Konsep dan Karakteristik Inovasi Pai
A.
PENDAHULUAN
Inovasi dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan
suatu hal mendasar yang sangat urgen untuk segera mungkin diimplementasikan,
sebab dunia pendidikan Islam dituntut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
pembangunan bangsa di segala bidang. Satu misal perkembangan teknologi dan
informasi yang cepat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam bidang
pendidikan khususnya pendidikan Islam, merupakan suatu upaya untuk menjembatani
masa sekarang dan masa mendatang dengan cara memperkenalkan
pembaharuan-pembaharuan yang berkecenderungan mengejar efisiensi dan
efektivitas.
Pembaharuan mengiringi perputaran zaman yang semakin dinamis. Kebutuhan
akan layanan individual terhadap peserta didik dan perbaikan kesempatan belajar
bagi mereka, telah menjadi pendorong utama timbulnya pembaharuan pendidikan
agama Islam. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan Islam harus mampu beradaptasi dengan
perkembangan tersebut dengan terus mengupayakan suatu program yang sesuai
dengan perkembangan anak, perkembangan zaman, situasi, kondisi, dan kebutuhan
peserta didik. Pada kesempatan ini penulis akan memeparkan tentang :
- Konsep Inovasi Pendidikan Agama Islam.
- Penyebab Lahirnya Inovasi
Pendidikan Agama Islam
- Karakteristik Inovasi Pendidikan
Islam
- Karakteristik Inovasi Pendidikan
Islam
- Inovasi Pendidikan Islam Menuju
Pendidikan Islam yang Utama
- Beberapa innovasi yang dilakukan dalam pendidikan agama Islam
B. PEMBAHASAN
1.
Konsep Inovasi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Sebelum dijelaskan tentang pengertian inovasi pendidikan
terlebih dulu akan dijelaskan arti inovasi secara umum. Kata inovasi berasal
dari kata innovation, yang sering diterjemahkan sebagai suatu hal yang baru
atau pembaharuan, namun ada pula yang menggunakan kata tersebut untuk
menyatakan penemuan (invention), karena sebagian inovasi yang ada merupakan
merupakan hasil penemuan. Ada juga yang mengkaitkan antara pengertian inovasi
dengan modernisasi, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan. Berdasarkan
pengertian dasar tersebut, kata inovasi dapat diartikan sebagai: suatu ide,
barang, kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu hasil penemuan
atau discovery.[1]
Sedangkan istilah pendidikan Islam pada umumnya mengacu
kepada terminologi at-Tarbiyah, al-Ta’dib dan al-Ta’lim, pengertian dasarnya
menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, menjaga
kelestarian dan eksistensinya. Sedangkan secara filosofis mengisyaratkan bahwa
proses pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah
sebagai pendidik seluruh ciptaan-Nya, termasuk manusia.
Jadi yang dimaksud dengan inovasi Pendidikan Agama Islam
dapat diartikan sebagai pembaharuan untuk memecahkan masalah di dalam
pendidikan Islam. Atau dengan perkataan lain, inovasi pendidikan agama Islam
ialah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil
penemuan (invention), atau discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan atau
memecahkan masalah pendidikan Islam.
Pembaharuan atau tajdid dalam Islam atau pendidikan Islam
adalah sesuatu yang fitrah sifatnya. Islam bukanlah suatu agama yang beku dalam
pemikiran dan statis dalam amalan. Dinamika Islam memberikan ruang kepada
kreativitas. Kreativitas dalam pemikiran Islam adalah dituntut tanpa menolak
faktor syara’.
Berfikir reflektif adalah suatu keperluan karena
perubahan hari ini dan hari depan berasaskan cerminan masa lalu supaya terwujud
kesinambungan antara yang lalu dengan hari ini. Apa yang berlaku pada masa lalu
memberikan kita landasan tradisi yang baik. Upaya umat Islam mengimbangi faktor
perubahan zaman ialah kebijaksanaan menjembatani faktor tradisi yang baik dan
cemerlang dengan faktor perubahan kini yang tidak lari dari kerangka fitrah.
2.
Penyebab Lahirnya Inovasi Pendidikan Agama Islam
Kejayaan Islam dalam ilmu pengetahuan mengalami
kemunduran setelah kota Baghdad yang merupakan pusat ilmu pengetahuan
dihancurkan oleh tentara Mongol pada 1258.[2] Meskipun kejayaan Islam masih berlanjut
hingga berakhirnya Turki Ustmani, namun dalam bidang ilmu pengetahuan umat
Islam mengalami kemunduran, karena umat Islam ketika itu kurang tertarik kepada
sains, sebagaimana umat Islam pada masa sebelumnya.
Umat Islam mulai sadar akan ketertinggalannya dari dunia
Barat pada sekitar abad ke-19. Negara Islam di bagian Barat dan Timur membuka
mata umat Islam untuk menyaingi Barat. Dengan demikian, jelaslah bahwa penyebab
lahirnya inovasi dalam pendidikan Islam bukan akibat adanya pertentangan antara
kaum agama dan ilmuwan sebagaimana dalam agama Kristen, melainkan karena adanya
perasaan tertinggal dari kemajuan dunia Barat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai
Barat telah menggeser pandangan hidup manusia serta melahirkan terma-terma
baru, seperti nasionalisme dan pendidikan. Pendidikan merupakan sarana paling
penting bukan hanya sebagai wahana konservasi dalam arti tempat pemeliharaan,
pelestarian, penanaman, dan pewarisan nilai-nilai dari tradisi suatu
masyarakat, tetapi juga sebagai sarana kreasi yang dapat menciptakan,
mengembangkan dan mentransfornasikan umat ke arah pembentukan budaya baru. Oleh
karena itu, tokoh-tokoh pembaharuan Islam banyak menggunakan pendidikan Islam,
baik yang bersifat formal, non-formal, untuk menyadarkan umat kembali kepada
kejayaan Islam seperti masa lampau.
3.
Karakteristik Inovasi Pendidikan Islam
Cepat lambatnya penerimaan sebuah inovasi dalam
pendidikan sangat dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri. Satu misalnya,
sosialisasi penggunaan media pendidikan tertentu akan membutuhkan waktu yang
relative berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Dalam hal ini, Everett
M. Rogers mengemukakan karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau
lambatnya penerimaan inovasi, antara lain sebagai berikut:[3]
a.
Keuntungan Relatif
Keuntungan relatif
yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat
keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya
atau mungkin dari faktor status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan atau
karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi pengguna
maka makin cepat tersebar inovasi.
b.
Kompatibel (Compatibility)
Kompatibel adalah
tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengetahuan lalu, dan
kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai dengan norma
atau nilai yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang
sesuai dengan norma yang ada. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat
kontrasepsi di masyarakat yang mempunyai keyakinan agamanya melarang penggunaan
alat tersebut, maka tentu saja penyebaran inovasi akan terhambat.
c.
Kompleksitas (complexity)
Kompleksitas
adalah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima.
Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan
cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan
oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Misalnya masyarakat pedesaan
yang tidak mengetahui tentang teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman,
diberitahu oleh penyuluh kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan
diminum, karena air yang tidak dimasak jika diminum dapat menyebabkan sakit
perut. Tentu saja ajakan itu sukar dimengerti, makin mudah dimengerti suatu
inovasi maka semakin mudah diterima oleh masyarakat.
d.
Trialabilitas (trialability)
Trialabilitas
adalah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Suatu inovasi
yang dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat daripada inovasi yang tidak
dapat dicoba terlebih dahulu. Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul
padi gogo akan cepat diterima jika masyarakat dapat mencoba menanam dan dapat
melihat hasilnya.
e.
Dapat diamati (observability)
Observabilitas
adalah mudah tidaknya suatu inovasi diamati proses serta hasilnya. Suatu
inovasi yang dapat diamati hasil srta prosesnya dapat diterima dengan mudah
oleh masyarakat, sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya akan lambat dan
sukar untuk diterima masyarakat. Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit
unggul padi, karena petani dapat dengan mudah melihat hasil padi yang
menggunakan bibit unggul tersebut maka akan mudah inovasi disebarluaskan dan
diperkenalkan. Tetapi mengajak petani yang buta huruf untuk belajar membaca dan
menulis tidak dapat segera dibuktikan karena para petani sukar untuk mambaca
panduan atau petunjuk yang diberikan.
4.
Faktor Penunjang dan Penghambat Inovasi Pendidikan Islam
Faktor penunjang terhadap inovasi pendidikan Islam yaitu:
a.
Pokok-pokok pikiran tentang inovasi pendidikan Islam yang datang dari luar
negeri, juga tidak kalah pentingnya dengan faktor-faktor yang lain. Karena, dengan
pemikiran-pemikiran itulah, PAI melakukan perubahan-perubahan materi pelajaran
pendidikan Islam.
b.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena dengan banyaknya
referensi yang bisa di dapatkan dari internet, maka akan memperkaya khasanah
ilmu pengetahuan.
Pembelajaran yang
berbasis TI ini, banyak bertumpu pada aktifitas siswa, maka guru tidak lagi
sebagai satu-satunya agent of information, melainkan lebih berperan sabagai
penggerak, inovator, motivator, dinamisator, katalisator, penghubung, fasilitator,
korektor, pengaya, dan evaluator.[4]
Di
samping adanya faktor penunjang dalam usaha mengadakan pembaharuan, tidak
sedikit juga kita akan menghadapi faktor-faktor penghambat jalannya pembaharuan
pendidikan Islam ini. Faktor penghambat yang ditemui di antaranya, yaitu:
a.
Adanya pertentangan antara Ulama Muda dan Ulama Tua yang pada akhirnya
melahirkan istilah Kaum Muda dan Kaum Tua.
b.
Dikotomi atau diskrit
Segala sesuatu
hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan,
ada dan tidak ada, bulat dan tidak bulat, madrasah dan non madrasah, pendidikan
keagamaan dan non keagamaan atau pendidikan agama dan pendidikan umum, demikian
seterusnya.
Pandangan
yang dikotomis[5] tersebut
pada giliran selanjutnya dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek
kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan
Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani
saja.
Di
dalam Islam sejatinya tidak pernah membedakan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu
umum (keduniaan), dan/atau tidak berpandangan dikotomis mengenai ilmu
pengetahuan. Namun demikian, dalam realitas sejarahnya justru supremasi lebih
diberikan pada ilmu-ilmu agama (al-‘ulum al-diniyah) sebagai jalan tol
untuk menuju Tuhan. Sehingga menyebabkan kemunduran peradaban Islam serta
keterbelakangan sains dan teknologi di dunia Islam. Hal ini terjadi bukan saja
karena faktor dari luar tapi juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari
diri umat Islam itu sendiri, yang kurang peduli terhadap kebebasan penalaran
intelektual dan kurang menghargai kajian-kajian rasional-empiris atau semangat
pengembangan ilmiah dan filosofis.
c.
Pembenturan umat Islam dengan pendidikan dan kemajuan Barat memunculkan
kaum intelektual baru (cendekiawan sekuler).
Menurut
Benda (dalam Sartono Kartodirjo, ed, 1981) sebagian besar kaum intelektual baru
adalah hasil pendidikan Barat yang terlatih berpikir secara Barat. Dalam proses
pendidikannya, mereka mengalami brain washing (cuci otak) dari hal-hal yang
berbau Islam, sehingga mereka menjadi teralienasi (terasing) dari ajaran-ajaran
Islam dan muslim sendiri. Bahkan terjadi gap antara kaum intelektual baru
(sekuler) dengan intelektual lama (ulama), dan ulama dikonotasikan sebagai kaum
sarungan yang hanya mengerti soal-soal keagamaan dan buta masalah keduniawian.
Sebagai
implikasinya, pengembangan pendidikan Islam dalam arti pendidikan agama
tersebut bergantung pada kemauan, kemampuan, dan political-will dari
pembinanya dan sekaligus pimpinan dari lembaga pendidikan tersebut, terutama
dalam membangun hubungan kerjasama dengan mata pelajaran (kuliah) lainnya.
Hubungan (relasi) antara pendidikan agama dengan beberapa mata pelajaran (mata
kuliah) lainnya dapat bersifat horizontal-lateral (independent),
lateral-sekuensial, atau bahkan vertical linier.
Pengertian
ini menggaris bawahi pentingnya kerangka pemikiran yang dibangun dari fundamental
doctrins dan fundamental values yang tertuang dan terkandung dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah shahihah sebagai sumber pokok, kemudian mau menerima kontribusi
dari para ahli serta mempertimbangkan konteks historisnya. Karena itu, nilai
Ilahi/agama/wahyu didudukkan sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara
aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan sebagai nilai insani yang mempunyai
relasi horizontal-lateral atau lateral-sekuensial, tetapi harus berhubungan
vertical-linier dengan nilai ilahi/agama.
Melalui
upaya semacam itu maka sistem pendidikan Islam[6]
diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai
agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, memiliki kematangan professional, dan sekaligus
hidup di dalam nilai-nilai agama.
5.
Inovasi Pendidikan Islam Menuju Pendidikan Islam yang Utama
Menurut Taha Jabir, seorang tokoh ilmuan Islam menyebutkan umat Islam
berada di tiga persimpangan. Persimpangan tersebut yaitu:
a.
Terus menggunakan ilmu-ilmu yang sifatnya tradisional dengan metodologinya.
Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan authentic atau kekal seaslinya.
b.
Umat Islam berhadapan dengan faktor perubahan zaman yang dikatakan modern
yaitu berlakunya dinamika ilmu dikembangkan dengan menggunakan kekuatan
metodologi terkini. Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan modernistik.
c.
Umat Islam perlu menyaring asas tradisi, memilih asas-asas prinsipnya dan
mengolahnya kemudian menggunakan pendekatan terkini, supaya faktor perubahan
berlaku tanpa menghilangkan maksud keaslian dan tradisinya. Ini disebut sebagai
pendekatan eklektik. Pendekatan eklektik belum begitu berkembang dan sering
menerima kritik. Pengkritik yang cenderung kepada asas epistemologi atau
asas-usul ilmu sering tidak setuju sementara yang lain merasakan suatu
kewajaran kerena meskipun metodologinya dinamik, prinsip dan ruh ilmu dan
pendidikan tetap tidak berubah.
Hal ini senada dengan salah satu prinsip pendidikan Islam yang dikemukakan
oleh Muhammad Munir Mursi dalam bukunya Al-Tarbiyah al-Islamiyah Ushuluha wa
Tathawuruha fi al-Bilad al-Arabiyah, “Pendidikan Islam adalah pendidikan
yang terbuka”. Hal ini dipahami bahwa Islam merupakan agama Samawi, yang
memiliki nilai-nilai absolut dan universal, namun masih mengakui keberadaan
nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat. Islam mempunyai pandangan, tidak
semua nilai yang telah membudaya dalam kehidupan masyarakat, diterima atau
ditolak.
Sikap Islam dalam menghadapi tata nilai masyarakat, agar tercapainya
inovasi pendidikan islam menuju pendidikan islam yang utama di dasarkan pada
lima macam klasifikasi yaitu:
a.
Memelihara unsur-unsur nilai dan norma yang sudah mapan dan positif.
b.
Menghilangkan unsur-unsur nilai dan norma yang sudah mapan tetapi negatif.
c.
Menumbuhkan unsur-unsur nilai dan norma baru yang belum ada dan dianggap
positif.
d.
Bersikap menerima (receptive), memilih (selective), mencerna (digestive),
menggabung-gabungkan dalam satu sistem (assimilative), dan menyampaikan
pada orang lain (transmissive) terhadap nilai pada umumnya.
Berdasarkan
fenomena di atas maka perlu adanya gagasan baru/pembaharuan (inovasi)
pendidikan Islam di Indonesia dalam masa yang akan datang antara lain: perlu
mengubah dan mengembangkan paradigma lama menjadi paradigma baru. Jadi kita
harus mau meninggalkan yang sudah tidak sesuai (relevan) dengan tuntutan era
informasi dan demokrasi. Perlu mengembangkan nilai-nilai lama yang sekiranya
masih dapat di manfaatkan dan menciptakan pandangan baru yang sesuai dengan
kebutuhan zaman.
Untuk itu perlu adanya tawaran gagasan-gagasan untuk menata ulang pemikiran
sistem pendidikan nasional. Meskipun pendidikan mempunyai banyak nama dan
wajah, seperti pendidikan keluarga, sekolah, masyarakat, pondok pesantren,
program diploma, dan lainnya. Namun pada hakekatnya pendidikan adalah
mengembangkan semua potensi daya manusia menuju kedewasaan sehingga mampu hidup
mandiri dan mampu pula mengembangkan tata kehidupan bersama yang lebih baik
sesuai dengan tantangan atau kebutuhan zamannya. Dengan kata lain bahwa hakekat
pendidikan adalah mengembangkan human dignity yaitu harkat dan martabat manusia
atau humanizing human, yaitu memanusiakan manusia sehingga benar-benar mampu
menjadi khalifah di muka bumi.
6.
Beberapa innovasi yang dilakukan dalam pendidikan agama Islam
Inovasi yang
dilakukan dalam pendidikan agama islam adalah:
a.
Inovasi dalam proses pembelajaran
Proses belajar mengajar harus didasaskan pada prinsip belajar siswa aktif
(Student active learning). Lebih menekankan pada proses pembelajaran dan bukan
mengajar. Proses pembelajaran di dasarkan pada learning kompetensi yaitu
peserta didik akan memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, wawasan dan
penerapannya sesuai dengan kriteria atau tujuan pembelajaran. Proses beelajar
diorientasikan pada pengembangan kepribadian yang optimal dan didasarkan pada
nilai-nilai ilahiyah. Menurut prinsip ini, peserta didik diberi kesempatan
untuk secara aktif merealisaikan segala potensi bawaan kearah tujuan yang
diinginkan yaitu menjdi manusia muslim yang berkualitas.[7]
b.
Inovasi dalam evaluasi pembelajaran
Pendidkan agama islam tidak hanya menekankan pada penilaian secara kognitif
melainkan penilaian secara praktek atau pengaplikasian dalam kehidupan.
Pendidkan yang efektif sebaiknya menekankan pemahaman konsep dan kemampuan di
bidang kognitif, ketrampilan, sosial dan efektif. Evaluasi pembelajaran
dilakukan secara terpadu yang di dalamnya menitikberatkan pada praktek atau
pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
C.
KESIMPULAN
- Jadi yang dimaksud dengan inovasi Pendidikan Agama Islam dapat
diartikan sebagai pembaharuan untuk memecahkan masalah di dalam pendidikan
Islam. Atau dengan perkataan lain, inovasi pendidikan agama Islam ialah
suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil
penemuan (invention), atau discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan
atau memecahkan masalah pendidikan Islam
- Penyebab lahirnya inovasi dalam
pendidikan Islam bukan akibat adanya pertentangan antara kaum agama dan
ilmuwan sebagaimana dalam agama Kristen, melainkan karena adanya perasaan
tertinggal dari kemajuan dunia Barat.
- Karakteristik Inovasi Pendidikan
Islam diantaranya : Keuntungan Relatif, Kompatibel, Kompleksitas,
Trialabilitas, Dapat diamati.
- Faktor Penunjang pertama Pokok-pokok pikiran tentang inovasi pendidikan Islam yang datang dari luar negeri, Kedua Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena dengan banyaknya referensi yang bisa di dapatkan dari internet, maka akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Faktor Penghambat Pertama Adanya pertentangan antara Ulama Muda dan Ulama Tua yang pada akhirnya melahirkan istilah Kaum Muda dan Kaum Tua, Kedua Dikotomi atau diskrit, Ketiga Pembenturan umat Islam dengan pendidikan dan kemajuan Barat memunculkan kaum intelektual baru
- Karakteristik Inovasi Pendidikan
Islam
Pertama memelihara
unsur-unsur nilai dan norma yang sudah mapan dan positif.Kedua menghilangkan
unsur-unsur nilai dan norma yang sudah mapan tetapi negatif. Ketiga
menumbuhkan unsur-unsur nilai dan norma baru yang belum ada dan dianggap
positif.Keempat bersikap menerima ,memilih, mencerna,
menggabung-gabungkan dalam satu sistem, dan menyampaikan pada orang lain
terhadap nilai pada umumnya
- Beberapa innovasi yang dilakukan dalam pendidikan agama Islam Petama inovasi dalam proses pembelajaran Kedua Inovasi dalam evaluasi pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar,
Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press, t.th
Armai. Arief, 2009, Pembahan Pendidikan Islam di Minangkabau, Jakarta:
Suara Adi, cet. ke-1
Hasan , Muhammad Tholchah , 1987 Islam dalam Perspektif Sosial Budaya.
Jakarta: Galasa Nusantara.
Hasbullah, 1996 Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawal
Pers,
Hujair AH. Sanaky. 2003. Paradigma Pendidikan Islami. Jakarta: Satria
insani Press.
Muhaimin, 2004, et.al, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Cet ke- III.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, 2008, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana.
Nata, Abuddin, 2009. Ilmu pendidikan Islam dengan pendekatan
multidisipliner. Jakarta: Rajawali Pers.
[1] Diskoveri
atau discovery merupakan penemuan suatu hal yang hakikatnya sudah ada,
namun belum banyak diketahui orang. Misal, penemuan benua Amerika. Pada kasus
tersebut, benua Amerika sebenarnya sudah lebih dulu ada, barulah kemudian
Columbus menginjakkan kaki pertama kali pada tahun 1492 yang kemudian dia
dinobatkan sebagai penemu benua Amerika. Lihat, Udin Syaefudin Sa’ud, Inovasi
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2014), cet. VII, 3.
[2] Peter
Jackson, “The Dissolution of the Mongol Empire,” Central Asiatic Journal 32
(1978): 186-243.
[4]Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 263.
[5] Pengertian dikotomi atau dikotomis, yakni membedakan dan
mempertentangkan dua hal yang berbeda. Lebih spesifik dapat dikatakan
pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan. Lihat, Tim Penyusun Kamus
Pusat Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2001), 264.