Politik Pendidikan Islam Orde Lama ke Orde Baru

Politik Pendidikan Islam Orde Lama ke  Orde Baru
PENDAHULUAN

Kebijakan-kebijakan pemerintah, mulai dari pemerintah kolonial, awal, dan pasca kemerdekaan hingga masuknya orde baru terkesan menganak tirikan, mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan Islam hanya karena alasan ”Indonesia bukanlah negara Islam”.[1]
Namun berkat perjuangan para tokoh-tokoh pemikir pendidikan Islam, akhirnya berbagai kebijakan bisa di arahkan untuk sebuah tujuan ideal, seperti yang sudah tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 yakni ‟menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia……”.
Secara operasional, kata kebijakan berasal dari kata « bijak » yang berarti rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah, organisasi dan sebagainya,[2] untuk menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat serta untuk memecahkan permasalahan praktis (pengetahuan praktis).[3]
Begitu pentingnya pengkajian tentang kebijakan pendidikan yang mana akan menjadi penentu arah keberadaan pendidikan terutama pendidikan Agama Islam pada suatu masa-masa tertentu khususnya pada masa orde baru. Yakni masa pemerintahan di Indonesia sejak tahun 1996 yang di pimpin oleh Soeharto sampai peralihan kepresidenan pada tahun 1998.[4] Oleh karena itu, penulis berupaya mendeskripsikan berbagai kebijakan pemerintahan era orde baru terutama yang berkaitan dengan pendidikan Islam.


PEMBAHASAN

A.  Pengertian Orde Baru
Secara harfiah orde baru adalah masa yang baru untuk menggantikan masa kekuasaan orde lama. Orde baru disebut juga sebagai orde konstitusional dan orde pembangunan.[5]  Namun secara politis, orde baru diartikan suatu masa untuk mengembalikan seluruh tatanan pri kehidupan rakyat, bangsa dan negara kita sesuai dengan haluan negara yakni kepada kemurnian pelaksanaan pancasila dan UUD 1945.[6]
Sebagaimana kebijakan yang telah ditetapkan diatas, terlihat jelas bahwa yang dimaksud dengan « orde baru » merupakan orde yang ingin mengevaluasi secara mendasar dan menyeluruh atas praktek pelaksanaan kebijakan pada masa orde lama yang dianggap sudah melenceng dari praktek pelaksanaan pancasila dan UUD 1945. Kebijakan orde lama yang dianggap melenceng diantaranya mengganti UUD 1945 dengan Usdek, mengganti pancasila dengan Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunis) yang secara logika sulit dipertemukan antara ketiganya. Pancasila misalnya menganut adanya tuhan, sedangkan komunis tidak bertuhan.[7] kemudian politik dijadikan sebagai panglima, sedangkan kehidupan masyarakat atau kesejahteraan masyarakat dinomor duakan demi untuk mencapai cita-cita politik atau program mercusuar yang tidak secara langsung meningkatkan taraf kehidupan masyarakat banyak.[8]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa orde baru adalah :
·         Sikap mental yang positif untuk menghentikan dan mengoreksi segala penyelewengan terhadap pancasila dan UUD 1945.
·         Memperjuangkan adanya suatu masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spiritual melalui pembangunan.
·         Sikap mental mengabdi kepada kepentingan rakyat dan melaksanakan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.[9]

B.  Masa Peralihan Pendidikan Islam Orde Lama ke  Orde Baru
Pada masa orde lama kebijakan pendidikan dirasa mengalami pergeseran arah, karena tidak sesuai dengan pancasila yang seharusnya. Era ini disebut dengan era ‘Manisfesto Politik’ atau lebih dikenal dengan Manipol. Manipol merupakan keseluruhan isi Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959. Sekaligus sebagai penjelasan resmi dari Dekrit Presiden, yang secara teologis bertentangan dengan Pancasila. Dimana Pancasila yang sesungguhnya dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan bergeser menjadi konsep demokrasi yang dipimpin oleh presiden pemimpin besar revolusi.[10]
Kebijakan manipol itu berpengaruh pada perubahan kebijakan pendidikan, diantaranya :[11]
Pertama, dari sisi ideologi. Manipol ini diindoktrinasikan pada seluruh lapisan rakyat Indonesia termasuk semua jenjang pendidikan. Tidak dibenarkan adanya penafsiran-penafsiran yang lain selain dari yang telah dirinci oleh pemerintah, yaitu yang telah dirumuskan oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA) tentang perincian persoalan-persoaln pokok dan program umum revolusi Indonesia yang diambil dari Manipol. Ide manipol ini mengubah corak pendidikan Nasional menjadi alat dari ideologi komunis, karenanya yang menyambut baik sistem nilai ini ialah golongan komunis.
Kedua, dari sisi kebijakan pendidikan, asas pendidikan nasional adalah Pancasila dan Manipol USDEK yang bertujuan melahirkan warga-warga sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material dan yang berjiwa pancasila yaitu :
a.    Ketuhanan yang Maha Esa
b.    Perikemanusiaan yang adil dan beradab
c.    Kebangsaan
d.    Kerakyatan ; dan
e.    Keadilan sosial seperti dijelaskan dalam manipol USDEK.
Jadi, tujuan pendidikan ini menggeser tujuan sebelumnya. Yang dimaksud dengan manusia bersosialis Indonesia disini adalah manusia Indonesia yang berwatak manipol. Dasar pendidikan Manipolis adalah TAP MPRS No.II/MPRS/1960 Bab II pasal 2.
Kemudian, untuk meyesuaikan kebijakan pendidikan dengan Manipol, maka Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan mengeluarkan instruksi Nomor 2 tanggal 17 Agustus 1961 tentang Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana.[12]
Sejak itu, seluruh kegiatan sekolah, baik yang kurikuler maupun yang ekstrakurikuler banyak berubah dan disesuaikan dengan instruksi Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana. Kemudian sistem Pancawardhana ini disempurnakan melalui berbagai keputusan Presiden, diantaranya Keputusan Presiden No. 19 tahun 1965 tertanggal 25 Agustus 1965.
Ketiga, dari sisi materi pelajaran sekolah. Pancasila dan Manipol dijadikan mata pelajaran di perguruan rendah sampai dengan perguruan tinggi. Selanjutnya juga ditetapkan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah negeri dengan pengertian bahwa para siswa/peserta didik berhak tidak ikut serta, apabila wali murid/murid dewasa menyatakan keberatanya.

Perubahan berjalan cepat, upaya-upaya golongan kiri komunisme ini mengalami kegagalan total, dan sementara itu tujuan pendidikan yang berlandaskan pada Manipol USDEK tidak bertahan lama. Melalui MPRS Republik Indonesia No. XXVII/MPRS/1960 Bab I tentang Agama pasal 1 merubah dictum Ketetapan MPRS No.II /MPRS/1960 Bab II pasal 2 ayat 3, dengan menghapuskan kata: « dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta apabila wali murid dewasa menyatakan keberatanya……. » sehingga kalimatnya berbunyi sebagai berikut : « Menetapkan Pendidikan Agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas-universitas Negeri ».
Adapun Bab II pasal 3 tentang tujuan pendidikan dalam ketetapan MPRS No.XXVII/MPRS/1966 merubah tujuan pendidikan yang semula untuk melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila menjadi untuk membentuk manusia Pancasilais sejati. Dari beberapa perubahan kebijakan tersebut dapat dikatakan bahwa ketika komunisme menguat maka rumusan tujuan pendidikanya mengandung nilai-nilai sosialis dan pelaksanaan pendidikan agama (Islam) menjadi pendidikan alternatif atau pilihan. Sebaliknya, begitu pengaruh komunisme melemah, maka rumusan tujuan pendidikannya berubah menurut konstelasi politik saat itu yang berupaya memurnikan pancasila, dan pelaksanaan pendidikan agama (Islam) pun menjadi kewajiban setiap peserta didik.
Perubahan kebijakan di atas membuktikan bahwa popularitas Manipol ini berlaku singkat. Terlebih lagi dengan meletusnya peristiwa G-30 S/PKI tahun 1965, tujuan dan kebijakan pendidikan Manipol ditinggalkan. [13] Pada masa inilah bangsa Indonesia telah memasuki fase baru yang diberi nama Orde Baru.[14] Dimana ditetapkannya kembali pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen yang di ikrarkan pada bulan Juni 1966 saat MPR mengadakan sidang Umum IV yang terkait juga dengan penetapan Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR), sehingga secara hukum perintah/kebijakan itu menjadi sah.[15]
Tujuan pendidikan nasional Indonesia tahun1966 dirumuskan melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang agama, pendidikan dan kebudayaan, diantaranya :[16]
Bab I : pasal 1   dari ketetapan ini berbunyi : « Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai Sekolah dasar sampai ke Universitas-universitas Negeri »,
Pasal 2 membicarakan tentang dasar pendidikan, dinyatakan bahwa « dasar pendidikan adalah falsafah negara pancasila »
Pasal 3 menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 4 membicarakan mengenai isi pendidikan, yaitu pertama, mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan, kedua, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan ; dan ketiga, membina/memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Pasal 5 membicarakan perlunya meninjau kembali peraturan pendidikan yang tidak sesuai dengan UUD 1945 termasuk penetapan Presiden No.19 tahun 1965 tersebut diatas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan sudah kembali ketempat asalnya yakni, dari membentuk manusia sosialis atas pengaruh Manipol, menjadi manusia Pancasilais sejati sebagai upaya pemurnian semangat Pancasila yang sesuai dengan kehidupan orde baru.

C.  Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Kebijakan orde baru dalam bidang pendidikan memberikan dampak yang cukup berarti pada perkembangan pendidikan agama di Indonesia. Hal ini dapat diamati pada kebijakan yang dikembangkan dalam bidang pendidikan Agama di sekolah-sekolah berubah dan bertambah kuat. Dengan adanya ketetapan MPRS No. XXVII/1996 Bab I pasal 1 yang berbunyi  « menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Universitas-Universitas Negeri». [17] 
Sejak saat itu pendidikan Agama merupakan mata pelajaran pokok/wajib diikuti oleh semua siswa-siswi di sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, dengan pengertian bahwa mata pelajaran pendidikan Agama ikut menentukan naik/tidaknya seorang murid.[18]
Langkah selanjutnya dalam pembaharuan pendidikan madrasah diberlakukannya formalisasi dan stukturisasi madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegrikan sejumlah madrasah dengan kriteria tertentu yang diatur oleh pemerintah, disamping itu mendirikan madrasah-madrasah negeri yang baru. Sedangkan stuktarisasi dilakukan dengan mengatur penjenjangan dan perumusan kurikulum yang cenderung sama dengan penjenjangan dan kurikulum sekolah-sekolah di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sistem Persekolahan
     Usia
18
Pendidikan Menengah ke atas
Madrasah Aliyah (MA)
Sekolah Menengah Umum (SMU)
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
17
16

15
Pendidikan Menengah Pertama
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
14
13

12
Pendidikan Dasar
Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Sekolah Dasar (SD)
11
10
9
8
7
6

5
Pra Sekolah
Bustahul athfal (BA)
Raudlotul Athfal (RA)
Taman Kanak-Kanak (TK)

Masuknya pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional.[19] Hal ini dimulai dengan adanya perhatian pemerintah yang ditujukan untuk pembinaan madrasah, yakni sekitar tahun 1970-an bersama Tiga Menteri (SKB 3 Menteri), yaitu Menteri pendidikan Nasional, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri, tentang peningkatan mutu pendidikan Madrasah. SKB 3  Menteri tersebut disusul lagi dengan SKB antar Menteri Agama dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1984, tentang pengaturan pembakuan kurikulum sekolah umum dan kurikulum madrasah.[20]
Selain itu dalam SKB 3 Menteri tersebut menyatakan bahwa lulusan madrasah dapat melanjutkan kejenjang pendidikan umum dan sebaliknya, berhak mendapatkan bantuan sarana prasarana, biaya, dan diakui ijazahnya. Selain itu, lahir pula Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Bab V pasal 9 ayat 1 PP Nomor 27 Tahun 1990, dalam sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun1973 hingga sekarang, yang selalu menegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi[21] sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang berhak mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang regulasi, bantuan keuangan, dan sumber daya manusia.
Pemerintah memberikan izin pada pelajar Muslimah untuk memakai rok panjang dan busana jilbab di sekolah-sekolah negeri sebagai ganti seragam sekolah.[22]
Pembaruan madrasah dan pesantren, baik pada aspek fisik maupun non fisik. Pada aspek fisik pembaruan dilakukan pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasarana, dan fasilitas, seperti buku perpustakaan, dan peralatan laboratorium. Adapun pada aspek non fisik meliputi pembaruan bidang kelembagaan, manajemen pengelolaan, kurikulum, mutu sumber daya manusia, proses belajar mengajar, jaringan information technologi (IT), dan lain sebagainya. Pembaruan madrasah dan pesantren ini ditujukan agar selain mutu madrasah dan pesantren tidak kalah dengan mutu sekolah umum, juga agar lulusanya dapat memasuki dunia kerja yang lebih luas. Hal ini dianggap penting, agar lulusan madrasah dan pesantren dapat memiliki berbagai peluang untuk memasuki lapangan kerja yang lebih luas, dengan demikian umat Islam tidak hanya menjadi objek atau penonton pembangunan, melainkan dapat berperan sebagai pelaku atau agen pembaruan dan pembangunan dalam segala bidang. Denga cara demikian, umat Islam dapat meningkatkan kesejahteraannya dalam bidang ekonomi dan lain sebagainya. Usaha pembaruan pendidikan madrasah dn pesantren ini tampak cukup berhasil, karena tamatan madrasah dan pesantren tersebut tidak hanya dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi Islam, melainkan juga dapat memasuki perguruan tinggi agama dan umum yang bergengsi baik di dalam maupun di luar negeri. Melalui usaha pembaruan madrasah dan pesantren ini, para lulusan madrasah dan pesantren ada yang dapat melanjutkan ke Universitas al-Azhar Kairo, Mesir, Universitas Ummul Qura di Mekkah, dan Universitas Madinah, serta beberapa perguruan tinggi Islam lainnya di Afrika Utara, Maroko, Sudan, dan Turki. Melalui usaha pembaharuan madrasah dan pesantren ni, para lulusannya ada yang dapat melanjutkan ke Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Pertanian Bogor (IPB), dan beberapa perguruan tinggi terkemuka di Amerika, Kanada, Inggris, Jerman, dan Australia. Melalui usaha pembarua pendidikan madrasah dan pesantren ini, maka pada zaman orde baru telah lahir kelompok elite Muslim terpelajar yang memiliki akses ke dunia kerja di pemerintahan dan berbagai lembaga pemerintah dan swasta yang bergengsi. Para lulusan pendidikan Islam tersebut pada zaman orde baru ada yang berhasil menjadi menteri, anggota Dewa Perwakilan Rakyat, para direktur, dan direktur jendral.
Pembaruan pendidikan madrasah dan pesantren tersebut dibantu oleh pemerintah melalui dana. Baik yang berasal ari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) maupun dana yang berasal dari pinjaman luar negeri, seperti dari Islamic Development Bank (IDB) dan Asian Development Bank (ADB)
Perubahan Tujuan Pendidikan Pada Masa Orde Baru
KURUN WAKTU
TUJUAN PENDIDIKAN
ANALISIS FAKTOR PERUBAHAN
TAP  MPRS RI No. XXVII/MPRS/1966 Bab II pasal 30
Membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945.
-       Pembubaran PKI
-       Munculnya Orde Baru dengan semangat kembali kepada Pancasila dan UUD 1945
GBHN 1973
Membentuk manusia-manusia pembangunan yang berPancasila untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jamani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung jawab, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya an mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termasuk dalam UUD 1945.
Kebijakan politik pembangunan dalam (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Repelita I
GBHN 1978
Pendidikan Nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
Kebijakan politik pembangunan dalam (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Repelita I
GBHN 1983
Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa
Kebijakan politik pembangunan dalam (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Repelita II
GBHN 1988
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggungjawab, mandiri, cerdas, trampil serta sehat jasmani dan rohani
Kebijakan politik pembangunan dalam (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Repelita III dan menguatnya pengaruh Umat (Islam)
UUSPN No. 2 Tahun 1989
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan, jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyrakatan dan kebangsaan.
Kebijakan politik pembangunan dalam (Rencana Pembangunan Lima Tahun) Repelita IV dan menguatnya pengaruh Umat (Islam)

D.  Faktor-Faktor Kemajuan Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
1.    Membaiknya hubungan dan kerja sama antara umat Islam dan pemeritah. Pemerintahan orde baru dibawah pimpinan Presiden Soeharto berkuasa lebih kurang 32 tahun yang dapat di bagi ke dalam dua bagian. Selama 16 tahun pertama, Islam masih bersifat ideologis politik (Masyumi) yang ingin menjadikan Islam sebagai dasar negara. Sehingga pada masa ini hubungan antara umat Islam dan pemerintah orde baru dalam keadaan tidak harmonis, tegang saling curiga, bahkan terkadang diwarnai konflik dan peristiwa berdarah (kasus tanjung Piok). Islam pada masa ini sering dituduh sebagai kelompok ekstrem kanan.
Namun pada 16 tahun kedua hubungan politik antara umat Islam dan pemerintahan orde mulai mencair, bahkan menunjukkan keadaan harmonis dan penuh pengertian yang mendalam. Terjadinya perubahan yang bermula bersifat ideologis politis, menjadi bersifat kultural, substantif, dan inklusif.[23] Yaitu pendekatan yang melihat Islam sebagai sebuah agama yang membawa misi rahmat bagi seluruh alam yang harus diterjemahkan ke dalam program-program konkret yang terkait dengan penanganan masalah umat. Seperti masalah keterbelakangan ekonomi, kebodohan, ketertinggalan dalam penguasaan teknologi, dan lingkungan yang kumuh. Dalam konteks ini Islam harus terlibat, mendukung dan berperan aktif dalam usaha-usaha pembangunan yang dilaksanakan pemerintah dengan tidak mempermasalahkan masalah ideologi atau simbol-simbol Islam. Dengan pendekatan ini, jarak dan ketegangan antara umat Islam dan pemerintah dengan sendirinya akan hilang.
Pendekatan ini diantaranya di pelopori oleh Nurcholish Madjid dan kawan-kawanya di Himpunan Mahasiswa Islam. Pada saat sebagian kelompok Islam masih mengedepankan pendekatan ideologis politis, Nurcholis Madjid misalnya mengeluarkan statement « Islam Yes, partai politik No »[24] yang artinya, bahwa Nurcholish Madjid setuju agar Islam dalam arti substansi, misi dan agenda utamanya memberi rahmat bagi seluruh alam-lah yang seharusnya digunakan sebagai pendekatan dalam memperjuangkan Islam di Indonesia, dan bukan Islam dalam arti partai, ideologi, dan simbol. Pendekatan ideologis politis tersebut menurut Nurcholis Madjid sama sekali tidak menguntungkan, melainkan hanya merugikan umat Islam, sebagaimana yang sebelumnya dilakukan. Gagasan Nurcholish Madjid ini semula ditentang oleh kelompok Islam tradisionalis garis keras yang ideologis politis. Namun berkat kegigihanya dalam memperjuangkan ide dan gagasannya, akhirnya ide dan gagasan Nurcholish Madjid-lah yang tampak menunjukkan keberhasilannya.
2.    Membaiknya ekonomi nasional. Pada zaman pemerintahan orde baru, usaha pembangunan ekonomi menjadi primadona dan pilihan utama. Dalam kaitan ini, sumber daya alam Indonesia berupa minyak, hasil tambang, dan lainya diberdayakan dengan maksimal. Melalui hasil penjualan minyak, Indonesia dapat meghimpun dana yang amat besar bagi pembangunan nasional.selain itu, kegiatan dibidang industri, perdagangan, jasa, dan lainya yang dilakukan para infestor asing juga meningkat tajam, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 7%. Melalui dana yang besar inilah, pemerintahan orde baru dapat membantu program pembaruan pendidikan Islam.
3.    Semakin stabil dan amanya pemerintah. Pada zaman orde baru, Indonesia dikenal sebagai negara yang aman dan stabil dikawasan Asia Tenggara. Melalui program penataran P-4 (pedoman penghayatan dan pengalaman Pancasila), masyarakat Indonesia tampak makin rukun dan damai.

E.     Politik Pendidikan Agama Islam Pada masa Orde Baru
Dari masa peralihan pendidikan Islam Orde Lama ke Orde Baru politik yang digunakan Presiden Soekarno adalah Manisfesto Politik’ atau lebih dikenal dengan Manipol. Kemudian pada pemerintahan orde baru kebijakan pemerintah bersifat positif dan konstruktif (bersifat membina, memperbaiki, membangun)
Dalam masa Orde baru cara memutuskan/pengambilan kebijakan pemerintahan yang dipimpin oleh presiden Soeharto ini menggunakan/mengikuti politik Snouck Hurgronje,[25] beliau seorang pakar Islamologi bangsa Belanda tekemuka akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang mengkritik habis-habisan kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda yang berkaitan dengan bnayak masalah yang melibatkan kaum muslim. [26]Yang mengajurkan agar kegiatan keagamaan Islam didukung, sedangkan kegiatan-kegiatan politiknya dibatasi. Dengan kata lain Islam harus diberi fasilitas, dengan begitu umat tersebut berkembang dan asyik dalam bidang sosial keagamaan saja, tetapi di bidang politik tidak diberi kesempatan.
Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa pada kebijakan pendidikan Islam pada pemerintah orde baru diberlakukan dengan baik dengan cara merespon aspirasi ummat islam hal ini dilakukan agar para tokoh-tokoh Islam/Partai-partai islam tidak ikut mengambil peran dalam bidang politik. Sehingga posisi Soeharto tetap aman dalam arti tidak ada yang protes dengan kebijakan-kebijakan yang Soeharto tetapkan.
  
KESIMPULAN

Berdirinya orde baru merupakan kritik dan perbaikan atas kekeliruan yang mendasar dilakukan oleh pemerintah Orde Lama, yaitu meninggalkan UUD 1945 dan Pacasila. Orde lama yang terlalu menekankan segi ideologis politis dinilai telah gagal dalam mewujudkan tujuan kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Kondisi pendidikan agama Islam pada zaman orde baru jauh lebih berkembang dibandingkan dengan keadaan pendidikan Islam di zaman orde lama. Pada zaman orde baru pendidikan Islam masuk kedalam sistem pendidikan nasional. Pendidikan Islam, khususnya madrasah dan pesantren, telah diperbarui dalam seluruh aspeknya baik yang bersifat fisik maupun non fisik, peningkatan mutu pendidikan Islam, pengembangan kelembagaan, kurikulum, manajemen pengelolaan, dan sumber daya manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Fathoni, Muhammad Kholid. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional (Paradigma Baru). Jakarta: Departemen Agama RI. 2005.

Fattah, Nanang. Analisis Kebijakan Pendidikan, cet. 2. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2013. Assegaf, Abd. Rachman. Politik Pendidikan Nasional. cet. 1. Yogyakarta: Kurnia Kalam. 2005.

Hasbullah. Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

Huda, Nur. Islam Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007.

Ibrahim, Ahmad. dkk. Reading on Islam in southeast Asia. terj. Islam di Asia Tenggara: Perkembangan Kontemporer. Jakarta: LP3ES. 1990.

Maksum. Sejarah dan Perkembangannya. cet.1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.

Mustafa, A. dan Maman Abd. Djaliel. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia (SPII). Bandung: CV. Pustaka Setia. 1998.

Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2011.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rosulullah. Jakarta: Prenada Media Group. 2007.

Sirozi, M. Politik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. 2010.
Sunanto, Musrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2005.

Suwendi. Sejarah & Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2004.

Tilaar, H.A.R. 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995; Suatu Analisis Kebijakan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 1995.

Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung. 1996.

Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2010.



Postingan terkait: