POLITIK
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
MASA
ORDE BARU
PENDAHULUAN
Pendidikan di Indonesia berjalan searah dengan peta
perpolitikan di Indonesia. Setidaknya perjalananan bangsa Indonesia sudah
melalui tiga masa, yaitu Orde lama (1945-1965), Orde Baru (1965-1998), dan Orde
Reformasi (1998-sekarang). Kebijakan pendidikan tidak terlepas dari
kebijakan pemerintah. Pendidikan mengikuti pola kehidupan masyarakat dan sistem kebudayaan yang
melatarbelakanginya. Sehingga tidak
jarang peralihan atau pergantian dari suatu sistem kekuasaan akan mengakibatkan
pula perubahan substansi dalam bidang pendidikan. Dari zaman prasejarah, zaman
kuno, zaman pertengahan sampai pada zaman modern pendidikan mengalami suatu
perubahan secara dinamis sampai pada rezim Orde Baru di bawah kekuasaan
Soeharto.
Pada
awal dekade 1980-an, perkembangan Islam di Indonesia ditandai oleh munculnya
fenomena meningkatnya semangat religiusitas umat yang sering dikenal
sebagai lahirnya kebangkitan Islam yang ditandai oleh munculnya gerakan Islam baru
yang memiliki basis ideologi, pemikiran, dan strategi gerakan yang berbeda
dengan gerakan atau ormas-ormas Islam yang telah ada sebelumnya, seperti NU,
Muhammadiyah, PERSIS, Al-Irsyad, Jamaat Khair dan sebagainya.
Adanya
ketegangan-ketegangan politik antara negara dengan umat Islam yang merasa
khawatir dengan kebijakan-kebijakan pemerintah ternyata telah mendorong
intensifikasi rasa identitas keagamaan di sebagian kalangan umat Islam.[1]
Munculnya semangat kebangkitan Islam di Indonesia merupakan sebuah anugerah
terselubung dari kondisi umat Islam yang sedang terpuruk akibat kebijakan Orde Baru
saat itu. Pada kesempatan kali ini Penulis akan menggulas tentang politik
pendidikan Islam pada masa Orde Baru
PEMBAHASAN
A. Pendidikan dan Kebijakan Pemerintah
Kebijakan
Pemerintah merupakan segala perbuatan yang dikehendaki oleh pemerintah untuk
dilakukan dan tidak dilakukan yang dirumuskan dalam suatu kebijakan, untuk
mencapai tujuan yang dicapai melalui program-program Pemerintah.[2]
Setiap kali pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan tentu ada tujuan dan
kepentingan yang dikandung dalam kebijakan tersebut, Dengan demikian dapat kita
yakini bahwa potret pendidikan di Indonesia tergatung bagaimana kebijakan
pemerintah terkait dengan pendidikan, perlu digaris bawahi bahwa setiap
kebijakan yang muncul pasti ada kepentingan pemerintah yang berkuasa saat itu
sebagaimana fakta-fakta yang akan diuraikan nanti.
Ketika
pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan tentu kebijakan tersbut tidak
dikeluarkan secara serta merta begitu saja, akan terapi memperhatikan berbagai
aspek dan kajian teori yang matang. Bila hal ini tidak dilakukan maka kebijakan
yang ditetapkan tidak akan bisa berjalan secara maksimal dan menjacapai tujuan
yang diharapkan. Anderson menawarkan tiga teori utama yang dapat digunakan
dalam proses pembuatan sebuah kebijakan. Ketiga Teori tersebut adalah :
1.
Teori
Rasional-Komprehensif; Pembuatan sebuah kebijakan publik dilakukan secara
rasional-konprehensif dengan mempelajari permasalahan dan alternatif kebijakan
secara memadahi.
2.
Teori Incremental;
kebijkan dilakukan dengan tidak melakaukan perbandingan terhadap permasalahan
dan alternatif serta lebih memberikan deskripsi mengenai cara yang dapat
diambil dalam membuat kebijakan.
3.
Teori Mixed
Scanning: teori ini menggabungkan antar dua teori di atas.[3]
Sekalipun
para penentu kebijakan (decision maker) sudah mengaplikasikan teori
tersebut, tidak semua kebijakan yang ditetapkan dapat berjalan secara maksimal,
akan tetapi akan mengalami penolakan. Munculnya penolakan sering ditimbulkan karena
alasan-alasan berikut ini;
1.
Para pelaksana
kebijakan pada dasarnya tidak mau diintervensi, dan merasa bahwa sistem dan
metode kerja mereka sudah memberikan rasa aman karena sudah lama dutekuninya.
2.
Para pelaksana
kebijakan tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan, dan bahkan
pelaksanaan inovasi tersebut. Sehingga ide munculnya kebijakan tersebut
dianggapnya bukan sesuatu yang dibutuhkan, diinginkan dan diharapkan.
3.
Setiap kebijakan
baru tentang pembaruan yang dibuat oleh orang lain terutama dari pemerintah
pusat belum sepenuhnya melihat kebutuhan, keinginan dan harapan serta kondisi
yang dialami oleh guru dan siswa.
4.
Masih kuatnya
dominasi kekeuasaan pemerintah pusat sehingga dapat menekan sekolah atau guru
melaksnakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan
situsi sekolah mereka.
5.
Setiap kebijakan
pembaruan cenderung bersifat project oriented yang bisa dilakukan hanya
kalau ada “bantuan” dan proyek akan berhenti manakala pembiayaannya sudah habis.[4]
B. Sekilas Pendidikan
Islam di Indonesia Era Orde Baru
Istilah Orde Baru merupakan sebutan
bagi pemerintahan Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun (1965-1998)
di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde
Lama yang merujuk pada
pemerintahan era Soekarno yang berkuasa selama 20 tahun, dari tahun 1945-1965.
Orde Baru dimulai setelah penumpasan
G-30S PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indoneisa), pada tahun 1965 dan
ditandai oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,
pelaksanaannya dilengkapi dengan 24 ketetapan MPRS, satu Resolusi MPRS, dan
satu Keputusan MPRS yang dihasilka dalam sidang UMUM IV MPRS tahun 1966[5].
Nuansa pembelaan bangsa bangsa Indoneisa terhadap Pancasila saat itu sangat
kuat sekali. Perjuangan melawan PKI merupakan bentuk pembelaan bangsa terhadap
pancasila yang hendak diganti dengan faham komunis.
Setelah
Soeharto menjadi Presiden, pertama yang dilakukan adalah mendaftarkan Indonesia
menjadi anggota PBB lagi. Indoensia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan
bahwa Indonesia bermaksd untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
pertisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB dan menjadi anggota PBB lagi pada
tanggal 28 September 1966.
Pada
1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
Presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun
1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada masa Orde Baru, Indoensia
melaksanakan pembanguna dalam berbagai aspek kehidupan, tujuannya adalah
terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil
berdasarkan Panscasila. Pelaksanaan pembangauna bertumpu pada Trilogi
Pembanguan, yang isinya sebagai berikut:
1.
Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi selurh
rakyat Indonesia.
2.
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas
Nasional yang sehat dan dinamis.[6]
Orde
Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menmpuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer, namun
dengan nasehat dari para ahli ekonomi didikn barat. Selama masa
pemerintahannya, kebujakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya
alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun
tidak merata di Indoensia. Dia juga meperkaya dirinya, keluarganya, dan
rekan-rekan dekatnya melalui praktek korupsi yang merajalela.[7]
Era
Orde Baru berakhir dengan mengumumkan pengunduran dirinya dan mengangkat BJ
Habibie sebagai penggantinya. Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis
keuanagan dan ekonomi Asia disertai kemartau terburuk dalam 50 tahun terakhir
dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakain jatuh. Rupiah
jatuh dan Inflasi meningkat tajam, dan permindahan modal dipercepat. Para
demonstran yang awalnya dipimpin Mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto.
Ditengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang
menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga
bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ke tujuh.[8]
Orde
Baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga
terjadinya peralihan kepresidenan, dari presiden Soeharto ke presiden Habibie
pada 21 Mei 1998.[9] Peralihan
dari Orde Lama ke Orde Baru membawa konsekuensi perubahan strategi
politik dan kebijakan pendidikan nasional. Pada dasarnya Orde Baru adalah suatu
korelasi total terhadap Orde Lama yang didominasi oleh PKI dan dianggap telah
menyelewengkan pancasila.
Orde
Baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama Islam, karena
beralihnya pengaruh komunisme ke arah pemurnian pancasila melalui rencana
pembangunan Nasional berkelanjutan. Terjadilah pergeseran kebijakan, dari murid
berhak tidak ikut serta dalam pelajaran agama apabila mereka menyatakan
keberatannya, menjadi semua murid wajib mengikuti pendidkan agama mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Masa
Orde Baru disebut juga sebagai Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan. Yakni bertujuan membangun manusia
seutuhnya dan menyeimbangkan antara rohani dan jasmani untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih baik. Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam siding MPR yang
kemudian menyusun GBHN.
Jadi
kesimpulannya adalah bahwa ditinjau dari falsafah Negara Pancasila, dari
konstitusi UUD 1945, dan keputusan MPR tentang GBHN maka kehidupan beragama dan
pendidikan agama Islam di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945
sampai Pelita VI tahun 1983 semakin mantap.
1.
Keberhasilan-keberhasilan
Pendidikan pada Masa Orde Baru
Masa
Orde Baru ini mencatat banyak
keberhasilan diantaranya adalah:
a. Pemerintah
memberlakukan pendidikan agama dari tingkat SD hingga universitas (TAP MPRS
No.XXVII/MPRS/1966), madrasah mendapat perlakuan dan status yang sejajar dengan
sekolah umum, pesantren mendapat perhatian melalui subsidi dan pembinaan,
berdirinya MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1975, pelarangan SDSB
(Sumbangan Dana Sosial Berhadiah) mulai tahun 1993 setelah berjalan sejak awal
tahun 1980-an.
b. Pemerintah
juga pada akhirnya member izin pada pelajar muslimah untuk memakai rok panjang
dan busana jilbab di sekolah-sekolah Negeri sebagai ganti seragam sekolah yang
biasanya rok pendek dan kepala terbuka.
c. Terbentuknya
UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No. 7 tahun 1989
tentang peradilan agama, Komplikasi Hukum Islam (KHI), dukungan pemerintah
terhadap pendirian Bank Islam, Bank Muamalat Islam, yang telah lama diusulkan,
lalu diteruskan dengan pendirian BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Sodaqoh)
yang idenya muncul sejak 1968, berdirinya Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila,
pemberlakuan label halal atau haram oleh MUI bagi produk makanan dan minuman
pada kemasannya, terutama bagi jenis olahan.
Selanjutnya
pemerintah juga memfasilitasi penyebaran da’i ke daerah terpencil dan lahan
transmigrasi, mengadakan MTQ (Musabaqoh Tilawatil Qur’an), peringatan hari
besar Islam di Masjid Istiqlal, mencetak dan mengedarkan mushaf Al-qur’an dan
buku-buku agama Islam yang kemudian diberikan ke masjid atau perpustakaan Islam,
terpusatnya jama’ah haji di asrama haji, berdirinya MAN PK (Program Khusus)
mulai tahun 1986, dan pendidikan pascasarjana untuk Dosen IAIN baik ke dalam
maupun luar negeri, merupakan kebijakan lainnya. Khusus mengenai kebijakan ini,
Departemen Agama telah membuka program pascasarjana IAIN sejak 1983 dan join
cooperation dengan Negara-negara Barat untuk studi lanjut jenjang
Magister maupun Doktor.
Selain
itu, penayangan pelajaran Bahasa Arab di TVRI dilakukan sejak 1990, dan
sebagainya. Akibat semua kebijakan tersebut, pembangunan bidang agama Islam
yang dilaksanakan Orde Baru mempercepat peningkatan jumlah umat Islam terdidik
dan kelas menengah muslim perkotaan.
2.
Kebijakan-Kebijakan
Pemerintah Mengenai Pendidikan Islam
Kebijakan
pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia
bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an
sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam
rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan.[10]
Pada
awal – awal masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan tentang madrasah bersifat
melanjutkan dan meningkatkan kebijakan Orde lama. Pada tahap ini madrasah belum
di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat
lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan Menteri Agama.
Menghadapi
kenyataan tersebut di atas, langkah pertama dalam melakukan pembaruan ini
adalah di keluarkannya kebijakan tahun 1967 sebagai respons terhadap TAP MPRS
No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi dan strukturisasi madrasah.
Dalam
dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya,
namun di awal –awal tahun 1970 –an, justru kebijakan pemerintah terkesan
berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal
ini terlihat dengan langkah yang di tempuh pemerintah dengan langkah yang di
tempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden
nomor 34 tanggal 18 April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional
pendidikan dan latihan. Isi keputusan ini mencakup tiga hal:
a.
Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum
dan kebijakan
b.
Menteri Tenaga
kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian dan
kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri
c.
Ketua
lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan
pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai Negri.
3.
Sistem Pendidikan Indonesia di Era Orde Baru
Sebagai
sebuah Orde yang meiliki cita-cita melaksanakan pembanguna dalam berbagai aspek
kehidupan, dan bertujuan terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila potret pendidikan di Indoensia pada
masa Orde Baru diorientsikan menuju cita-cita dan tujuan Pemerintah.
Pada
era Orde Baru, tujuan dan dasar Pendidikan yang ada saat itu dikoreksi melalalui Tap MPRS No XXII/MPRS/1966 tentang
Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan. Dalam tap MPRS tersebut ditetapakan bahwa
“... pelajaran Agama menjadi mata pelajaran di Sekolah, mulai dari sekolah
dasar sampai dengan
universitas-universitas negeri.(Pasal1)” dasar pendidikan adalah
falsafah Negara Pancasila. Sedangkan tujuan pendidikan adalah membentuk manusia
Pancasila sejati berdasrkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang dasar 1946.[11]
Sistem
persekolahan pada masa Orde Baru pada
dasarnya masih tetap mengikuti struktut lama berdasarkan UU no 12 thn 1954 dan
UU No 22 Th 1961. Sistem pendidikan yang sudah berlangsung selama Orde Lama dievalusai
kembali dan dilakukan banyak perbaruan. Kurikulum SD 1964 diubah menjadi
Kurikulum SD 1968, yang berlaku pada tahun 1968. Dasar, tujuan, dan asas
pendidikan Pancasila di Sekolah Dasar mencakup lima prinsip
a.
Prinsip Umum
pelakasnaan pendidikan Nasional Pancasila menganut prisip-prinsip intergritas,
kontinuitas, dan singkronisasi
b.
Landasan Idiil mencakup tuga ketebtuan pokok
diantaranya: Dasar pendidikan Nasional adalah falsafah Pancasila, 1.Tujuan
Pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati, 2. Isi pendidikan
Nasional terdari dari tiga hal, yaitu: mempertinggi mental budi pekerti dan
memperkuat keyakinan beragama, dan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
serta mebina/mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
c.
Prinsip umum pembinaan
kurikulum mencakup tiga hal, yaitu: kriteria pemilihan bahan atau isi
kurikulum, prinsip-prinsip didaktik metodik, dan sistem evaluasi yang menyeluruh,
kontinyu dan obyektif
d.
Prinsio-prinsip
sekolah Dasar mencakup dua hal, yaitu: tujuan pendidikan Sekolah Dasar dan
Garis-Garis besar kurikulum SD dikelompokkan dal tiga kelompok. Pertama kelompok
Pembinaan Jiwa Pancasila. Kedua, klompok pembinaan Pengetahuan dasar;
dan Ketiga Kelompok pembinaan kecakapan khusus.
e.
Asas-asas
didaktik-metodik Sekoah Dasa uraiannya sama dengan yang tercantu dalam
kurikulum SD 1964.[12]
Kurikulm SMP 1962 atau isltilahnya
Kurikulum SMP Gaya Baru disempurnakan menjadi Kurikulum SMP 1967 yang berlaku
pada tahun 1968. Struktur Kurikulum ini sebagai berikut:
a.
Kelompok Pembinaan
Jiwa Pancasila, dengan fungsi membina dan mempertinggi Moral pancasila, UUD
1945, serta membina Jasmani yang sehat dan Kuat. Mata pelajarannya terdiri dari
Pendidikan Agama, Kewargaan Negara, Bahasa Indonesia dan Olahraga
b.
Kelompok Pembinaan
Pengetahuan Dasar.
Fungsi dari
kelompok ini adalah mengembangkan akal pikiran untuk dapat menguasai
dasar-dasar pengetahaun yang dapat digunakan untuk mengenal lingkungan dan
hukum-hukum alam, serta meningkatkan kesejahteraan hidup serta dapat
melanjutkan pelajaran ke tingkat yang lebih tinggi. Mata Pelajaran yang
diajarkan terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Bahasa Inggris, Ilmu
Al-Jabar, Ilmu Ukur, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah dan Menggambar.
c.
Kelompok Pembinaan
Kecakapan Khusus
Fungsinya adalah
membina keterampilan praktis yang Serbaguna bagi siswa untuk bekal hidup dalam
masyarakat. Mata pelajaran yang dikaji antara lain adalah Administrasi,
Kesenian, Prakarya, dan pendidikan kesejahteraan keluarga[13].
Kurukulum
SMA yang berlaku pada awal Orde Baru adalah Kurikulum 1964 atau kurikulum
Pancawardhana disempurtnakan menjadi kurikulum SMA 1968. Tujuan pendidikan SMA
antar lain adalah:
a.
Membentuk manusia Pancasila
sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan
dan isi UUD 1945.
b.
Mempersiapkan anak
didik utuk memasuki perguruan tinggi dengan jalan mematangkan mental dan intelegensi
yang dilengkapi dengan dasar-dasar umum kecakapan kejuruan dan pembinaan
pengembangan fisik yang kuat dan sehat.
c.
Memberikan dasar
keahlian umum kepada anak didik sesuai dengan bakat dan minat masing-masing
dalam berbagai lapangan sehingga tamatannya dapat mengembnagkan dirinya pada
lembaga-lembaga pendidikan lain dan lembaga-loembaga masyarakat.
Penjurusan
SMA disederhanakan hanya terdiri dari dua jurusan. Yaitu jurusan Sastra Sosial
Budaya, dan jurusan Imu Pasti Pengetahuan Alam.
Susunan kurikulum 1968 terdiri dari:
a. Kelompok
Pembinaan Jiwa Pancasila yang mencakup mata pelajaran Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewargaan Negara, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Olahraga
b. Kelompok
Pembinaan Pengertahuan Dasar yang mencakup (untuk Kelas I) Sejarah, Geografi,
Ilmu pasti, Fisika, Biologi, Ekonomi dan Koprasi, Menggambar, Bahasa Inggris.
Untuk kelas II dan III , jurusan Sastra Sosial Budaya: terdiri dari
Kesusastraan Indonesia, Mengarang, Sejarah, Geografi dan Antropologi Budaya, Ekomnomi
dan Koprasi, Menggambar, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Budaya: untuk sastra
budaya ditambah tiga mata pelajaran: Ilmun Pasti, Pengetahuan Dagang, dan Tata
Buku. Kelas II dan III, jurusan Ilmu Pasti Pengetahuan Alam: Aljabar dan
Analit, Ilmun Ukur Sudut, Ilumu ukur Ruang, Fisika, Matematika, Kimia, Biologi,
Geografi, Menggambar, Bahasa Inggris.
c. Kelompok
Pembinaan Kecakapan khusus, mencakup mata pelajaran; Pendidikan Kesejahteraan
keluaraga, Prakarya Pilihan (Kesenian, Bahasa, Keterampilana, dan lian-lain)[14]
Sekolah
Kejuruan pada tahun 1967 menggunakan kurikulum baru yang disebut Kurikulum 1968
dengan krakteristik sebagai berikut:
a.
Tujuan pendidikan
adalah agar siswa dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan
sekaligus dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja:
b.
Titik berat
ditekankan pada materi pelajaran;
c.
Orientasi
pengajaran pada guru, artinya guru yang aktif siswa pasif
d.
Pada umunya
komunikasi pengajaran hanya satu arah
e.
Organisasi
kurikulum bervariasi antara satu jenis sekolah dengan sekolah kejuruan yang
lainnya
f.
Dokumen kurikulum
hanya berbentuk struktur program dan
pada jenis sekolah ini dilengkapi dengan uraian mata pelajaran;
g.
Teori dan praktek
dilaksanakan secara terpisah dengan bobot praktek kejuruan berkisar antar 20%
samapai 50% dari keseluruhan program pendidikan;
h.
Kurikulum sekolah
kejuruan menggunakan istilah jurusan[15]
4.
Kurikulum
Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Setelah
SKB (surat keputusan bersama) tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah
selanjutnya adalah di keluarkan nya SKB tiga menteri P&K no.299/u/1984
dengan menteri Agama no 45 th 1984, tentang pengaturan pembakuan kurikulum
sekolah umum dan kurikulum madrasah yang isinya antara lain adalah mengizinkan
kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah -sekolah umum yang lebih
tinggi. SKB 2 Menteri di jiwai oleh TAP MPR No. II / TAP/MPR/1983 tentang
perlunya penyesuaian sistem pendidikan sejalan dengan daya kebutuhan bidang
bersama, antara lain dilakukan melaui perbaikan kurikulum sebagai salah satu
diantara berbagai upaya perbaikan
penyelenggaraan pendidikan di sekolah Umum dan Madrasah.
Dalam
keputusan tersebut terjadi perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan
kurikulum sekolah Umum dan Madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No.
99 th 1984 untuk tingkat MI, ketentuan KMA no 100 untuk tingkat MTS, dan MA
no101 untuk tingkat PGAN. Ke empat KMA tersebut merupakan upaya untuk
memperbaiki kurikulum madrasah agar lebih efektif dan efisien antara lain dalam
hal :[16]
a.
Mengorganisasikan
program pengajaran.
b.
Untuk
membentuk manusia memiliki ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
keharmonisan sesama manusia dan lingkungannya.
c.
Mengefektifkan
proses belajar mengajar.
d.
Mengoptimalkan
waktu belajar.
Upaya dalam pengaturan dan pembaruan
kurikulum madrasah di kembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai dengan
konsesus yang di tetapkan. Khusus untuk MA, waktu untuk setiap mata pelajaran
berlangsung 45 menit dan memakai semester. Sementara itu, jenis program
pendidikan dalam kurikulum madrasah terdiri dari program inti dan program
pilihan.
Pengembangan kedua program kurikulum ini
bagi menjadi dua bagian yaitu: pendidikan agama, terdiri dari : Al-qur’an
Hadits, aqidah Akhlak, fikih, SKI, dan Bahasa Arab, dan pendidikan umum antara
lain: PMP, PSPB, Bahasa dan sastra Indonesia, pengetahuan, sains, olah raga dan
kesehatan, Matematika, Pendidikan seni, pendidikan keterampilan, Bahasa inggris
( MTS dan MA ), kimia ( MA), Geografi ( MA), Biologi (MA), Fisika ( MA) dan
kimia (MA).
5.
Jenis-Jenis
Pendidikan Serta Pengajaran Islam
a.
Pesantren
klasik, semacam sekolah Swasta keagamaan yang menyediakan asrama, sejauh
mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada
pengajaran keagamaan serta pelaksanaan Ibadah.
b.
Madrasah Diniyah,
yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah Negeri
yang berusia 7 sampai 20 tahun.
c.
Madrasah-madrasah
Swasta, yaitu pesantren yang dikelola secara modern, yang bersamaan dengan
pengajaran Agama juga diberikan pelajaran-pelajaran Umum.
d.
Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), yaitu sekolah Dasar negeri enam tahun, di mana
perbandingan umum kira-kira 1:2.
e.
Suatu
percobaan baru telah ditambahkan pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 6 tahun,
dengan menambahkan kursus selama 2 tahun, yang memberikan latihan ketrampilan
sederhana.
f.
Pendidikan Teologi
agama tertinggi. Pada tingkat Universitas diberikan sejak tahun 1960 pada IAIN.
IAIN ini dimulai dengan dua bagian / dua fakultas di Yogyakarta dan dua
fakultas di Jakarta.
C.
Hukum
Dan Politik Islam Pada Masa Orde Baru
Meskipun
kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum Nasional tidak begitu
tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap terus
dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang Menteri Agama
dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan Rancangan Undang-undang Perkawinan umat
Islam dengan dukungan kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR. Meskipun gagal, upaya
ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan hukum formil yang mengatur
lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya ini kemudian membuahkan
hasil dengan lahirnya UU No.14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah
satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah Agung. Dengan UU ini, Maka dengan
sendirinya menurut Hazairin, hukum Islam telah berlaku secara langsung sebagai
hukum yang berdiri sendiri.
Penegasan
terhadap berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika UU no. 14 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama ditetapkan. Hal ini kemudian disusul dengan usaha-usaha
intensif untuk mengompilasikan hukum Islam di bidang-bidang tertentu. Dan upaya
ini membuahkan hasil saat pada bulan Februari 1988, Soeharto sebagai presiden
menerima hasil kompilasi itu, dan menginstruksikan penyebarluasannya kepada
Menteri Agama.
Pada
masa Orde Baru, umat Islam semakin termajinalkan karena dianggap tidak
mendukung pembaharuan yang digulirkan oleh pemerintah, sehingga pemerintahan di
kuasai oleh orang-orang Nasionalis, dan partai-partai Islam tidak diberikan
kebebasan untuk berkembang. Bahkan pemerintah hanya mengizinkan adanya tiga
partai, yaitu wakil partai Islam, wakil partai Nasionalis dan Golongan Karya
yang berada dibawah kendali pemerintahan Orde Baru.
Islam
mulai memasuki wilayah politik Indonesia sejak pertama kali negara Indonesia mengadakan
pemilihan umum (pemilu). Dengan cara membuat suatu wadah, yaitu mendirikan
partai politik. Pada waktu itu partai yang berasaskan Islam yaitu ada dua pertama, Partai
Masyumi dan Partai NU. Melalui wadah ini umat Islam memainkan perannya sebagai
seorang politikus yang ingin menanamkan nilai-nilai Islam. Dalam tesis Harun
Nasution yang berjudul The Islamic State in Indonesia. The Rise of the
Ideology, the Movement for its Creation and the Theory of the Masjumi,beliau
mengemukakan bahwa ada perbedaan besar antara NU dan Masyumi. Kaum modernis di
dalam Masyumi pada umumnya mereka hendak membangun suatu masyarakat muslim dan
sebagai akibatnya mereka mengharapkan suatu negara Islam. Kelompok yang
diwakili NU lebih sering memperjuangkan suatu Negara sebagai langkah pertama
dan melalui negara Islam ini mereka hendak mewujudkan suatu masyarakat Islam
(hlm. 76-77). Suatu perbedaan lain adalah, bahwa ulama mendapat kedudukan yang
penting dalam organisasi negara konsep NU, sedangkan posisi mereka tidak begitu
menonjol dalam pemikiran kaum Masyumi (92).[18]
Setelah
jatuhnya Orde lama dan berganti Orde Baru, peran politik Islam dalam negara Indonesia
cenderung mengalami kemunduran. Disebabkan karena adanya usaha represif
terhadap partai politik yang berhaluan Islam, yang dilakukan oleh penguasa pada
waktu itu karena ketakutan akan kehilangan kekuasaannya. Selama kekuasaan Orde Baru
hanya ada tiga partai yang diakui dan boleh ikut dalam pemilu. Dan partai yang
berasas Islam pada waktu itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Adanya
usaha represif yang dilakukan oleh rezim Orde Baru, yang berkuasa selama
32 tahun, rupanya menimbulkan kekecewaan pada banyak pihak. Puncak dari
keramahan tersebut adalah dengan turunnya mahasiswa ke jalan dan menduduki
gedung DPR-MPR. Yang dimotori oleh mahasiswa UIN, UGM, dan UI. Dampak dari
demonstrasi tersebut membuat semakin memudarnya legitimasi politik rezim Orde Baru, sehingga pada tanggal 21 Mei 1998
presiden Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.[19]
Babak
baru dalam dunia perpolitikan di Indonesia dimulai. Pada pemilu yang
dilangsungkan tahun 1999, Organisasi Islam banyak mendirikan partai politik
yang berasaskan Islam dan atau berbasis umat Islam. Diantaranya: PPP, PAN, PKB,
PNU, PBB, PK sekarang PKS, dll. Pada masa itu simbol-simbol agama sangat
mewarnai kancah perpolitikan Indonesia. Simbol-simbol keagamaan yang
diekspresikan aparatur birokrasi, tentu memiliki makna sosial. Bisa jadi ia
merupakan representasi dari kesalehan dan kesadaran spiritual apparatus
birokrasi, tetapi juga bukan mustahil ia juga bisa berubah menjadi sumber
pengumpulan legitimasi.[20] Hasil dari pemilu tahun 1999
tersebut membawa Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden RI ke-4.
Sejak pemilu tahun 1999 sampai dengan
sekarang, umat Islam mulai kebingungan akan pilihan yang harus ia pegang.
Sebab, semuanya mengaku bernafas Islam dan mementingkan hak rakyat. Dalam tubuh
partai politik-pun banyak mengalami perebutan kepemimpinan dan atau pecah
menjadi beberapa partai. Perubahan setting politik pasca-Orde Baru tanpa
diduga memberi ruang bagi berkembangnya wacana penegakan Syariat Islam di Indonesia.[21] Seperti
yang telah dilakukan oleh Aceh, dan beberapa daerah yang menginginkan
penggunaan Syariat Islam.
KESIMPULAN
Berdasarkan
urain di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa arah peta perpolitikan suatu bangsa atau rezim tertentu berbanding lurus
dengan arah pendidikan bangsa atau rezim tersebut. Ini menunjukan bahwa
pendidikan merupakan salah satu alat pemerintah untuk mencapai tujuan Negara.
Pada
era Orde Baru, orientasi pemerintah dibawah kekukasaan Soeharto tertumpu pada
pelaksanaan pembanguna dalam berbagai aspek kehidupan, dan bertujuan terciptanya
masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan
Panscasila. Nampak jelas bahwa potret pendidikan di Indoensia pada masa Orde
Baru diorientsikan menuju cita-cita dan tujuan pemerintah tersebut yang
dibuktikan dengan muatan kurikulum yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
A. Zakki Fuad, Sejarah Pendidikan Islam, Surabaya: IAIN
Sunan Ampel, 2011.
Anderson,
Publik Policy Making: An Introduction, Arskal
Salim, Islam di Antara Dua Model Demokrasi, dalam: Wajah
Liberal Islam di Indonesia, Jakarta: TUK, 2002.
Drs. Khaerul Wahidin dan Drs. Taqiyuddin, Sejarah
Pendidikan Islam Umum & Indonesia, Cirebon: Biro penerbit
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Cirebon. 1996.
Fred
R. Von der Mehden, “Malaysia dan Indonesia”, Shireen T. Hunter (ed.) Politik
Kebangkitan Ikrar Nusa Bhakti, Berbagai
Faktor Penyebab Jatuhnya Presiden Soeharto, dalam Pers Dalam
“Revolusi Mei” Runtuhnya Sebuah Hegemoni, Dedy N. Hidayat, dkk.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.
R.
Hrair Dekmejian, Kebangkitan Islam: Katalisator, Kategori, dan
Konsekuensi, Politik Kebangkitan Islam: Keragaman dan kesatuan,
Shireen T. Hunter (ed.) Yogyakarta: Tiara Wacana Wacana, 2001.
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Depok:
Rajagrafindo Persada, 2013.
Sudirman, Pembaharuan Hukum Islam: Mempertimbangkan
Harun Nasution, dalam Refleksi Pembaharuan Pemikiran
Islam, Jakarta: LSAF, 1989.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Merevitalisasi
Pendidikan Pancasila sebagai Pemandu Reformasi, Surabaya, IAIN SA Press,
2011.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Merevitalisasi..
Yoyon
Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaruan Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2012.
Zainuddin Maliki, Agama Priyayi, Makna di tangan
Elite Penguasa, Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2004,