PENDAHULUAN
Dalam hal pendidikan, tentu tidak akan
terlepas dari kata belajar, dimana belajar adalah suatu kata yang sudah akrab
dengan semua lapisan masyarakat. Bagi pelajar atau mahasiswa kata “belajar”
merupakan kata yang tidak asing. Bahkan sudah merupakan bagian yang tidak
terpisah dari semua kegiatan mereka dalam menunut ilmu dilembaga pendidikan
formal. Kegiatan belajar mengajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan.
Entah malam hari, sore hari atau pagi hari. [1]
Dari dulu hingga sekarang para ahli
psikologi dan pendidikan tidak bosan-bosannya membicarakan masalah belajar.
Penelitian demi penilitian sudah pula dilakukan. Berbagai teori belajar sudah
tercipta sebagai hasil dari penelitian. [2]
Dari beberapa teori yang terdcipta tersebut ada teori belajar yang dikembangkan
oleh Jerome Bruner, diamana pada saat ini teori merupakan salah satu teori yang
baik untuk dikembangkan di era globalisasi.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini
akan menjelaskan mengenai beografi Jerome Bruner, konsep belajar menurut
jerome bruner, belajar penemuan menurut
jerome bruner, ciri khas teori pembelajaran menurut bruner, penerapan
belajar jerome bruner dalam pembelajaran
pai dan kelebihan serta kekurangannya.
PEMBAHASAN
A. Biografi Jerome
S Bruner
Jerome
Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Beliau, bertugas sebagai profesor psikologi
di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat
Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan
penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Syarikat.
Bruner
banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana
manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengeuan.
Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan
pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang
diberikan kepada dirinya.
B. Konsep Belajar Menurut
Jerome Bruner
Belajar merupakan aktifitas yang
berproses, tentu didalamnya terjadi
perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan tersebut timbul
melalui tahap-tahap yang antara satu dan lainnya bertalian secara berurutan dan
fungsional. Dalam konsep belajar penemuan menurut Jerome Bruner ada tiga
episode/tahap yang ditempuh oleh siswa, yaitu: tahap informasi (tahap
penerimaan materi), tahap transformasi (tahap pengubahan materi) dan tahap
evaluasi (tahap penilaian materi). [3]
Dan konsep ini merupakan konsep belajar yang menentang konsep belajar aliran
behavioristik. Nasution menjelaskan bahwa ketiga tahapan konsep penemuan Jerome
Bruner tersebut saling berkaitan di antaranya:
Pertama
tahap informasi (tahap penerimaan materi)
Dalam
tiap pelajaran kita proleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan
yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula
informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya ,
misalnya tidak ada energy yang lenyap. Kedua,
tahap transformasi (tahap pengubahan materi) Informasi itu harus dianalisis ,
diubah atau ditransformasi kebentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar
dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat
diperlukan. Ketiga, tahap evaluasi
(tahap penilaian materi) dinilai
seberapa besar pengetahuan yang diproleh
dan ditransformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami
gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar ketiga tahapan ini
selalu terjadi. Karena yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi
diperlukan agar dapat ditransformasi. Tiap
tahapan tidak selalu sama. Hal ini tergantung pada hasil yang diharapkan, seperti motivasi murid belajar, minat,
keinginan mengetahui dan dorongan untuk menemukan sendiri. [4]
Konsep ini juga menjelaskan bahwa prinsip pembelajaran harus memperhatikan
perubahan kondisi internal peserta didik yang terjadi selama pengalaman belajar
dibecrikan dikelas. Pengalaman yang diberikan dalam pembelajaran harus bersifat
penemuan yang memungkinkan peserta didik dapat memperoleh informasi dan
keterampilan baru dari pelajaran sebelumya. [5]
Oleh karena itu, konsep pembelajaran ini
secara sadar mengembangkan proses belajar siswa yang mengarah kepada aspek jiwa
dan aspek raga. Sesuai dengan pengertian belajar itu sendiri yaitu : Serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan linkungannya yang menyangkut kognitif,
efektif, dan psikomotorik. [6]
C. Belajar
Penemuan Menurut Jerome Bruner
Bruner adalah tokoh yang mencetuskan
konsep belajar penemuan (discovery), Beliau juga seseorang pengikut setia teori
kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif, dan menandai perkembangan kognitif menusia sebagai
berikut:
Pertama
Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu
rangsangan. kedua Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan system
penyimpanan informasi secara realis. ketiga Perkembangan intelektual meliputi
perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui
kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan
dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. keempat
Interaksi secara sistematis antara
pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan
kognitifnya. kelima Bahasa adalah
kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara
manusia. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang
lain. keenam Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk
mengemukakan beberapa alternative secara simultan, memilih tindakan yang tepat,
dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi. [7]
Teori free discovery learning bertitik tolak pada teori belajar kognitif,
yang menyatakan belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan ini
tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Asumsi dasar
teori kognitif ini adalah setiap orang memiliki telah memiliki pengetahuan dan
penglaman dalam dirinya. Pengalaman dan pengetauan ini tertata dalam bentuk
struktur kognetif. Maka dari itu Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila
materi pelajaran yang baru, beradaptasi atau berkesinambungan secara ‘klop’
dengan struktur kognetif yang sudah dimilki oleh peserta didik.
Menurut Bruner perkembangan kognetif
seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan dengan cara melihat
lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik
dan simbolik.
Tahap enaktif
pada tahap ini anak didik melakukan aktivitas-aktivitas dalam usaha memahami
lingkungan sekitarnya. Peserta didik melakukan observasi dengan cara mengalami
secara langsung suatu realitas. Artinya, dalam memahami dunia sekitar, anak
menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan,
dan sebagainnya.
Tahap ikonik
pada tahap ini anak didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi
verbal, dalam memahami dunia sekitarnya. Anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
Tahap simbolik pada tahap ini peserta didik anak didik mempunyai gagasan-gagasan
abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika serta komunikasi dilakukan
dengan pertolongan sistem symbol. Semakin dewasa seseorang maka system symbol
ini semakin dominan. Peserta didik telah mampu memahami gagasan-gagasan
abstrak. Peserta didik membuat abstraksi berupa teoti-teori, penafsiran,
analisis dan sebagainya terhadap realitas yang telah diamati dan dialami.
Menurut Bruner belajar untuk sesuatu tidak usah ditunggu sampai peserta didik mencapai
tahap perkembangan tertentu, yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan
baik maka dapat diberikan kepadanya. Dengan kata lain perkembangan kognetif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan belajar yang akan
dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal
dalam pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama
dapat diberikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, tetapi
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Artinya
menunutut adanya pengulangan-pengulangan. Cara belajar terbaik menurut Bruner adalah dengan memahami konsep arti, dan suatu
kesimpulan free discovery lerning. Atau dapat dikatangan sebagai belajar
dengan menemukan discovery [8]
D. Ciri Khas Teori
Pembelajaran Menurut Bruner
Terdapat dua ciri konsep belajar
penemuan Bruner ini, diantaranya:
Pertama
tentang discovery itu sendiri
merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, diamana teori ini mengarahkan agar
peserta didik mampu dalam menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan.
Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar
berdasarkan pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya. kedua konsep kurikulum spiral dimana
dalam teorinya di tuntut adanya pengulangan-pengulangan terhadap penegetahuan
yang sama namun diulang dengan pembahsan yang lebih luas dan mendalam. Seperti
pengetahuan tentang Ilmu Pengetahuan Sosial yang di ajarkan pada sekolah dasar, kemudian
ilmu pengetahuan tersebut masih dapat diajarkan di perguruan Tinggi seperti
Psikologi Belajar. Psikologi belajar merupakan pengetahuan yang sama dengan
Ilmu Pengetahuan Sosial namun pembahasan
psikologi belajar lebih mendalam.
Adapun
ciri khasnya yaitu:
1. Empat
Tema tentang Pendidikan
Tema
pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena
dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana
fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan
yang lain.Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner
kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana
yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang
lebih tinggi.Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses
pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada
formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk
mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau
tidak.Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan
cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
2. Model
dan Kategori
Pendekatan
Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa
perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan
penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi
dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan
tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Asumsi kedua adalah bahwa orang
mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan
informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of
the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel.
Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari
lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan
kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara
hal-hal yang diketahui.
3. Belajar
sebagai Proses Kognitif
Bruner
mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan.
Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi
informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973). Informasi
baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan
dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi
pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru.
Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah
dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk
E. Penerapan
Belajar Jerome Bruner Dalam Pembelajaran
PAI
Menurut
Djamarah dan Zain impliklasi
konsep belajar discovery dalam
pembelajaran diantaranya : Petrama Simulation,
guru mulai bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik untuk
membaca atau mendengarkan uraian yang memuata uraian permasalahan. Kedua Problem Statement, anak
didik diberi kesempatan mengidentifikasi berbagai permasalahan. Sebagian besar memilihnya yang dipandang
paling menarik dan fleksibel untuk dipecahakan. Permasalahan yang dipilih itu
selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni
pernyataan sebagai jawaban sementara
atas pertanyaan yang di ajukan. Ketiga Data
collection, Untuk menjawab pertanyaan
atau membuktikan benar tidaknya hipotesis ini, anak didik diberi kesempatan
untuk mengumpulkan berbagai informasi
yang relavan, membaca literature,m mengamati obyek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya. Keempat Data prossesing. Semua informasi hasil
bacaan, wawancara observasi, dan sebagainya, semunya diolah, diacak,
diklasifikasikn, ditabulasi, bahkan apabila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Kelima Verfication, atau pembuktian. Berasarkan
hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab
atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Keenam.
Generalization. Tahap selanjutnya berdasarkan verfikasi tadi, anak didik
belajar menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu.
System
belajar yang dikembangkan Brunner ini menggunakan landasan pemikiran pendekatan
belajar mengajar. Hasil belajar cara ini lebih mudah dihapal dan diingat, mudah
dtransfer untuk memecahkan masalah. Pengetahuan dan kecakapan anak
didikbersangkutan lebih jauhdapat menumbuhkan motivasi instrik, karena anak
merasa puas atas penggunaannya sendiri. [9]
Kemudian
Oemar Halik dalam bukunya perencanaan “Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem”, menjelaskan konsep belajar penemuan Bruner
dapat diaplikasikan dalam pembelajaran dalam bentuk pendekatan komunikasi satu
arah dan komunikasi dua arah, tergantung pada besarnya kelas.
1. Sistem satu arah (ceramah Reflektif)
Pendekatan
satu arah berdasarkan penyajian satu arah (penuangan/expotision) yang dilakukan
oleh guru. Struktur penyajiaannya dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan
proses penemuan (discovery) didepan kelas. Guru mengajukan suatu
masalah, dan kemudian memecahkan masalah-masalah tersebut melalui discovery.
Caranya adalah mengajukan pertanyaan kepada kelas, memberikan kesempatan kepada
kelas untuk melakukan refleksi. Selanjutkan guru menjawab sendiri pertanyaan
yang diajukan itu. Dalam prosedur ini guru tidak menentukan atau menunjukkan
aturan-aturan yang harus digunakan oleh siswa. Guru mengharapkan agar siswa
secara keseluruhan berhasil melibatkan dirinya dalam proses pemecahan masalah,
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya secarareflektif. Dalam eadaan
ini, sesungguhnya tidak ada jaminan bahwa adanya penyajian oleh guru.
Penggunaan discovery dalam kelompok
kecil sangat bergantung pada kemampuan dan pengalaman guru sendiri, serta waktu
dan kemampuan mengantisifikasi kesulitan siswa.
2. Sistem dua arah (discovery terbimbing)
System
dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa
melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang tepat/benar.
Sekalipun di dalam kelas yang terdiri dari 20-3o orang siswa. Hanya beberapa
orang saja yang benar-benar melakukan discovery, sedangkan yang lainnya
berpartisipasi dalam proses discovery misalnya dalam system ceramah reflektif.
Dalam kelompok yang lebih kecil, guru dapat melibatkan hamper semua siswa dalam
prose situ. Dalam system ini guru perlu memilki keterampilan memberikan
bimbingan, yakni mendiagnosis kesulitan –kesulitan siswa dan memberikan bantuan
dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Namun demikian, tidak berarti guru
menggunakan metode ceramah reflektif sebagaimana halnya pada strategi diatas. [10]
Adapun Menurut Ahmad Sabri pendekatan
ini merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan
mengembangan berpikir cara ilmiah. Pendekatan ini menempatkan siswa lebih
banyak belajar sendiri, mengembangkan kreatifitas dalam memecahkan masalah.
Siswa betul-betul ditempatkan sebagai subyek yang belajar. Peranan guru dalam
pendekatan ini adalah pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama
guru adalah memilih masalah yang perlu dilontarkan kepada kelas untuk
dipecahkan oleh siswa sendiri. Tiugas beriutnya dari guru adlah menyediakan
sumber belajar bagi siswa dalam memecahkan masalah. Sudah tentu bimbingan dan
pengawasan dari guru masih tetap diperlukan, namun campur tangan interverensi
terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah, harus dikurangi.
Pendekatan ini merupakan pendekatan
modern, yang sangat didambakan untuk dilaksanakann disetiap sekolah. Adanya
tuduhan sekolah menciptakan kultur bisu, tiak akan terjadi apabila pendekatan
inidigunaka. Selanjutnya Ahmad Sabri menambahkan bahwa ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi dalam pelaksanaan pendekatan ini.
Guru harus terampil memilih persoalan
yang relavan untuk diajukan kepada kelas (persoalan yang bersumber dari bahan
pelajaran yang menantang siswa/problematik) dan sesuai dengan nalar siswa. Guru
harus terampil menumbuhkan motivasi belajar siswa dan penciptaan situasi
belajar yang menyenangkan. Adanya faslitas dan sumber belajar yang cukup
lengkap sehingga dapat memfalisitsi pendekatan ini. Adanya kebebasan siswa untuk berpendapat,
berkarya dan berdiskusi. Partisipasi setiap siswa dalam setiap kegiatan belajar,
dan Guru tidak banyak campurtangan dan
intervensi terhadap kegiatan siswa.
Serta ada lima tahapan yang ditempuh
dalam melaksanakan pendekatan ini, yakni: Merumuskan masalah untuk dipecahkan
siswa. Menetapkan jawaban sementara atau yang lebih lebih dikenal dengan
istilah hipiotesis. Siswa mencari informasi, data fakta yang diperlukan untuk
menjawab permasalahn atau hipotesis. Menarik kesimpulan jawaban atau
generalisasi. Mengaplikasikan kesimpulan
atau generalisasi dalam situasi baru. [11]
F. Kelebihan dan
kelemahan Belajar Penemuan Menurut
Jerome Bruner
Menurut
Djamarah dan Zain dalam bukunya strategi belajar mengajar menjelaskan
bahwa kelebihan dan kelemahan dalam konsep ini diantaranya, Kelebihan konsep ini membantu
peserta didik mengembangkan bakatnya, membentuk sifat kesiapan serta kemampuan
keterampilan dalam proses kognitif peserta didik. Peserta didik mendapatkan pengetahuan yang
bersifat pribadi sehingga pengetahuan tersebut dapat bertahan lama dalam diri
peserta didik. Konsep ini memberikan semangat belajar peserta didik, dimana
dengan konsep belajar mencari dan menemukan pengetahuan sendiri tentu rasa
ingin tau itu timbul sehinnga akan membentuk belajar yang ikhlas dan aktif. Konsep
ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya
dan keterampilannya sendiri sesuai dengan bakat dan hobi yang dimilikinya. Konsep ini mampu membantu cara belajar peserta
didik yang baik, sehingga peserta memiliki motivasi yang kuat untuk tetap
semangat dalam belajar. Memberikan kepercayaan tersendiri bagi peserta didik
karena mampu menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan pengetahuan
sendiri, Konsep ini berpusat pada peserta didik, dan guru hanya membantu saja.
Adapun kelemahan konsep belajar
penemuan menurut Bruner, yaitu: memakan waktu yang cukup banyak, dan kalau
kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjerumus kepada kekacauan dan
kekaburan atas materi yang dipelajari.[12] Konsep
belajar ini menuntut peserta didik untuk memiliki kesiapan dan kematangan
mental. Peserta didik harus berani dan berkeinginan mengetahuai keadaan
disekitarnya. Jika tidak memiliki keberanian dan keinginan tentu proses belajar
akan gagal. Konsep ini kurang berhasil apabila di laksanakan didalam kelas yang
besar. Konsep ini terlalu mementingkan
proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan
keterampilan bagi peserta didik. Konsep
ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk bepikir secara kretaif. [13]Dari
beberapa penjelasan tentang kelebihan dan kelemahan konsep penemuan menurut
Bruner, tentu kita harus mampu mempergunakan konsep belajar ini sesuai dengan
keadaan dan tempatnya, sehingga nantinya dapat memaksimalkan penggunaaan konsep
ini dan tidak terjadinya kegalalan pembelajaran karena salah dalam
penggunaannya.
KESIMPULAN
Menurut
Bruner perkembangan kognetif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Ada tiga tahapan konsep
penemuan Jerome Bruner tersebut saling berkaitan. Yaitu: Tahap informasi (tahap penerimaan materi),Tahap
transformasi (tahap pengubahan materi) dan Tahap evaluasi (tahap penilaian materi)
Secara
umum terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Bruner ini, yaitu: Pertama Tentang discovery
itu sendiri merupakan ciri umum dari teori Bruner ini, diamana teori ini
mengarahkan agar peserta didik mendiri dalam menemukan, mengolah, memilah dan
dan mengembangkan. Berbeda dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar berdasarkan
pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya seperti teori discovery Bruner ini. Kedua Konsep kurikulum spiral merupakan
cirri khas dari teori scovdiery Bruner ini. Dimana dalam teorinya di tuntut
adanya pengulangan-pengulangan terhadap penegetahuan yang sama namun diulang
dengan pembahsan yang lebih luas dan mendalam.
Kelebihan
konsep ini yaitu belajar mengajar konsep ini sangat cocok untuk materi
pelajaran yang bersifat kognetif. Sedangkan kelemahannya adalah memakan waktu
yang cukup banyak, dan kalau kurang terpimpin atau kurang terarah dapat
menjerumus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari. Impliklasi
konsep belajar discovery dalam pembelajaran yaitu: Simulation, Problem Statement, Data collection, Data prossesing,
Verfication, atau pembuktian. Generalization.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Ciputat, Quantum
Teaching, 2005.
Asri
Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran,
Jakarta, Rienika Cipta, 2005.
Aswan
Zain, Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002.
Bambang
Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan
dan Aplikasi, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008.
Fuad
Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan,
Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2005.
Muhibbin
Syah, Psikologi Belajar, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada, 2006.
Nasution,
Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar
dan Mengajar, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2006.
Oemar
Hamalik, Perencanaan Pengajaran
berdasarkan Pendekatan Sistem, Jakarta, PT. Bumi Aksara, 2006.
Roestiyah
N.K., Strategi Belajar Mengajar,
Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001.
Syaiful
Bahri Djamarah, Psikologi Belajar,
Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2008