konsekuensinya, para filosof tidak hanya membahas tentang Tuhan, alam dan manusia, tetapi juga membahas tentang proses berpikir itu sendiri. Mereka tidak hanya ingin mengetahui hakikat yang ada dan ukuran-ukuran kebenarannya, melainkan juga menemukan kaidah-kaidah berpikir itu sendiri.[11] Perenungan kefilsafatan berusaha untuk menyusun bagan yang keheren (runtut) dan rasional. Selain itu, filsafat  juga senantiasa bersifat komprehensif (menyeluruh).[12]
Sedangkan, Ali Maksum menguraikan ciri dari pemikiran filsafat diantaranya: pertama, berpikir radikal, yang berarti filosof tidak terpaku pada fenomena tertentu saja. Keradilan berpikir menuntut untuk berpikir menemukan akar seluruh kenyataan. Berpikir radikal bertujuan untuk memperjelas realitas dengan pemahaman realitas itu sendiri. Kedua, mencari asas. Dalam memandang realitas, filsafat senantiasa berusaha mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan realitas. Dengan kata lain, mencari asas berarti menemukan esensi dari realilitas itu. Ketiga, para filosof berupaya untuk memburu kebenaran. Sudah barang tentu kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang hakiki dan sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan. Keempat, mencari kejelasan. Berfilsafat merupakan perjuangan untuk mencari kejelasan pengertian dan kejelasan seluruh realitas. Pencarian kejelasan itu ialah salah satu sifat dasar dari filsafat. Kelima, berpikir rasional. Berpikir rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis.[13] Pemikiran filsafat dapat diidentifikasi sebagai sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam dengan ciri-ciri berpikir filsafat yang sebagaimana disebut di atas.
3.      Filsafat Sebagai Induk Ilmu Pengetahuan
Pada uraian sebelumnya secara tidak langsung telah disinggung titik singgung antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Sebagai suatu proses berpikir, filsafat merupakan jalan untuk mengetahui hakikat yang ada. Dari proses tersebut, lahirlah ilmu pengetahuan yang sebagaimana dapat kita pelajari dan kita pergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, filsafat merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan.
Sebagai induk ilmu pengetahuan, filsafat mengandung pertanyaan-pertanyaan ilmiah, yaitu apa, mengapa, kemana, dan bagaimana.[14] Dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut filsafat menguraikan kebenaran dan hakikat sesuatu. Sebagaimana ilmu pengetahuan yang dijadikan manusia sebagai jalan untuk mengetahui sesuatu melalui metode ilmiah. Jadi, ilmu pengetahuan bertolak dari tidak mengetahui menjadi mengetahui, sedangkan filsafat bergerak dari tahu menjadi lebih tahu serta mengetahui hakikat dari yang diketahui.
Dengan pertanyaan-pertanyaan ilmiah di atas, dapat diartikan filsafat berperan sebagai ilmu. Namun, tidak hanya sebagai ilmu, filsafat juga dapat dijadikan sebagai metode berpikir dan sutau sikap terhadap realitas.[15] Dengan demikian, ilmu pengetahuan lahir dari rahim yang sama, yakni filsafat. Filsafat merupakan The Mother of Science yang menjadi dasar dan pijakan ilmu pengetahuan.



B.     Definisi Filsafat Ilmu
Setelah memaparkan pengertian filsafat, maka penulis akan mendeskripsikan filsafat ke arah yang lebih mengerucut, yakni filsafat ilmu. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, filsafat adalah berpikir rasional, kritis, sistematis, dan mendalam tentang suatu hal untuk menemukan hakikat dari hal tersebut. Filsafat telah melahirkan pemikiran-pemikiran yang begitu luar biasa. Filsafat pula yang melahirkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Dengan lahirnya ilmu pengetahuan, manusia berkembang seiring perkembangan zamannya.
Filsafat adalah prasyarat mendasar untuk memahami sejarah, sosiologi dan studi lain dari ilmu pengetahuan, metode-metode, prestasi dan prospek. Masalah filsafat klasik seperti yang kehendak bebas dibandingkan determinisme, atau apakah pikiran adalah bagian dari tubuh, atau apakah ada ruang untuk tujuan, kecerdasan dan makna dalam bahan murni semesta, yang dibuat oleh dan mendesak dibentuk oleh penemuan-penemuan ilmiah dan teori.[16]
Sementara itu, pengertian ilmu dapat dirujuk dengan kata ilm (Arab), science (Inggris), watenschap (Belanda) dan wissenschaf (Jerman). Mohamad Adib mengutip R. Harre berpendapat bahwa ilmu adalah kumpulan teori yang sudah diuji coba yang menjelaskan tentang pola-pola yang teratur atau pun tidak teratur di antara fenomena yang dipelajari secara hati-hati.[17] Sederhananya, ilmu atau ilmu pengetahuan ialah akumulasi pengetahuan yang telah melalui proses ilmiah yang disusun secara sistematis, konsisten dan kebenarannya telah diuji secara empiris.
Filsafat dan ilmu pengetahuan adalah dua hal yang saling terkait. Kattsof mengatakan bahwa bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu. Begitu apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuwan mungkin penting pula bagi seorang filsuf.[18]
Pernyataan Kattsof menjadi benar, karena lapangan kerja filsafat bukan main luasnya yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia.[19] Demikian juga, ilmu pengetahuan lapangan kerjanya melingkupi segala hal yang ingin diketahui manusia meliputi objek materia dan objek forma.[20] Sehingga dalam hal ini bagi Kattsof antara filsafat dengan ilmu pengetahuan mempunyai timbal balik. Hasil-hasil ilmu pengetahuan penting bagi seorang filsuf untuk perenungan kefilsafatan guna menyusun pandangan dunia yang sistematis. Dengan berbuat demikian, berarti pula sekadar meliputi azas azas yang demikian rupa keadaannya agar tidak bertentangan dengan penemuan-penemuan serta hasil-hasil ilmu yang dikenal.[21] Pada akhirnya antara filsafat dengan ilmu pengetahuan terdapat titik penisbatan (persamaan) yakni sama-sama mencari kebenaran.[22]
Filsafat dan ilmu yang dikenal di dunia Barat berasal dari zaman Yunani kuno. Pada zaman itu keduanya masuk dalam pengertian episteme. Sementara, istilah lain dari filsafat ilmu adalah teori ilmu. The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu sebagai segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.[23]
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua; pertama, filsafat ilmu dalam arti luas yaitu yang menampung semua permasalahan yang berkaitan dengan hubungan keluar dari kegiatan ilmiah, seperti implikasi ontologik-metafisik dari citra dunia yang bersifat ilmiah, tata susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu dan konsekuensi pragmatic-etik penyelenggara ilmu dan sebagainya. Kedua, filsafat ilmu dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan yang berkaitan dengan hubungan kedalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.[24]
Untuk mempermudah pemahaman kita terhadap pengertian filsafat ilmu kiranya kita dapat merangkum menjadi tiga jalan untuk menelaahnya yaitu pertama, filsafat ilmu adalah suatu penalaran secara kritis terhadap suatu metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, seperti lambang yang digunakan dan struktur penalaran yang digunakan dalam menentukan lambang tersebut. Penalaran kritis ini dapat diartikan sebagai bahan untuk mengkaji ilmu empiris dan juga ilmu rasional juga dapat digunakan dalam bidang studi etika dan estetika, sejarah, antropologi, geologi, dan sebagainya. Dalam hal ini yang paling penting untuk ditelaah adalah masalah penalaran dan teorinya.
Kedua, filsafat ilmu adalah sebuah usaha di dalam menemukan kejelasan terhadap konsep-konsep, atau asumsi-asumsi terhadap wacana, juga upaya dalam menguak tabir kerasionalan, kepragmatisan. Aspek ini erat kaitanya dengan masalah yang logis dan epistemologis. Jadi peran filsafat ilmu di sini memiliki makna ganda yaitu filsafat ilmu pada satu sisi sebagai analisa kritis terhadap anggapan dasar seperti kuantitas, kualitas, ruang dan waktu dan hukum. sedangkan sisi yang lain filsafat ilmu mencakup studi tentang keyakinan mengenai dunia lain, keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta, dan keyakinan mengenai penalaran proses-proses alami. Ketiga, filsafat ilmu ialah sebuah studi gabungan yang mencakup berbagai studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.

C.    Objek Material dan Objek Formal Filsafat Ilmu
Seperti filsafat pada umumnya, filsafat ilmu juga mempunyai objek material dan objek formal. Rizal Muntasyir dan Misnal Munir dalam bukunya Filsafat Ilmu, berpendapat bahwa objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.[25] Objek material secara tak menentu dan dalam keseluruhannya menunjukkan pokok soal suatau pengetahuan (terutama suatu pengetahuan demonstratif) dalam hubungan dengan proposisi-proposisi yang dapat dibuat tentangnya. Dengan kata sifat “material” kita tidak mengimplikasikan bahwa ada materi dalam susunan pokok soal itu, kita bermaksud menunjukkan bahwa obyek itu bagi pengetahuan seperti bahan-bahan bagi seorang seniman atau seorang tukang.
Untuk memberikan gambaran yang cermat dan lengkap tentang suatu pengetahuan, kita menunjukkan obyek materialnya sebagaimana dicirikan oleh obyek formalnya yang disebut obyek sebenarnya dari suatu pengetahuan. Jika objek material filsafat ilmu adalah ilmu, maka objek formal filsafat ilmu adalah esensi ilmu pengetahuan, atau tinjauan filosofis dari ilmu pengetahuan itu sendiri dengan landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Dalam artian, paradigma yang digunakan menggunakan disiplin ilmu kefilsafatan seperti radikal, universal, konseptual, koheren, sistematis, komprehensif, bebas dan bertanggung jawab.[26]

D.    Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu pertama-tama berupaya menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses ilmiah diantaranya: prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola argumen, metode penyajian dan penghitungan, perandaian-perandaian metafisik dan seterusnya. Kemudian mengevaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan logika formal, metodologi praktis dan metafisika.[27] Filsafat ilmu telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga menjadi suatu bidang pengetahuan yang sangat luas dan sangat mendalam. Dalam bidang filsafat, ruang lingkup filsafat ilmu pada dasarnya mencakup dua pokok pembahasan, yaitu pertama membahas sifat pengetahuan ilmiah yang meliputi bidang  epistemology atau filsafat pengetahuan dan kedua menelaah cara-cara utuk mengusahakan atau melahirkan pengetahuan ilmiah yang terkait dengan pokok persoalan cara-cara mengusahakan lahirnya pengetahuan ilmiah. Filsafat ilmu sangat erat kaitanya dengan logika dan metodologi, dan kadang-kadang filsafat ilmu disamakan pengertianya dengan metodologi. Jadi filsafat ilmu ialah penyelidikan filosofis tentang cirri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk memperolehnya. Dengan kata lain filsaat ilmu sesungguhnya merupakan penyelidikan lanjutan.
Selain tersebut di atas sebenarnya filsafat ilmu dapat dikelompokan menjadi dua pokok bahasan yaitu;
1.      Filsafat ilmu umum. Kajianya mencakup persoalan-persoalan, kesamaan, keseragaman serta hubungan antara berapa ilmu yang terkait. Dengan kata lain kajian filsafat umum ini membahas tentang hubungan ilmu dengan kenyatataan atau objek ilmu itu sendiri yang diantaranya terkait dengan struktur kenyataan.
2.      Filsafat ilmu khusus. Kajian yang khusus membahas kategorisasi serta cara yang digunakan dalam melakukan pendekatan terhadap ilmu-ilmu tertentu, seperti dalam disiplin ilmu alam, ilmu sejarah, ilmu social dan sebagainya.
Selain menggunakan diklasifikasikan seperti tersebut di atas, filsafat ilmu juga dapat diklasifikasikan berdasarkan model pendekatan, seperti pendekatan filsafat ilmu terapan dan filsafat ilmu murni. Filsafat ilmu terapan menggali dasar persoalan kefilsafatan yang melatar belakangi munculnya pengetahuan normative dalam dunia ilmu. Sedangkan filsafat ilmu murni, bentuk pengkajian filsafat ilmu dengan cara menelaah secara kritis-eksploratif terhadap objek kefilsafatan, membuka cakrawala baru terhadap kemungkinan munculnya disiplin ilmu baru atau perkembangan pengetahuan yang baru.
Amsal Bakhtiar, mengemukakan bahwa ruang lingkup filsafat lebih luas daripada ilmu yang hanya mencakup hal yang bersifat empiris saja. Filsafat mencakup hal yang bersifat empiris dan non empiris. Filsafat menjadi pijakan bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing-masing. Awalnya, filsafat terbagi pada teoritis dan praktis. Filsafat teoritis mencakup metafisika, fisika, matematika, dan logika. Ekonomi, politik, hukum dan etika. Etiap bidang ilmu ini kemudian berkembang dan menspesialisasi, seperti fisika berkembang menjadi biologi, biologi berkembang menjadi anatomi, kedokteran, dan kedokteran pun terspesialisasi menjadi beberapa bagian. Perkembangan ini dapat diibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan ranting yang sekain lama semakin rindang.[28]
Dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat tersebut, membuat ilmu pengetahuan menjauh dari induknya (filsafat), bahkan membuat ilmu pengetahuan saling bersaing dengan ilmu pengetahuan yang lain. Maka, seperti yang diuraikan sebelumnya, tugas filsafat adalah menyelaraskan visi ilmu pengetahuan itu sendiri agar tidak kontradiktif dengan berbagai kepentingan. Ilmu sebagai objek kajian filsafat seyogyanya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, komprehensif, dan rasiona serta spekulatif. Pendekatan spekulatif akan mnejadikan ilmu semakin berkembang.

E.     Problem-problem Filsafat Ilmu
Filsafat dalam perkembanganya mencapai pembahasan yang semakin kompleks yang bersifat teknis sehingga lebih sulit, dan mencapai pada pemahaman yang lebih fundamental, mendasar, universal yang lazimnua sudah menjadi medan kajian filsafat.
Filsafat sebagai rangkaian aktivitas dari budi manusia pada dasarnya adalah pemikiran reflektif.[29] Dikatakan bersifat reflektif karena dalam prosesnya orang berfilsafat sama dengan berkontemplasi merenung secara mendalam tentang hakikat segala sesuatu.
Ada beberapa pendapat mengenai problem-problem apa saja yang diperbincangkan dalam filsafat ilmu. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas perlulah kiranya dikutipkan dari pendapat-pendapat para ahli sebagai berikut:

a.       A. Cornelius Benjamin
Benjamin memerinci aneka ragam problem itu dalam tiga bagian pertama persoalan mengenai hubungan-hubungan teoritis antara ilmu yang satu dengan yang lain dan antara ilmu-ilmu dengan usaha-usaha manusia yang lain untuk memahami, menilai, dan mengendalikan dunia, sering kali pemahaman kita tentang suatu disiplin keilmuan saling berhubungan atau bahkan bertentangan walaupun dalam satu objek kajian yang sama, karena metode yang digunakan berbeda atau antara metode satu dengan yang lainya saling melengkapi dan bahkan metode satu dengan yang lainya saling bertentangan, misalnya suatu penemuan yang lama akan tidak relevan lagi ketika ditemukan penemuan baru dengan jalan atau metode yang baru kedua persoalan yang bersangkut paut dengan implikasi –implikasi teoritis dari kebenaran-kebenaran tertentu dalam ilmu sejauh ini mengubah pertimbangan-pertimbangan kita dalam bidang-bidang lain dari pengalaman kita ketiga persoalan yang bertalian dengan efek-efek praktis, yakni efek-efek dari penemuan-penemuan ilmiah terhadap misalnya bentuk pemerintahan, cara hidup, kesehatan dan rasa senang.

b.      Victor Lenzen
Filsosof ini mengajukan dua problem :
1). Struktur ilmu, yaitu metode dan bentuk pengetahuan ilmiah
2). Pentingnya ilmu bagi praktek dan pengetahuan tentang realitas
c.       B. Van Fraassen dan H. Margenau
Menurut kedua ahli ini problem-problem utama dalam filsafat ilmu setelah tahun-tahun 60an ialah:
1). Metodologi, sering kali adanya hasil dari suatu penelitian ilmiah yang tidak sama kendatipun objek penelitianya sama, hal ini bukan berarti objek kajianya yang berubah namum metodenya yang harus di uji kembali masihkah relevan ataukah sudah tidak relevan lagi karena kurun waktu yang berlainan sehingga perlunya metodologi yang baru 
2).   Landasan Ilmu-ilmu, objek kajian filsafat ilmu ialah masalah ilmi-ilmu empiric sehingga sering kali tidak tepat atau kurang akurat, maka hendaknya melakukan terobosan berupa penelitian-penelitian yang mendasar mengenai landasan berpikirnya dan mencapai kesuksesan seperti halnya ilmu-ilmu eksakta.
3). Ontologi, persoalan yang paling utama dalam kajian filsafat ilmu ialah masalah-masalah yang menyangkut konsep secara substantive, proses, ruang dan waktu, kausalitas, serta hubungan antara budi dan materi.
Dari berbagai problem yang dipaparkan oleh para filsuf diatas kiranya masih sangat abstrak atau terkesan masih simpang siur. Untuk itu perlu adanya usaha pemilihan guna mempermudah penyusunan sehingga menjadi suatu kebulatan yang lebih sistematis.
Problem-problem yang terdapat di dalam filsafat ilmu sebenarnya dapat digolongkan jika kita mampu mengeneralisasikanya, paling tidak ada enam hal pokok yaitu pengetahuan, keberadaan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan. Berdasarkan enam sasaran itu, bidang filsafat dapat secara sistematis dibagi dalam enam cabang pokok, yaitu; epistemology (teori pengetahuan), metafisika (teori mengenai apa yang ada), metodologi ( studi tentang metode), logika (teori penyimpulan), etika (ajaran moralitas), dan estetika (teori keindahan).[30]
Filsafat ilmu merupakan suatu bagian dari filsafat pada umumnya, oleh karenanya problem-problem filsafat ilmu dapat digolongkan secara sistematis menjadi beberapa bagian sesuai dengan cabang-cabang filsafat itu sendiri, dengan demikian semua persoalan dalam filsafat ilmu dapat ditertibkan menjadi; problem epistemology tentang ilmu, problem metafisis tentang ilmu, problem metodologis tentang ilmu, problem etis tentang ilmu, dan problem estetis tentang ilmu.

PENUTUP

Dari uraian di atas kiranya dapat di ambil beberapa kesimpulan sebagai langkah awal untuk memahaminya dan juga sebuah hipotesa awal sebagai bahan perenungan selanjutnya.
Filsafat oleh beberapa ahli atau orang yang berkompeten di bidangnya mengalami perubahan-perubahan makna sesuai dengan bidang atau pokok permasalahan yang di bidangi oleh ahli atau filosof itu sendiri, sehingga terkesan filsafat tidak lagi merupakan sebuah usaha di dalam mencari nilai-nilai yang luhur. Namun, filsafat lebih merujuk pada wilayah kepentingan-kepentingan individu atau kelompok tertentu, lihat saja misalnya kita bandingkan perkembangan filsafat dari mulai  jaman kosmologis, teosentris, antroposentris sampai sekarang yang disebut logosentris, sudah mengalami perubahan di dalam mencapai tujuan dari pada filsafat itu sendiri. Filsafat ilmu merupakan kajian filsafat yang lebih spesifik baik dalam wilayah objek materialnya maupun ruang lingkup pembahasanya tidak lepas dari pada kepentingan-kepentingan subjektif sehingga mengalami problematika yang sangat kompleks.
Namun demikian, tidak berarti kajian filsafat ilmu jauh dari nuansa ilmiah, oleh karena itu filsafat ilmu mencoba untuk menelaah secara kritis dan menyeluruh terhadap kajian keilmuan baik ilmu yang umum maupun ilmu yang khusus. Penelaahan ini dilakukan bukan pada prodak ilmu yang sudah jadi namun lebih pada metode-metode di dalam menemukan ilmu itu sendiri sehingga kita dapat mencegah sedini mungkin tentang implikasi-implikasi yang disebabkan oleh ilmu tersebut. Apakah ilmu itu relevan sehingga dapat digunakan untuk khalayak umum ataukah tidak ini bisa kita lacak mulai dari melihat secara kritis tentang metode-metode yang digunakan.


DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
AM, Suhar, Filsafat Umum; Konsepsi Sejarah dan Aliran, Jakarta: Gaung Persada Pers, 2009.
Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama Surabaya: PT Bina Ilmu. 1987.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Balashov, Yuri and Alex Rosenberg, Philosophy of Science, London: Routledge, 2002.
Gie, The Liang. Pengantar Filsafat Ilmu. Jogjakarta: Liberty. 2004.
Kattsof, Louis O., Pengantar Filsafat, terj. Soejono Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995.
Losse, John, A Historical Introduction to The Pjilosophy of Science, London: Oxford University Press, 1972.
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat; Dari Masa Klasik hingga Postmodernisme, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Maksum, Ali. Pengantar Filsafat. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2008 cet. I.
Marcum, James A., Thomas Kuhn Revolution; An Historical Philosophy of Science, London: Continuum, 2005.
Muntasyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat ilmu, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Partanto, Pius A dan M. Dahlan al Barry. Kamus Ilmiah Populer Surabaya: Arkola. 1994.
Ravertz, Jerome R., Filsafat Ilmu; Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Richards, Steward, Philosophy an Sociology of Science; An Introduction, Oxford: TJ Press Ltd, 1983.
Suhartono, Suparlan, Dasar-dasar Filsafat, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2005.
Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.
Susanto. Filsafat Ilmu ; Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2001.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005. Cet XIV.
Zucker, Arthur, Introduction to Philosophy of Science, New Jersey: Printice-Hall, 1996.



Postingan terkait: