Negara dan Pendidikan Islam di Indonesia

NEGARA DAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

A.        Pendahuluan
Keberadaan pendidikan Islam di Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, pendidikan Islam diselenggarakan oleh masyarakat dengan mendirikan pesantren, sekolah dan tempat-tempat pedidikan dan latihan . Setelah merdeka, pendidikan Islam dengan ciri khasnya yang berbentuk madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah Republik di Indonesia. Dari beberapa dekade pemerintahan, seperti orde lama, orde baru hingga orde reformasi.
Pemerintahan pada masa orde lama yang dimaksudkan, adalah rentang waktu 1945 sampai dengan 1965, yang diberi tugas oleh UUD 1945 untuk mengusahakan agar terbentuknya suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat Nasional. Oleh karena itu, pemerintah orde lama, telah memberikan sumbangsih yang cukup signifikan terhadap perkembangan pendidikan Islam pada masa itu. Pasalnya, pemerintahan memandang bahwa, agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan pengembangan suatu Negara. Sehingga, terdapat beberapa usaha yang dilakukan pengelola Negara yang dalam hal ini adalah pemerintah yang di antaranya adalah dengan memberikan bantuan terhadap lembaga-lembaga pendidikan sebagaimana yang dianjurkan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) 27 Desember 1945.[1]
Hal tersebut diperkuat lagi dengan berbagai kebijakan pemerintah Republik Indonesia dalam Bidang Pendidikan Islam antara lain yaitu:
1.  Pada tanggal 17-8-1945 Indonesia merdeka. Tetapi musuh-musuh Indonesia tidak diam saja, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada bulan oktober 1945 para ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda/Sekutu.
2.  Pada tanggal 3 Januari 1946 dibentuk Departemen Agama, di mana tugasnya mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah umum dan mengurusi sekolah Agama, seperti pondok pesantren dan madrasah.
3.  Pada bulan desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua menteri, yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah Rakyat = Sekolah Dasar) sampai kelas VI.[2]
Hal tersebut dilajutkan pada masa berikutnya, yaitu asa orde baru, masa ini dimulai sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya peralihan kepresidenan, dari Presiden Soeharto ke Presiden Habibi pada 21 Mei 1998. Pada awal masa pemerintahan orde baru ini, kebijakan tentang pendidikan Islam yang dalam hal ini adalah lembaga madrasah, bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional, akan tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat otonom di bawah pengawasan menteri Agama.
Sehingga, pemerintah mengambil beberapa langkah untuk dilakukan, yang salah satunya adalah dikeluarkannya kebijakan pemerintah pada tahun 1967, yang berfungsi sebagai respons yang positif terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966. Dan pada dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaannya. Pemerintah kemudian menegaskan kembali tujuan dan cita-cita pendidikan Nasional dengan dikeluarkannya TAP MPR No.II/MPR/1988 dan UU Sistem Pendidikan Nasional, No. 2 tahun 1989.
Hal tersebut kemudian dilanjutkan lagi pada masa reformasi. Pada masa ini, pemerintah memberikan peluang yang lebih besar lagi pada lembaga pendidikan Islam. Pasalnya, lembaga pendidikan Islam pada masa ini mempunyai peran dan kedudukan yang sama dengan sekolah pada umumnya. Hal ini, kemudian diperkuat lagi dengan  ditetapkannya undang-undang tentang guru dan dosen pada tahun 2003 yang didalamnya juga telah membahas  pendidikan Islam.

B. Pandangan Negara terhadap Pendidikan Islam
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi, yang kekuasaannya meliputi politik, militer, ekonomi, sosial-budaya, hingga pengaturan dan pelaksanaan pendidikan. Semua yang menyangkut aktivitas masyarakat dalam suatu Negara tersebut, diatur dan ditetapkan oleh kepala Negara yang berada di wilayah tersebut.[3]  Negara adalah organisasi politik dari kekuasaan politik, sehingga Negara merupakan bentuk organisasi dari masyarakat atau kelompok masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan, dengan cara menyelenggarakan ketertiban dan menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama, termasuk didalamnya adalah unsur pendidikan.
Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung cukup lama, menurut penuturan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia, mereka masuk dengan damai, dengan melalui beberapa kultur, seperti perdagangan, perkawinan dan bahkan pendidikan.[4]
Pemaknaan dari pendidikan Islam itu sendiri, adalah kegiatan pengajaran dengan sasaran utamanya adalah untuk memberikan pengetahuan ke-Islaman dan menanamkan sikap hidup beragama kepada peserta didik.[5] Sedangan pengertian pendidikan Islam itu sendiri, menurut Athiyah al-Abbasyi berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah bukan hanya mengisi otak anak dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui. Akan tetapi untuk mendidik akhlak dan jiwa mereka, serta menanamkan rasa ke utamaan (fadilah), dan membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi dan mepersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur.[6]
 Di Indonesia sendiri, lembaga pendidikan Islam berkembang dengan berbagai macam ragam, yang di antaranya adalah Madrasah,[7]  Pesantren,[8] DayahRangkang, dan Surau dan lain sebagainya. Beberapa nama lembaga pendidikan tersebut, merupakan lembaga pendidikan yang dikenal di Negara Indonesia.[9] Terdapat banyak sekali kajian terkait dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut yang dilakukan oleh para kalangan sarjana. Terlepas dari perspektif yang ditawarkan dalam studi-studi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam merupakan khazanah Islam Indonesia, yang masing telah memainkan peranannya, dan mampu untuk memberikan kontribusi yang positif terhadap pelaksanaan kebijakan Negara. Untuk melaksanakan tugas pembetukan generasi yang berkualitas baik dan berkarakter, dan semua itu sesuai dengan karakteristik masing-masing lembaga pendidikan Islam tersebut.
Respon positif Negara, terhadap eksistensi lembaga pendidikan Islam, merupakan suatu peluang besar bagi para penyelenggara dan pelaksana lembaga pendidikan Islam, untuk dapat mengembangkan lembaga pendidikan Islam pada arah yang lebih baik, respon positif pemerintah, sebagaimana telah disepakatinya  SKB tiga menteri,[10] yang tujuannya adalah untuk mensejajarkan lembaga pendidikan Islam dengan lembaga pendidikan umum, dengan menawarkan porsi muatan kurikulum masing-masing 70% berisi muatan pelajaran umum, dan porsi 30% berisi muatan pelajaran agama. Walaupun demikian, problematika pengembangan lembaga pendidikan Islam masih cukup menuai beberapa persoalan yang kemudian menuntut pemerintah dan juga pengelola serta pelaksana pendidikan Islam itu sendiri, untuk lebih keras lagi berusaha untuk meminimalisir persoalan yang dihadapi oleh pendidikan Islam. Persoalan-persoalan yang muncul dalam pendidikan Islam tersebut diantaranya adalah:
1.      Pemahaman SKB tiga menteri tersebut yang hanya difahami secara simbolik oleh para pelaksana pendidikan Islam, sehingga 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama masih belum terlaksana dengan sepenuhnya,
2.      Banyak para lulusan madrasah yang tidak sesuai dengan yang di canangkan, mereka tidak mempunyai kompetensi yang bagus dalam bidang pelajaran umum dan juga dalam bidang agama, mereka hanya akan menjadi lulusan yang serba tanggung dan tidak menyeluruh.
Melihat persoalan yang demikian, maka pemerintah menawarkan solusi alternative yang lain, yaitu dengan merumuskan sekolah keagamaan yang kemudian dikenal dengan istilah (MAPK) atau Madrasah Aliyah Program Khusus. Selain itu, pemerintah juga menaruh perhatian yang khusus terhadap perkembangan lembaga pendidikan Islam. Hal tersebut diimplementasikan pemerintah dalam bentuk pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu pendidikan madrasah dalam konteks pendidikan Nasional. Terdapat beberapa hal yang dilakukan pemerintah yang diantaranya adalah dengan menyatakan:
1.      Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijazah sekolah umum yang setingkat,
2.      Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang stingkat lebih atas,
3.      Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[11]

C. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa
1. Pendidikan Islam pada Masa Orde Lama
Pendidikan Islam pada masa orde lama ini, jika merujuk kepada sejarah. Maka secara umum masih dapat dikatakan bahwa, keadaan pendidikan Islam masih belum mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah, dan pemerintah kurang sungguh-sungguh dari pemerintah. Hal tersebut tentunya disebabkan dominasi pergolakan politik antara pemerintah sebagai pengatur dan pelakana Negara dengan elit Islam. Sehingga menimbulkan saling kecurigaan antara pemerintah dengan elit Islam yang kemudian menyebabkan pemerntah merasa setengah hati untuk mengurusnya.
Namun berkat usaha para elit muslim yang berpandangan progresif, modern dan nasionalis, terutama oleh masyarakat muslim yang telah tersentuh oleh pendidikan dari Negara yang lebih maju, maka mereka melakukan komunikasi sehingga akhirnya visi, misi dan tujuan pendidikan Islam menjadi selaras dengan kebutuhan pemerintah. Akhirnya pemerintah membentuk lembaga pemerintah yang mengurusi bidang keagamaan dan pendidikan Agama beserta beberapa peraturan pemerintah terkait dengan hal tersebut.


2.    Pendidikan Islam pada Masa Orde Baru
Pada dasarnya seluruh kebijakan yang terlahir pada zaman orde baru, diarahkan untuk menopang kebijakan pembangunan dan stabilitas ekonomi kerakyatan Indonesia.  Namun pada kenyataannya, pendidikan Islam pada masa ode baru ini, sedikit demi sedikit, eksistensi lembaga pendidikan Islam mulai mendapatkan porsi yang lebih serius dari pemerintah.
Hal tersebut terlihat dari lahirnya SKB 3 menteri tersebut, sehingga antara lulusan pendidikan Islam dan lulusan lembaga pendidikan umum mempunyai hak yang sama. Kemudian yang kedua bisa dilihat dari terjadinya pembaharuan lembaga pendidikan Islam, yang dalam hal ini adalah madrasah dan pesantren dan lain sebagainya. Dan yang ketiga adalah adanya pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah kepada lembaga pendidikan Islam nonformal dan lain sebagainya.
3.    Pendidikan Islam pada Masa Reformasi
Keadaan lembaga pendidikan Islam pada masa reformasi menjadi lebih baik dari masa-masa sebelumnya. Hal tersebut dapat terlihat dari beberapa hal yang di antaranya adalah:
a.       Kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari system pendidikan nasional
b.      Kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan Islam
b.      Program wajib belajar Sembilan tahun
c.       Penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional
d.      Adanya kebijakan sertifikasi guru dan dosen yang berlaku kepada semua pelaksana pendidikan, baik negeri maupun swasta dan lain sebagainya.[12]

D. Kondisi Objektif Pendidikan Islam dan Masa Depannya di Indonesia
Prakatek pendidikan Islam di Indonesia ini sebagaimana dijelaskan di atas, mereka mengalami pasang surut dari waktu ke waktu, dari masa pemerintahan orde lama. Kemudian dilanjutkan pada periode masa orde baru, dan bahkan pada masa orde reformasi yang terjadi di akhir-akhir ini. Namun demikian, dalam perkembangan terakhir, relaitas lembaga pendidikan Islam menunjukkan kondisi wajah yang berbeda dari kondisi yang sebelumnya, salah satu indikatornya adalah jika dilihat dari sisi kuantitasnya yang semakin tahun, semakin mengalami penambahan jumlah kuantitas lembaga pendidikan Islam di Indonesia ini.
Hal tersebut, ditambah lagi dengan ditambahkannya mata pelajaran agama pada jenjang lembaga pendidikan umum. Bahkan bukan hanya itu, terdapat beberapa lembaga pendidikan umum yang mencanangkan dan memprogramkan pelaksanaan pondok kilat yang tujuannya adalah untuk lebih meningkatkan lagi pelaksanaan dan pemahaman para siswa terhadap pendidikan Islam. Strategi yang lain adalah dilaksanakannya penyempurnaan kurikulum pendidikan Agama secara terus menerus yang dilakukan oleh lembaga pendidikan umum. Sehingga pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah umum lebih porposional dan fungsional.[13]
Berpijak dari kondisi yang demikian, maka masa pendidikan Islam di Indonesia tersebut ditentukan oleh dua factor, yang di antaranya adalah factor Internal dan factor ekternal lembaga pendidikan Islam itu sendiri. Selain itu, isu demokratisasi lembaga pendidikan Islam juga dapat mempengaruhi masa depan pendidikan Islam di Indonesia. Dengan demikian, Negara yang dalam hal ini adalah pemerintah, mempunyai andil yang cukup kuat, bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam, agar mereka dapat memerankan perannya di dalam kancah Negara.

E.  Eksistensi Pendidikan Islam Sebagai Modal Pembangunan Nasional
Secara historis, eksistensi lembaga pendidikan Islam yang dalam hal ini adalah pesantren dan madrasah, hampir bersamaan dengan masuknya Islam ke Indonesia. Alasannya sangat sederhana. Islam, sebagai agama dakwah yang disebarkan secara efektif melalui proses transformasi ilmu dari para ulama kepada para masyarakat (tarbiyah wa ta’lim, atau ta’dib), dalam konteks ke Indonesiaan  maka tentu proses ini berlangsung melalui lembaga pendidikan pesantren.
Secara bahasa, pesantren tidak sepenuhnya merujuk pada kata dalam bahasa Arab.Sebutan untuk pelajar yang mencari ilmu, bukan murid seperti dalam tradisi sufi, thalib atau tilmidh seperti dalam bahasa Arab. Akan tetapi santri yang berasal dari bahasaSanskerta. San berarti orang baik, dan tra berarti yang suka menolong. Dan lembaga tempat belajar itu pun kemudian mengikuti akar kata santri dan menjadi pe-santri-an atau “pesantren”.
Jadi, ada empat ciri utama dalam pesantren pesantren terseut.yang Pertama, pondok harus berbentuk asrama. Kedua, kiai sebagai sentral figur yang berfungsi sebagai guru, pendidik, dan pembimbing.Ketiga, masjid sebagai pusat kegiatan. Dan keempat, materi yang diajarkan tidak terbatas kepada kitab kuning saja. Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Penulis Peneliti di Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSIST), dengan catur-pusat inilah, pendidikan pesantren berfungsi sebagai “melting pot”, yaitu tempat untuk mengolah potensi-potensi dalam diri santri agar dapat berproses menjadi manusia seutuhnya (insan kamil).
Dengan demikian, karakter pendidikan pesantren bersifatholistik. Artinya, seluruh potensi pikir dan zikir, rasa dan karsa, jiwa dan raga dikembangkan melalui berbagai media pendidikan yang terbentuk dalam suatu komunitas yang sengaja didesain secara integral untuk tujuan pendidikan. Di tengah gencarnya kampanye pendidikan berkarakter, pesantren justru sejak dari awal sudah menerapkannya. Tujuan pendidikan pesantren seperti halnya tujuan kehidupan manusia di dunia ini, yang di antaranya adalah santri tidak hanya disiapkan untuk mengejar kehidupan dunia, akan tetapi juga mempersiapkan kehidupan di akhirat.
Di sisi lain, saat ini sedang banyak dikembangkan sekolah-sekolah yang diberi label Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Akan tetapi jika kita melihatnya lebih dekat, sekolah-sekolah dengan label internasional tersebut hanyalah sekolah yang bertarif mahal (internasional), dan bukan sekolah yang berbahasa Inggris. Sekolah berstandar internasional yang sedang dirintis pemerintah juga dievaluasi dengan ujian nasional.
Jika Anda ingin melihat sekolah berstandar internasional. Eksistensi Pondok Modern Gontor adalah salah satu bukti konkretnya. Tidak hanya santri wajib berbahasa Arab dan Inggris, Gontor juga mampu menarik siswa dari luar Negeri, seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Brunai Darussalam, Jepang, Amerika Serikat, Australia, dan berbagai Negara lainnya. Inilah sekolah bertaraf internasional, walaupun tanpa label sekolah internasional.
Bahkan, jauh sebelum Indonesia merdeka, dan jauh sebelum sistem pendidikannya mapan, pesantren dan para alumni-alumninya telah banyak berperan baik di nusantara, maupun kancah dunia. Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-19, tercatat nama-nama sekaliber Nuruddin Ar-Raniri, Hamzah al-Fansuri, Abdul Rauf al-Sinkili, Syekh Yusuf al-Makassari, Abdussamad al-Falimbani, Khatib Minangkabawi, Nawawi al-Bantani, Muhammad Arsyad al-Banjari, dan lain-lain. Sosok-sosok alumni pesantren dan Timur-Tengah ini telah melahirkan karya-karya besar di bidang fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf. Citra intelektual dan ekspansi karya sosok-sosok ini bukan hanya sebatas taraf domestik nusantara, tapi juga sampai diakui di kawasan Timur Tengah dan Afrika.
Contoh kongkrit tersebut, hanyalah segelintir tokoh pelaksana lembaga pendidikan Islam, sehingga dengan demikian, kehadiran dan eksistensi lembaga pendidikan Islam tersebut adalah modal yang dapat dijadikan bahan bagi pelaksanaan dan pengembangan lembaga Negera yang bertugas untuk mencetak kader bangsa yang lebih baik dan lebih berkualitas, sehingga dengan demikian, Negara menjadi lebih baik.

F. Kesimpulan
Sejarah Islam yang sudah berjalan lebih dari lima belas abad lamanya telah memberikan kontribusi dan meninggalkan napak tilas kesejarahan yang mampu dijadikan potret wajah kondisi pendidikan Islam yang sebenarnya, sejarah bukan hanya menggambarkan realitas kanyataan yang telah terjadi dimasa yang sebelumnya, melainkan juga berfungsi sebagai pemandu bagi generasi yang selanjutnya, agar mereka mampu untuk menjadikan pijakan yang lebih baik dari sebelumnya.
Pendidikan Islam di Indonesia, pada dasarnya telah terbentuk seiring dengan datanganya Agama Islam di bumi nusantara ini, karena salah satu penyebaran Islam di negeri ini adalah salah satunya melalui dunia pendidikan, disamping melalui jalur perdagangan dan perkawinan dengan para putri penguasa atau para raja. Peran dan kiprah pendidikan Islam dalam merebut dan menyatukan bumi nusantara ini menjadi suatu Negara yang saat ini bernama Indonesia tentunya sangatlah banyak. Tidak hanya sampai disitu, kiprah pendidikan Islam dalam mengisi kemerdekaan ini juga masih tetap menunjukkan peranannya.
Sehingga dengan demikian, dalam makalah ini, penulis sedikit menyingkap sejarah pendidikan Islam pada masa orde lama, orde baru dan bahkan pada masa orde reformasi saat ini. Negara mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam mengatur dan menjalankan roda pemerintahan, termasuk juga dalam dunia pendidikan Islam. Sehingga, kondisi pendidikan Islam dari masa kemasa mempunyai kedudukan dan bahkan porsi yang sangat berbeda dari pemerintah, yang kemudian akhrinya berimplikasi terhadap hasil dari pelaksanaan pendidikan tersebut.
Daftar Pustaka

Abbasyi (al), Athiyah. Dasar-dasar Pokok Pemikiran Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana, 2011.
Basah, Sjacrhan. Ilmu Negara -Pengantar,Metode dan Sejarah Perkembangan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007.
Bisri (al), Abid., Munawwir A Fatah, Kamus Al-Bisri, Indonesia-Arab, Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 1999.
Chultsum, Umi., Windy Novita, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Kasiko, 2006.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam- dalam Sistem Pendidikan Nasonal di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.
Maksum. Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Wacana Ilmu, 1999.
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Logos wacana Ilmu, 2001.
Subhan, Arief. Lembaga Pendidikan Islam Abad ke-20; Pergumulan antara Modernisasi dan Identitas. Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2012.
Tim penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Blaipustaka, 2000.
Wahjoetomo. Pesantren. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Zubaedi. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren, Kontribusi Fiqih Sosial Kiai Sahal Mahfudh dalam Perubahan Nilai-nilai Pesantren. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.




Postingan terkait: