Belajar dalam Psikologi Pendidikan

BELAJAR DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
            Sebagaian terbesar dari proses perkembangan berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik ataupun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Hal lain yang selalu terkait dalam belajar adalah pengalaman, pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkunganya.[1]
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya intraksi individu dengan lingkungan yang disadari. Perubahan yang terjadi dalam dari adanya gejala-gejala perubahan prilaku yang tampak pada seseorang.[2]
            Belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan karena persepsi dan prilaku, termasuk juga perbaikan prilaku, misalnya pemuasaan kebutuhan masyarakat dan pribadi secara lengkap.[3]
            Belajar merupakan suatu proses yang alami bagi manusia, seperti yang dinyatakan oleh ahli psikologi yang bernama Guthrie yang menganggap bahwa belajar itu sifatnya jiwa manusia. Dia menyatakan bahwa setiap manusia memiliki gaya tersendiri dalam menjalankan suatu proses pembelajaran atau yang kita kenal dengan istilah “ Gaya Belajar “.
Gaya belajar (learning styles) adalah merupakan suatu proses gerak laku, penghayatan, serta kecendrungan seorang pelajar mempelajari atau memperoleh suatu ilmu dengan cara yang tersendiri.
Proses pembelajaran yang berlaku pada seorang pelajar dengan pelajar lain berbeda. Ada pelajar yang lebih gemar membaca buku pada tempat yang tidak begitu formal seperti diruang tamu atau dibilik tidur, ada juga yang bisa belajar pada keadaan formal seperti disebuah ruang belajar yang di lengkapi dengan kursi dan mej[4]

PEMBAHASAN
A.    Pengertian belajar
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan ) hingga liang lahat. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya.[5] Belajar adalah proses penambahan pengetahuan.
Menurut Gagne bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkahlaku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuanya, yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan.[6]
Menurut Thursan Hakim, belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain.[7]
Menurut Crow and crow (1958 h.225)belajar adalah diperolehnya kebiasaa-kebiasaan pengetahuan dan sikap baru”, sedang menurut Hilgart (1962 hal.252)”belajar adalah suau proses dimana suatu prilaku muncul  atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu situasi”.Di Vesta  and Thopson (1970 h.112) belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative menetap sebagai hasil dari pengalaman.[8]
            H.C. Witherington dalam Educational Psychology menjelaskan pengertian belajar sebagai suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, dan kebiasaan. Gage beringer mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana suatu organisme berubah prilakunya sesuai akibat dari pengalaman.
Harold Spears mengemukakan pengertian belajar dalam perspektifnya yang lebih detail. Menurut Spears learning is to observe, to read, to imitate, to try samething them selves, to listen, to follow direction ( belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu pada dirinya sendiri, mendengar dan mengikuti aturan ).[9]
Menurut rumusan G.A Kimble belajar adalah perubahan yang relative menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan saraf atau dengan kata lain bahwa mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seorang yang belajar.[10]
Menurut Walker belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan motivasi , perubahan dalam stimulus atau factor-faktor samar lainya yang tidak berhubungan langsung dengan kegatan belajar. Seangkan menuru Wingkel (1996: 53), belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dngan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan prilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu mengunakan panca indra. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu dan mendengar.[11]

B.     Kondisi belajar
Kondisi belajar adalah suatu keadaan yang dapat mempengarui proses dan hasil belajar siswa. Definisi lain tentang kondisi belajar adalah suatu keadaan yang terjadi pada aktivitas pengetahuan dan pengalaman melalui berbagai proses pengolahan mental. Kondisi belajar juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang harus dialami siswa dalam melaksankan kegiatan belajar.
Gagne membagikan kondisi belajar atas dua kategori, yaitu:
a.       Kondisi Internal ( internal condition ) adalah kemampuan yang telah ada pada diri individu sebelum ia mempelajari sesuatu yang baru. Kondisi internal ini dihasilkan oleh seperangkat proses trasformasi.
b.      Kondisi eksternal ( ekternal condition ) adalah situasi perangsang diluar diri si belajar. Kondisi belajar yang diperlukan untuk belajar berbeda-beda untuk tiap kasus. Jenis kemampuan belajar yang berbeda akan membutuhkan kemampuan belajar sebelumnya.
Secara umum kondisi belajar secara internal dan eksternal  akan mempengarui belajar.
1.      Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri siswa baik kondisi jasmani maupun rohani siswa. Adapun faktor internal dibedakan menjadi faktor fisiologis dan psikologis.
a.       Faktor fisiologis
Faktor fisiologis suau kondisi yang berhubungan dengan keadaan kondisi seseorang. Misalnya tetang fungsi organ-organ, dan susunan tubuh yang dapat mempengarui semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.
-          Tonus (kondisi) badan
Kondisi jasmani biasanya melatar belakangi kegiatan belajar. Keadaan jasmani yang optimal berbeda sekali dengan keadaan jasmani yang lemah.
-          Keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu.
Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu yang dapat mempengarui kegiatan belajar disini adalah fungsi-fungsi panca indra, panca indra yang memegang peranan penting dalam belajar adalah mata dan telingga. Apabila mekanisme mata  dan telingga kurang berfungsi, maka tanggapan yang disampaikan dari guru, tidak mungkin dapat diterima oleh anak didik.
b.      Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan keadan kejiwaan siswa. Faktor psikologis dapat ditinjau dari aspek bakat, minat intelegensi dan motivasi.
-          Bakat
Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki anak untuk mencapai keberhasilan. Bakat anak mulai tampak sejak ia dapat berbicara atau sudah masuk sekolah dasar.
-          Minat.
Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar untuk sesuatu.
-          Intelegensi
Inteligensi adalah kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan akan menyesuaikan diri dengan lingkunganya dengan cara yang tepat. Kemampuan dasar yang tinggi pada anak, memungkinkan anak dapat mengunakan pikiranya untuk belajar dan memecahkan persoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil.
-          Motivasi.
Motivasi adalah keadan internal manusia yang mendoronya untuk berbuat sesuatu. Fungsi motivasi adalah mendorong seseorang untuk interes pada kegiatan yang akan di kerjakan, menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai, dan mendorong untuk mencapai prestsi.
2.      Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar siswa. Faktor eksternal dibagi menjadi dua macam yaitu :
a.       Fakor sosial
-          Lingkungan keluarga
-          Lingkungan guru
-          Lingkungan masyarakat.
b.      Faktor non sosial
-          Sarana dan prasarana sekolah
-          Waktu belajar
-          Kondisi rumah
-          Alam sekitarya.[12]

C.    Ciri – ciri belajar
Dari beberapa pengertian diatas, belajar sesungguhnya memiliki cirri-ciri (karakteristik) tertentu:
a.    Belajar berbeda dengan kematangan
Pertumbuhan merupakan faktor utama dari pengubah tingkah laku. Bila serangkaian tingkah laku matang secara wajar tanpa adanya pengaruh dari latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah berkat kematangan bukan karena belajar. bila prosedur latihan tidak secara cepat mengubah tingkah laku maka prosedur itu tidak dapat dijadikan penyebab yang penting dan perubahan tidak dapat digolongkan sebagai belajar.
b.    Belajar dibedakan dari fisik dan mental
Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi karena perubahan pada fisik dan mental karena melakukan sesuatu perbuatan berulang kali yang mengakibatkan badan menjadi lelah.
c.    Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap
Hasil belajar dalam bentuk tingkah laku berlangsung dalam bentuk latihan (practice) dan pengalaman. Tingkah laku yang dihasilkaan bersifat menetap dan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.[13]

D.    Unsur-unsur belajar
Cronbach (1945 h.49-50, mengemukakan adanya tujuh unsur  utama dalam proses belajar,yaitu:
1.   Tujuan.Belajar dimulai karena adanya sesuatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu muncul untuk memenuhi sesuatu kebutuhan.  Perbuatan belajar diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan dan untuk memenuhi kebutuhan. Sesuatu perbuatan belajar akan efisien apabila terarah kepada tujuan yang jelas dan berarti bagi individu.
2.     Kesiapan. Untuk dapat melakukan perbuatan belajar  dengan baik anak atau individu perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, dan psikis, persiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasa pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.
3.    Situasi. Kegiatan belajar berlangsung dalam situasi belajar. Dalam situasi belajar ini terlihat tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, orang-orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta kondisi siswa yang belajar. Kelancaran dan hasil belajar banyak dipengarui oleh situasi ini, walaupun untuk individu dan pada waktu tertentu  sesuatu aspek dari situasi belajar ini lebih dominan sednang pada individu atau waktu lain yang lebih berpengaruh.
4.   Interpretasi. Dalam menghadapi situasi, individu mengadaan interpretasi, yaitu melihat hubungan antara komponen-komponen situasi belajar, melihat ,makna dari hubungan tersebut dan menghubungkanya dengan kemungkinan pencapaian tujuan. Berdasarkan intrerpretasi tersebut mungkin individu sampai kepada kesimpulan dapat atau tidak dapat mencapai tujuan.
5.  Respon. Berpegang kepada hasil dari interpretasi apakah individu mungkin atau tidak mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberikan respon. Respon ini mungkin memberikan sesuatu usaha coba-coba (trial and error), atau usaha yang penuh perhitungan dan perencanaan ataupun ia menghentikan usahanya untuk mencapai tujuan tersebut.
6.    Konsekuensi. Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi entah itu keberhasilan atau kegagalan, demikian juga dengan respon atau usaha belajar siswa. Apabila siswa berhasil dalam belajarnya ia akan merasa senang, puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha-usaha belajar berikutnya.
Reaksi terhadap kegagalan. Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan. Peristiwa ini akan menimbulkan perasaan sedih dan kecewa. Reaksi siswa terhadap  kegagalan dalam belajar bisa bermacam-macam. Kegagalan bisa menurunkan semangat, dan memperkecil usaha-usaha selanjutnya, tetapi bisa juga sebaliknya, kegagalan membangkitkan semangat yang berlipat ganda untuk menebus dan menutupi kegagalan tersebut.[14]

E.     Jenis-jenis belajar
Manusia mempunyai beragam potensi, karakter dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia.

1.      Belajar menurut A.De Block
Sistematika bentuk belajar yang disusun oleh De blok adalah sabagai berikut :
a.       Bentuk-bentuk belajar menurut fungsi psikis.
1. Belajar dinamik
2. Belajar afektif
3. Belajar kognitif : mengingat, berfikir
4. Belajar senso-motorik: mengamati, bergerak, berketrampilan.
            b.    Bentuk-bentuk belajar menurut materi yang dipelajari:
                   1. Belajar teoritis
                   2. Belajar teknis
                   3. Belajar sosisal atau belajar bermasyarakat
                   4. Belajar estetis
            c.     Bentuk-bentuk belajar yang tidak disadari
                    1. Belajar insidental
                    2. Belajar dengan mencoba-coba.
                   3. Belajar tersmbunyi.[15]

2.      Belajar menurut Benyamin S Bloom
Benyamin S Blom adalah ahli pendidikan yang terkenal seagai pencetus konsep Taksonomi belajar. Taksonomi belajar adalah pengelompokan tujuan belajar berdasarkan domain atau kawasan belajar.
Menurut Bloom ada tiga domain belajar, yaitu sebagai berikut.
1.      Cognitive Domain ( kawasan kognitif )
Prilaku yang merupakan proses berpikir atau prilaku yang temasuk hasil kerja otak.
Kemampuan kognitif antara lain :
a.       Pengetahuan, tentang suatu materi yang dipelajari.
b.      Pemahaman, memahami materi yang dipelajari.
c.       Penerapan penggunaan materi.
d.      Analisa, proses analisis teoritis dengan mengunakan kemampuan akal.
e.       Sintesa, kemampuan memadukan konsep, sehingga menemukan konsep baru.
f.        Evaluasi, kemampuan melakukan evaluatif atas pengunaan mati pengetahuan.
2.      Affective domain (kawasn afektif)
Prilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda kecenderunganya untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bereaksi didalam lingkungan tertentu. Beberapa contoh kawasan afektif :
-          Menganggukkan kepala sebagai tanda setuju,
-          Meloncat dengan muka berseri-seri sebagai tanda kegirangan,
-          Pergi kemasjid sebagai prilaku orang beriman kepada Tuhan YME.

3.      Psychomotor Domain (kawasan psikomotor)
       Prilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh manusia. Domain ini berbentuk gerakan tubuh, antara ain seperti berlari, melompat, melempar,berputar, memukul, menendang dan lain-lain. Dave (1970), mengemukakan lima jenjang tujuan belajar pada ranah psikomotor :
a.       Meniru, kemampuan mengamati suatu gerakan agar dapat merespon.
b.      Menerapkan, kemampuan mengikuti pengarahan, gerakan pilihan dan pendukung dengan membayangkan gerakan orang lain.
c.       Menerapkan, kemampuan memberikan respon.
d.      Merangkai, koordinasi rangkaian gerak dengan membuat aturan yang tepat.
e.       Naturalisasi, gerakan yang dilakukan secara rutin dengan mengunakan energy fisik dan psikis yang minimal.[16]

4.      Belajar menurut Gagne
a.       Belajar Isyarat (signal learning). Tidak semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus sebenarnya tidak menimbulkan respons. Dalam konteks inilah signal learning tejadi.
b.      Belajar stimulus respon. Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan . Reaksi yang tepat diberikan penguatan (renforcement) sehingga terentuk prilaku tertentu.
c.       Belajar merantaikan (chaining). Tipe belajar chaining merupakan cara belajar yang membuat gerakan-gerakan motorik, sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu (shaping).[17]
d.      Belajar  asosiasi (verbal association) merupakan belajar menggabungkan suatu kata  dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat.
e.       Belajar membedaan (discrimination) memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan.
f.        Belajar konsep (konsep learning). Belajar mengklasifikasikan stimulus atau  menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep.
g.      Belajar dalil (rule learning) tipe belajar ini merupakan tipe belajar untuk menghasilkan  aturan atau kaidah yang tediri dari penggabungan beberapa konsep.
h.      Belajar memecahkan problem (problem solving), mengabungkan beberapa kaidah menjadi prinsip pemecahan.[18]

5.      Belajar menurut Van Parreren
1.      Belajar membentu otomatisme
Jenis belajar ini meliputi belajar ketrampilan motorik, tetapi juga dapat meliputi belajar kognitif. Winkel (1991), menyatakan cirri khas dari hasil belajar ini terletak pada otomatisasi sejumlah rangkaian gerak-gerik yang terkordinir atau sama lain, seperti dalam mengoprasikan computer.
2.      Belajar insidental
Orang belajar sesuatu tanpa mempunyai intensi atau maksud untuk mempelajari hal tersebut, dan tidak direncanakan sebelumnya.
3.      Belajar menghafal.
Bentuk belajar ini peran memori jangka panjang. Orang menanamkan kembali secar harfiah sesuai dengan materi yang asli. Misalnya dalam menghafal barisan bilangan, orang memanfaatkan kaidah yang terkandung didalamnya.
4.      Belajar pengetahuan
Melalui bentuk belajar ini orang dapat mengetahui berbagai macam data mengenai kejadian, keadaan, benda-benda dan orang. Ciri khas dari hasil belajar yang diperoleh ialah orang dapat merumuskan kembali pengetahuan yang dimiliki dalam kata-kata sendiri.
5.      Belajar konsep
Dalam belajar ini orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam obyek-obyek yang meliputi benda kejadian, dan orang yang ditinjau pada aspek-aspek tetentu saja.
6.      Belajar memecahkan problem melalui pengamatan
Dalam belajar ini orang diharapkan pada suatu problem yang harus dipecahkan dengan mengamati baik-baik, dengan mengadakan pengamatan yang teliti dan reorganisasi terhadap unsur-unsur didalam problem.
7.      Belajar berpikir
Pada jenis belajar ini, orang dihadapkan pada suatu problem yang harus dipecahkan, namun tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.
8.      Belajar untuk belajar
Proses belajar seseorang yang sangat menyadari tuntunan dalam belajar, sekaligus caranya dia bekerja, sehingga orang tersebut melakukan serangkaian kegiatan sistemais yang meliputi, orientasi bacaan, dan membuat langkah-langkah untuk memecahkan masalah.
9.      Belajar dinamik
Bentuk belajar ini dibentuk kemauan, sikap, motif dan modalitas perasaan yang semaunya, mengambil bagaian dalam pembentukan watak, sikap, motif dan perasaan meruakan sumber energi yang mendorong seseorang dalam melakukan kegiatan/aktifitas, yang didalamnya termasuk belajar.[19]

F.     Faktor – faktor yang mempengarui belajar.
Usaha dan keberhasilan belajar dipengarui oleh banyak faktor. Faktor-fakor tersebut data bersumber pada dirinya atau diluar dirinya atau lingkunganya.
A.    Faktor – faktor dalam diri individu
Banyak faktor yang ada dalam diri individu atau si pelajar yang mempengarui usaha dan keberhasilan belajarnya. Faktor-faktor tersebut menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah dari individu.
Aspek jasmaniah mencakut kondisi dan kesehatan jasmani dari individu. Tiap orang memiliki kondisi fisik yang berbeda, ada yang tahan belajar lima atau enam jam terus meneus, tetapi ada juga ang tahan satu dua jam saja. Kondisi fisik menyangkut pula kelengkapan dan kesehatn indra penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Indra yang paling penting  dalam belajar adalah penglihatan dan pendengaran. Seseorang yang penglihatan atau pendengaranya kurang baik akan berpengauh kurang baik terhadap usaha dan hasil belajarnya. Kesehatan merupakan syarat mutlak terhadap keberhasilan belajar.
Aspek psikis atau rohaniah tidak kalah pentingnya dalam belajar dengan aspek jasmaniah. Aspek psikis mencangkup kondisi kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan intelektual, sosial, psikomotor serta kondisi afektif dan konatif dari individu. Untuk kelancaran belajar tidak hanya dituntut kesehatan jasmaniah tetapi juga kesehatan rohaniah.
Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Kondisi intelektual ini menyangkut tingkat kecerdasan, bakat baik bakat sekolah maupun bakat pekerjaan.
B.     Faktor – factor lingkungan
Keberhasian belajar juga dpengarui oleh faktor-faktor diluar diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial – psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.Keluarga, merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan, memberikan landasan  dasar bagi proses belajar pada lingkugan sekolah dan masyarakat. Faktor-faktor fisik dan sosial psikogis yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan belajar anak.Suasana lingkungan rumah disekitar pasar atau terminal atau tempat-tempat hiburan berbeda dengan di daerah khusus pemukiman.
Lingkungan sekolah juga memegang peranan penting bagi perkembangan belajar para siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti lingkungan kampus, sarana dan prasarana yang ada, sumber belajar, media dan lain-lain. Sekolah yang kaya dengan aktivitas belajar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, terkelola dengan baik, diliputi dengan suasana akademis yang wajar, akan sangat mendorong semangat belajar para siswanya.[20]

KESIMPULAN
Dalam merumuskan pengertian belajar, para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
Menurut rumusan G.A Kimble belajar adalah perubahan yang relative menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan saraf.
Menurut Thursan Hakim, belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku.
Dalam merumuskan pengertian belajar, para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
Menurut rumusan G.A Kimble belajar adalah perubahan yang relative menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan atau kerusakan pada susunan saraf.
Menurut Thursan Hakim, belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku.

DAFTAR PUSTAKA

 Eveline Siregar,  Hartini Nara, Teori belajar dapembelajaran, Ciawi-Bogor. Pt Ghaila Indonesia, Oktober 2010.
 Lisnawati Simanjuntak, dkk, Metode Mengajar Matematika I, Rineka Cipta : Jakarta, 1992
Joko Susilo, Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar, Pinus Book Publisher : Yogyakarta, 2006.
Najib Sulhan, Pembangunan karakter pada anak, Surabaya, Surabaya Intelektual Club,2006
 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung.Pt. Remaja rosdakarya, oktober 2004.
Oemar Hamalik, Psikologi dan belajar mngajar, Bandung, Pt.Sinar baru algensindo, 2010.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta, Pt.Rineka Cipta, 2003.
Wina Sajaya,Strategi pembelajaran berorientasi standar proses penddikan, Jakara,Pt.Prenada media group,2006.
W.S. Winkel ,.Psikologi pengajaran, Sleman.Yogyakarta, Pt Media Abadi,2007.
Yatim Riyanto,  Paradigma baru pembelajaran, Jakarta, Pt prenada media grup,2009.


Postingan terkait: