Strategi dan Petunjuk Inovasi Pendidikan Agama Islam

Strategi dan Petunjuk Inovasi
Pendidikan Agama Islam

PENDAHULUAN
Proses pendidikan yang terus dinamis pastilah membutuhkan inovasi. Shingga inovasi sangatlah penting dalam pendidikan. Proses pendidikan yang merupakan interaksi antara komponen pendidikan, baik komponen manusiawi maupun komponen lainya seperti media maupun metode, akan terus berlangsung secara komunikatif. Artinya interaksi dalam proses pendidikan - pemebeljaran di dalam kelas maupun diluar kelas- akan saling memberikan pesan. Pesan yang disampaikan oleh kedua pihak – pendidikan maupun peserta didik – itu menuntuk penyesuaian diri masing-masing. Penyesuaian atau adaptasi kadang tidak cukup. Karena adaptasi cenderung pasif, sedangkan inovasi menunjukkan aktifitas yang tinggi. Karena dunia pendidikan yang demikian maka kembali dikatakan bahwa inovasi sangatlah pending.
Namun, meskipun uraian di atas telah menggambarkan bahwa inovasi memiliki posisi yang sangat urgen dalam menjadi efektifitas dan efisiensi proses pendidikan, inovasi tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Bahkan sebuah proses inovasi tidak akan memberikan makna lebih dari sekedar dilakukannya sebuah inovasi, karena inovasi tersebut memilih strategi yang salah. Perlunya strategi dalam inovasi agar pelaksanaan inovasi yang direncanakan dapat terlaksana secara efektif dan efisien sebagaimana yang diinginkan.
Inovasi harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan persiapan yang matang. Di antara hal penting dalam inovasi adalah pemilihan strategi yang efektif. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis akan menjelaskan strategi dan petunjuk dalam inovasi pembelajaran PAI di sekolah / madrasah. Strategi dalam inovasi yang dijelaskan antara lain strategi fasiliatif, strategi edukatif, strategi persuasif dan strategi power.
PEMBAHASAN
A.    STRATEGI INOVASI PENDIDIKAN
1.      Pengertian Strategi Inovasi Pendidikan
Sebelum kita mendalami strategi inovasi PAI maka penting didahului dengan memahami pengertian strategi inovasi PAI. Strategi secara umum mempunyai pengertian sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[1]  Dalam pengertian ini strategi dipandang sebagai suatu panduan umum yang dijadikan dasar oleh suatu pihak dalam usahanya mencapai tujuan tertentu. Sedangkan invosi adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang, kejadian, metode yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau kelompok (masyarakat).[2] Jadi inovasi dalam pengertian ini berkaitan dengan hal-hal yang baru baik berupa ide, barang, kejadian, metode dan lain sebagainya yang diperoleh dari hasil pengamatan atas seseorang maupun kelompok masyarakat.
Dari pengertian di atas, maka menurut penulis, strategi inovasi pendidikan dapat diberikan pengertian ialah panduan umum yang dibutuhkan dalam melakukan pembaharuan atau untuk menemukan hal-hal baru dalam pendidikan. Karena dalam hal ini menyangkut pendidikan agama Islam, maka untuk menghasilkan hal-hal yang baru dalam pembelajaran PAI di sekolah ataupun perguruan tinggi perlu disusun langkah-langkah tertentu sehingga dapat mempermudah untuk memperoleh ide, barang, kejadian atau peristiwa baru yang dapat dipergunakan untuk mempermudah dalam proses pembelajaran PAI di sekolah maupun perguruan tinggi.
2.      Macam – Macam Strategi Inovasi
Setelah dikemukakan pengertian strategi inovasi sebagaimana telah diuraikan di atas, penulis akan melanjutkan pembahasan tentang macam-macam strategi inovasi. Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan pendapat Zaltman yang dikutip oleh Sa’ud, bahwasanya terdapat empat strategi inovasi yaitu : fasiliatatif (facilitative), strategi pendidikan (educative), strategi bujukan (persuasive) dan strategi paksaan (power).[3]

FACILITATIVE

EDUCATIVE

PERSUASIVE

POWER
 







Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut
1.      Strategi Fasilitatif (Facilitative Strategies)
Strategi fasilitatif dapat diartikan bahwa untuk mencapai tujuan perubahan sosial yang telah ditentukan, diutamakan penyediaan fasilitas dengan maksud agar program perubahan sosial akan berjalan dengan mudah dan lancar.[4] Pendapat ini menekankan pada ketersediaan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dalam sebuah rancangan peruabahan (inovasi) yang diinginkan. Fasilitas atau sarana menurut pendapat ini sangatlah menentukan, karena dengan tersedianya sarana – utamanya sarana umum / fasilitas umu – akan mendorong setiap anggota masyarakat untuk berubah, atau merencanakan sebuah perubahan, atau paling tidak menerima sebuah gagasan perubahan.
Srategi fasilitatif ini akan dapat dilaksanakan dengan tepat jika diperhatikan hal-hal sebagai berikut.[5]
a.       Strategi fasilitatif dapat digunakan dengan tepat jika sasaran perubahan (klien)
1)      Mengenal masalah yang dihadapi serta menyadari perlunya mencari target perubahan (tujuan).
2)      Merasa perlu adanya perubahan dan perbaikan.
3)      Bersedia menerima bantuan dari luar dirinya.
4)      Memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam usaha merubah atau memperbaiki dirinya.
b.      Sebaiknya strategi fasilitatif dilaksanakan dengan disertai program menimbulkan kesadaran para klien atas tersedianya fasilitas atau tenaga bantuan yang diperlukan.
c.       Strategi fasilitatif tepat juga digunakan sebagai konpensasi motivasi yang rendah terhadap usaha perubahan sosial.
d.      Menyediakan berbagai fasilitas akan sangat bermanfaat bagi usaha perbaikan sosial jika klien menghendaki berbagai macam kebutuhan untuk memenuhi tuntutan perubahan yang sesuai diharapkan.
e.       Penggunaan strategi fasilitatif dapat juga dengan cara menciptakan peran yang baru dalam masyarakat. Jika ternyata peran yang sudah ada di masyarakat tidak sesuai dengan penggunaan sumber atau fasilitas yang diperlukan.
f.        Usaha perubahan dengan menyediakan berbagai fasilitas akan lebih lancar pelaksanaannya jika pusat kegiatan organisasi pelaksana perubahan sosial, berada dilokasi tempat tinggal sasaran (klien).
g.      Strategi fasilitatif dengan menyediakan dana serta tenaga akan sangat diperlukan jika klien tidak dapat melanjutkan usaha perubahan sosial karena kekurangan sumber dana dan tenaga.    
h.      Perbedaan sub bagian dalam klien akan menyebabkan perbedaan fasilitas yang diperlukan untuk pekenaan perubahan tertentu pada waktu tertentu.
Selain dijelaskan di atas tentang strategi fasilitatif dapat menjadi alternatif pilihan untuk merancang sebuah perubahan sosial, berikut ini akan dijelaskan tidak efektif jika :
a.       digunakan pada kondisi sasaran perubahan yang sangat kurang untuk menentang adanya perubahan sosial.
b.      perubahan diharapkan berjalan dengan cepat, serta sikap terbuka dari klien untuk menerima perubahan.[6]
2.      Strategi Pendidikan (Re-Educative Strategies)
Pendidikan merupakan proses transformasi. Dalam proses pendidikan terjadi penyampaian informasi-informasi terhadap masayarakat dengan tujuan tertentu. Dengan demikian pendidikan memiliki perannya tersediri dalam sebuah lingkungan masyarakat. Pendidikan dapat menjadi sebuah alat di dalam melakukan perubahan pada suatu lingkungan sosial tertentu. Menurut Zaltman dan Duncan, perubahan sosial didefinisikan sebagai pendidikan atau pengajaran kembali (re-education).[7]
Menurut Sa’ud, Zaltman dan Duncan, menggunakan isitlah “re-uducation” dengan alasan bahwa dengan menggunakan strategi ini mungkin seseorang harus belajar lagi tentang sesuatu yang dilupakan yang sebenarnya telah dipelajarinya sebelum mempelajari tingkah laku atau sikap yang baru.[8] Dalam dunia pendidikan istilah belajar sepanjang hayat bukan sekedar idom saja tanpa arti. Melainkan memiliki makna filosofi yang sangat dalam yakni pendidikan berpandangan bahwa setiap orang akan terus mengalami proses pendidikan semasa kehidupannya. Dengan demikian pengetahuan akan terus diperoleh – baik pengetahuan baru, maupun pengetahuan lama yang telah terlupakan – yang akan menggiring seseorang untuk melakukan perubahan-perubahan.
Agar penggunaan strategi pendidkan dapat berlangsung secara efektif, perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :[9]
1.    Strategi pendidikan  akan dapat digunakan secara tepat dalam kondisi dan situasi sbb
a.       Apabila perubahan sosial yang diinginkan, tidak harus terjadi dalam waktu yang singkat (tidak ingin segera berubah)
b.      Apabila sasaran perubahan (klien) belum memiliki keterampilan atau pengetahuan tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan program perubahan sosial.
c.       Apabila menurut perkiraan akan terjadi penolakan yang kuat oleh klien terhadap perubahan yang diharapkan.
d.       Apabila dikehendaki perubahan yang sifatnya mendasar dari pola tingkah laku yang sudah ada ke tingkah laku yang baru.
e.        Apabila alasan atau latar belakang perlunya perubahan telah diketahui dan dimengerti atas dasar sudut pandang klien sendiri, serta diperlukan adanya control dari klien.
2.    Strategi Pendidikan untuk melaksanakan program perubahan akan efektif jika:
a.       Digunakan untuk menanamkan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai untuk digunakan sebagai dasar tindakan selanjutnya dengan tujuan perubahan social yang akan dicapai.
b.      Disertai dengan keterlibatan berbagai pihak misalnya dengan adanya sumbangan, dana, donator, serta berbagai penunjang yang lain.
c.       Digunakan untuk menjaga agar klien tidak menolak perubahan atau kembali ke keadaan sebelumnya.
d.      Digunakan untuk menanamkan pengertian tentang hubungan antara gejala dan masalah, menyadarkan adanya masalah dan memantapkan bahwa masalah yang dihadapi dapat dipecahkan dengan adanya perubahan.
Selain penting untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan demi efektifitasnya strategi pendidikan dalam inovasi, penting juga untuk memperhatikan hal-hal berikut ini yang dapat berakibat negatif atau tidak efektifnya strategi pendidikan dalam sebuah proses inovasi. Hal terebut antara lain:[10]
a.    Tidak tersedia sumber yang cukup untuk menunjang kegiatan pendidikan
b.    Digunakan dengan tanpa dilengkapi dengan strategi yang lain.
3.      Strategi Bujukan ( Persuasive Strategies)
Menurut Sa’ud, program perubahan social dengan menggunakan strategi bujukan, artinya untuk mencapai tujuan perubahan social dengan cara membujuk (merayu) agar sasaran perubahan (klien), mau mengikuti perubahan sosial yang direncanakan. Sasaran perubahan diajak untuk mengikuti perubahan dengan cara memberikan alasan, mendorong atau mengajak untuk mengikuti contoh yang diberikan.[11] Walaupun strategi ini mengedepankan komunikasi intensif dalam mengajak orang lain dalam sebuah proses perubahan, namun dengan strategi ini bukan berarti seorang inivator bebas nilai dalam menyampaikan bujukannya, karena batas-batas etika-moral sosial tetap berlaku. Ditambahkan pula, bahwa srategi bujukan dapat berhasil berdasarkan alasan yang rasional, pemberian fakta yang akurat, tetapi mungkin juga justru dengan fakta yang salah sama sekali (rayuan gombal).[12] Selanjutnya, menurut Sa’ud, untuk berhasilnya penggunaan strategi bujukan perlu mempertimbangkan hal-hal  sebagai berikut :[13]
a.       Srategi bujukan tepat digunakan bila klien (sasaran perubahan):
1)      Tidak berpartisipasi dalam proses perubahan sosial.
2)      Berada pada tahap evaliasi atau legimitasindalam proses pengambilan keputusan untuk menerima atau menerima atau menolak perubahan sosial.
3)      Diajak untuk mengalokasikan sumber penunjang perubahan dari suatu kegiatan atau program  ke kegiatan atau program yang lain.
b.      Srategi bujukan tepat digunakan jika:
1)       Masalah dianggap kurang kurang penting atau jika cara pemecahan masalah kurfang efektif.
2)       Pelaksanaan program perubahan tidak memiliki alat kontrol secara langsung terhadap klien.
3)       Sebenarnya perubahan sosial sangat bermanfaat tetapi menganggap mengandung suatu resiko yang dapat menimbulkan perpecahan.
4)       Perubahan tidak dapat dicobakan, sukar dimengerti, dan tidak dapat diamati kemanfaatannya secara langsung.
5)       Dimanfaatkan untuk melawan penolakan terhadap perubahan pada saat awal diperkenalkannya perubahan social yang diharapkan.
4.      Strategi Paksaan (Power Strategies)
Sa’ud berpendapat bahwa pelaksanaan program perubahan sosial dengan menggunakan strategi paksaan, artinya dengan cara memaksa klien (sasaran perubahan) untuk mencapai tujuan perubahan. Apa yang dipaksa merupakan bentuk dari hasil target yang diharapkan. Kemampuan untuk melaksanakan paksaan tergantung daripada hubungan kontrol antara pelaksanaan perubahan sasaran (klien).[14]  Strategi ini merupakan strategi dalam mendorong terciptanya inovasi dengan melibatkan kekuatan-kekutan yang dimiliki oleh seorang inovator. Kekuatan dapat berupa kekuatan fisik maupun non-fisik. Kekuatan fisik misalkan dapat memberikan tekanan secara materi kepada obyek inovasi. Kekuatan non-fisik dapat berupa tekanan-tekanan melalui sisi mental-psikis sasaran.
Selanjutnya Sa’ud mengatakan bahwa penggunaan strategi paksaan perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:[15]
a.       strategi paksaan dapat digunakan apabila partisipasiklien terhadap proses perubahan sosial rendah dan tidak mau meningkatkan partisipasinya.
b.      strategi paksaan juga tepat digunakan apabila klien tidak mau merasa perlu untuk berubah atau tidak menyadari perlunya perubahan sosial.
c.       strategi paksaan tidak efektif jika klien tidak memiliki sarana penunjang untuk mengusahakan perubahan dan pelaksanaan perubahan juga tidak mampu mengadakannya.
d.      strategi paksaan tepat digunakan jika perubahan sosial yang yang diharapkan harus terwujud dalam waktu yang singkat. Artinya tujuan perubahan harus segera tercapai.
e.       strategi paksaan juga tepat dipakai untuk menghadapi usaha penolakan terhadap perubahan sosial atau untuk cepat mengadakan perubahan sosial sebelum usaha penolakan terhadapnya bergerak.
f.        strategi paksaan dapat digunakan jika klien sukar untuk mau menerima perubahan sosial artinya sukar dipengaruhi.
g.      strategi paksaan dapat juga digunakan untuk menjamin keamanan percobaan perubahan sosial yang telah direncana.
B.     PETUNJUK PENERAPAN INOVASI PENDIDIKAN
Menurut J. Loyd Trum dan William Geogiades, sebagai dijelaskan oleh Sa’ud, petunjuk penerapan inovasi pada suatu sekolah dapat diuraikan sebagai berikut :[16]
1.      Buatlah rumusan yang jelas tentang inovasi yang akan diterapkan.
2.      Gunakan metode atau cara yang memberi kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha merubah pribadi maupun sekolah.
3.      Gunakan berbagai macam alternative pilihan (option) untuk mempermudah penerapan inovasi.
4.      Gunakan data atau informasi yang sudah ada untuk bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan dan penerapan inovasi.
5.      Gunakan tambahan data untuk mempermudah fasilitas terjadinya penerapan inovasi.
6.      Gunakan kemanfaatan dari pengalaman sekolah atau lembaga yang lain
7.      Berbuatlah secara positif untuk mendapatkan kepercayaan
8.      Menerima tanggung jawab pribadi
9.      Usahakan adanya pengorganisasian kegiatan yang memungkinkan terjadinya kepemimpinan yang efektif.
10.  Mencari jawaban atas beberapa pertanyaan dasar tentang inovasi di sekolah
Dalam uraian petunjuk di atas, dapat dipahami bahwa inovasi dalam pendidikan akan dapat berjalan secara efektif apabila inovator telah memiliki langkah-langkah atau prosedur yang sistematis. Karena dalam hal inovasi menuntut keterlibatan aktif semua pihak dalam sebuah sistem manajemen yang stabil.
C.    Implementasi Strategi Inovasi dalam Pembelajaran PAI di Sekolah/Madrasah
Inovasi dalam pendidikan bukanlah suatu yang baru. Inovasi pendidikan secara terus menerus berlangsung. Inovasi pendidikan memiliki ruang lingkup yang sangat luas, karena inovasi dalam pendidikan bukan hanya dalam hal pembelajaran, melainkan juga menyangkut hulu pendidikan – kebijakan pendidikan nasional – hingga hilir dunia pendidikan – pembelajaran di dalam kelas. Sebagaimana dikatakan oleh Darmawan, bahwa pada tataran kebijakan, prosedur strategis dalam melakukan inovasi di bidang pendidikan sangatlah kompleks, mulai dari kajian terhadap perundang-undangan, peraturan pemerintah, sampai dengan peraturan daerah bahkan peraturan dan kebijakan di tingkat lembaga pendidikan seperti persekolah sudah sering dilakukan.[17] Produk dari inovasi pendidikan juga tidak sedikit di era sekarang, baik berupa metode pembelajaran, bahan ajar dan desain sistem pembelajaran (DSP). Desain Sistem Pembelajaran adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisasisan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelaran,[18] dan masih banyak lagi yang lain.
Untuk mengimplementasikan strategi inovasi pendidikan sebagaimana diuraikan di atas dalam pembelajaran PAI di sekolah / madrasah, maka - menurut penulis – dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.       Strategi fasilitatif. Strategi ini harus menjadi salah satu opsi bagi pengelola pendidikan dalam membangkitkan semangat inovasi dari guru PAI di sekolah / madrasah. Inovasi di sini tidak dapat dibatasi, karena inovasi dalam pembelajaran PAI memuat banyak hal, di antaranya metode, media, strategi, sistem penilaian hingga desain pembelajaran.
Strategi fasilitatif diimplementasikan oleh sekolah / madrasah dengan menyediakan sarana/prasaran pembelajaran yang memadai, meliputi : 1. sumber belajar seperti (a) buku teks wajib, (b) buku teks pengayaan, dan (c) buku-buku teks pendukung. 2. Media pembelajaran seperti (a) LCD proyektor, (b) jaringan internet, (c) alat-alat laboratorium. 3. Alat peraga seperti (a) gambar, (b) torso.  4. Maupun fasilitas belajar yang lain seperti tempat ibadah dan audio. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok dan tambahan dalam pembelajaran akan dapat mendorong guru / pendidik PAI di sekolah / madrasah melakukan terobosan baru guna meningkatkan kinerjanya sehingga kualitas pembelajaran juga akan meningkat
b.      Strategi pendidikan. Strategi ini dapat diimplementasikan dengan cara sekolah / madrasah rajin dan rutin mengadakan workshop-workshop pengembangan kompetensi guru maupun kurikulum. Dengan workshop para guru akan terus dapat meng-up date pengetahuannya terkait tugas pokoknya dalam pembelajaran PAI. Workshop juga dapat menjadi ajang penggalian potensi guru yang selama ini belum tergali secara optimal, serta ide-ide menarik untuk dilakukan uji coba dalam pembelajaran.
c.       Strategi bujukan. Strategi yang ini harus dilakukan oleh pimpinan sekolah / madrasah dengan cara selalu berkomunikasi dengan terhadap guru PAI serta memotivasi mereka. Tentunya pendekatan ini harus dapat meningkatkan kesadaran guru PAI bahwa pembaharuan dalam pembelajaran harus dilakukan. Hal itu karena proses pembelajaran yang dialami oleh seluruh siswa sebagai bagian dari lingkungan sosial masyarakat harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Di zaman sekarang para siswa mudah mendapatkan informasi dari berbagai sumber, sehingga guru harus dapat mengimbanginya. Serta pula bahwa yang dilakukan guru dalam memperbaharui sismtem pembelajaran di sekolah / madrasah bukan sesuatu yang sia-sia yang akan berdampak positif baik bagi diri siswa maupun diri guru sendiri.
d.      Strategi paksaan. Manakala ketiga strategi di depan – fasilitatif, pendidikan dan bujukan telah dilakukan lengkap oleh seorang kepala sekolah / madrasah, namun belum menghasilkan inovasi dari para guru PAI, maka kepala sekolah / madrasah dapat melanjutkan dengan menerapkan strategi paksaan. Strategi ini dilakukan dengan cara memberikan alternatif pilihan kepada guru. Alternatifnya adalah jika guru PAI masih belum mau menyesuaikan diri dengan inovasi di sekolah / madrasah maka tentunya guru yang bersangkutan diberi pilihan apakah akan tetap pada posisinya atau memilih pindah. Jika memilih tetap pada posisinya sebagai guru PAI maka harus dapat beradaptasi dengan inovasi, jika tidak dengan sangat terpaksa guru tersebut harus digeser dari posisinya pada posisi yang tidak akan berakibat negatif terhadap inovasi itu sendiri.
Sebelum uraian ini ditutup, perlu penuliskan tegaskan bahwa strtegi inovasi dalam pembelajaran PAI di sekolah / madrasah dapat dilakukan dengan menerapkan seluruh strategi di atas. Artinya, seorang pimpinan / pelaksana pendidikan / pembelajaran PAI di sekolah / madrasah harus menerapkan empat strategi tersebut secara simultan dan berkesinambungan, dari strategi fasilitatitf, kemudian strategi pendidikan, kemudian strategi bujukan dan terakhir strategi kekuasaan. Dengan demikian barulah inovasi dalam pembelajaran akan terus berjalan dan dapat bersinergi dengan perubahan-perubahan yang lain di sekolah / madrasah. Strategi inovasi tidak dapat dipecah dengan arti hanya akan dilaksanakan sebagian saja, sebab di antara kelengkapan fasilitas dan kekuasaan yang dimiliki oleh pimpinan sekolah / madrasah adalah satu kesatuan yang utuh.
PENUTUP
Strategi inovasi pendidikan meliputi strategi fasilitatif, strategi pendidikan, strategi bujukan dan strategi paksaan. Masing-masing strategi memiliki kelebihan dan kekurangan, namun demikian strategi inovasi tersebut dapat lebih efektif jika dilaksanakan secara komferhensif. Tidak hanya satu strategi yang dipilih melainkan seluruh strategi tersebut dirancang untuk diimplementasikan secara serempak.
Dalam pembelajaran PAI, keempat macam strategi itu jika diterapkan dengan baik, akan da[at menghasilkan suatu inovasi pembelajaran PAI yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kualitas pembelajaran serta hasilnya. Efektifitas suatu strategi inovasi dangat ditentukan oleh pimpinan sekolah / madrasah.


DAFTAR BACAAN
Apriningsih, Nova S dan Indah Hippy, Metode Pendidikan Dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2003.
Arifin, Zainal, Konsep Dan Model Pengembangan Kurikulum Konsep, Teori, Prinsip, Prosedur, Komponen, Pendekatan, Model, Evaluasi Dan Inovasi. Bandung: Remaja Rosada Karya, 2011.
Badudu, J. S., Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Buku Kompas, 2009.
Darmawan, Deni, Inovasi Pendidikan: Pendekatan Praktik Teknologi Multimedian dan Pembeljaran Online. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.

Darwis, H.M Hud, Hasan Bashri, Maftuchin Abbas, Muntaha Azhari Al-Hafidz, Cakrawala Ilmu Dalam Al-Qura. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Ds, Rendro (Editor), Beyond Borders: Comunication Modernity And History, Reserch Conference.  Dalam Bahasa Indonesia, 2010.
Haris, Abd., dan Sholehuddin (ed), Inovasi Pendidikan dan Pembelajaran: erajut Asa Pendiidkan Islam di Tengah Kontestasi dalam Sistem Pendidikan Nasional. Surabaya: Imtiyaz, 2015.
Ibrahim, Inovasi Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga dan Kependidika, Ditjen Dikti Depdikbud, 1989.
Morrish, Ivor, Aspectc of Change. London: George Allen & Unwin, 1978.
Mulyasa, E.  Kurikulum Tingkat Satruan Pendidikan; Suatu Panduan Praktis. Bandung : Remaja Rosada Karya, 2009.
Muchlis, Mansur, Standar Nasional Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan ; pemahaman dan pengembangan; pedoman bagi pengelola pendidikan  dan pegawai sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Nurudin, Sistem Komunikasi Di Indonesia. Jakarta :Rajawali Pers, 2002
Rusman, Managemen kurikulum, seri Managemen seri bermutu, Bandung raja Grafindo Persada, 2010.
Ruswandi, Uus  dan  Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru. Bandung: Cv.Insan Mandiri, 2010.
                        Heris Hermawan, Landassan Pendidikan, Bandung: Insan Mandiri, 2011.
Sa’ud, Udin Syaifudin, Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009.
Saydam, Gouzali. Kamus Istilah Telekomunikasi. Djambatan, 2000.
Sujanto,  Sedji, Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Sagung Seto, 2007.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosada Karya, 2011.
Syaputra, Iswandi, Komunikasi Profentik; Konsep Dan Praktikdengan Pendekatan. Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2011.
Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan, Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bag Ke 3; Pendidikan Disiplin Ilmu, Bandung, Fakultas Ilmu Pendidikan; Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.
Tim Penyusun, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 beserta Penjelasannya  Dilengkapi Perundang-Undangan Yang Terkait. Bandung: Nuansa Aulia, 2008.
Tim Pengembang,  Mkdk Kurikulum Dan Pembelajaran. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jurusan Kurikulum Dan Teknologi Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, 2002.
Umaedi Dkk, Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka, 2011.
Wahyudin, Dinn, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka, 2009.

Postingan terkait: