Metode Penelitian Hadith


PENDAHULUAN
Al-Qura>n  wahyu  Allah  yang  diturunkan  kepada  Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia menjadi  pedoman  hidup  manusia isinya  yang lengkap menyangkut berbagai sisi kehidupan manusia. Ayat-ayat al-Qura>n ada   yang  bisa dipahami secara tekstual dan ada  yang bisa dipahami  secara kontekstual (tersirat) untuk  memudahkan  ummat islam dalam memahami kandungan al-Qura>n yang maknanya masih global telah dijelaskan dalam hadis-hadis Rasu>lullah.  Mengingat  urgensi  hadi>s sebagai  penjelasan dari al-Qura>n  sekaligus sebagai sumber ajaran islam  yang kedua  setelah al-Qura>n  maka perlu dilakukan penelitian hadis. Tujuan utama penelitian hadis adalah untuk menguji dan menganalisis secara kritis apakah secara historis dapat dibuktikan kebenarannya hadis-hadis itu berasal dari Nabi atau tidak.[1]
 Penelitian hadis tidak dimaksudkan untuk menguji kebenaran hadis-hadis Nabi dalam kafasitasnya sebagai sumber ajaran islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. karena kondisinya dalam status terjaga tetapi pada tataran kebenaran penyampaian informasi hadis mengingat kodifikasinya cukup panjang hingga memerlukan mata rantai periwayat penyampai informasi dalam bentuk sanad. Apa lagi di zaman nabi hadis nabi yang berkembang lebih banyak berlangsung secara hafalan dari pada secara tulisan.[2] Karena itu tidaklah semua hadis Nabi yang telah dicatat oleh para sahabat telah dilakukan pemeriksaan dihadapan Nabi. Itu berarti bahwa hadis Nabi yang didokumentasikan secara tertulis dan secara hafalan tidak terhindar dari keharusan untuk diteliti.[3]
                                        
PEMBAHASAN
                                                
A.  Tahap –tahap penelitian hadis
I.     Melakukan Takhrij
Secara etimologi kata takhrij berasal dari kata kharraja yang berarti al-zuhur yang (tampak) al-istinbath (mengelurkan) al taujih (menerangkan) at-tadrib (meneliti) sedangkan menurut terminologi takhrij hadis adalah menunjukkan atau pencarian tempat hadis pada sumber-sumbernya yang asli dengan mengemukakan matn serta sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas hadisnya.[4]
Metode Takhrij hadis  ada dua macam  : pertama  Takhrijul hadis bil- lafz yakni berdasarkan lafal, yang   kedua takhrijul hadis  bil Maudu yakni berdasarkan  topik.[5]
  • Metode Takhrijul  Hadis bil Lafz
Kitab yang digunakan dalam melakukan takhrijul hadis bil lafdz yaitu  kamus al-Mu’jam al-Mufahras li al-Hadis an-Nabawi  Susunan Dr. A.J. Wensink .Contoh :  lafal matn  yang berbunyi  من رأ منكم منكرا. Dengan  lafal منكرا  dapat ditelusuri melalui halaman kamus yang memuat lafal   نكر  Setelah ditemukan lalu dicari kata منكرا . Dibagian itu akan diberi petunjuk bahwa hadis yang dicari memiliki sumber  yang banyak  yakni :
1.        Sahih Muslim, kitab iman, nomor hadis 78,
2.         Sunan Abi Daud, kitab sholat  bab 242 dan kitab Malahim
3.        Sunan at-Turmuzi, kitab  Fitan, bab 11
4.        Sunan a-Nasa’i kitab  Iman  bab 17
                 Dari seluruh riwayat  yang dikemukakan oleh keempat kitab tersebut dikutip  secara lengkap untuk menghindari  adanya riwayat  yang tidak tercakup demikian juga dengan lafal lain yang terdapat  dalam matn yang sama  perlu dilakukan takhrij.  mungkin bisa diketahui bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab yang lain.
§  Metode Takhrijul Hadis bil Maudu
            Apabila  Hadis  yang akan diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matn maka bisa diteliti  berdasarkan tofik masalah misalnya topik masalah  yang akan diteliti adalah  hadis tentang kawin kontrak atau nikah mut’ah untuk menelusurinya diperlukan bantuan kamus yang dapat memberikan  keterangan tentang berbagai riwayat hadis  tentang topik tersebut.  kamus  yang disusun berdasarkan topik masalah   adalah kitab Miftah Kunuz as-Sunnah  yang disusun oleh Dr.A.J.Wensinck dan kawan-kawan dan  kitab Muntakhab Kanzil Ummal yang disusun  oleh Ali bin Hisam  ad-Din al-Mutqi.
Contoh : Untuk topik yang berkenaan dengan nikah mut’ah kamus Miftah Kunuzis –Sunnah mengemukakan  data hadis yang bersumber  kepada kitab-kitab antara lain Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud dan lainnya pada masing-masing kitab dibubuhkan data tentang letak hadis yang bersangkutan.[6]
§  Melakukan Takhrij dengan menggunakan perangkat  komputer melalui bantuan CD ROM dengan program Mausu>ah al-Hadi>s al-Syari>f al-Kutub al-Tisah. program ini memuat seluruh hadis yang terdapat dalam kitab al-Tisah. Program ini diproduksi  tahun 1991 Ada delapan cara untuk menelusuri hadis-hadis yang terdapat dalam kutub al-Tisah yaitu  :
a.         Dengan memilih lafadz yang terdapat dalam daftar lafadz yang sesuai dengan hadis yang dicari
b.        Dengan mengetik salah satu lafadz matn hadis
c.         Berdasarkan tema kandungan hadis
d.        Berdasarkan kitab dan bab sesuai yang ada dalam kitab aslinya
e.         Berdasarkan nomor urut hadis
f.         Berdasarkan pada periwayatnya
g.        Berdasarkan aspek tertentu dalam hadis
h.        Berdasarkan takhrij hadis hadis[7]
II.                I’tibar
            Setelah dilakukan takhrij maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun  untuk kemudian dilakukan i’tibar.
            Secara etimologi i’tibar adalah peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat di ketahui sesuatu yang sejenis.
            Menurut istilah i’tibar  berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, supaya dapat di ketahui ada tidaknya periwayat yang lain untuk sanad hadis di maksud   tujuannya untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung (corraboration) periwayat yang berstatus  mutabi’ (periwayat yang berstatus pendukung bukan dari sahabat nabi ) atau syahid (pendukung dari sahabat nabi)[8]
Contoh hadis
            Hadis yang berbunyi من رأ منكم منكرا. Atau yang semakna dengannya menurut hasil takhrij  di riwayatkan oleh :
1.    Muslim dalam Sahih Muslim, Juz 1 halaman 69
2.    Abu  Daud dalam Sunan Abu Daud Juz 1 halaman 297 dan juz 4 halaman 123
3.    At-Turmuzi dalam Sunan at- Turmuzi juz 3 halaman 317-323 dll.
III.     Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya
                   Prof. Dr. Syuhudi Ismail, MA. menjelaskan bahwa untuk meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya beberapa hal yang perlu diteliti  adalah  :
1.        Kaidah kesahihan hadis sebagai acuan
            Untuk meneliti hadis, diperlukan acuan. Acuan yang digunakan adalah kaidah kesahihan hadis bila ternyata hadis yang diteliti bukanlah hadis mutawatir. hadis sahih ialah hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi) diriwayatkan oleh ( periwayat ) yang adil  dan dabit sampai akhir sanad (didalam hadis itu ) tidak terdapat kejanggalan (syuzuz) dan cacat (Illat)
2.    Segi-segi pribadi periwayat yang diteliti
               Ulama hadis   sependapat bahwa  ada dua hal yang harus diteliti  pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui  apakah riwayat hadis yang dikemukakannya  dapat diterima sebagai hujjah  ataukah harus ditolak yaitu keadilan dan kedabitannya kriteria  untuk sifat adil itu adalah (1)beragama islam (2) Mukallaf  (3) Melaksanakan ketentuan agama (4) memelihara muru’ah dan kriteria untuk sifat dabit adalah (1) hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya (2) mampu menyampaikan dengan baik  hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain serta mampu memahami dengan baik hadis yang di hafalnya.
3.    Sekitar jar Wat-Ta’dil
               Jarh yang berarti tampak jelasnya sifat pribadi periwayat yang tidak adil atau buruk di bidang hafalannya dan kecermatannya yang keadaan itu menyebabkan gugurnya atau lemahnya riwayat yang di sampaikan oleh periwayat. Kritik terhadap para periwayat hadis yang telah di kemukakan oleh ulama ahli kritik hadis tidak hanya berkenaan dengan hal-hal yang terpuji tetapi juga yang tercela untuk menjadi pertimbangan dapat tidaknya di terima riwayat hadis yang di sampaikan.
4.    Persambungan sanad yang diteliti
               Sanad hadis selain memuat nama-nama periwayat, juga memuat lambang-lambang  atau lafal-lafal yang memberi petunjuk tentang metode periwayatannya yang di gunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Lambang-lambang yang di gunakan dalam periwayatan hadis bentuknya bermacam-macam misalnya sami’tu, sami’na haddasana, haddasani dan anna sebagian dari lambang itu ada yang di sepakati penggunaannya dan ada yang tidak di sepakati.  Lambang-lambang  yang di sepakati misalnya sami’tu sami’na, haddasani nawalana dan nawalani. Kedua lambang  yang di sebutkan pertama di sepakati penggunaannya dengan metode assama’ metode yang menurut jumhur ulama hadis memiliki  tingkat akurasi yang tinggi  dalam periwayatan hadis sedangkan dua lambang  berikutnya  masih di persoalkan tingkat akurasinya.[9] Dari lambang-lambang itu dapat di teliti  tingkat akurasi metode periwayatannya  yang di gunakan oleh periwayat.
5.             Meneliti syuzuz dan Illah
               Sanad yang  yang mengandung syuzuz bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. salah satu langkah penelitian yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan  adanya  syuzuz suatu sanad hadis adalah dengan membandingkan  semua sanad yang ada  untuk matn  yang topik pembahasannya sama atau memiliki kesamaan.
               Meneliti Illat yang dimaksudkan dalam salah satu unsur kesahihan hadis  ialah illat  yang untuk mengetahuinya diperlukan penelitian lebih cermat sebab hadis yang bersangkutan tampak sanadnya  berkualitas sahih. Cara menelitinya antara lain  dengan membandingkan semua sanad yang ada untuk matn yang isinya semakna.[10]
6.         Kitab-kitab yang diperlukan
a.    Kitab-kitab yang membahas biografi singkat para sahabat nabi  yaitu
لاستىعا  ب  معرفة ألاصحا  ب    Susunan  Ibn Abdil Barr (wafat 463
              Kitab-kitab yang membahas biografi singkat para periwayat hadis yang disusun berdasarkan tingkatan para periwayat  (tabaqatur ruwah)  dilihat dari segi tertentu yaitu :
        Susunan  Ibn Sa’ad  الطبقا ت االكبرى
b.    Kitab yang membahas periwayat hadis secara umum
االثا ر يخ ااكبر ى  
c.         Kitab yang membahas para periwayat hadis untuk kitab kitab hadis tertentu
االهد يىة والارشا د فى معرفة اهل االتقة والسدا د
d.        Kitab-kitab yang membahas para periwayat hadis al-Kutubus-Sittah  yaitu {:
الكما ل فى أسماء ا الرل\جال
B.        Contoh Penelitian Hadis          
 Meneliti sanad hadis tentang mengatasi kemunkaran
Bunyi riwayat hadis berdasarkan sanad Ahmad dari Yazid tersebut sebagai berikut :
حَدَّ ثَنَا عَبْدُااللهِ حَدَّ ثَنِىْ أبِى ثَنَايَزيْدُ أَخْبَرَنِيْ شُعْبَةَ عَنْ قَيْ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَا رِ قِ بْنِ شِهَا بٍ قَالَ حَخَطَبَ مَرْ وَان قَبْلَ الصّلا ةِ فِيْ يَوْمِ العِيْدِ فَقَا مَ رَجُلُ فَقَا لَ :إنَّمَا كَاَ نَتِ الصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ  فَقَا لَ تَرَكَ ذَا لِكَ يَا أبَا فُلاَنٍ فَقَا مَ أبُوْ سَعِيْدِ اْلخُدْرِيْ فَقَا لَ : أمّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَاعَلَيْهِ  سَمِعْتُ رَ سُولُ الله ص .م  يَقُوْلُ : مَنْ رَأ مُنْكَرًا  فَلْيُغَيِّرْ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِىْع فَبِلِسَا نِهِ  فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَالِكَ أضْعَفُ اْلإيْمَانِ (اخرجه احمد)[11]
       Urutan nama pada periwayatan hadis riwayat Ahmad diatas ialah Periwayat I : Abu Said al-Khudri, Periwayat  II : Tariq bin Syihab  Periwayat  III : Qais bin Muslim, Periwayat  IV : Syu’bah, Periwayat  V : Yasid, Periwayat VI Abi lebih dikenal dengan Ahmad bin Hambal yakni ayah Abdullah bin Ahmad periwayat VII : Abdullah yakni Abdullah bin Ahmad bin Hanbal)
Contoh penelitian ini di mulai pada periwayat terakhir, yakni Ahmad bin Hambal lalu diikuti pada periwayat sebelum Ahmad dan seterusnya sampai periwayat  pertama.
1.      Ahmad  Bin Hanbal
(a)    Nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal  bin Hilal bin Asad  asy-Syaibani  Abu Abdillah  al-Marwazi  al-Bagdadi (164-241 H )
(b)   Gurunya dalam periwayatan hadis antara lain : Sufyan bin Uyaynah, Yahya bin Saad al-Qattan, asy-Syafi’i dan Yazid bin Harun bin Wadi
(c)    Pernyataan para kritikus Hadis tentang dirinya :
(1)   Ibn Ma’in : Saya tidak melihat orang yang lebih baik  pengetahuannnya  dibidang hadis melebihi Ahmad
(2)   Al-Qattan : Tidak ada orang yang datang kepadaku yang kebaikannya melebihi Ahmad, dia itu hiasan umat (karena pengetahuan hadis)
(3)   Asy-Syafi’i : Saya keluar dari Bagdad dan di belakang saya tidak ada orang yang lebih paham tentang islam, lebih zuhud, dan lebih berilmu yang melebihi Ahmad.
(4)   An-Nasa’i : Ahmad itu salah seorang  ulama siqat ma’mun
(5)   Ibn Hibban : Ahmad itu   hafiz mutqin faqih.
(6)   Ibn Sa’ad : Ahmad itu siqah sabt suduq[12]
Berdasarkan pernyataan para kritik hadis  tentang diri Ahmad Bin Hambal tidak seorang kritikus pun yang mencela Ahmad bin Hanbal. Pujian yang diberikan orang kepadanya  adalah pujan yang berperingkat tinggi. Dengan demikian pernyataan yang mengatakan bahwa dia telah menerima riwayat hadis diatas dari Yazid dengan metode as-Sama’ dapat dipercaya  itu berarti bahwa sanad antara dia dan Yazid dalam keadaan bersambung.  
2.      Yazid
(a)    Nam Lengkapnya  Yazid bin Harun bin Wadi (wafat 206 H) berasal dari Bukhara
(b)   Gurunya di bidang periwayatan hadis  yaitu : Sulaiman at-Timi, Syu’bah dan Sufyan as-Sauri
(c)    Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya antara lain
(1)   Ahmad bin Hanbal : Dia itu penghafal Hadis
(2)   Ibn Al-Madini : Dia salah seorang periwayat yang siqah saya belum melihat orang yang hafalannya (hadis) melebihi dia
(3)   Ibn Ma’in : Dia itu Siqah
(4)   Al-Ajali : Dia itu Siqah sabt di bidang hadis
(5)   Ibn Abi Syaibah : Saya belum pernah melihat orang yang lebih kuat hafalannya  melebihi Yazid.
(6)   Abu Zur’ah : Kekuatan hafalannya lebih banyak dari pada kecepatannya dalam membaca.
(7)   Abu Hatim : Yazid itu Siqah Imam  Saduq dan jangan ditanya lagi apakah  ada orang yang mampu menyamainya.[13]
(d)   Tidak ada seorang pun dari kritikus hadis yang mencela pribadi Yazid. Pujian-pujian orang yang diberikan kepadanya dikemukakan oleh kritikus berperingkat tinggi dan tertinggi. Dengan demikian pernyataan Yazid yang mengatakan bahwa dia menerima riwayat Hadis  diatas dari Syu’bah dengan lambang akhbarana dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti bahwa sanad antara Yazid dan Sy’bah dalam keadaan bersambung.
3.      Syu’bah
(a)    Nama lengkapnya :  Syu’bah bin Hajjaj bin al-Warad al-Itki al-Azadi al-Wasiti al-Basri (82-160H)
(b)   Guru Syu’bah di bidang periwayatan hadis banyak sekali yaitu : Tuglub Ibrahim  bin Amir bin Mas’ud dan Qais bin Muslim
(c)    Pernyataan kritik hadis tentang dirinya
(1)    Ahmad bin Hanbal  : Sekiranya Syu’bah tidak ada niscaya hadis-hadis hukum lenyap dan tidak ada orang yang lebih baik pengetahuannya di bidang hadis selain Syu’bah.
(2)    Sufyan as-Sauri : Syu’bah itu amirul mu’min fil  hadis
(3)    Asy-Syafi’i  : Sekiranya Syu’bah tidak ada niscaya hadis di Irak tidak di kenal orang
(4)    Ibn Sa’aad Dia itu siqah  ma’mun  sabt hujjah
(5)    Al-Ajali Dia itu sigah sabt tetapi agak sedikit ada kesalahan di bidang rijalul hadis.
(6)    Ad-Daruqutni : Syu’bah banyak mengalami kesalahan di bidang rijalul hadis  karena kesibukannya untuk lebih menghafal hadis. [14]
           Hampir seluruh kritikus hadis memuji Syu’bah kekurangannya menurut al-Ajali dan  ad-Daruqutni dibidang rijalul hadis dan bukan di matn hadis. Seandainya kesalahan yang dilakukan Syu’bah berkaitan dengan periwayat dan sanad hadis yang sedang diteliti ini apalagi Syu’bah dalam sanad itu menggunakan lambang an maka muttabinya perlu diteliti. Dalam hal ini terdapat dua muttabi’ yakni Sufyan dan Malik bila kedua  muttabi’ atau salah satunya memenuhi syarat maka sanad antara  Syu’bah  dan Qais bin Muslim bersambung.
4.       Qais bin Muslim
(a)    Nama lengkapnya : Qais bin Muslim al-Jadali al-Udwani Abu Amr
(b)    Gurunya dalam periwayatan hadis yaitu Qais bin Muslim antara lain Tariq bin Syihab. al-Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah, dan Mujahid .
(c)     Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya  antara lain :
(1)   Yahya : Dia berpaham  murji’ah  dia lebih sabt  dari pada  Abu Qais
(2)    Ibn Main : Dia siqah
(3)    Abu Hatim : Dia  siqah
(4)    Abu Daud ; Dia berpaham murji’ah
(5)    An-Nasa’i : Dia siqah  dan berpandangan murji’ah
(6)    Syu’bah : Dia layyin
(7)    Ibnu  Hibban Dia siqah
(8)    Ibn Saad : Dia siqah sabt
(9)    Al-Ajali : Dia Siqah
(10)      Ya’qub  bin Sufyan  : Dia siqah  dan berpandangan murji’ah.[15]
   Para kritikus hadis menilai Qais bin Muslim bersifat siqah  kecuali Syu’bah  yang menilainya  sebagai layyin. Lafal Layyin  adalah istilah untuk menyebut sifat periwayat  yang tergolong al-Jarh yang peringkatnya berada paling dekat  dengan peringkat at-Ta’dil  yang terendah. Syu’bah tidak menjelaskan sebab-sebab yang melatar belakangi ke layyin –an  Qais bin Muslim. Disegi  yang lain  Syu’bah sendiri telah dinyatakan oleh Ajali dan ad-Daruqutni, sebgaimana telah dikemukakan diatas  sebagai ulama yang mengalami kesalahan dalam masalah ilmu rijal hadis. Karenanya, kritik syu’bah  tidak mengurangi  ke siqat an-Qais 
5.      Tariqh bin Syihab
(a)    Nama lengkapnya  Tariq bin Syuhab bin Abd Syams bin Hilal  bin Salmah bin Auf  bin Khusaim  al-Bajailai  al-Ahmasi Abu Abdillah al-Kufi (wafat 123 H )
(b)   Guru dan murid dibidang periwayatan hadis : al-Khulafaur Rasyidin, Bilal, dan Abu Said al-Khudri.
(c)    Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya, antara lain
(1)   Yahya bin Main : Dia Siqah
(2)    Al-Ajali : Dia Siqah.[16]
6.      Abu Said al-Khudri
(a)    Nama lengkapnya Sa’ad  bin Malik bin Sanan bin Ubaid  bin Sa’labah bin Ubaid bin al-Abjar khudrah bin Auf  bin al-Harits bin al-Khasraj al-Ansari  Abu Said al-Khudri (wafat 63 H/64)
(b)   Gurunya di bidang periwayatan hadis : Abu Said al-Khudri  banyak meriwayatkan hadis dari Nabi secara langsung. Dia juga menerima  riwayat hadis Nabi dari al-Khulafaur Rasyidun, ayahnya saudaranya yang seibu  yang bernama Qatadah bin Nu’man.
(c)    Pernyataan para kritikus hadis tentang  dirinya antara lain
(1)  Para gurunya Hanzalah bin Abi Sufyan : Abu Said al-Khudri  itu   sebagian dari para sahabat  Nabi yang namanya  disebut-sebut  oleh orang banyak karena  kemampuannya  di bidang pemahaman agama islam  yang mendalam.
(2)  Al-Khatib : Dia adalah  salah seorang sahabat nabi yang utama dan hafal  hadis.
    Ayah Abu Said  al-Khudri adalah salah seorang sahabat nabi yang gugur sebagai syahid di peperangan badr. Ketika itu Abu Sa’id  masih setelah dewasa, Abu Said ikut aktif  mengikuti berbagai peperangan pada zaman Nabi. Dia telah 12 kali peperangan.[17]
  1. Meneliti Kemungkinan  adanya syuzuz dan illah
Jika diperhatikan persambungan sanad Ahmad Pada point B  berisi lima tingkat periwayat di luar para mukharrijnya. Perbedaan itu tidak dengan sendirinya menjadikan sanad Ahmad memiliki kekurangan. Sebab seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang diteliti masing-masing dari mereka bersifat siqat bahkan sebagian dari para periwayatnya itu kesiqatannya berperingkat tinggi dan sanadnya dalam keadaan bersambung mulai dari mukharrijnya sampai kepada sumber utama berita, yakni Nabi Muhammad  SAW. Kekuatan sanad Ahmad yang diteliti makin meningkat bila dikaitkan dengan pendukung berupa mutabi, sanad yang memiliki mutabi terletak pada sanad-sanad prtama kedua dan keempat. Dengan demikian hanya sanad-sanad terakhir, ketiga dan mukharrij saja yang tidak memiliki muttabi.
       d. Mengambil Natijah (kesimpulan)
              Setelah di lakukan penelitian dan metode periwayatannya langkah berikutnya dalam penelitian sanad hadis  ialah mengemukakan kesimpulan. untuk hasil penelitian hadis ahad maka natijahnya berisi pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih, hasan atau da’if sesuai dengan apa yang di teliti.
            Selain penelitian sanad adalah penelitian matn. Bagi ulama hadis matn dan sanad hadis sama-sama mempunyai kedudukan penting karena kriteria kesahihan hadis tidak hanya ditentukan oleh kualitas sanadnya saja, tetapi juga ditentukan oleh kualitas matnnya.[18] Dalam sejarah periwayatan, hadis tidak di lakukan secara lafdz melainkan maknawi. Perbedaan periwayatan yang di lakukan oleh satu periwayat dengan periwayat lainnya memerlukan adanya penelitian matn. [19] Bagi ulama hadis dua bagian riwayat  hadis itu sama-sama pentingnya, hanya saja penelitian matn barulah mempunyai arti apabila sanad bagi matn hadis yang bersangkutan telah jelas-jelas memenuhi syarat-syarat. Langkah-langkah penelitian matn adalah sebagai berikut :
a.         Meneliti matn dengan melihat kualitas sanadnya
                               Menurut ulama hadis suatu hadis barulah dinyatakan berkualitas apabila sanad dan matn hadis sama-sama berkualitas sahih.
b.        Meneliti susunan lafal yang semakna
                               Menurut ulama hadis perbedaan lafal yang tidak mengakibatkan perbedaan makna asalkan sanadnya sama-sama sahih maka hal itu tetap ditoleransi
c.         Meneliti kandungan matn
                                  Masalah yang sama perlu dilakukan takhrijul hadis bil- Maudu’. Apabila  Untuk mengetahui ada atau tidaknya matn lain yang memiliki topik sanadnya memenuhi syarat, maka kegiatan muqaranah (perbandingan) matn-matn tersebut dilakukan.
d.      Menyimpulkan hasil penelitian
                             Sebagaimana halnya penelitian sanad maka dalam menyimpulkan penelitian matn juga harus didasarkan pada argumen-argumen yang jelas. Apabila  matnn yang diteliti ternyata sahih dan sanadnya juga sahih, maka dalam natijah disebutkan bahwa hadis  yang diteliti berkualitas sahih demikian juga sebaliknya.[20]
            Beberapa contoh penelitian matn hadis :
                          Meneliti matn hadis yang kandungannya tampak bertentangan dengan matn hadis yang lain.
                         Dalam hadis riwayat Muslim, ad-Darimi, dan Ahmad dinyatakan
عن أبى سعىيد الخد ر ي أن ر سو ل الله ص م : قا ل ولا تكتبوا عنى ومن
كتب عنى غير القران فليمحه  (رواه مسلم والد ر مي و أحمد) [21]
Dari Abu Said al Khudri bahwa Rasulullah telah bersabda, Janganlah kamu tulis (apa yang berasal) dariku dan barang siapa  yang telah  menulis dariku selain al-Qur’an maka hendaklah dia menghapusnya.
Hadis  di atas  tampak bertentangan dengan hadis riwayat al-Bukhari Muslim, Abu Daud yang berbunyi :
عن ابي هر يرة عن ا لنبي ص م قا ل ا كتبوا لايى شا ه (رواه البخاري
ومسلم و ابوا داود)[22]
          Dari Abu Hurairah  dari Nabi SAW. beliau bersabda  (kepada para sahabat) Tuliskanlah  (khotbah saya tadi) untuk Abu Syah (yang telah minta untuk di tuliskan tersebut .
            Kandungan matn hadis yang dikutip pertama tampak bertentangan (at-taarud) dengan kandungan matn-matn berikutnya.  
       Dalam upaya menyelesaikan kandungan matn hadis yang bertentangan ulama berbeda pendapat. Ibnu Hajar al-Asqalani menghimpun pendapat-pendapat itu menjadi lima macam yaitu :
1.        Pengkompromian (al-jam’u). Hadis yang mengandung  larangan menulis hadis berstatus khusus untuk saat ayat al-Qur’an turun
2.        Pengkompromian (al-jamu) larangan penulisan hadis di pahami berstatus khusus yang mencampur adukkan al-Qur’an dan hadis.
3.        Penerapan an-Nasikh wal-mansukh, yaitu hadis yang berisi larangan menulis  hadis merupakan kebijaksanaan nabi yang datangnya lebih dulu sedang kebijaksanaan Nabi  mengizinkan  menulis hadis datang kemudian.
4.        Pengkompromian (al-jamu) dalam hal ini larangan berstatus khusus bagi orang yang kuat hafalannya yang di khawatirkan dia lalu hanya menyandarkan pengetahuan  hadisnya kepada catatan saja, sedang keizinan  menulis hadis diberikan kepada yang tidak kuat hafalannya
5.        Menurut al-Bukhari, hadis yang mengandung larangan menulis riwayat Abu Sa’id al-Khudri berstatus mauquf (hadis yang disandarkan kepada sahabat dan tidak sampai kepada nabi). Pernyataan dalam matn hadis tersebut bukanlah sabda nabi melainkan pernyataan sahabat.[23]
Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut maka jelas bahwa matn-matn hadis  yang tampak bertentangan telah dapat diselesaikan sehingga hadis tersebut berstatus sahih.


                        
KESIMPULAN
1.                   Hadis  Nabi sebagai  penjelasan al-Qur’an sekaligus sebagai  sumber  hukum islam   yang kedua setelah al-Qur’an perlu diteliti. Penelitian hadis nabi bukan pada kedudukannya sebagai sumber ajaran islam yang kedua tetapi  pada tataran kebenaran penyampaian informasi hadis mengingat kodifikasinya cukup panjang hingga memerlukan mata rantai periwayat penyampai informasi dalam bentuk sanad.
2.                   Tahap-tahap penelitian hadis nabi  adalah pertama menentukan hadis nabi yang akan di teliti setelah ditentukan hadisnya,  kemudian dilakukan penelusuran atau pencarian ke dalam kitab-kitab hadis yang di sebut ulama hadis takhrij hadis dengan teknik penelusuran berdasarkan lafal hadis atau berdasarkan tema  hadis atau dengan perangkat komputer dengan program Mausuah al-Syaraf al-Kutub al-Tisah kemudian setelah dilakukan takhrij maka seluruh sanadnya di catat untuk di lakukan perbandingan dengan sanad yang lain kalau ada yang diistilahkan penulis ilmu hadis i’tibar kemudian meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya. dan terakhir mengambil kesimpulan apakah hadis itu berkualitas sahih atau tidak.
3.                   Dalam penelitian hadis selain penelitian sanad  penelitian matn juga perlu di lakukan  tahapan-tahapan dalam penelitian matan adalah sebagai berikut :
a.    Meneliti matn dengan melihat kualitas sanadnya
b.    Meneliti susunan lafal yang semakna
c.    Meneliti kandungan matn
d.   Menyimpulkan hasil penelitian


DAFTAR  PUSTAKA
Bustamin, Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo ,2004.
Ismail, M. Syuhudil. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta:  PT. Bulan Bintang  , 2007.
Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Hadis. Jakarta:  PT. Bulan Bintang,2005.
Idri,Studi Hadis. Jakarta:  Kencana Prenada Media Group,2010.
Suryadi,Metodologi Penelitian Hadis. Yogyakarta:  TH Press UIN Sunan Kalijaga, 2009.
Sahih Muslim bi Syarh an-Nawawi  Juz IV, Mesir :al-Maqtabah al- al Misriyyah 1924,
Sahrani, Sohari. Ulu>mul Hadis. Bogor:  Ghalia Indonesa, 2010.
Zuhri, Muhammad. Telaah Matan Hadis.  Jakarta:  LESFI 2003.



Postingan terkait: