Ayat dan Hadits Nabi Tentang Kurikulum (Tujuan, Materi dan Metode)

Ayat dan Hadits Nabi Tentang Kurikulum 
(Tujuan, Materi dan Metode)

A.    Ayat dan Hadits tentang Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan dalam pandangan islam hanya semata-mata untuk mencari ridho Allah ‘Azza wa Jalla., sebagai mana sabda Rasulullah SAW., sebagai berikut :
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّوَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ اِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عرضاً مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدِعَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَعْنِي : رِيْحَهَا،
 ( رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ ).
Artinya :
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata Rasulullah SAW bersabda : “ Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang semistinya bertujuan untuk mencari ridho Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian ia mempelajarinya dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kedudukan / kekayaan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan baunya syurga kelak pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud)
Secara khusus Dr. Khosrow Bagheri menulis satu bab tentang The Aims of Education dalam bukunya Islamic Education. Pakar pendidikan dari Iran ini menyebutkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah nasehat (rushd), penyucian total (tatharl), kehidupan yang baik (hayat al-Taybah), petunjuk (hidayah), ibadah, taqwa, mendekat pada Allah (qurb), surga (ridwan), keadilan (qist), keselamatan (falah), tafakkur, kejayaan (Izzah), kebersamaan (ta’awun), kebersihan hati (tazkiya), kuat dan bersih (quwwah dan Nizafah).
Dari keseluruhan tujuan di atas Bagheri membaginya kepada dua kategori tujuan, yaitu tujuan sementara (intermediate aims) dan tujuan akhir (final aims). Pembagian kategori tersebut didasarkan pada dimensi manusia yang horizontal (mendatar) dan vertikal (tegak lurus). Tujuan sementara masuk pada dimensi horizontal, artinya bahwa tidak ada hubungan antar dimensi kecuali dimensi yang tertentu saja. Sedangkan tujuan akhir masuk dalam kategori vertikal, artinya bahwa adanya hubungan dimensi ini dengan kesemua dimensi manusia, atau dengan kata lain adanya hubungan dengan tujuan sementara. Dijelaskan secara singkat, bahwa tujuan sementara masing-masing memilki satu dimensi, sedangkan dalam tujuan akhir semua dimensi masuk dalam setiap kategori.
1.     Tujuan Sementara (Intermediate Aims)
Tujuan sementara itu adalah tafakkur, kebersihan hati (tazkiya), keadilan (qisth), kebersamaan (ta’awun), kejayaan (Izzah), kuat dan bersih (quwwah dan Nizafah). Bahwa setiap kategori tadi berhubungan dengan satu dimensi manusia. Tafakkur berhubungan dengan dimensi intelektul manusia, kesucian hati (tazkiya) berhubungan dengan dimensi moral, keadilan (qisth) berhubungan dengan dimensi ekonomi, kebersamaan (ta’awun) berhubungan dengan dimensi sosial, kejayaan (Izzah) berhubungan dengan dimensi politik, dan terkahir kuat dan bersih (quwwah dan Nizafah) berhubungan dengan aspek jasmani. Tafakkur disebutkan dalam surah al-Hasr ayat 21, sebagai berikut :

Yang artinya :
Kalau Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan- perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (QS. Al-Hasr : 21)
Dan Rasulullah SAW.,  juga bersabda, yang berbunyi :
عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّـمَ : مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ. ( رواه الترمذي و قال : حد يث حسن.
Artinya :
Dari Annas ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “ Barang siapa keluar dengan tujuan menuntut ilmu maka ia berada dijalan Allah sampai ia kembali (HR. Tirmidzi)., katanya hadist ini hasan.
2.     Tujuan Akhir (Final Aims)
Menurut Dr Dr. Khosrow Bagheri nasehat (rushd), penyucian total (tatharl), kehidupan yang baik (hayat al-Taybah), petunjuk (hidayah), ibadah, taqwa, mendekat pada Allah (qurb), dan kerelaan (ridwan) adalah tujuan akhir dari pendidikan dalam Islam. Kesemua kategori memiliki hubungan yang terkait dengan seluruh dimensi manusia, mulai dari itelektual, moral, sosial, politik, ekonomi, dan jasmani. Nasehat (rushd) disebutkan di dalam surah al-Baqarah :186

Yang artinya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Albaqarah : 186)
Terakhir Dr. Bagheri memberikan sebuah kesimpulan atas keterhubungan antara tujuan semenara dengan tujuan akhir, bahwa keduanya dipertemukan pada sebuah titik pusat yaitu Ubudiyah, wujud penghambaan hamba pada Tuhannya. Bagheri menegaskan seluruh dimensi manusia harus dikembalikan utuk semata-mata mengabdikan diri pada Allah SWT, sama halnya sebagai sebuah tujuan akhir yang disebutkan di dalam Al-Qur’an.
Dan Rasulullah SAW.,  juga bersabda, yang berbunyi :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ : قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاًيَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ ) رُوَاهُ مُسْلِمٌ (
Yang artinya :
Dari abu hurairah, ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
“ Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan bagi orang itu karena ilmu tersebut jalan menuju kesyurga.” (HR. Muslim).[3]

B.      Ayat dan Hadits tentang Materi Pendidikan
1.       Aqidah
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa rosulullah saw bersabda:
عن ابنِ عباسٍ رضي الله عنهما ، قَالَ : كنت خلف النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - يوماً ، فَقَالَ : (( يَا غُلامُ ، إنِّي أعلّمُكَ كَلِمَاتٍ : احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ((2)) ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ، إِذَا سَألْتَ فَاسأَلِ الله ، وإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ باللهِ ، وَاعْلَمْ : أنَّ الأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إلاَّ بِشَيءٍ قَدْ كَتَبهُ اللهُ لَكَ ، وَإِن اجتَمَعُوا عَلَى أنْ يَضُرُّوكَ بِشَيءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إلاَّ بِشَيءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحفُ
(رواه الترمذي) ، وَقالَ : (( حديث حسن صحيح
وفي رواية غيرِ الترمذي : (( احْفَظِ الله تَجِدْهُ أَمَامَكَ ، تَعرَّفْ إِلَى اللهِ في الرَّخَاءِ يَعْرِفكَ في الشِّدَّةِ ، وَاعْلَمْ : أنَّ مَا أَخْطَأكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبكَ ، وَمَا أصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ ، وَاعْلَمْ : أنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ ، وَأَنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْراً ))[3] .
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Kali tertentu saya berada dibelakang Nabi saw, kemudian beliau bersabda “Hai anak kecil, aku akan mengajarkan kepadamu nbeberapa kalimat, yaitu: “ Jagalah (perintah) Allah niscaya kamu dapati Allah selalu di hadapanmu. Jika engkau minta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, jika umat manusia bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) kepadamu niscaya mereka tidak akan dapat melakukan hal itu kepadamu kecuali dengan sesuatu hal yang telah ditentukan Allah padamu. Dan jika mereka bersatu hendak mencelakakan dirimu niscaya mereka tidak akan dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah padamu. Telah diangkat pena dan telah keringlah (tinta) lembaran-lembaran itu” (HR. Imam Tirmidzi).
              Dan dalam riwayat selain Tirmidzi dikatakan, Rosulullah saw bersabda: “Peliharalah (perintah) Allah niscaya engkau akan menemui-Nya dihadapanmu. Hendaknya engkau mengingat Allah diwaktu lapang (senang, niscaya Allah akan mengingatmu diwaktu susahmu. Ketahuilah, sesungguhnya sesuatu yang seharusnya luput mengenaimu, tentulah sesuatu itu tidak akan mengenaimu. Ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu disertai kesabaran, kesenangan itu ada kesudahan, dan sesudah kesulitan, pasti ada kemudahan”.


2.       Al-Qur’an
Selanjutnya, rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’id Rafi’ bin al-Mu’alla:
عن أَبي سَعِيدٍ رَافِعِ بن الْمُعَلَّى - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ لي رسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - : (( أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ في القُرْآن قَبْلَ أنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ ؟ )) فَأخَذَ بِيَدِي ، فَلَمَّا أرَدْنَا أنْ نَخْرُجَ ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، إنَّكَ قُلْتَ : لأُعَلِّمَنَّكَ أعْظَمَ سُورَةٍ في القُرْآنِ ؟ قَالَ : (( الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِينَ ، هِيَ السَّبْعُ المَثَانِي وَالقُرْآنُ العَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ )) رواه البخاري .[5]

Artinya: Dari Abu Sa’id Rafi’ Al Mu’alla ra, ia berkata: Rosulullah saw bersabda kepadaku: sukakah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur’an sebelum kamu keluar dari masjid?”  beliau lalu menggandeng tanganku. Ketika kami hendak keluar kami menagih : “Wahai Rosulullah !! engkau tadi berkata “Tentu aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur’an. “Rosulullah saw bersabda: AL HAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIIN (Surat al-Fatihah), yaitu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” (HR Bukhari).
3.       Ibadah
Sabda Rosulullah saw:
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ فُقَراءَ المُهَاجِرينَ أتَوْا رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، فَقَالُوا : ذَهَبَ أهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ العُلَى ، وَالنَّعِيم المُقيم ، فَقَالَ : (( وَمَا ذَاك ؟)) فَقَالوا : يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَيَتَصَدَّقُونَ وَلاَ نَتَصَدَّقُ ، وَيَعْتِقُونَ وَلاَ نَعْتِقُ ، فَقَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( أفَلا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئاً تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ ، وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ ، وَلاَ يَكُونُ أحَدٌ أفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ؟ )) قالوا : بَلَى يَا رسول الله ، قَالَ : (( تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمِدُونَ ، دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاثاً وَثَلاثِينَ مَرَّةً )) فَرَجَعَ فُقَرَاء المُهَاجِرِينَ إِلَى رسول الله - صلى الله عليه وسلم - ، فقالوا : سَمِعَ إخْوَانُنَا أهلُ الأمْوالِ بِمَا فَعَلْنَا ، فَفَعَلُوا مِثلَهُ ؟ فَقَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ.(( الدُّثُور )) : الأمْوَالُ الكَثِيرَةُ ، وَالله أعلم .[8]
Artinya:  Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwasannya orang-orang miskin dari kelompok muhajirin datang menemui Rasulullah saw sambil mereka berkata: “Wahai Rasulullah saw, orang-orang kaya dan lapang, telah mengalahkan kebaikan dan pahala kami dengan derajat yang tinggi dan kemewahan yang banyak”. Rasulullah saw lalu bertanya: “Bagaimana bisa demikian?” Mereka menjawab: “Mereka melakukan shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami juga berpuasa, mereka dapat bersedekah harta namun kami tidak dapat bersedekah, mereka dapat membebaskan budak belian, sementara kami tidak dapat melakukannya”. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: “Maukah aku ajarkan kepada kalian sesuatu di mana kamu dapat mendahului, mengalahkan (pahala dan kebaikan) orang-orang sebelum kalian dan sesudah kalian, dan tidak akan ada seorang pun yang dapat mengalahkan kebaikan kalian kecuali orang tersebut melakukan sebagaimana yang kalian lakukan?” Mereka menjawab: “Tentu mau ya Rasulullah”. Rasulullah saw bersabda kembali: “Bacalah tasbih (subhanallaah), tahmid (alhamdulillaah) dan takbir (Allahu akbar) setiap selesai shalat (wajib) sebanyak tiga puluh tiga kali”. Abu Shalih berkata: “Orang-orang miskin dari kelompok muhajirin lalu kembali lagi menghadap Rasulullah saw sambil berkata: “Kami mendengar bahwa orang-orang kaya itu juga melakukan apa yang telah kami lakukan ya Rasulullah”. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: “Itu adalah karunia dari Allah, yang Allah berikan kepada orang yang dikehendakiNya” (HR. Bukhari Muslim).
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Seorang hamba dilebihkan dari yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada yang mungkin dapat menghalangi pemberian Allah dan tidak mungkin ada yang dapat memberi apa yang Allah halangi. Ketahuilah bahwa kebaikan seluruhnya berada di tangan-Nya. Allahlah yang benar-benar Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak kikir.
4.       Fiqih
Sabda nabi :
وعن معاوية - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ )) . متفقٌ عَلَيْهِ .
Artinya: Dari Mu'awiyah ra katanya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk memperoleh kebaikan, maka Allah membuat ia menjadi pandai dalam hal keagamaan." [Muttafaq 'alaih]
5.       Keterampilan
Setiap hari Uqbah bin Amir Al Juhani keluar dan berlatih memanah, kemudian ia meminta Abdullah bin Zaid agar mengikutinya namun sepertinya ia nyaris bosan. Maka Uqbah berkata, “Maukah kamu aku kabarkan sebuah hadits yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab, “Mau.” Uqbah berkata, “Saya telah mendengar beliau bersabda:
 وعنه - رضي الله عنه - ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، يقول : (( إنَّ اللهَ يُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الوَاحِدِ ثَلاَثَةَ نَفَرٍ الجَنَّةَ : صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ في صَنْعَتِهِ الخَيْرَ ، وَالرَّامِيي بِهِ ، ومُنْبِلَهُ .وَارْمُوا وَارْكَبُوا ، وَأنْ تَرْمُوا أحَبُّ إليَّ مِنْ أنْ تَرْكَبُوا . وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْيَ بَعْدَ مَا عُلِّمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإنَّهَا نِعْمَةٌ تَرَكَهَا )) أَوْ قَالَ : (( كَفَرَهَا )) رواه أَبُو داود .
Artinya: Dari Abu Uqbah bin Amir Al-Juhanniy ra, ia berkata: Saya mendengar rosulullah saw bersabda:”Sesungguhnya Allah akan memasukkan tiga orang kedalam syurga dikarnakan satu panah, yaitu pembuatnya yang sewaktu membuat ia hanya mengharapkan kebaikan (pahala), orang yang memanahkan, dan orang yang memberikan anak panah kepada orang yang memanah. Hendaklah kalian selalu berlatih memanah dan berkendaraan, dan berlatih memanah lebih aku sukai, daripada kamu hanya berlatih naik kendaraan. Barang siapa yang meninggalkan/melupakan panahan setelah ia diajari karena benci, maka sikap seperti itu ibarat suatu nikmat yang diingkari”
Hadits di atas menggambarkan betapa Rasulullah saw sangat menganjurkan agar seorang muslim peduli dengan persiapan untuk berjihad di jalan Allah. Memanah dan berkuda merupakan dua kegiatan yang terkait dengan hal itu. Dan seorang muslim perlu memiliki semangat untuk berjihad di jalan Allah. Mengapa? Karena Nabi saw memperingatkan bahwa raibnya semangat berjihad mengindikasikan hadirnya kemunafikan dalam diri.
Memanah dan berkuda adalah dua keterampilan yang dianjurkan rosulullah kepada umatnya, karena sarat dengan berjihad dijalan Allah. Namun dalam hal keterampilan ini, Rosulullah saw lebih menekankan kepada umatnya agar lebih memilih untuk berlatih memanah daripada mengendarai kuda.

C.     Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Makro


1.       Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya. (al-Bukhari, 1987, I: 193) Hadis di atas tergolong syarîf marfû’ dengan kualitas perawi yang sebagian terdiri dari şiqah mutqinũn, ra’su mutqinũn, şiqah dan perawi bernama Qatadah adalah sahabat Rasulullah saw. (CD Room, Kutub at-Tis’ah).
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani, 1379H: 591-592). Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik. (al-Hamd, 2002: 27). Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga berperangai buruk. Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak langsung.
 Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33: 21).
 Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.

2.       Metode lemah lembut/kasih saying
حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran. (Muslim, t.t, I: 381).
Hadis di atas tergolong syarîf marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah saw. dalam mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V: 20-21). Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.

3.       Metode deduktif
. حَدَََّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir. (al-Bukhari, t.t, I: 234).
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar. (an-Andalusi, 1979, I: 97).

4.       Metode perumpamaan
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda: Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen. Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.

5.       Metode kiasan
. حَدَّثَنَا يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya: Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu. (al-Bukhari, I: 119)
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw. Ibn Hajar, memberi komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib. (al-Asqalani, I: 415-416). Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam pembelajaran, yaitu:
1)      Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2)      Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3)      Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4)      Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5)      Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui kiasan.
6)      Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.

6.       Metode memberi kemudahan
. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.(al-Bukhari, I: 38) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani, I: 62) dalam arti mengajarkan ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar. Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
7.       Metode perbandingan
. حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya: Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair, hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid, hadis Muhammad ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw. bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut, kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya. (Muslim, IV: 3193) Hadis di atas tergolong syarif marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut dan śaduq. Imam an-Nawâwi memberi komentar pada hadis ini, dengan ungkapan” akhirat dibandingkan dengan dunia, dalam hal waktunya dunia itu singkat dan kenikmatannya yang sirna, sedangkan akhirat serba abadi, sebagaimana perbandingan antara air yang lengket pada jari dibanding dengan sisanya di lautan. (an-Nawawi, XVII: 192-193) Makna hadis di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.

3. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup Mikro:
 a. Metode tanya jawab حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا. Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa. (Muslim, I: 462-463) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Metode bertanya ini untuk mengajak si pendengar agar fokus dengan pembahasan. Misalnya kata; ”bagaimana pendapat kalian?” adalah pertanyaan yang diajukan untuk meminta informasi. Maksudnya beritahukan padaku, apakah masih tersisa?. Menurut at-Thiiby, sebagaimana dikutip al-Asqalâni, menjelaskan lafaz ”لو” dalam hadis tersebut memberi makna perumpamaan. (al-Asqalani, I: 462). Metode tanya jawab, apakah pembicaraan antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996: 205). Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi, mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui dialog, perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi, ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
 b. Metode Pengulangan. حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ. Artinya: Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani, t.t, II: 716). Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada orang yang merugi. Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
 c. Metode demonstrasi حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي. Artinya:
 Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (al-Bukhari, I: 226) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah kaşir, şiqah şubut. Hadis ini sangat jelas menunjukkan tata cara salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga para sahabat dipesankan oleh Rasulullah saw. agar salat seperti yang dicontohkan olehnya. Menurut teori belajar sosial, hal yang amat penting dalam pembelajaran ialah kemampuan individu untuk mengambil intisari informasi dari tingkah laku orang lain, memutuskan tingkah laku mana yang akan diambil untuk dilaksanakan. Dalam pandangan paham belajar sosial, sebagaimana dikemukakan Grendler (1991: 369), orang tidak dominan didorong oleh tenaga dari dalam dan tidak oleh stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Tetapi sebagai interaksi timbal balik yang terus-menerus yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan lingkungannya. Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan dengan baik dan benar. Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam organisasi pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model (model hidup, model simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai pengamat.
 d. Metode eksperimen حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ …. Artinya:
 Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
 e. Metode pemecahan masalah. حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ. Artinya: Hadis Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn Dinar dari Umar, sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada sebuah pohon yang tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat diumpamakan sebagai seorang muslim, karena keseluruhan dari pohon itu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Cobalah kalian beritahukan kepadaku, pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan pohon Bawâdi. Abdullah berkata; Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi saya malu (mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai Rasulullah!. Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.(al-Bukhari, I: 34). Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah şubut, dan şiqah, sedangkan ibn Umar ra. adalah sahabat Rasulullah saw. Al-Asqalâni (I:147), menyebutkan dengan metode perumpamaan tersebut dapat menambah pemahaman, menggambarkannya agar melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran untuk memandang permasalahan yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147). Metode tanya jawab berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya, melalui dialog, perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan, jika topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. (an-Nahlawi, t.t.: 205) Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan.

 f. Metode diskusi حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ. Artinya:
 Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997) Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan Abu Hurairah ra. adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut an-Nawâwi, Penjelasan hadis di atas yaitu Rasulullah saw. memulai pembelajaran dengan bertanya dan jawaban sahabat ternyata salah, maka Rasulullah saw. menjelaskan bahwa bangkrut dimaksud bukanlah menurut bahasa. Tetapi bangkrut yang dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan dengan kesalahan. (an-Nawawi, t.t, XVI: 136).
g. Metode pujian/memberi kegembiraan. حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ. Artinya:
 Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut. sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasul saw. Ibn Abi Jamrah mengatakan hadis ini menjadi dalil bahwa sunnah hukumnya memberikan kegembiraan kepada anak didik sebelum pembelajaran dimulai. Sebagaimana Rasulullah saw. mendahulukan sabdanya; ’saya telah menyangka’, selain itu ‘karena saya telah melihat semangatmu untuk hadis’. Oleh sebab itu perlu memberikan suasana kegembiraan dalam pembelajaran. (Andalusi, t.t :133-134) Hadits Tentang Metode Pendidikan.
 h. Metode pemberian hukuman. حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ…. Artinya:
 Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183). Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. (Abadi, t.t, II: 105-106). Dengan demikian Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial. Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan adalah;
1) Memberi nasehat dan petunjuk.
 2) Ekspresi cemberut.
3) Pembentakan.
 4) Tidak menghiraukan murid.
5) Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
 6) Jongkok.
7) Memberi pekerjaan rumah/tugas.
 8) Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
9) Alternatif terakhir adalah pukulan ringan. (al-Syalhub, Terj. Abu Haekal, 2005: 59-60).
 Hal yang menjadi prinsip dalam memberikan sanksi adalah tahapan dari yang paling ringan, sebab tujuannya adalah pengembangan potensi baik yang ada dalam diri anak didik.

  1. Penutup
Metode pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah ini (masih banyak yang belum), terdiri dari metode keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik. .

Postingan terkait: