Pengamatan dan Tanggapan dalam Psikologi Pendidikan


PENGAMATAN DAN TANGGAPAN


 PENDAHULUAN
Psikologi adalah ilmu yang sudah mulai berkembang sejak abad 17 dan 18 serta nampak pesat kemajuannya pada abad 20. Pada awalya ilmu ini adalah bagian daripada filsafat sebagaimana pula ilmu-ilmu yang lain seperti misalnya ilmu hukum tatanegara maupun ilmu ekonomi, namun kemudian memisahkan diri dan berdiri sebagai ilmu tersendiri. Semuanya itu bersumber dari Tuhan yang Maha Esa sebagai Pencipta segala sesuatu,dan hasil ciptaan itulah yang menjadi obyek atau sasaran dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Karenanya sebagai sumber ilmu pengetahuan adalah Tuhan yang Maha Esa. Yang lahir pertama kali adalah filsafat, yang membahas hakekat segala sesuatu.dari padanya lahirlah berbagai cabang ilmu pengetahuan, oleh karna itu dalam semua ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafat itu akan dijumpai tokoh-tokoh filsafat kuno seperti: Socrates, Plato dan Aristoteles yang ikut mengembangkan fikiran dan penemuannya dalam ilmu-ilmu tersebut sehingga tokoh-tokoh nanti akan dijumpai juga dalam mempelajari psikologi serta cabang-cabang psikologi.
Sesungguhnya tiap-tiap orang perlu sekali mengetahui dasar Ilmu jiwa umum, dalam pergaulan hidup sehari-hari, ilmu jiwa perlu sebagai dasar pengetahuan untuk dapat memahami jiwa orag lain. Kita dapat mengingat kembali sesuatu yang pernah kita amati. Gambaran ingatan dari sesuatu pengamatan disebut tanggapan, pemakalah disini akan mengupas habis tentang masalah pengamatan dan tanggapan dan hal-hal yang ada disekitarnya.


PEMBAHASAN

  1.  Pengamatan
1.      Pengertian
Manusia mengenali dunia wadag atau dunia riil, baik dirinya sendiri maupun dunia sekitar tempatnya berada dengan melihat, mendengar, membau, atau mencecap. Cara mengenal objek yang demikian itu disebut mengamati: sedangkan melihat, mendengar, dan seterusnya itu disebut modalitas pengamatan. Hal yang diamati itu dialami dengan sifat-sifat: disini, kini, sendiri, dan bermateri.[1]
Sedangkan menurut Drs. Muhibbin Syah, M. Ed. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar dan obyektif sebelum mencapai pengertian. [2] Karena obyek pengamatan seolah-olah menyampaikan suatu pesan, misalnya melihat sebuah pesawat TV mengandung ajakan untuk menghidupkan pesawat itu sehingga muncullah gambar di layar dan terdengar suara orang berbicara. Terutama sifat terstrktur dan mengandung makna menunjukkan pada kenyataan, bahwa manusia sendiri ikut menciptakan dunia pengamatannya sendiri. Apa yang diamati dan caranya mengamati tergantung pula pada pengalaman, perhatian, perasaan, keinginan, dan dugaan seseorang. Maka dunia pengamatan selain mengandung unsur obyektivitas juga mengandung unsur subyektivitas. Unsur subyektivitas dalam pengamatan memungkinkan untuk belajar.[3]
Dunia pengamatan biasanya dilukiskan menurut aspek pengaturannya, supaya memungkinkan subjek melakukan orientasi. Adapun pengaturan tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Pengaturan sudut pandang ruang. Menurut sudut pandang ruang ini dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: atas bawah, kiri-kanan, jauh-dekat, tinggi-redah, dan sebagainya.
b.      Pengaturan menurut sudut pandangan waktu. Menurut sudut pandangan waktu di dunia pengamatan dilukiskan dengan pengertian-pengertian: masa lampau, kini dan masa yang akan datang dalam berbagai variasinya.
c.       Pengaturan menurut sudut pandangan Gestalt. Suatu gestalt adalah suatu yang merupakan kebulatan dan dapat berdiri sendiri lepas dari yang lain. Misalnya rumah, orang, meja, dan lain sebagainya.
d.      Pengaturan menurut sudut pandangan arti. Objek-objek yang diamati kita beri arti atau kita amati menurut artinya. Sebuah pabrik, rumah, sekolah, rumah gereja, garasi mobil, dipandang dari bangunan menunjukkan banyak persamaan satu sama lain, tetapi dipandang dari segi artinya menunjukkan hal yang sangat berbeda satu sama lain. Dunia pengamatan digambarkan justru menurut artinya itu. Demikian pula bunyi lonceng pabrik, dan bunyi lonceng gereja menurut bunyinya banyak persamaannya, tetapi menurut artinya sangat berbeda satu sama lain.

2.      Modalaitas pengamatan
a.       Penglihatan
Telah disebutkan bahwa modalitas pengamatan itu dibedakan menurut pancaindra yang dipergunakan untuk mengamati, yaitu penglihatan, pendengaran, rabaan, pembauan, atau penciuman, dan pencecapan. Dari kelima modalitas pengamatan yang telah mendapatkan penelitian psikologis secara meluas dan mendalam adalah penglihatan.[4]
Menurut objeknya masalah penglihatan digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu melihat bentuk, melihat dalam, melihat warna.
Ø  Penglihatan terhadap bentuk yaitu penglihatan terhadap objek dimensi dunia. Setiap objek penglihatan tidak dilihat secara terpisah-pisah, melainkan sebagai objek yang saling berhubungan, misalnya objek yang dekat dan yang jauh, objek yang pokok dan melatarbelakangi.
Ø  Penglihatan terhadap warna yaitu penglihatan terhadap objek psikis dari warna. Objek psikis yang dimaksudkan disini menyangkut nilai-nilai psikologis dari warna yang meliputi: nilai efektif dari warna dan nilai lambang atau simbolis dari warna
Ø  Penglihatan terhadap dalam yaitu penglihatan terhadap objek yang berdimensi tiga. Gejala penting yang tampak dalam penglihatan ini adalah konstansi volume dari jarak yang berbeda-beda kita melihat suatu benda, ternyata memperoleh kean bahwa volume benda itu tidak berbeda, melainkan sama, tidak berubah besarnya, melainkan konstan besarnya.
b.      Pendengaran
Mendengar atau mendengarkan adalah menangkap atau menerima melalui indra pendengaran. Pendengaran yang dimaksud yaitu terhadap bunyi-bunyi yang bersangkutan. Ini berarti, bahwa apa yang baru saja didengar tidak akan segera hilang, melainkan masih terngiang dan masih turut bekerja dalam apa yang didengar atau terdengar pada saat berikutnya. Jadi apa yang telah didengar atau terdengar dan yang baru saja terdengar secara bersama-sama membentuk suatu kesatuan yang mengatasi sifat keterbatasan daripada waktu.[5]
Pendengaran dan suara itu memelihara komunikasi vokal antara makhluk yang satu dengan lainnya. Bunyi binatang dan manusia sebenarnya adalah pernyataan, dan dimengerti oleh binatang dan manusia lain dalam suatu arti tertentu. Karena hal yang demikian itu maka bunyi dapat berfungsi 2 macam yaitu sebagai tanda dan sebagai lambang.
Bunyi atau suara dapat digolongkan atas dasar dua cara:
Ø  Berdasarkan atas keteraturan dapat kita bedakan antara gemerisik dan nada
Ø  Selanjutnya nada biasa dibeda-bedakan atas dasar tinggi rendahnya, intensitasnya, dan timbrenya.
Kalau kepekaan terhadap tinggi rendahnya suara itu besar sekali, maka kepekaan terhadap intensitas nada adalah kecil, artinya nada-nada yang berbeda sedikit saja frekwensinya dapat diamati perbedaannya, sedangkan nada-nada yang berbeda sedikit intensitasnya tidak dapat diamati perbedaannya.[6]
c.       Rabaan
Istilah raba mempunyai dua arti:
1.      Meraba sebagai perbuatan aktif, yang meliputi juga indra keseimbangan atau kinestesi.
2.      Pengalaman raba secara pasif, yang melingkupi pula beberapa indra, atau kemampuan lain yaitu:
Ø  Indra untuk sentuh dan tekanan
Ø  Indra untuk mengamati panas
Ø  Indra untuk mengamati dingin
Ø  Indra untuk merasa sakit
Ø  Indra untuk vibrasi[7]
Perabaan menggunakan fungsi kulit badan. Bagaimanakah penangkapan suatu objek perabaan sangat dipengaruhi oleh kepekaan pada kulit di bagian-bagian badan. Apabila kita menekankan benda tajam pada setiap bagian kulit kita, maka kita dapat mengamati perbedaan kepekaan setiap bagian kulit itu dalam menerima rangsang objek perabaan. Pada kulit kita terdapat dua macam titik kepekaan yaitu titik tekanan dan titik sakit.[8]
d.      Pembauan
Arti psikologis bau dan pembauan (penciuman) masih sedikit sekali diteliti oleh para ahli, walaupun dalam kehidupan sehari-hari secara populer kita telah menyaksikan pengaruh bau-bauan kepada aktifitas manusia, seperti bau-bauan tertentu menimbulkan kegairahan, dan bau-bau tidak enak tertentu menimbulkan rasa muak. Dan kesemuanya itu berpengaruh terhadap aktifitas yang dilakukan oleh subjek yang membau bau-bau tersebut.[9]
Namun, Wasty Soemanto mendefinisikan membau atau mencium yaitu menangkap objek yang berupa bau-bauan dengan menggunakan hidung sebagai alat pembau. Kualitas bau-bauan sangat bervariasi. Kuat dan lemahnya penangkapan objek pembauan sangat tergantung kepada dua hal, yaitu:
Ø  Kuat lemahnya rangsang atau kualitas objek pembauan
Ø  Kepekaan fungsi saraf pada hidung
Kualitas rangsang pada objek pembauan dapat ditentukan oleh kuantitas objek pembauan di sekitar subjek, kelengasan udara, suhu, dan kelembaban udara di sekitar objek pembauan, serta kuantitas bahan bau-bauan pada objek pembauan. Kepekaan fungsi saraf pada hidung sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisiologis pada hidung serta kondisi psikologis yang menentukan kualitas perhatian pada diri subjek.[10]
e.       Pencecapan
Mencecap adalah menangkap objek yang berupa kualitas rasa benda atau sesuatu dengan menggunakan lidah sebagai alat pencecap. Mengenai rasa cecapan dari setiap objek pencecapan adalah bervariasi. Dalam kenyataannya, indra pencecap kita hanya peka terhadap empat macam rasa cecapan pokok yaitu rasa manis, masam, asin, dan pahit.
Enak tidaknya rasa makanan tidak hanya tergantung kepada fungsi indra pencecap saja. Rasa makanan sangat ditentukan oleh:
Ø  Kualitas kombinasi pada rasa-rasa makanan
Ø  Fungsi kombinatif antara indra pencecap dengan indra pembau.[11]

3.      Beberapa masalah prakris
Kita mengenal dunia riil dengan panca indra. Pengamatan merupakan pintu gerbang untuk masuknya pengaruh dari luar, baik pengaruh dunia fisis, pengalaman, maupun pendidikan. Dengan jalan mengamati anak didik belajar mengenal dunia sosial dan dunia nonsosial. Dengan menagamati mereka menerima pelajaran-pelajaran. Dengan kata lain dengan pengamatan anak didik berkembang karena pengaruh dari luar, baik pengaruh dunia fisis, pengalaman maupun pendidikan.
Karena fungsi pengamatan yang demikian sentral maka sudah sewajarnya apabila alat-alat pengamatan yaitu pancaindra mendapat perhatian yang secukupnya dari para pendidik, sebab tidak normal berfungsinya pancaindra akan berakbat merugikan bagi jalannya usaha pendidikan kepada anak didik. Usaha-usaha ini pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:[12]
Ø  Usaha-usaha preventif yaitu penjagaan jangan sampai pancaindra menjadi cedera atau tidak normal berfungsinya.
Ø  Usaha-usaha yang bersifat korektif atau kuratif yaitu usaha-usaha untuk memperbaiki atau menyembuhkan pancaindra ang kurang normal atau kurang sehat.
Keefektifan suatu proses pengamatan tergantung pada berapa faktor yaitu faktor rangsangan, individu, dan faktor lingkungan. Pengamatan akan berlangsung dengan efektif apabil ada rangsangan yang diterima oleh individu apabila jelas, kuat, dan berarti. Faktor yang mempengaruhi keefektifan pengamatan antara lain: kualitas alat indra, kualitas pusat kesadaran, kondisi fisik, pengalaman, motivasi, perhatian, kesehatan, kepribadian, dan lain sebgainya. Lingkungan juga mempengaruhi faktor yang mempengaruhi keefektifan suatu proses pengamatan. Lingkungan yang baik dan kondusif akan menunjang terjadinya pengamatan yang baik begitu juga sebaliknya.
Karena ada faktor yang mempengaruhi pengamatan, baik dari dalam individu maupun lingkungan maka sering terjadi pengamatan itu tidak berlangsung dengan baik. Akibatnya ialah terjadi kesalahan atau kelainan pengamatan atau apa yang diamati tidak memberikan gabaran yang sebenarnya. Ada tiga macam kelainan dalam pengamatan yaitu ilusi, halusinasi, dan osilasi.
Oleh karena itu dalam aktifitas pembelajaran di sekolah, guru harus mengusahakan agar siswa dapat melakukan pengamatan ang efektif agar memperoleh hasil pembelajaran yang sebaik-baiknya. Dalam mengajar hendaknya memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan pengamatan yang sebaik-baiknya. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk membantu siswa melakukan pengamatan yang baik dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:[13]
Ø  Pengamatan akan lebih efektif kepada rangsangan-rangsangan yang mempunyai struktur dan bentuk yang jelas.
Ø  Pengamatan kepada sesuatu yang dekat akan lebih berkesan.
Ø  Pengamatan dipengaruhi pengalaman sebelumnya.
Ø  Pengamatan dimulai dengan keseluruhan, baru kemudian kepada bagian-bagian.
Ø  Penagamatan dipengaruhi oleh peringkat pengembangan individu.
Ø  Terdapat perbedaan individual dalam pengamatan.
Ø  Beberapa faktor dapat menimbulkan terjadinya kesalahan atau kelainan pengamatan.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya : bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.
   Tanggapan dan Variasinya
1.      Pengertian
Tanggapan biasa didefinisikan sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Kesan tersebut menjadi isi kesadaran yang dapat dikembangkan dalam hubungannya dengan konteks pengalaman waktu sekarang serta antisipasi keadaan untuk masa yang akan datang.
Dengan uraian ini maka dapat dikemukakan adanya tiga macam tanggapan, yaitu:[14]
a.       Tanggapan masa lampau yang sering disebut sebagai tanggapan ingatan
b.      Tanggapan masa sekarang yang dapat disebut sebagai tanggapan imajinatif
c.       Tanggapan masa mendatang yang dapat disebut sebagai tanggapan antisipatif
Menurut John FrederichHerbart (1776-1841), tanggapan adalah merupakan unsur dasar jiwa manusia. Tanggapan dipandang sebagai kekuatan psikologis yang dapat menolong atau menimbulkan keseimbangan, ataupun merintangi atau merusak keseimbangan. Tanggapan diperoleh dari pengindraan dan pengamatan. Tanggapan-tanggapan ada yang berada dalam kesadaran. Ada kebanyakan berada dibawah sadar. Diantara kedua kesadaran terdapat batas pemisah yang disebut “ambang kesadaran”.
Tanggapan yang lemah adalah secara statis alam, sedangkan tanggapan yang kuat adalah lebih besar kecenderungannya untuk muncul kembali ke alam kesadaran. Kemunculan tanggapan ke alam kesadaran itu menunggu adanya perangsang yang relevan atau yang dapat bersatu dengan tanggapan yang bersangkutan. Hal ini terjadi dengan menggunakan tanggapan ingatan ataupun antisipasi tanggapan yang akan datang, kecuali pada bayi yang ingatan dan fantasinya belum berfungsi.[15]
Tanggapan ingatan merupakan aspek kognitif dalam pembelajaran. Suatu pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila informasi yang dipelajari dapat diingat secara baik dan terhindar dari lupa. Mengingat merupakan proses menerima, menyimpan, dan mengeluarkan kembali informasi-informasi yang telah diterima melalui pengamatan, kemudian disimpan dalam pusat kesadaran (otak) setelah diberikan tafsiran. Dalam otak ada dua macam tempat menyimpan infrmasi atau tanggapan atau ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory).[16]
2.      Bayangan pengiring
Biasanya orang mengemukakan deretan gejala dari yang paling berperaga, berpangkal kepada pengamatan sampai yang paling kurang berperaga yaitu berpikir.
Bayangan pengiring adalah bayangan yang timbul setelah kita melihat suatu warna. Bayangan pengiring itu ada dua macam yaitu:
a.       Bayangan pengiring positif yaitu bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya. Misalnya setelah kita mengalihkan pandangan dari bendera palang merah ke tembok putih, terlihatlah pada tembok tersebut (walaupun tidak jelas benar) palang merah.
b.      Bayangan pengiring negatif, yaitu bayangan pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya melainkan seperti warna komplemen dari warna objek. Misalnya setelah kita mengalihkan pandangan dari bendera palang merah ke tembok putih, kita lihat warna pada tembok tersebut adalah hijau.
3.      Bayangan eidetik
Bayangan eidetik adalah bayangan yang sangat jelas dan hidup, sehingga menyerupai pengamatan. Bayangan eidetik itu ditemukan oleh Urbanschnitsch dan diselidiki secara luas oleh E. Jaensch dan W. Jaensch. Atas hasil penyelidikan mereka, maka kedua ahli itu (kakak beradik) membedakan adanya dua macam tipe, yaitu:
a.       Tipe tetanoide atau type T. Bayangan eidentik bagi tipe ini tidak lekas timbul dengan sendirinya atau ditimbulkan.
b.      Tipe basedoide atau type B. Bayangan bagi tipe ini mudah ditimbulkan secara mendadak atau spontan.[17]
4.      Beberapa catatan praktis
Tanggapan memainkan peranan penting dalam belajarnya atau berkembangnya anak didik. Karena itu seyogyanyalah tanggapan tersebut dikembangkan dan dikontrol sebaik-baiknya. Sebagai fungsi yang bahannya diasalkan dari fungsi lain, maka macam tanggapan sering pula digolong-golongkan menurut fungsi yang mendasarinya. Hal yang banyak dikemukakan banyak orang ialah penggolongan sesuai dengan indra yang mendasari tanggapan itu. Dan berhubung dengan itu maka manusia dapat digolongkan ke dalam tipe-tipe visual, auditif, taktil, gustatif, dan olfaktoris.
Dalam memberikan pendidikan hendaklah perbedaan individual itu diperhatikan, supaya dapat dicapai hal yang lebih memuaskan.[18]
   


 KESIMPULAN
1.      Menurut Drs. Muhibbin Syah, M. Ed. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar dan objektif sebelum mencapai pengertian.
2.      Modalitas pengamatan antara lain: penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan, dan pencecapan
3.      Karena fungsi pengamatan yang demikian sentral maka sudah sewajarnya apabila alat-alat pengamatan yaitu pancaindra mendapat perhatian yang secukupnya dari para pendidik, sebab tidak normal berfungsinya pancaindra akan berakbat merugikan bagi jalannya usaha pendidikan kepada anak didik. Usaha-usaha ini pada pokoknya dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu usaha-usaha preventif dan usaha-usaha yang bersifat korektif.
4.      Tanggapan biasa didefinisikan sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Kesan tersebut menjadi isi kesadaran yang dapat dikembangkan dalam hubungannya dengan konteks pengalaman waktu sekarang serta antisipasi keadaan untuk masa yang akan datang.
5.      Tipe tanggapan antara lain: Bayangan pengiring (bayangan yang timbul setelah kita melihat suatu warna) dan Bayangan eidetik (bayangan yang sangat jelas dan hidup, sehingga menyerupai pengamatan)
6.      Tanggapan memainkan peranan penting dalam belajarnya atau berkembangnya anak didik. Karena itu seyogyanyalah tanggapan tersebut dikembangkan dan dikontrol sebaik-baiknya.
  
DAFTAR PUSTAKA

Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2011
Surya, Muhammad. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2004.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 1995.
Winkle, W. S. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi, 2004.


Postingan terkait: