A. Ayat dan Hadits tentang Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan dalam pandangan islam hanya semata-mata untuk mencari ridho Allah
‘Azza wa Jalla., sebagai mana sabda Rasulullah SAW., sebagai berikut :
قاَلَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا
يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّوَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ اِلاَّ لِيُصِيْبَ
بِهِ عرضاً مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدِعَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
يَعْنِي : رِيْحَهَا،
( رَوَاهُ
أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ ).
Artinya
:
Dari
Abu Hurairah ra. Ia berkata Rasulullah SAW bersabda : “ Barang siapa yang
mempelajari ilmu pengetahuan yang semistinya bertujuan untuk mencari ridho
Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian ia mempelajarinya dengan tujuan hanya untuk
mendapatkan kedudukan / kekayaan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan baunya
syurga kelak pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud)
Secara
khusus Dr. Khosrow Bagheri menulis satu bab tentang The Aims of Education dalam
bukunya Islamic Education. Pakar pendidikan dari Iran ini menyebutkan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah nasehat (rushd), penyucian total (tatharl),
kehidupan yang baik (hayat al-Taybah), petunjuk (hidayah), ibadah, taqwa,
mendekat pada Allah (qurb), surga (ridwan), keadilan (qist), keselamatan
(falah), tafakkur, kejayaan (Izzah), kebersamaan (ta’awun), kebersihan hati
(tazkiya), kuat dan bersih (quwwah dan Nizafah).
Dari
keseluruhan tujuan di atas Bagheri membaginya kepada dua kategori tujuan, yaitu
tujuan sementara (intermediate aims) dan tujuan akhir (final aims). Pembagian
kategori tersebut didasarkan pada dimensi manusia yang horizontal (mendatar)
dan vertikal (tegak lurus). Tujuan sementara masuk pada dimensi horizontal,
artinya bahwa tidak ada hubungan antar dimensi kecuali dimensi yang tertentu
saja. Sedangkan tujuan akhir masuk dalam kategori vertikal, artinya bahwa
adanya hubungan dimensi ini dengan kesemua dimensi manusia, atau dengan kata
lain adanya hubungan dengan tujuan sementara. Dijelaskan secara singkat, bahwa
tujuan sementara masing-masing memilki satu dimensi, sedangkan dalam tujuan
akhir semua dimensi masuk dalam setiap kategori.
1. Tujuan Sementara (Intermediate Aims)
Tujuan
sementara itu adalah tafakkur, kebersihan hati (tazkiya), keadilan (qisth),
kebersamaan (ta’awun), kejayaan (Izzah), kuat dan bersih (quwwah dan Nizafah).
Bahwa setiap kategori tadi berhubungan dengan satu dimensi manusia. Tafakkur
berhubungan dengan dimensi intelektul manusia, kesucian hati (tazkiya)
berhubungan dengan dimensi moral, keadilan (qisth) berhubungan dengan dimensi
ekonomi, kebersamaan (ta’awun) berhubungan dengan dimensi sosial, kejayaan
(Izzah) berhubungan dengan dimensi politik, dan terkahir kuat dan bersih
(quwwah dan Nizafah) berhubungan dengan aspek jasmani. Tafakkur disebutkan
dalam surah al-Hasr ayat 21, sebagai berikut :
Yang
artinya :
Kalau
Sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan
perumpamaan- perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
(QS. Al-Hasr : 21)
Dan
Rasulullah SAW., juga bersabda, yang
berbunyi :
عَنْ
أَنَسٍ، رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّـمَ : مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
حَتَّى يَرْجِعَ. ( رواه الترمذي و قال : حد يث حسن.
Artinya
:
Dari
Annas ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “ Barang siapa keluar dengan
tujuan menuntut ilmu maka ia berada dijalan Allah sampai ia kembali (HR.
Tirmidzi)., katanya hadist ini hasan.
2. Tujuan Akhir (Final Aims)
Menurut
Dr Dr. Khosrow Bagheri nasehat (rushd), penyucian total (tatharl), kehidupan
yang baik (hayat al-Taybah), petunjuk (hidayah), ibadah, taqwa, mendekat pada
Allah (qurb), dan kerelaan (ridwan) adalah tujuan akhir dari pendidikan dalam
Islam. Kesemua kategori memiliki hubungan yang terkait dengan seluruh dimensi
manusia, mulai dari itelektual, moral, sosial, politik, ekonomi, dan jasmani.
Nasehat (rushd) disebutkan di dalam surah al-Baqarah :186
Yang
artinya:
Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah),
bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala
perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada
dalam kebenaran. (QS. Albaqarah : 186)
Terakhir
Dr. Bagheri memberikan sebuah kesimpulan atas keterhubungan antara tujuan
semenara dengan tujuan akhir, bahwa keduanya dipertemukan pada sebuah titik
pusat yaitu Ubudiyah, wujud penghambaan hamba pada Tuhannya. Bagheri menegaskan
seluruh dimensi manusia harus dikembalikan utuk semata-mata mengabdikan diri
pada Allah SWT, sama halnya sebagai sebuah tujuan akhir yang disebutkan di
dalam Al-Qur’an.
Dan
Rasulullah SAW., juga bersabda, yang
berbunyi :
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ : قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاًيَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا
سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ ) رُوَاهُ مُسْلِمٌ (
Yang
artinya :
Dari
abu hurairah, ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :
“
Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan
bagi orang itu karena ilmu tersebut jalan menuju kesyurga.” (HR. Muslim).[3]
B.
Ayat dan Hadits tentang Materi
Pendidikan
1.
Aqidah
Dalam suatu hadits
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, bahwa rosulullah saw bersabda:
عن
ابنِ عباسٍ رضي الله عنهما ، قَالَ : كنت خلف النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم -
يوماً ، فَقَالَ : (( يَا غُلامُ ، إنِّي أعلّمُكَ كَلِمَاتٍ : احْفَظِ اللهَ
يَحْفَظْكَ((2)) ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ، إِذَا سَألْتَ فَاسأَلِ
الله ، وإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ باللهِ ، وَاعْلَمْ : أنَّ الأُمَّةَ لَوْ
اجْتَمَعَتْ عَلَى أنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إلاَّ بِشَيءٍ قَدْ
كَتَبهُ اللهُ لَكَ ، وَإِن اجتَمَعُوا عَلَى أنْ يَضُرُّوكَ بِشَيءٍ لَمْ
يَضُرُّوكَ إلاَّ بِشَيءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ ، رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ
وَجَفَّتِ الصُّحفُ
(رواه
الترمذي) ، وَقالَ : (( حديث حسن صحيح
وفي
رواية غيرِ الترمذي : (( احْفَظِ الله تَجِدْهُ أَمَامَكَ ، تَعرَّفْ إِلَى اللهِ
في الرَّخَاءِ يَعْرِفكَ في الشِّدَّةِ ، وَاعْلَمْ : أنَّ مَا أَخْطَأكَ لَمْ
يَكُنْ لِيُصِيبكَ ، وَمَا أصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ ، وَاعْلَمْ : أنَّ
النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ ، وَأَنَّ الفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ ، وَأَنَّ مَعَ
العُسْرِ يُسْراً ))[3] .
Artinya:
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Kali tertentu saya berada dibelakang Nabi saw,
kemudian beliau bersabda “Hai anak kecil, aku akan mengajarkan kepadamu
nbeberapa kalimat, yaitu: “ Jagalah (perintah) Allah niscaya kamu dapati Allah
selalu di hadapanmu. Jika engkau minta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau
meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah,
jika umat manusia bersatu untuk memberikan manfaat (kebaikan) kepadamu niscaya
mereka tidak akan dapat melakukan hal itu kepadamu kecuali dengan sesuatu hal
yang telah ditentukan Allah padamu. Dan jika mereka bersatu hendak mencelakakan
dirimu niscaya mereka tidak akan dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu
yang telah ditentukan Allah padamu. Telah diangkat pena dan telah keringlah
(tinta) lembaran-lembaran itu” (HR. Imam Tirmidzi).
Dan dalam riwayat selain Tirmidzi
dikatakan, Rosulullah saw bersabda: “Peliharalah (perintah) Allah niscaya
engkau akan menemui-Nya dihadapanmu. Hendaknya engkau mengingat Allah diwaktu
lapang (senang, niscaya Allah akan mengingatmu diwaktu susahmu. Ketahuilah, sesungguhnya
sesuatu yang seharusnya luput mengenaimu, tentulah sesuatu itu tidak akan
mengenaimu. Ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu disertai kesabaran,
kesenangan itu ada kesudahan, dan sesudah kesulitan, pasti ada kemudahan”.
2.
Al-Qur’an
Selanjutnya,
rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’id
Rafi’ bin al-Mu’alla:
عن
أَبي سَعِيدٍ رَافِعِ بن الْمُعَلَّى - رضي الله عنه - ، قَالَ : قَالَ لي رسولُ
اللهِ - صلى الله عليه وسلم - : (( أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ في
القُرْآن قَبْلَ أنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ ؟ )) فَأخَذَ بِيَدِي ، فَلَمَّا
أرَدْنَا أنْ نَخْرُجَ ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، إنَّكَ قُلْتَ :
لأُعَلِّمَنَّكَ أعْظَمَ سُورَةٍ في القُرْآنِ ؟ قَالَ : (( الحَمْدُ للهِ رَبِّ
العَالَمِينَ ، هِيَ السَّبْعُ المَثَانِي وَالقُرْآنُ العَظِيمُ الَّذِي
أُوتِيتُهُ )) رواه البخاري .[5]
Artinya:
Dari Abu Sa’id Rafi’ Al Mu’alla ra, ia berkata: Rosulullah saw bersabda
kepadaku: sukakah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam al-Qur’an
sebelum kamu keluar dari masjid?” beliau
lalu menggandeng tanganku. Ketika kami hendak keluar kami menagih : “Wahai
Rosulullah !! engkau tadi berkata “Tentu aku ajarkan kepadamu surat yang paling
agung dalam al-Qur’an. “Rosulullah saw bersabda: AL HAMDULILLAHI ROBBIL
‘AALAMIIN (Surat al-Fatihah), yaitu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan
al-Qur’an yang agung yang diberikan kepadaku.” (HR Bukhari).
3.
Ibadah
Sabda Rosulullah
saw:
وعن
أَبي هريرة - رضي الله عنه - : أنَّ فُقَراءَ المُهَاجِرينَ أتَوْا رسول الله -
صلى الله عليه وسلم - ، فَقَالُوا : ذَهَبَ أهْلُ الدُّثُورِ بِالدَّرَجَاتِ
العُلَى ، وَالنَّعِيم المُقيم ، فَقَالَ : (( وَمَا ذَاك ؟)) فَقَالوا :
يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَيَتَصَدَّقُونَ وَلاَ
نَتَصَدَّقُ ، وَيَعْتِقُونَ وَلاَ نَعْتِقُ ، فَقَالَ رسول الله - صلى الله عليه
وسلم - : (( أفَلا أُعَلِّمُكُمْ شَيْئاً تُدْرِكُونَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ ،
وَتَسْبِقُونَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ ، وَلاَ يَكُونُ أحَدٌ أفْضَلَ مِنْكُمْ
إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ؟ )) قالوا : بَلَى يَا رسول الله ،
قَالَ : (( تُسَبِّحُونَ وَتُكَبِّرُونَ وَتَحْمِدُونَ ، دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ
ثَلاثاً وَثَلاثِينَ مَرَّةً )) فَرَجَعَ فُقَرَاء المُهَاجِرِينَ إِلَى رسول الله
- صلى الله عليه وسلم - ، فقالوا : سَمِعَ إخْوَانُنَا أهلُ الأمْوالِ بِمَا
فَعَلْنَا ، فَفَعَلُوا مِثلَهُ ؟ فَقَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : ((
ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ.(( الدُّثُور
)) : الأمْوَالُ الكَثِيرَةُ ، وَالله أعلم .[8]
Artinya: Artinya: “Dari Abu Hurairah, bahwasannya
orang-orang miskin dari kelompok muhajirin datang menemui Rasulullah saw sambil
mereka berkata: “Wahai Rasulullah saw, orang-orang kaya dan lapang, telah
mengalahkan kebaikan dan pahala kami dengan derajat yang tinggi dan kemewahan
yang banyak”. Rasulullah saw lalu bertanya: “Bagaimana bisa demikian?” Mereka
menjawab: “Mereka melakukan shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa
sebagaimana kami juga berpuasa, mereka dapat bersedekah harta namun kami tidak
dapat bersedekah, mereka dapat membebaskan budak belian, sementara kami tidak
dapat melakukannya”. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: “Maukah aku ajarkan
kepada kalian sesuatu di mana kamu dapat mendahului, mengalahkan (pahala dan
kebaikan) orang-orang sebelum kalian dan sesudah kalian, dan tidak akan ada
seorang pun yang dapat mengalahkan kebaikan kalian kecuali orang tersebut
melakukan sebagaimana yang kalian lakukan?” Mereka menjawab: “Tentu mau ya
Rasulullah”. Rasulullah saw bersabda kembali: “Bacalah tasbih (subhanallaah),
tahmid (alhamdulillaah) dan takbir (Allahu akbar) setiap selesai shalat (wajib)
sebanyak tiga puluh tiga kali”. Abu Shalih berkata: “Orang-orang miskin dari
kelompok muhajirin lalu kembali lagi menghadap Rasulullah saw sambil berkata:
“Kami mendengar bahwa orang-orang kaya itu juga melakukan apa yang telah kami
lakukan ya Rasulullah”. Rasulullah saw lalu bersabda kembali: “Itu adalah
karunia dari Allah, yang Allah berikan kepada orang yang dikehendakiNya” (HR.
Bukhari Muslim).
Muhammad
bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Seorang hamba dilebihkan dari
yang lainnya sesuai dengan kehendak Allah. Tidak ada yang mungkin dapat
menghalangi pemberian Allah dan tidak mungkin ada yang dapat memberi apa yang
Allah halangi. Ketahuilah bahwa kebaikan seluruhnya berada di tangan-Nya.
Allahlah yang benar-benar Maha Mulia, Maha Pemberi dan tidak kikir.
4.
Fiqih
Sabda nabi :
وعن
معاوية - رضي الله عنه - قَالَ : قَالَ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : ((
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ )) . متفقٌ عَلَيْهِ .
Artinya: Dari
Mu'awiyah ra katanya: "Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang
dikehendaki oleh Allah untuk memperoleh kebaikan, maka Allah membuat ia menjadi
pandai dalam hal keagamaan." [Muttafaq 'alaih]
5.
Keterampilan
Setiap
hari Uqbah bin Amir Al Juhani keluar dan berlatih memanah, kemudian ia meminta
Abdullah bin Zaid agar mengikutinya namun sepertinya ia nyaris bosan. Maka
Uqbah berkata, “Maukah kamu aku kabarkan sebuah hadits yang aku dengar dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Ia menjawab, “Mau.” Uqbah berkata,
“Saya telah mendengar beliau bersabda:
وعنه
- رضي الله عنه - ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - ، يقول
: (( إنَّ اللهَ يُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الوَاحِدِ ثَلاَثَةَ نَفَرٍ الجَنَّةَ :
صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ في صَنْعَتِهِ الخَيْرَ ، وَالرَّامِيي بِهِ ، ومُنْبِلَهُ
.وَارْمُوا وَارْكَبُوا ، وَأنْ تَرْمُوا أحَبُّ إليَّ مِنْ أنْ تَرْكَبُوا .
وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْيَ بَعْدَ مَا عُلِّمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإنَّهَا نِعْمَةٌ
تَرَكَهَا )) أَوْ قَالَ : (( كَفَرَهَا )) رواه أَبُو داود
.
Artinya:
Dari Abu Uqbah bin Amir Al-Juhanniy ra, ia berkata: Saya mendengar rosulullah
saw bersabda:”Sesungguhnya Allah akan memasukkan tiga orang kedalam syurga
dikarnakan satu panah, yaitu pembuatnya yang sewaktu membuat ia hanya
mengharapkan kebaikan (pahala), orang yang memanahkan, dan orang yang
memberikan anak panah kepada orang yang memanah. Hendaklah kalian selalu
berlatih memanah dan berkendaraan, dan berlatih memanah lebih aku sukai,
daripada kamu hanya berlatih naik kendaraan. Barang siapa yang
meninggalkan/melupakan panahan setelah ia diajari karena benci, maka sikap
seperti itu ibarat suatu nikmat yang diingkari”
Hadits
di atas menggambarkan betapa Rasulullah saw sangat menganjurkan agar seorang
muslim peduli dengan persiapan untuk berjihad di jalan Allah. Memanah dan
berkuda merupakan dua kegiatan yang terkait dengan hal itu. Dan seorang muslim
perlu memiliki semangat untuk berjihad di jalan Allah. Mengapa? Karena Nabi saw
memperingatkan bahwa raibnya semangat berjihad mengindikasikan hadirnya
kemunafikan dalam diri.
Memanah
dan berkuda adalah dua keterampilan yang dianjurkan rosulullah kepada umatnya,
karena sarat dengan berjihad dijalan Allah. Namun dalam hal keterampilan ini,
Rosulullah saw lebih menekankan kepada umatnya agar lebih memilih untuk
berlatih memanah daripada mengendarai kuda.
C.
Hadis-hadis Tentang Metode
Pendidikan dalam Lingkup Makro
1.
Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي
قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ
رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: Hadis dari
Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah
ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa
Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw.
dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud,
beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya. (al-Bukhari, 1987, I:
193) Hadis di atas tergolong syarîf marfû’ dengan kualitas perawi yang sebagian
terdiri dari şiqah mutqinũn, ra’su mutqinũn, şiqah dan perawi bernama Qatadah
adalah sahabat Rasulullah saw. (CD Room, Kutub at-Tis’ah).
Menurut al-Asqalâni,
ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw.
memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan.
Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong
Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat
dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw. untuk menentang
kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi
kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun. (Al-Asqalani, 1379H: 591-592).
Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang
dilihat dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan
meneladani apa yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan
yang baik. (al-Hamd, 2002: 27). Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami
bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi
titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak
didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru
berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya juga berperangai buruk.
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin diajarkan
melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam kata-kata.
Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana, bagaimana duduk
dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain sebagainya, menjadi
acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi pendidikan yang tidak
langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah
satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang
dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan
kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
لقد
كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya: Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (QS. 33: 21).
Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun
hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan
demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan, keteladanan akan
menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak didik. Keteladanan
sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi
pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur
pendidik yang dapat dijadikan panutan. Dengan demikian, keteladanan menjadi
penting dalam pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam
membina perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan
Rasulullah saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama,
sehingga diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan
panutan.
2.
Metode lemah lembut/kasih saying
حَدَّثَنَا
أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ
هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ
يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ
أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ
بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي
لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا
بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ
كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ
الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis dari Abu
Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn
Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi
Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya:
Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku
katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya
berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan
mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam.
Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai
tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang
lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak,
memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat
ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh,
takbîr dan membaca Alquran. (Muslim, t.t, I: 381).
Hadis di atas tergolong
syarîf marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah
şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan keagungan
perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan mengasihi orang
yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini juga perintah agar pendidik
berperilaku sebagaimana Rasulullah saw. dalam mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V:
20-21). Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi
pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik.
Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan
terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
3.
Metode deduktif
. حَدَََّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ
عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا
فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya: Hadis Muhammad
ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari
Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang
tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh
dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid,
dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah
karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia
berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya
sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya
dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir.
(al-Bukhari, t.t, I: 234).
Hadis di atas tergolong
syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah
mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut Abi
Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi pelajaran,
akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran, sehingga
lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar. (an-Andalusi, 1979,
I: 97).
4.
Metode perumpamaan
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ
كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً
وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari
Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as-
Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke
sini. (Muslim, IV: 2146)
Hadis di atas tergolong
syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah
şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut
ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu
untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di
antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik
pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak
konsisten dengan satu komitmen. Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai
satu metode pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga
materi pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak
dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw.
sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga
benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau
menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat
jelas.
5.
Metode kiasan
. حَدَّثَنَا
يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ
أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ
قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ
قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya: Hadis Yahya,
katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya dari Aisyah,
seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid. Aisyah
menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi. Kemudian kamu
mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci dengannya. Ia
bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci
dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah
bekas darah (haid) dengan kain itu. (al-Bukhari, I: 119)
Hadis di atas tergolong syarîf
marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz,
sedangkan Aisyah adalah istri Rasulullah saw. Ibn Hajar, memberi komentar
terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang disunnahkannya
menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan aurat dan
bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib. (al-Asqalani, I: 415-416).
Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan dalam
pembelajaran, yaitu:
1)
Rayuan dalam nasehat, seperti memuji
kebaikan anak didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya,
dengan mengabaikan membicarakan keburukannya.
2)
Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat
Islam masa lalu, sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak
mereka.
3)
Membangkitkan semangat dan
kehormatan anak didik.
4)
Sengaja menyampaikan nasehat di
tengah anak didik.
5)
Menyampaikan nasehat secara tidak
langsung/ melalui kiasan.
6)
Memuji di hadapan orang yang
berbuat kesalahan, orang yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya.
Merupakan cara mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan
keburukan.
6.
Metode memberi kemudahan
.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي
أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلا
تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya: Hadis Muhammad
ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah katanya hadis
Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda:
Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan
kepada manusia.(al-Bukhari, I: 38) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan
kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah hâfiz, Anas adalah
sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan
mengatakan pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki
kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani, I: 62) dalam arti mengajarkan ilmu
pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar. Sebagai pendidik,
Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki
motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar .
7.
Metode perbandingan
.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ
حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى
أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ
حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا
أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ
أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ
فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ
أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي
حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya: Hadis Abu Bakr
ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair, hadis Abi Muhammad
ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn A’yân, hadis Muhammad
ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid, hadis Muhammad ibn
Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis
katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw.
bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti
seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut,
kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya. (Muslim, IV: 3193) Hadis
di atas tergolong syarif marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut dan śaduq. Imam an-Nawâwi memberi komentar
pada hadis ini, dengan ungkapan” akhirat dibandingkan dengan dunia, dalam hal
waktunya dunia itu singkat dan kenikmatannya yang sirna, sedangkan akhirat
serba abadi, sebagaimana perbandingan antara air yang lengket pada jari
dibanding dengan sisanya di lautan. (an-Nawawi, XVII: 192-193) Makna hadis di
atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga potensi
jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang memiliki
perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
3. Hadis-hadis Tentang
Metode Pendidikan dalam Lingkup Mikro:
a. Metode tanya jawab حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ
مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ
أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ بَكْرٍ أَنَّهُ
سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَرَأَيْتُمْ
لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ
مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ
شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ
الْخَطَايَا.
Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu
ibn Mudhar dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn
Abdurrahmân dari Abu Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat
kalian seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia
mandi di sana lima kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan
tersisa kotorannya? Mereka menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun.
Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah
menghapus dosa-dosa. (Muslim, I: 462-463) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’
dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, sedangkan
Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Metode bertanya ini untuk mengajak
si pendengar agar fokus dengan pembahasan. Misalnya kata; ”bagaimana pendapat
kalian?” adalah pertanyaan yang diajukan untuk meminta informasi. Maksudnya
beritahukan padaku, apakah masih tersisa?. Menurut at-Thiiby, sebagaimana
dikutip al-Asqalâni, menjelaskan lafaz ”لو” dalam hadis tersebut memberi makna
perumpamaan. (al-Asqalani, I: 462). Metode tanya jawab, apakah pembicaraan
antara dua orang atau lebih, dalam pembicaraan tersebut mempunyai tujuan dan
topik tertentu. Metode dialog berusaha menghubungkan pemikiran seseorang dengan
orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan pendengarnya.(an-Nahlawi, 1996:
205). Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang
dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan. Nahlawi,
mengatakan pembaca dialog akan mendapat keuntungan berdasarkan karakteristik
dialog, yaitu topik dialog disajikan dengan pola dinamis sehingga materi tidak
membosankan, pembaca tertuntun untuk mengikuti dialog hingga selesai. Melalui
dialog, perasaan dan emosi akan terbangkitkan, topik pembicaraan disajikan
bersifat realistik dan manusiawi. Dalam Alquran banyak memberi informasi
tentang dialog, di antara bentuk-bentuk dialog tersebut adalah dialog khitâbi,
ta’abbudi, deskritif, naratif, argumentatif serta dialog nabawiyah. Metode
tanya jawab, sering dilakukan oleh Rasul saw. dalam mendidik akhlak para
sahabat. Dialog akan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya
tentang sesuatu yang tidak mereka pahami. Pada dasarnya metode tanya jawab
adalah tindak lanjut dari penyajian ceramah yang disampaikan pendidik. Dalam
hal penggunaan metode ini, Rasulullah saw. menanyakan kepada para sahabat
tentang penguasaan terhadap suatu masalah.
b. Metode Pengulangan. حَدَّثَنَا
مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ
حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ
الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ. Artinya: Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ
ibn Hâkim, katanya hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw
bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan berdusta agar orang-orang
tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya. (As-Sijistani, t.t, II: 716).
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian
tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga
kali perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus
dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami
dan tidak tergolong pada orang yang merugi. Satu proses yang penting dalam
pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek yang diulang-ulang. Baik
latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya melakukan perbuatan
tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara nyata
merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan
orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada
untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses
pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan
melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau
kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah
saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.
c. Metode demonstrasi حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ
الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ
أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا
عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا
أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا
فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ
وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا
وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي. Artinya:
Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis
dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami
mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama
beliau selama (dua puluh malam) 20 malam. Rasulullah saw adalah seorang yang
penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika beliau menduga kami ingin pulang
dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang yang kami
tinggalkan dan kami memberitahukannya. Beliau bersabda; kembalilah bersama
keluargamu dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka.
Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan
salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (al-Bukhari, I: 226) Hadis di
atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah kaşir, şiqah şubut. Hadis ini sangat jelas menunjukkan tata
cara salat Rasulullah saw. kepada sahabat, sehingga para sahabat dipesankan
oleh Rasulullah saw. agar salat seperti yang dicontohkan olehnya. Menurut teori
belajar sosial, hal yang amat penting dalam pembelajaran ialah kemampuan
individu untuk mengambil intisari informasi dari tingkah laku orang lain, memutuskan
tingkah laku mana yang akan diambil untuk dilaksanakan. Dalam pandangan paham
belajar sosial, sebagaimana dikemukakan Grendler (1991: 369), orang tidak
dominan didorong oleh tenaga dari dalam dan tidak oleh stimulus-stimulus yang
berasal dari lingkungan. Tetapi sebagai interaksi timbal balik yang
terus-menerus yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan
lingkungannya. Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan
memperlihatkan suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja
dilakukan oleh pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu
pekerjaan. Metode demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan
dapat dikerjakan dengan baik dan benar. Metode demonstrasi dapat dipergunakan
dalam organisasi pelajaran yang bertujuan memudahkan informasi dari model
(model hidup, model simbolik, deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai
pengamat.
d. Metode eksperimen حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ
يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا
وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ
فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا
فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ
وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ …. Artinya:
Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn
Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar
ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata
Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan
anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum salat, sedangkan saya
berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya menceritakannya kepada
Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya anda cukup begini”.
Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan meniupnya kemudian
mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129) Hadis di atas tergolong
syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah
hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat tentang
tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah
saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka
tidak menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw.
memperbaiki ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan
debu.
e. Metode pemecahan masalah. حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا
وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي
شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا
النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ. Artinya: Hadis Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far
dari Abdullah ibn Dinar dari Umar, sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara
pepohonan itu ada sebuah pohon yang tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat
diumpamakan sebagai seorang muslim, karena keseluruhan dari pohon itu dapat
dimanfaatkan oleh manusia. Cobalah kalian beritahukan kepadaku, pohon apakah
itu? Orang-orang mengatakan pohon Bawâdi. Abdullah berkata; Dalam hati saya ia
adalah pohon kurma, tapi saya malu (mengungkapkannya). Para sahabat berkata;
beritahukan kami wahai Rasulullah!. Sabda Rasul saw; itulah pohon
kurma.(al-Bukhari, I: 34). Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan
kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah şubut, dan şiqah, sedangkan ibn
Umar ra. adalah sahabat Rasulullah saw. Al-Asqalâni (I:147), menyebutkan dengan
metode perumpamaan tersebut dapat menambah pemahaman, menggambarkannya agar
melekat dalam ingatan serta mengasah pemikiran untuk memandang permasalahan
yang terjadi. (al-Asqalani, I: 147). Metode tanya jawab berusaha menghubungkan
pemikiran seseorang dengan orang lain, serta mempunyai manfaat bagi pelaku dan
pendengarnya, melalui dialog, perasaan dan emosi pembaca akan terbangkitkan,
jika topik pembicaraan disajikan bersifat realistik dan manusiawi. (an-Nahlawi,
t.t.: 205) Uraian tersebut memberi makna bahwa dialog dilakukan oleh seseorang
dengan orang lain, baik mendengar langsung atau melalui bacaan.
f. Metode diskusi حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ
جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ
قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ
الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ
وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا
وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا
مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ
أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ. Artinya:
Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr,
katanya hadis Ismail dan dia ibn Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu
Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw. bersabda: Tahukah kalian siapa orang
yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang yang tidak memiliki dirham dan
harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang yang muflis dari ummatku adalah orang
yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa dan zakat,. Dia
datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini,
menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi
pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus
kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian
ia dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997) Hadis di atas tergolong syarîf
marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut,
şiqah hâfiz, sedangkan Abu Hurairah ra. adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut
an-Nawâwi, Penjelasan hadis di atas yaitu Rasulullah saw. memulai pembelajaran
dengan bertanya dan jawaban sahabat ternyata salah, maka Rasulullah saw.
menjelaskan bahwa bangkrut dimaksud bukanlah menurut bahasa. Tetapi bangkrut
yang dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan
dengan kesalahan. (an-Nawawi, t.t, XVI: 136).
g. Metode pujian/memberi
kegembiraan. حَدَّثَنَا
عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو
بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ. Artinya:
Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya
menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id
al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling
bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya
sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang bertanya tentang
hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk
hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang
yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari
dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49) Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan
kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut. sedangkan Abu
Hurairah adalah sahabat Rasul saw. Ibn Abi Jamrah mengatakan hadis ini menjadi
dalil bahwa sunnah hukumnya memberikan kegembiraan kepada anak didik sebelum
pembelajaran dimulai. Sebagaimana Rasulullah saw. mendahulukan sabdanya; ’saya
telah menyangka’, selain itu ‘karena saya telah melihat semangatmu untuk
hadis’. Oleh sebab itu perlu memberikan suasana kegembiraan dalam pembelajaran.
(Andalusi, t.t :133-134) Hadits Tentang Metode Pendidikan.
h. Metode pemberian hukuman. حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرٌو
عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ خَيْوَانَ عَنْ أَبِي
سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ قَوْمًا فَبَصَقَ فِي
الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ فَرَغَ لَا
يُصَلِّي لَكُمْ…. Artinya:
Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn
Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn
Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat
Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam salat bagi sekelompok orang,
kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah saw. melihat, setelah
selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia menjadi imam salat bagi
kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183). Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan
kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly.
memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi imam.
Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa kehadiran imam yang
meludah ke arah kiblat ketika salat. (Abadi, t.t, II: 105-106). Dengan demikian
Rasulullah saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak
santun dalam beribadah dan dalam lingkungan sosial. Sanksi dalam pendidikan
mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan membentuk pelajar
kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut dapat
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan
dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik.
Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak
memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan
mendidik, bukan balas dendam. Alternatif lain yang mungkin dapat dilakukan
adalah;
1) Memberi nasehat dan
petunjuk.
2) Ekspresi cemberut.
3) Pembentakan.
4) Tidak menghiraukan murid.
5) Pencelaan disesuaikan
dengan tempat dan waktu yang sesuai.
6) Jongkok.
7) Memberi pekerjaan
rumah/tugas.
8) Menggantungkan cambuk sebagai simbol
pertakut.
9) Alternatif terakhir
adalah pukulan ringan. (al-Syalhub, Terj. Abu Haekal, 2005: 59-60).
Hal yang menjadi prinsip dalam memberikan
sanksi adalah tahapan dari yang paling ringan, sebab tujuannya adalah
pengembangan potensi baik yang ada dalam diri anak didik.
- Penutup
Metode pendidikan adalah
cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada
peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai, bahan pelajaran
dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode pendidikan yang
dikemukakan dalam makalah ini (masih banyak yang belum), terdiri dari metode
keteladanan, metode lemah lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode
perumpamaan, metode kiasan, metode memberi kemudahan, metode perbandingan,
metode tanya jawab, metode pengulangan, metode demonstrasi, metode eksperimen,
metode pemecahan masalah, metode diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan,
metode pemberian hukuman dapat dilaksanakan pendidik dalam penanaman
nilai-nilai pada ranah afektif dan pengembangan pola pikir pada ranah kognitif
serta latihan berperilaku terpuji pada ranah psikomotorik. .