MEMADUKAN DUA MODEL PENELITIAN KUANTITATIF DAN
KUALITATIF
PENDAHULUAN
Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah
tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah.[1]
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan penelitian atau riset (research). Research
diartikan sebagai kegiatan mengungkap atau membuka pengetahuan, karena
pengetahuan dianggap sudah ada dan atau tersembunyi di alam yang hanya memerlukan
pengungkapannya.[2]
Penelitian bisa juga diartikan sebagai semua kegiatan pencarian, penyelidikan,
dan percobaan secara ilmiah dalam suatu bidang tertentu untuk mendapatkan
fakta-fakta atau prinsip-prinsip baru yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian
baru dan menaikkan tingkat ilmu dan teknologi.[3]
Di awal pertumbuhan ilmu-ilmu sosial sudah dikenal ada dua mazhab
penelitian sosial, yaitu: penelitian sosial yang menggunakan pendekatan
kuantitatif dan penelitian sosial yang menggunakan pendekatan kualitatif.
Pendekatan penelitian kuantitatif lahir dan berkembang biak dari
tradisi (main strem) ilmu-ilmu sosial Perancis dan Inggris yang kental
dipengaruhi oleh tradisi ilmu-ilmu kealaman (natural science).ia kental
diwarnai oleh aliran filsafat materialisme, realisme, naturalisme, empirisme,
dan positivisme.
Sedangkan pendekatan penelitian kualitatif kahir dan berkembang
biak dari tradisi ilmu-ilmu sosial Jerman yang sarat diwarnai pemikiran
filsafat ala platonik sebagaimana yang kental tercermin pada pemikiran Kant
maupun Hegel. Ia kental diwarnai oleh aliran filsafat idealisme, rasionalisme,
humanisme, fenomenologisme, dan interpretivisme. Dari sinilah lahir pendekatan
penelitian kualitatif sebagai cara yang andal dan relevan untuk bisa memahami
fenomena sosial (tindakan manusia).[4]
Secara tradisional terdapat jurang pemisah antara penelitian
kuantitatif dan kualitatif dimana masing-masing memiliki paradigma yang
berbeda. Perbedaan tersebut lazimnya diterapkan pada tingkat metode, proses
pengumpulan data, dan bentuk pencatatan serta analisis data. Banyak peneliti
menganggap diri mereka setia hanya pada salah satu paradigma, tetapi yang lain
dengan senang hati menggabungkan kedua metode tersebut. Hal ini karena
masing-masing metode baik penelitian kuantitatif maupun penelitian
kualitatif dirasa mempunyai kekurangan
dan kelebihan. Atas dasar itulah kemudian muncul gagasan untuk mengintegrasikan
kedua penelitian tersebut.
Atas fenomena tersebut, makalah singkat ini bermaksud untuk
memberikan deskripsi terhadap upaya memadukan dua model penelitian kuantitatif
dan kualitatif.
PEMBAHASAN
I.
Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
A.
Metode
Kualitatif
Ada beberapa istilah yang
digunakan bagi penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif dinamakan
sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama. Dinamakan metode
pospositivistik, karena berlandaskan pada filsafat pospositivisme. Metode ini
disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat
seni (kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretative karena data
hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang
ditemukan dilapangan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang
alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnograpi, karena
pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang
antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang
terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. [5]
Penelitian kualitatif
dimaksudkan untuk memproduk ilmu-ilmu “lunak” (soft science), seperti
sosiologi, antropologi. Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu prilaku
dan ilmu-ilomu sosial, termasuk antropologi. Esensinya adalah sebagai sebuah
metode pemahaman atas keunikan, dinamika, dan hakikat holistik dari kehadiran
manusia dan interaksinya dengan lingkungan. Penelitian kualitatif percaya bahwa
“kebenaran” (truth) adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui
penelaahan terhadap orang-orang dalam interaksinya dengan situasi sosial
kesejarahan mereka.[6]
Menurut Bogdan dan Taylor
dalam bukunya Lexy J. Moelong, mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.[7]
Kirk dan Miller
mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada
manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut
dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.[8]
Metode penelitian kualitatif dapat juga diartikan sebagai rangkaian kegiatan
atau proses menjaring data /informasi yang bersifat sewajarnya, mengenai suatu
masalah dalam kondisi aspek/bidang kehidupan tertentu pada objeknya.[9]
Dari uraian ini, penelitian kualitatif bermaksud menemukan kebenaran berupa
generalisasi yang dapat diterima akal sehat (commom sense) manusia terutama
peneliti sendiri.
Metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat pospositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi subyek yang alamiah, dimana peneliti
adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.[10]
Dari beberapa definisi
diatas, dapat disimpulkan bahwasanya penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur
penelitian yang objeknya adalah manusia dan interaksi antar sesamanya, dan
hasil penelitiannya lebih menekankan makna
dalam aspek/ bidang tertentu pada objeknya.
B.
Metode
Kuantitatif
Metode kuantitatif dinamakan
metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah
mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode
positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai
metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga
disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai IPTEK baru. Metode ini
disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan
analisis menggunakan statistik.[11]
Penelitian kuantitatif
diancangkan untuk memproduk ilmu pengetahuan “keras” (hard science) yang
berbasis pada “kekuatan” objektivitas dan control. Peneliti kuantitatif
berpendirian bahwa “kebenaran” (truth) adalah absolute, sedangkan
realitas bersifat tunggal. Peneliti kuantitatif percaya bahwa temuan atas
prilaku manusia adalah objektif, bertujuan, dan dapat diukur.[12]
Definisi penelitian
kuantitatif pun tidak terlepas dari seputar angka-angka sebagai olahan datanya.
Sebagaimana Moelong dalam bukunya menggambarkan bahwa penelitian kuantitatif
mencakup segala jenis penelitian yang didasarkan atas dasar persentase,
rata-rata, ci kuadrat, dan perhitungan statistik.[13]
Di kemukakan oleh S. Margono. Menurutnya penelitian kuantitatif adalah suatu
proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat
menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.[14]
Metode penelitian kuantitatif
dapat didefinisikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis yang bersifat
kuantitatif /statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.[15]
Bagi pemakalah, definisi terakhir ini, merupakan definisi yang representatif
dan lengkap.
II. Pertentangan
Terhadap Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif
Ada pandangan yang
berpendapat bahwa penelitian kualitatif tidak ilmiah, mudah, sederhana, dan tidak
memiliki standart (tolak ukur) yang pasti dalam mengungkapkan kebenaran.
Pandangan ini sama sekali tidak berdasar, karena dasar semua penelitian adalah
proses berpikir ilmiah. Dengan kata lain prosedur kedua penelitian itu
(kualitatif dan kuantitatif) memiliki sumber yang sama. Sedang proses berpikir
ilmiah itu bersumber dari kemampuan berpikir analitis, sintesis, kritis, logis,
dan bahkan filosofis.[16]
Demikian pula pandangan yang menyatakan penelitian kualitatif sederhana dan
mudah, merupakan kekeliruan karena mengartikan yang rumit dan sulit sekedar
dilihat dari persyaratan bahwa yang dapat diterima sebagai kebenaran adalah
yang konkrit atau bersumber dari empirik. Dengan kata lain kekeliruan itu
bersumber dari tuntutan bahwa bukti ilmiah adalah sesuatu yang dapat disentuh
atau dibuat menjadi dapat disentuh panca indra. Pandangan tersebut lupa, bahwa
symbol-simbol matematik dan statistik, termasuk angka-angka, sebenarnya tidak
berbicara tentang sesuatu, namun dalam keabstrakannya itu manusia juga yang memberikan
pengertian tertentu, atas dasar kemampuannya berpikir. Contoh, angka 10 dalam
penilaian ranking sebelas (0-10) diartikan sangat baik (abstrak).
Demikian pula huruf A dalam system penilaian diartikannya sangat baik
(abstrak). Jika kedua penilaian kuantitatif itu dihubungkan, berarti 10 = A =
sangat baik, padahal A bukan 10 atau sebaliknya dan bukan pula sangat baik.[17]
Demikian pula pihak yang
berpendapat bahwa penelitian kuantitatif tidak mampu menggali variable atau
gejala di dalamnya yang bersifat abstrak dan mempergunakan angka serta
simbol-simbol secara dipaksakan, pada dasarnya merupakan pandangan keliru.
Pandangan yang mengatakan bahwa penelitian kuantitatif tidak mampu menggali
variabel dan gejala didalamnya yang bersifat abstrak sampai tuntas adalah
keliru, karena ketuntasan bukan terletak pada hasil mengolah atau menghitung
data dengan rumus statistik tertentu. Karena indikator-indikator, symbol,
angka, dan rumus ilmiah, dapat menuntun dalam merumuskan interpretasi dan
kesimpulan, sehingga tidak menyimpang dan dapat diterima oleh masyarakat
ilmiah. Adapun ketuntasan menggali variabel atau gejala di dalamnya yang
bersifat abstrak, bergantung pada kemampuan memilih variabelnya menjadi
gejala-gejala dan bahkan aspek-aspek didalam gejala yang akan diungkapkan, baik
yang konkrit maupun abstrak. Demikian
juga indeks prestasi komulatif (IPK)
yang berkenaan dengan sesuatu yang abstrak seperti kecerdasan, kemampuan,
dengan mudah dipahami maksudnya bilamana dinyatakan dalam bentuk bilangan. IPK
= 3,80 ditafsirkan, bahwa mahasiswa itu cerdas dan memiliki potensi yang tinggi
dalam disiplin ilmu yang dipelajarinya, sebaliknya IPK = 1,25 segera
ditafsirkan bahwa mahasiswa tersebut tidak cerdas dan potensinya rendah dalam
disiplin ilmu yang dipelajarinya. Inilah konsensus dilingkungan masyarakat
ilmiah, tentang sesuatu yang bersifat abstrak.[18]
Uraian-uraian diatas
mengisyaratkan bahwa sebenarnya tidak perlu untuk membanding-bandingkan dan
bahkan mempertentangkan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Kedua
penelitian itu memiliki kebaikan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu
untuk mengatasinya, bagi para peneliti dituntut memiliki kemampuan dan sikap
ilmiah. Sikap ilmiah yaitu:
-
objektif,
factual yaitu objektif
dan berdasarkan fakta.
-
open,
fair, responsible yaitu bersikap terbuka
terhadap kritik, jujur, dan bertanggung jawab secara ilmiah.
-
curious,
wanting to know yaitu memiliki sikap ingin tahu terutama
kepada apa yang diteliti.
Kemampuan-kemampuan peneliti yaitu :
-
Think,
critically, systematically, yaitu orang yang memiliki
wwawasan, kemampuan kritik, dan dapat berpikir sistematik.
-
Able to
create, innovate, yaitu memiliki kemampuan mencipta karena
harus menemukan atau membuat penemuan baru.
-
Communicate
affectifity, yaitu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
dan mempengaruhi pihak lain dengan komunikasi itu.
-
Able to
identify and formulate problem clearly, yaitu
mampu mengenal dan merumuskan masalah dengan jelas.
-
View a
problem in wider context, yaitu mampu melihat suatu
masalah dalam konteks yang luas karena suatu masalah biasanya tidak berdiri
sendiri.[20]
Disamping itu bagi peneliti tidak ada larangan jika berusaha untuk mengintegrasikan antara
penelitian kualitatif dan kuantitatif. Lebih
tegas lagi disampaikan oleh Masri Singarimbun bahwa dalam upaya memperkaya data
dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti, terdapat usaha untuk
menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif.[21]
III.
Memadukan
penelitian kuantitatif dan kualitatif
Dalam penelitian kuantitatif
dan kualitatif ini, ada beberapa hal yang dapat dipadukan. Julia Brannen
menjelaskan sejumlah cara penggabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif
sebagai berikut :
1.
Logika
triangulasi
Temuan-temuan
dari satu jenis studi dapat dicek pada temuan-temuan yang diperoleh dari jenis
studi yang lain. Misalnya, hasil-hasil penelitian kualitatif dapat dicek pada
studi kuantitatif, yang bertujuan untuk memperkuat kesahihan temuan-temuannya.
2.
Penelitian kualitatif membantu penelitian
kuantitatif
Penelitian kualitatif dapat membantu memberikan
informasi dasar tentang konteks dan subjek, berlaku sebagai sumber hipotesis.
3.
Penelitian kuantitatif membantu penelitian
kualitatif
Biasanya, ini berarti penelitian kuantitatif
membantu dalam hal pemilihan subjek bagi penelitian kualitatif.
4.
Penelitian
kuantitatif dan penelitian kualitatif digabungkan untuk memberikan gambaran
umum
Penelitian
kuantitatif dapat digunakan untuk mengisi kesenjangan-kesenjangan yang muncul
dalam studi kualitatif. Karena, misalnya, peneliti tidak bisa berada pada lebih
dari satu tempat di saat yang bersamaan. Jika tidak, mungkin tidak seluruh
masalah dapat diterima semata bagi penelitian kuantitatif atau semata bagi
penelitian kualitatif.
5.
Struktur dan proses
Penelitian kuantitatif lebih efisien pada
penelusuran cirri-ciri structural kehidupan sosial, sementara studi-studi
kualitatif biasanya lebih kuat dalam aspek-aspek operasional. Kekuatan ini
dapat dihadirkan bersama-sama dalam satu studi.
6.
Perspektif peneliti dan perspektif subjek
Penelitian
kuantitatif dikemudikan oleh perhatian peneliti, sementara penelitian
kualitatif mengambil perspektif subyek sebagai titik tolak. Penekanan-penekanan
ini dapat dihadirkan bersama-sama dalam satu studi.
7.
Masalah kegeneralisasian
Kelebihan
beberapa fakta kuantitatif dapat membantu menyederhanakan fakta ketika
seringkali tidak ada kemungkinan menggeneralisasi temuan-temuan yang diperoleh
dari penelitian kualitatif.
8.
Penelitian kualitatif dapat membantu
interpretasi hubungan antara ubahan-ubahan
Penelitian
kuantitatif dengan mudah member jalan bagi peneliti untuk menentukan hubungan
antara ubahan-ubahan, tetapi seringkali lemah ketika ia hadir untuk mengungkap
alasan-alasan bagi hubungan-hubungan itu. Studi kualitatif dapat digunakan
untuk membantu menjelaskan factor-faktor yang mendasari hhubungan yang
terbangun.
9.
Hubungan antara tingkat ‘makro’ dan ‘mikro’
Penggunaan
penelitian kuantitatif dan kualitatif dapat memberikan sarana untuk
menjembatani kesenjangan makro mikro. Penelitian kuantitatif sering dapat
mengungkap ciri-ciri stuktural kehidupan sosial skala besar. Sementara
penelitian kualitatif cenderung menyentuh aspek-aspek behavioral skala kecil.
Ketika penelitian berupaya mengungkap kedua tingkat itu, maka pemaduan
penelitian kuantitatif dan kualitatif bisa menjadi keharusan.
10.
Tahap-tahap
dalam proses penelitian
Penelitian kuantitatif dan penelitian
kualitatif basa menjadi selaras untuk tahapan-tahapan yang berbeda dari suatu
studi longitudinal.
11.
Cangkokan
Contoh utama cenderung terjadi apabila
penelitian kualitatif dilakukan dalam desain penelitian kuasi-eksperimental
(yakni kuantitatif).[22]
Dalam penggunaannya, apabila peneliti menekankan pada
metode kualitatif, maka metode kuantitatif
dapat digunakan sebaai fasilitator dalam membantu melancarkan kegiatan
penelitian, dan sebaliknya jika menekankan metode kuantitatif. Namun apabila
peneliti memberikan tekanan yang sama terhadap kedua metode penelitian (kuantitatif-kualitatif)
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan yakni:[23]
1.
Memahami
masing-masing metode dan pentingnya metode tersebut dalam suatu penelitian yang
akan dilakukan.
2.
Memahami
permasalahan dan tujuan penelitian yang akan dilakukan sehingga peggunaan
metode kualitatif dan metode kuantitatif ini disesuaikan dengan masalah dan
tujuan penelitian yang ingin dicapai.
3.
Kedua
metode yang digunakan juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan rioritas
keentingan, dimana kedua metode dapat digunakan dalam desain secara
bersama-sama namun pada laporan penelitian hanya diperhitungkan salah satunya.
4.
Kedua
metode juga digunakan berdasarkan pertimbanan keterampilan peneliti, yang
terlibat dalam satu kegiatan penelitian secara simultan apabila ada hubungan
dengan masalah dan tujuan penelitian.
Penggunaan kedua metode dalam satu penelitian adalah
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan
satu metode saja. Selain itu juga diperhitungkan waktu, tenaga, dan dana yang
dihabiskan dalam penelitian, apakah akan menghasilkan / memperoleh hasil yang
memuaskan. Selain itu penggunaan kedua metode ini biasanya dipakai untuk
menggali data dengan sejelas-jelasnya dalam rangka penulisan / pembuatan buku.
KESIMPULAN
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan
penelitian atau riset (research). Di awal pertumbuhan ilmu-ilmu sosial
sudah dikenal ada dua mazhab penelitian sosial, yaitu: penelitian sosial yang
menggunakan pendekatan kuantitatif dan penelitian sosial yang menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif lahir dan berkembang
biak dari tradisi (main strem) ilmu-ilmu sosial Perancis dan Inggris,
sedangkan penelitian kualitatif berkembang dari tradisi (main strem)
ilmu-ilmu sosial Jerman.
Penelitian
kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang objeknya adalah manusia dan
interaksi antar sesamanya, dan hasil penelitiannya lebih menekankan makna dalam aspek/ bidang tertentu pada objeknya.
Sedangkan metode penelitian kuantitatif adalah sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian,
analisis yang bersifat kuantitatif /statistik, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan.
Antara
metode penelitian kualitatif dan kuantitatif masing-masing mempunyai kekurangan
dan kelebihan, oleh karenanya, muncullah upaya untuk memadukan antara kedua
penelitian tersebut. cara penggabungan penelitian kuantitatif dan kualitatif
sebagai berikut :
1.
Logika
triangulasi
2.
Penelitian kualitatif membantu penelitian
kuantitatif
3.
Penelitian kuantitatif membantu penelitian
kualitatif
4.
Penelitian kuantitatif dan penelitian
kualitatif digabungkan untuk memberikan
gambaran umum
5.
Struktur dan proses
6.
Perspektif peneliti dan perspektif subjek
7.
Masalah kegeneralisasian
8.
Penelitian kualitatif dapat membantu
interpretasi hubungan antara ubahan-ubahan
9.
Hubungan antara tingkat makro dan mikro
10.
Tahap-tahap
dalam proses penelitian
11.
Cangkokan
DAFTAR PUSTAKA
Bungin,
Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2001
Bungin,
Burhan, Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif Dan
Kualitatif, Surabaya : Airlangga University Press, 2001
Brannen,
Julia, Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, 1997
Danim,
Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : Pustaka Setia, 2002
Hadi,
Amirul, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung : Pustaka Setia, 1998
Margono,
S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2007
Moelong,
Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya,
2007
Nawawi,
Hadari, Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gajah Mada University Press,
1996
Singarimbun,
Masri, Metode Penelitian Survai, Jakarta : LP3ES, 1989
Soehartono,
Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000
Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Bandung :
ALFABETA, 2009
Suriasumantri,
Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar
Harapan, 1995