Tokoh: Teori Kognitif Albert Bandura |
PENDAHULUAN
Islam menghargai orang-orang yang berilmu
pengetahuan, sehingga hanya mereka
sajalah yang pantas mencapai taraf tingkatan yang tinggi dan keutuhan
hidup.[1]
Betapa mulianya kedudukan para ulama
dalam Islam sebagaimana Allah terangkan di dalam Q. S Al – Mujadilah ayat 11: "Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajarynglebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikirnyang sangat kompleks. Pada masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa ke respons tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat disini). Namun, lambat laun perhatian ini mulai bergeser. Menurut Teori Kognitif Albert Bandura, Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.[2]
Menurut aliran kognitif, belajar merupakan proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan perilaku seseorang yang tampak sesungguhnya hanyalah refleksi dari perubahan internalisasi persepsi dirinya terhadap sesuatu yang sedang diamati dan dipikirkannya. Sedangkan fungsi stimulus yang datang dari luar direspons sebagai aktivaktor kerja memori otak untuk membentuk dan mengembangkan struktur kognitif melalui proses asimilasi dan akomodasi yang terus-menerus dipperbarui, sehingga akan selalu saja ada sesuatu yang baru dalam memori dari setiap akhir kegiatan belajar.[3]
Makalah menarik lainnya:
Teori Belajar Menurut Jerome Bruner
Model Pembelajaran Langsung
Bayi Tabung dalam Pandangan Islam
Mengenal lebih jauh Teori Kognitif Albert Bandura
Albert Bandura dilahirkan pada 04 Desember 1925 di Mundare, kota kecil Alberta, Kanada. Dia mendapat gelar B.A. Dari University of British Columbia, kemudian M.A. pada 1951, dan Ph.D. pada 1952 dari University lowa. Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford University. Beliau banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution pada tahun 1980.Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku social dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran social dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi. Dari pembahasan tentang biografi Albert Bandura maka pembahasan selanjutnya adalah mengenai teori yang beliau lahirkan dari penelitian yang telah dilakukan.
B. Penjelasan awal tentang belajar observasional
Selama berabad-abad, observasional learning (belajar observaional)
diterima begitu saja dan biasanya dipakai untuk mempostulatkan tendensi natural
manusia untuk meniru apa yang dilakukan orang lain. Selama pandangan nativistik
ini mengemuka, tidak hanya dilakukan riset untuk memverifikasi fakta bahwa
tendensi untuk belajar observasi ini memang ada atau tidak. Oleh karenanya,
dalam teori kognitif Albert Bandura mengemukakan ada atau tidakkah belajar
observasional tersebut.
Adalah Edward L. Thorndike
yang pertama kali berusaha meneliti belajar observasional secara eksperimental.
Pada 1898, dia meletakkan seekor kucing dalam kotak teka teki dan kucing
lainnya di sangkar yang ada di dekatnya. Kucing di kotak teka teki itu sudah
belajar cara keluar dari kotak, sehingga kucing kedua hanya perlu mengamati kucing
pertama untuk belajar respons membebaskan diri. Akan tetapi, ketika Thorndike
meletakkan kucing kedua itu di kotak teka teki, kucing itu tidak memberikan
respons membebaskan diri. Kucing kedua itu harus melakukan uji coba yang sama
dengan kucing pertama untuk keluar dari kotak teka teki. Pada 1901, Thorndike
melakukan eksperimen yang sama dengan monyet, tetapi berbeda dengan keyakinan
umum bahwa “monyet melihat apa yang dilakukan monyet lain”, tampaknya tidak
terjadi belajar observasional. Thorndike (1901) menyimpulkan bahwa, “ Dalam
eksperimen saya dengan hewan-hewan......... tampaknya tidak ada yang mendukung
hipotesis bahwa mereka memiliki kemampuan untuk belajar melakukan sesuatu
setelah melihat hewan lain melakukan sesuatu. Dari penelitian yang dilakukan
oleh Thorndike tersebut, disamping tentang penelitian yang mengandung
behavioris tetapi dalam penelitian tersebut sudah mengandung nilai kognitif
dalam teori belajar.
Pada 1908, J.B. Watson
mereplikasi riset Thorndike dengan monyet, dia juga tidak menemukan bukti
adanya belajar observasional. Thorndike dan Watson sama-sama menyimpulkan bahwa
belajar hanya berasal dari direct experience (pengalaman langsung) dan
bukan dari vicarious experience (pengalaman tak langsung atau
pengganti). Dengan kata lain mereka mengangggap belajar terjadi sebagai hasil
dari interaksi seseorang dengan lingkungan dan bukan dari hasil pengamatan
terhadap interaksi orang lain. [4]
Dengan sedikit
pengecualian, karya Thorndike dan Watson melemahkan upaya riset lain terhadap
belajar observasional. Baru setelah publikasi Social Learning and Imitation (1941)
karya Miller dan Dollard minat terhadap belajar Observasional muncul lagi.
Seperti Thorndike dan
Watson, Miller dan Dollard berusaha menentang nativistik tentang belajar
observasional. Akan tetapi, berbeda dengan Thorndike dan Watson, Miller dan
Dollard tidak menyangkal fakta bahwa organisme bisa belajar dengan mengamati
aktivitas organisme lain.
Miller dan Dollard (1941)
tidak melihat keanehan atau kekhususan dalam belajar imitatif ini. Menurut
mereka, peran model adalah memadu respons pengamat sampai respons yang tepat
diberikan atau untuk menunjukan kepada pengamat respons mana yang akan
diperkuat dalam situasi tertentu. Menurut Miller dan Dollard, jika respons
imitatif tidak diberikan dan diperkuat, tidak terjadi belajar. Menurut mereka,
belajar imitatif adalah hasil dari observasi, respons nyata dan penguatan.
Tidak ada pertentangan antara kesimpulan ini dengan kesimpulan Thorndike dan
Watson. Seperti pendahulunya, Miller dan Dollard menemukan bahwa organisme
tidak belajar dari observasi saja. Mungkin, Miller dan Dollard mengatakan bahwa
satu-satunya kekeliruan Thorndike dan Watson adalah karena mereka tidak
meletakkan hewan naif ke dalam kotak
teka teki dengan hewan yang pintar. Penempatan ini akan memungkinkan hewan yang
masih naif itu mengamati, merespons dan diperkuat, dan karenanya mungkin akan
terjadi belajar observasional. Dari pembahasan ini sudah termasuk awal
permulaan dari munculnya belajar observasional.
Berbeda dengan penjelasan
belajar observasional nativistik yang mendominasi selama berabad-abad,
penjelasan Miller dan Dollard memberikan penjelasan empiris pertama terhadap
fenomena ini. Penjelasan mereka sesuai dengan teori belajar yang diterima
secara luas dan didukung oleh riset eksperimental yang kuat.
Seperti yang telah kita
ketahui, karya Thordike dan Watson melemahkan minat pada belajar imitatif
selama sekitar tiga dekade. Karya Miller dan Dollard memberi efek serupa dua
dekade. Baru pada 1960-an topik ini ditelati lagi. Kali ini adalah Bandura yang
menetang belajar imitatif itu dan merumuskan teorinya sendiri yang mana dengan
teori behavioristik sebelumnya. Bandura mengganggap belajar observasi sebagai
prose kognitif yang melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia, seperti
bahasa, moralitas, pemikiran dan regulasi diri perilaku. [5]
Adapun Asumsi dasar teori
kognitif sosial : orang dapat belajar dengan mengamati orang lain, belajar
sebagai proses internal yang bisa (dan
bisa juga tidak) tercermin dalam perilaku, manusia dan lingkungannya saling
mempengaruhi, perilaku terarah pada tujuan-tujuan tertentu, perilaku menjadi
semakin bisa diatur-sendiri. Sebagaimana tabel berikut : [6]
Prinsip Asumsi
|
Implikasi bagi
pendidikan
|
Contoh
|
Belajar dengan
mengamati
|
Bantulah siswa
menguasai perilaku lebih cepat dengan memodelkan (mencontohkan) perilaku itu
|
Peragakan cara-cara
yang tepat untuk menyikapi dan menyeesaikan konflik interpersonal. Kemudian,
mintalah siswa bermain peran dalam kelompok tentang penyelesaian konflik, dan
berikan pujian-pujian kepada mereka yang menggunakan strategi bersifat
prososial.
|
belajar sebagai proses
internal yang bisa (dan bisa juga
tidak) tercermin dalam perilaku
|
Ingatlah bahwa hasil pembelajaran yang baru
tidak selalu tampak seketika, melainkan bisa tercermin dalam perilaku di
kemudian hari
|
Ketika seorang siswa terlibat dalam perilaku
yang mengganggu di kelas, ambillah langkah-langkah yang tepat untuk mencegah
dan mengurangi perilaku tersebut. kalau tidak, siswa-siswa lain yang
menyaksikan perilaku tersebut akan meniru perilaku yang sama pada kesempatan
lain
|
Pengaruh timbal balik
antara variabel lingkungan, perilaku dan individu
|
Doronglah siswa membuat
pilihan-pilihan yang akan mengarah pada pengalaman-pengalaman belajar
bermanfaat.
|
Jelaslah manfaat yang
akan diperoleh apabila mengikuti kelas menulis lebih lanjut, tidak hanya
sekedar sarana meningkatkan keterampilan menulis melainkan juga sebagai cara
untuk menemukan apakah seseorang senang berkarir dalam dunia tulis menuis
atau tidak
|
Perilaku yang
berorientasi tujuan
|
Doronglah siswa menetapkan tujuan-tujuan
yang produktif bagi diri mereka sendiri, khususnya yang menantang namun dapat
tercapai
|
Ketika mengajarkan bahasa isyarat untuk
membantu siswa berkominikasi dengan teman kelas yang mengidap tinrungu,
mintalah mereka untuk meramalkan berapa banyak kosa kata atau frasa baru yang
dapat mereka kuasai setiap minggu.
|
Pengaturan perilaku
oleh diri sendiri (self regulation of behavior)
|
Ajari siswa
strategi-strategi untuk membantu diri mereka sendiri berperilaku secara tepat
dan belajar efektif
|
Beri siswa saran-saran
yang konkret mengenai cara mereka agar tidak lupa membawa
perlengkapan-perlengkapan ke sekolah yang diperlukan tiap hari.
|
C. Pandangan Bandura tentang Belajar Observasional
Menurut Bandura, belajar observasional mungkin menggunakan imitasi atau
mungkin juga tidak. Misalnya, saat mengendarai mobil di jalan Anda mungkin
melihat mobil didepan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi ini Anda
akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak. Dalam kasus ini
Anda belajar dari observasi Anda, namun Anda tidak meniru apa yang telah Anda
amati. Apa yang Anda pelajari, kata Bandura, adalah informasi, yang diproses
secara kognitif dan Anda bertindak berdasar informasi ini demi kebaikan Anda.
Jadi, belajar observasional lebih kompleks ketimbang imitasi sederhana, yang
biasanya hanya berupa menirukan tindakan orang lain.[7]
Jadi, tidak semua yang diamati dan dilihatitu dilakukan sebagai pembelajaran
namun ada halnya di ambil dari segi positifnya dalam kehidupan terlebih dalam
proses belajar murid.
Teori belajar yang paling
mirip dengan Teori Bandura adalah teori Tolman. Walaupun Tolman adalah seorang
bihavioris, dia menggunakan konsep
mental untuk menjelaskan fenomena perilaku, dan Bandura juga melakukan hal yang
serupa. Tolman juga percaya bahwa belajar adalah proses konstan yang tidak
membutuhkan penguat, dan Bandura mempercayai hal yang sama. Baik itu teori
Tolman maupun Bandura bersifat kognitif, dan keduanya bukan reinforcement
theories (teori penguatan). Poin final dari kesepakatan Tolman dan Bandura
adalah soal konsep motivasi. Walaupun Tolman percaya bahwa ditindaklanjuti jika
ada alasan untuk melakukannya, seperti ketika muncul kebutuhan. Misalnya, seseorang
mungkin mengetahui dimana tempat minum tetapi dia akan bertindak berdasarkan
informasi itu jika dia haus saja. Menurut Tolman, dan juga menurut Bandura,
perbedaan antara belajar dan performa sangat penting. [8]
Perbedaan belajar performa
ditunjukkan oleh sebuah studi yang dilakukan Bandura (1965). Dalam eksperimen
ini, seorang anak melihat sebuah film yang menampilkan seseorang sebagai model
yng sedang memukul dan menendang bola besar. Dalam teori Bandura, model adalah
apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televisi, pameran,
gambar atau instruksi. Dalam kasus ini, film itu menunjukkan agresivitas
seseorang model dewasa. Satu kelompok anak melihat model agresif yang itu
diperkuat. Kelompok kedua melihat model yang agresif itu dihukum. Kelompok
ketiga melihat konsekuensi netral atas tindakan aresif si model itu; yakni
model itu diperkuat dan tidak dihukum. Kemudian, anak-anak dalam kelompok
ketiga itu dipertemukan dengan sebuah boneka besar, dan tingkat agretivitas
mereka terhadap boneka itu lalu diukur. Seperti yang diduga, anak yang melihat
model diperkuat setelah melakukan tindak agresif cenderung menjadi anak yang
paling agresif; anak yang melihat model dihukum cenderung paling tidak agresif;
sedangkan bagi anak yang melihat konsekuensi netral dari model ,tingkat
agrevitasnya berada di posisi dua kelompok lain itu. Studi ini menarik karena ia
menunjukkan bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh pengalaman tidak langsung atau
pengalaman pengganti. Dengan kata lain, apa yang mereka lihat dilakukan atau
dialami orang lain akan mempengaruhi perilaku mereka. Anak pada kondisi pertama
mengamati vicarius reinforcement (penguatan pengganti atau tak langsung)
dan ini menambah agresivitas mereka; anak dalam kelompok kedua melihat vicarius
punishment (hukuman pengganti atau tak langsung) dan ia menghambat
agresivitas mereka. Meskipun anak tidak mengalami langsung penguatan dan
hukuman, namun hal itu memodifikasi
perilaku mereka. Ini bertentangan dengan pendapat Miller dan Dollard bahwa
belajar observasional hanya terjadi jika perilaku nyata organisme diikuti oleh
penguatan.
Fase kedua studi tersebut
di desain untuk menjelaskan perbedaan belajar-performa. Dalam fase ini, semua
anak diberi intensif yang menarik agar memproduksi (meniru) perilaku dari si model, dan mereka semua melakukannya.
Dengan kata lain, semua anak telah belajar pada apakah mereka sebelumnya telah
melihat model itu diperkuat, dihukum, atau mendapat konsekuensi netral.
Perhatikan kemiripan
eksperimen Bandura (1965) dengan eksperimen Tolman dan Honzik (1930). Dalam
studi Tolman dan Honzik ditemukan bahwa jika seekor tikus menulusuri jallur
teka-teki tanpa renforcement (penguatan) tiba-tiba diperkuat saat
memberi repons yang benar, maka performence (performa/kinerja) mereka
akan sama dengan tikus yang diberi penguatan disetipa percobaan. Penjelasan
Tolman adalah bahwabahkan tikus yang tidak diperkuat akan mempelajari jalur
itu, dan masuknya penguatan ke situasi itu akan membuat tikus itu menunjukan
informasi yang sudah mereka ketahui. Jadi, tujuan eksperimen Bandura adalah
sama dengan eksperimen Tolman dan Honzik, dan temuan serta kesimpulan tentang
perbedaan belajar dan performa adalah sama. Temuan utama dari kedua eksperimen
itu adalah bahwa penguatan adalah variabel performa, bukan variabel belajar.
Ini tentu saja bertentangan dengn kesimpulan Hull tentang penguatan.
Menurutnya, penguatan adalah variabel belajar bukan variabel performa.[9]
Jadi Bandura berbeda
pendapat dengan Miller dan Dollard. Menurut Bandura, belajar observasional
terjadi disepanjang waktu. “Setelah kapasitas untuk belajar observasional
berkembang penuh, seseorang akan belajar dari apa-apa yang mereka saksikan
(1977)”. Menurut Bandura, belajar observasional tidak membutuhkan respons nyata
atau penguatan.
Bandura menemukan beberapa
kesalahan dalam penjelasan Skinner serta Miller dan Dollard tentang belajar
observasional. Pertama, mereka tidak menjelaskan bagaimana belajar dapat
terjadi ketika model atau pengamat tidak diperkuat tindakannya. Kedua, mereka
tidak menjelaskan delayed modeling, dimana seorang pengamat menunjukan
belajar yang terjadi dari observasi yang dilakukan pada waktu lalu. Lebih
lanjut, ditemukan bahwa pengamat tidak perlu diperkuat untuk menunjukkan
belajar yang telah dilakukan sebalumnya. Ketiga, berbeda dengan Skinner, Miller
dan Dollard yang percaya bahwa penguatan berfungsi secara otomatis dan mekanis
untuk memperkuat perilaku, Bandura (1977) percaya bahwa pengamat harus
menyadari kontigensi penguatan sebelum penguatan itu memberikan efeknya;
“karena belajar melalui konsekuensi respons sebagian besar adalah proses
kognitif, konsekuensi pada umumnya tidak banyak menghasilkan perubahan dalam
perilaku yang kompleks jika tidak ada kesadaran akan apa-apa yang diperkuat
itu”.
Ringkasnya, bandura
berpendapat bahwa tidak ada semua unsur penting untuk analisis operasional
terhadap belajar observasional. Yakni, sering kali ada stimulus diskriminatif,
tidak ada respons nyata, dan tidak ada penguatan.[10]
Pembelajar yang mengamati
orang lain diberi penguatan karena berperilaku tertentu kemungkinan akan
menmpilkan perilaku yang sama lebih sering- suatu fenomena yang dikenal dengan
istilah vicarius reinforcement. Sebagai contoh, dengan mengamati
konsekuensi-konsekuensi yang dialami teman-teman kelasnya, siswa bisa belajar
keras menghasilkan nilai yang bagus, bahwa terpilih sebagai ketua kelas
meningkatkan status dan popularitas, atau bahkan kerapian sangat dihargai.
Sebaliknya, ketika melihat seseorang mendapatkan hukuman karena
perilaku tertentu, kecil kemungkinan bagi
pembelajar untuk mengikuti perilaku yang sama- suatu fenomena yang dikenal
dengan istilah vicarius punishment. Sebagai contoh, ketika pelatih
membangkucadangan seorang pemain bola karena tidak berperilaku sportif,
pemain-pemain tidak mungkin meniru perilaku pemain tersebut.[11]
Tentang belajar observasional bandura menilai bahwa belajar observasional
terjadi sepanjang waktu Setelah kapasitas untuk belajar observasional
berkembang penuh, dan seseorang akan belajar dari apa-apa yang mereka saksikan.
Dan belajar observasional tidak membutuhkan respons nyata atau penguatan.
D. Konsep teoritis utama
Mengamati orang lain melakukan sesuatu tidak mesti berakibat belajar, karena
belajar melalui observasi memerlukan beberapa factor atau
prakondisi. Menurut Bandura, ada empat proses yang penting agar
belajar melalui obsevasi dapat terjadi, yakni:
- Perhatian (attention
process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan ke orang
itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya,
sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi
si pengamat.
- Representasi
(representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus
disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam
bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang
mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana
yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi
memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa
benar – benar melakukannya secara fisik.
- Peniruan tingkah laku
model (behavior production process): sesudah mengamati dengan penuh
perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkah
laku. Mengubah dari gambaran pikiran menjadi tingkah laku menimbulkan
kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?”
“Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar melalui
observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku
yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari
pembelajaran.
- Motivasi dan penguatan
(motivation and reinforcement process): Belajar melalui pengamatan menjadi
efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat
melakukan tingkah laku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk
menguasai tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak
ada, tidak bakal terjadi proses daripada tingkah laku yang dihukum.
Imitasi tetap terjadi walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat
melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya
hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar.[12]
Dalam hal ini terkait dengan
teori Albert Bandura melalui Modeling (belajar dengan cara mengamati
orang lain) , bukan hanya melihat dan mengamati oranglain tapi dalam menerapkan
dalam belajar di ambil dari sisi positifnya. Oleh karenanya, disini letak
pengajar adalah sebagai uswatun Hasanah terhadap murid-muridnya agar tidak
terjadi penyimpangan dalam proses dan hasil belajarnya. Sebagaimana Rosulullah
SAW yang di utus ke bumi untuk menjadi teladan yang baik bagi umatnya, seperti
dalam surat Al Ahzab ayat 21.
تقد كان فى رسول الله اسوة حسنة لمن كان يرجوالله و
اليوم الاخر وذكر الله كثيرا
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyabut nama Allah” (Q.S. Al ahzab: 21)
Salah satu proses kepribadian utama
dalam teori kognitif-sosial adalah penguasaan pengetahuan dan keterampilan,
yang biasanya dilaksanakan melalui pembelajaran observasional. Proses kedua
berkaitan dengan meletakkan pengetahuan tersebut ke dalam tindakan.
1. Kognisi dan Regulasi diri
Teori belajar tradisional sering terhalang oleh
ke-tidak-senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses
kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat
mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi
tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi
sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan
pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk
kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk
menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan
datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan
jangka panjang.
Bandura (1977) percaya bahwa
penguatan intrinsik yang datang dari evaluasi diri lebih berpengaruh ketimbang
penguatan ekstrisik yang diberikan orang lain dia memberi beberapa contoh kasus
dimana penguatan ekstrinsik telah mereduksi motivasi untuk meleakukan sesuatu.
Setelah mengulas banyak riset tentang efektivitas relatif dari penguatan
ekstrinsik (diberikan dari pihak luar) dengan penguatan intrinsik (muncul dari
dalam diri sendiri), Bandura menyimpulkan, “ perilaku yang dihargai oleh
dirinya sendiri cenderung dipertahankan lebih efektif ketimbang jika perilaku
itu diperkuat secara eksternal”. Jadi disamping penguatan ekstrinsik penguatan
intrinsik juga lebih berpengaruh dalam diri pribadi seorang dalam proses belajar.
Bandura melukiskan :
Teori Belajar Sosial berusaha
menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi interaksi timbal-balik yang
berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan faktor lingkungan. Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak
kesempatan bagi manusia untuk mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas
kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang
cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai
objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun
sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan
lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal balik (Bandura, 1977)[13]
2. Determinisme resiprokal
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal
balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan.
Orang menentukan / mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan,
tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determinis resiprokal adalah konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura,
menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial
memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena
psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal
sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan
sistem sosial.
Bandura berpendapat bahwa penguatan, seperti hukuman, eksis hanya secara
potensial dalam lingkungan dan hanya diaktualisasikan oleh pola tertentu.
Karena itu aspek mana dari lingkungan yang akan mempengaruhi kita akan
ditentukan oleh bagaimana kita bertindak terhadap lingkungan. Bandura
(1977) melanjutkan dengan menyatakan
bahwa perilaku juga bisa menciptakan lingkungan: “ Kita semua kenal dengan
individu uang sering bermasalah, dengan perilaku mereka yang menjengkelkan,
dapat diperkirakan akan menimbulkan situasi negatif dimana pun mereka berada.
Ada pula yang pandai dalam bergaul dengan siapapun yang ditemuinya”.
E
B P
Keterangan : Representasi skematis prinsip determinisme
resipokral Bandura, yang menyatakan bahwa
kepribadian, perilaku dan lingkungan harus dipahami sebagai sistem
kekuatan yang secara mutual memengaruhi satu dengan yang lain. Dari bandura
(1977).
Prinsip
determinisme resiprokal mengahasilkan penolakan terhadap pandangan teori lain. Sebagian teori pada dasarnya
menjelaskan perilaku dalam kerangka kekuatan internal; konflik internal,
internal psikoanalisis. Yang lain menjelaskan perilaku dalam kerangka kekuatan
eksternal behaviorisme contohnya. Bandura menolak semua amat tidak layak karena
wacana tersebut tidak membahas psikologi internal seseorang dan pengaruh
lingkungan sosial yang saling mempengaruhi secara resiprokal. Orang-orang
dipengaruhi oleh kekuatan lingkungan, tetapi mereka juga memilih perilaku
sendiri. Seseorang bersifat responsif terhadap
situasi sekaligus menyusun dan memengaruhi situasi secara aktif. Orang-orang
menciptakan situasi, kemampuan untuk memilih tipe situasi yang akan ditemui
dipandang oleh para teoritikus sosial-kofnitif sebagai elemen penying kemampuan
seseorang untuk menjadi agen aktif yang memengaruhi perkembangan mereka
sendiri. [14]
E. Aplikasi praktis dari belajar observasional
Mengutip dari buku Theories of
Learning Modeling memberi beberapa efek
dari pengamat. Respons baru mungkin muncul setelah menyaksikan seorang model
diperkuat setelah melakukan tindakan tertentu. Jadi, acquisition
(akuisisi) perilaku berasal dari penguatan tak langsung. Sebuah respons mungkin
tidak muncul ketika melihat model dihukum karena memberikan respons tersebut.
Dengan demikian, hasil yang terhalang tersebut merupakan akibat daripada
hukuman tersebut. Melihat seorang model melakukan aktivitas yang berbahaya
tetapi tidak mengalami cedera akan bisa mereduksi rasa takut si pengamat untuk
melakukan aktivitas itu. Reduksi rasa takut yang berasal dari pengamatan atas
tindakan model dalam aktivitas yang ditakuti itu dinamakan disinhibitoin
(disinhibisi). Seorang model mungkin juga bisa memicu respons pengamat yang
sudah belajar dan tak mengalami hambatan dalam memberi respons itu. Dalam kasus
ini, model mengingatkan kemungkinan si pengamat akan melakukan respons yang
sama. Ini dinamakan facilitation (fasilitasi). Modeling juga
dapat menstimulasi creativity ( kreativitas) dengan cara
menunjukkan kepada pengamat beberapa model yang menyebabkan pengamat mengadopsi
kombinasi berbagai karakteristik atau gaya. Bandura (1977) mengatakan:
Kemajuan
pencapaian kreatif selama beberapa periode menunjukkan contoh dari proses ini.
Dalam karya awalnya, Beethoven mengadopsi bentuk Haydn dan Mozart klasik ...
Wagner memadukan mode simfoni Beethoven dengan karya Weber dan Meyerbeer dan
menciptakan bentuk musik opera yang baru. Inovator kreatif biasanya pada
awalnya belajar dari karya orang lain dan kemudian menciptakan sesuatu yang
baru.
Inovasi juga dapat dipicu
secara langsung oleh respons nonkonvensional seorang model terhadap situasi
umum. Dalam kasus ini, pengamat mungkin sudah memiliki cara-cara yang efektif
dalam memecahkan problem, tetapi model itu mengajarkan cara yang lebih kuat dan
nonkonvesional.
Penggunaan modeling
untuk menyampaikan informsi telah dikritik karena umumnya memicu tindakan
imitasi belaka, kecuali untuk beberapa orang yang kreatif. Namun kritik ini
disanggah melalui bukti dari konsep abstract modeling (modeling
abstrak), di mana orang mengamati model yang melakukan berbagai macam respons
yang memiliki kaidah atau prinsip umum. Misalnya, model dapat memecahkan suatu
problem dengan menggunakan cara tertentu, atau menciptakan kalimat dengan gaya
bahasa tertentu. Dalam situasi ini pengamat biasanya mempelajari apa kaidah
atau prinsip itu dikuasai oleh pengamat, ia bisa diaplikasikan untuk situasi
yang berbeda. Misalnya, setelah satu strategi pemecahan masalah dikuasai
melalui pengamatan pengalaman modeling, cara itu bisa dipakai secara
efektif untuk memecahkan problem yang berbeda dari situasi sebelumnya. Jadi, modeling
abstrak mengandung tiga komponen: (1) mengamati berbagai macam situasi yang
memiliki kaidah atau prinsip sama; (2) mengambil inti sari kaidah atau prinsip
dari berbagai pengalaman yang berbeda; (3) menggunakan kaidah atau prinsip itu
dalam situasiyang baru dan berbeda. [15] Jadi
dalam modeling ini tidak semua yang diamati atau dilihat secara langsung
dilakukan oleh pengamat (siswa) namun dari hal tersebut diambil nilai
positifnya. Oleh karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi pendidik atau
pengajar dalam memberikan contoh positif terhadap murid-muridnya.
Karena manusia selalu
bertemu dengan berbagai macam pengalaman modeling, maka bisa dikatakan
bahwa kebanyakan prinsip dan aturan yang mengatur perilaku manusia berasal dari
sesuatu yang mirip dengan modeling abstrak. Bandura (1977) mengatakan,
“Berdasarkan kaidah yang diambil dari observasi, orang belajar, antara lain,
orientasi penilain, gaya bahasa, skema konseptual, strategi pemrosesan
informasi, operasi kognitif, dan standar perbuatan”
Perlu dicatat bahwa
hambatan, disinhibisi, dan fasilitasi semuanya menaikkan atau menurunkan
probabilitas pemberian respons yang sudah dipelajari. Akuisisi, kreativitas,
dan ekstrasi kaidah atau prinsip melibatkan pengembangan belajar baru melalui modeling.
Modeling dalam Setting
Klinis
Menurut Bandura, psikopatologi berasal dari belajar disfungsional, yang
menyebabkan antisipasi yang keliru terhadap dunia. Tugas psikoterapi adalah
memberi pengalaman yang akan menyangkal ekspektasi yang salah itu dan
menggantinya dengan ekspektasi yang benar. Bandura tidak senang dengan
psikoterapis yang mencari “wawasan” atau “motivasi bawah sadar” pada diri
kliennya. Bandura (1977) menganggap bahwa klien dari ahli terapi ini dipakai
untuk mengonfirmasi sistem keyakinan si ahli itu sendiri:
Pendukung orientasi
teoretis yang berbeda berkali-kali menemukan bahwa motivator yang mereka pilih
bisa berhasil, tetapi mereka jarang menemukan bukti untuk motivator yang
ditekankan oleh pendukung pandangan yang berbeda. Jika seseorang ingin
memprediksi jenis pengetahuan dan motivator bawah sadar, maka ia sebaiknya
mencari tahu sistem keyakinan konseptual si ahli terapi ketimbang mencari
status psikologis aktul kliennya. Oleh karenanya, motivator dalam hal inikadang
dibutuhkan dan kadang pula diabaikan, yang mendukung adalah motivator atau
rangsangan dari diri sendiri.
Bandura dan rekan-rekannya
melakukan sejumlah studi untuk menguji efektivitas modeling dalam
mengatasi beberapa gangguan psikologis. Misalnya, Bandura, grusec, dan Menvole
(1967) menunjukkan kepada anak yang sangat takut pada anjing bagaimana anak
lain beriteraksi tanpa rasa takut dengan anjing. Kemudian tali ikatan anjing
itu dikendurkan secara bertahap dan interaksi langsung antara model dan si
anjing dalam eksperimen dan dengan anjing yang asing. Pengukuran dilakukan
segera ssudah pengalaman itu dan juga setelh sebulan kemudian. Skor ditentukan
dengan memberi nilai pada urutan interaksi dengan anjing, yakni anak diminta
mendekati anjing dan memegangnya, lalu diminta mengeluarkan anjing dari
kandang, melepas tali lehernya, dan akhirnya bermain baersama anjing itu
dikandangnya. Ditemukan bahwa anak yang pernah melihat anak lain bermain
bersama anjing tanpa rasa takut akan lebih mampu memberi respons signifikan
ketimbang anak dalam kelompok kontrol. Dua pertiga dari anakdalam kelompok
modeling ini berani bermain bersama anjing dikandangnya, tetapi tak satu pun
anak di kelompok kontrol yang berani. Juga ditemukan bahwa efek perawatan ini
digenerelasikan ke anjing yang asing, dan efek ini masih bertahan sebulan
sesudah penanganan ini.
Dapat dilihat dari studi
ini bahwa bukan hanya respons baru dapat dipelajari dengan mengamati
konsekuensi perilaku dari model, tetapi juga respons dapat dilenyapkan dengan
cara serupa. Jadi, vicarius extinction (pelenyapan tak langsung) sama
pentingnya dengan penguatan tak langsung dalam teori Bandura. Dalam studi ini,
pelenyapan secara tak langsung dipakai untuk mereduksi atau menghilangkan
ketakutan pada anjing karenanya membantu menguatkan respons mendekati anjing. [16]
Dalam studi lainnya,
Bandura dan Manvole (1968) menggunakan tiga kelompok anak yang fobia anjing.
Mereka disuruh menonton film dalam tiga kondisi berbeda: single modeling (modeling
tunggal), dimana anak melihat seorang model berinteraksi dengan seekor anjing
dengan tingkat keintiman yang makin kuat, multiple modeling (modeling
banyak), dimana anak melihat berbagai macam model interaksi dengan sejumlah
anjing tanpa rasa takut, dan ketiga adalah kondisi kontrol, dimana anak
melihat film yng tidak menampilkan anjing sama sekali. Sekali lagi, seperti pda
studi 1967, dilakukan pengukuran kemauan anak untuk mendekati anjing. Ditemukan
bahwa modeling tunggal maupun banyak mereduksi rasa takut anak kepada anjing
secara signifikan, sedangkan rasa takut anak dalam kelompok kontrol tidak
berkurang. Tetapi, hanya anak dalam kelompok modeling banyak sajalah yang mampu
mereduksi rasa takutnya sampai pada titik dimana dia berani baemain sendiri
bersama anjing lain dan bertahan setelah sebulan dari studi ini. Dengan
membandingkan studi ini dengan studi pada 1967, Bandura menyimpulkan bahwa
meskipun direct modeling (modeling langsung) (melihat model secara
langsung) maupun symbolic modeling (modeling simbolis) (melihat model
dalam film) cukup efektif untuk mengurangi rasa takut, namun tampaknya (melihat
model secara langsung) maupun modeling langsung adalah lebih efektif.
Akan tetapi, efektivitas modeling simbolis yang terkesan kurang itu bisa
diatasi dengan menunjukan berbagai macam model.[17]
Dalam studi terakhir yang
akan dibahas disini, Bandura, Blanchard, Ritter (1969) membandingkan
efektivitas modeling simbolis, modeling dengan partisipasi, dan desentisasi
sebagai tehnik untuk mengatasi fobia. Dalam studi ini, orang dewasa dan remaja
yang takut ular dibagi dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok 1 (modeling
simbolis) diperhatikan sebuah film yang menunjukananak, remaja, dan orang tua
yang beriteraksi dengan seekor ular besar. Adegannya menunjukan peningkatan
keakraban secara bertahap anatar model dengan ular. Subjek dalam kelompok ini
diberi latihan tehnik relaksasi dan dapat menghentikan film kapan saja mereka
merasa sangat takut. Ketika sudah cukup santai, mereka menontonnya lagi. Setiap
subjek terus melakukan ini sampai bisa menonton film itu tanpa rasa takut sama
sekali. Kelompok 2 (modeling participation/partisipasi modeling) menonton
seorang model memegang seekor ular dan kemudian mereka dibantu oleh si model
untuk menyentuh ular. Model pertama-tama menyentuh ular itu dan kemudian
membantu pengamat untuk melakukannya juga; kemudian model akan menepuk ular dan
membantu pengamat untuk melakukanya juga. Proses ini berlanjut sampai pengamat
berani memegang ular sendiri ular itu tanpa bantuan. Kelompok 3 menerima desentization
therapy (terapi desentisasi), yakni
meminta subjek untuk membayangkan adegan yang menakutkan saat bersama ular,
dengan memulai membanyangkan adegan yang tidak terlalu menimbulkan kecemasan
dan pelan-pelan sampai ke yang menyebabkan rasa takut luar biasa. Subjek
diminta untuk terus membayanggkan adegan itu sampai mereka tak merasa takut
dalam membayangkannya. Adegan itu samapi mereka tak merasa takut dalam
membayangkannya. Kelompok 4 tidak menerima terapi apa pun, hasil studi ini menunjukan
bahwa kondisi perawatan itu efektif dalam mereduksi fobia ular, tetapi metode
modeling dengan modeling dengan partisipasi adalah yang paling efektif.
Bandura, Blanchard dan
Ritter mengisolasikan subjek dalam tiga kelompok itu yang tidak tetap tak
berani memegang ular (termasuk subjek di kelompok kontrol) dan menggunakan
metode modeling dengan partisipasi. Dalam beberapa sesi, setiap subjek itu
sudah berani memegang ular dan memangkunya. Riset selanjutnya menunjukkan bahwa
efek perawatan ini bisa bertahan lama dan sekaligus digeneralisasikan ke fobia
lain. Bandura dan rekan-rekannya menggunkan kuesioner untuk mengukur besarnya
berbagai rasa takut sebelum dan sesudah eksperimen. [18]
Dari riset atau penelitian
yang dilakukan oleh Bandura dan rekan-rekannya adalah sebuah teori yang masih
mengandung behavioris tetapi pada dasarnya teori yang mereka lakukan adalah
teori belajar kognitif.
F. Kajian teoritis menurut pandangan Islam
1. Belajar dengan mengamati (Modeling), seperti dalam Surat al Isra’ ayat 7;
“ Jika kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu
sendiri.............................
2. Belajar sebagai proses internal yang bisa (dan bisa juga tidak) tercermin dalam
perilaku, Al- Baqarah 261.
3. Pengaruh timbal balik antara variabel lingkungan, perilaku dan individu.
Seperti dalam surat At- tahrim ayat 6
“ Hai orang yang beriman, perihalah dirimu dan keluarganu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia“
4. Perilaku yang berorientasi tujuan, Al- Imron ayat 109, “ Dan milik Allah
lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan hanya kepada Allah
segala urusan dikembalikan”
5. Pengaturan perilaku oleh diri sendiri (self regulation of behavior),
ar Ra’d ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri merek sendiri”
KESIMPULAN
Albert Bandura dilahirkan pada 04 Desember 1925 di Mundare, kota kecil Alberta, Kanada. Dia mendapat gelar B.A. Dari University of British Columbia, kemudian M.A.
pada 1951, dan Ph.D. pada 1952 dari University lowa. Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang
psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford University.
Penjelasan awal
tentang belajar observasional, Thorndike
dan Watson menyimpulkan tidak ada belajar observasional dalam penelitian
mereka, begitu pula Miller dan Dollard menyebutkan adanya proses imitasi. Dan Bandura
yang menetang belajar imitatif itu dan merumuskan teorinya sendiri yang mana
dengan teori behavioristik sebelumnya. Bandura mengganggap belajar observasi
sebagai prose kognitif yang melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia,
seperti bahasa, moralitas, pemikiran dan regulasi diri perilaku.
Pandangan
Bandura tentang Belajar Observasional. Menurut
Bandura, belajar observasional mungkin menggunakan imitasi atau mungkin juga
tidak. Poin final dari kesepakatan Tolman dan Bandura adalah soal konsep
motivasi. . Menurut Bandura, belajar observasional terjadi disepanjang waktu.
“Setelah kapasitas untuk belajar observasional berkembang penuh, seseorang akan
belajar dari apa-apa yang mereka saksikan (1977)”. Menurut Bandura, belajar
observasional tidak membutuhkan respons nyata atau penguatan.
Konsep teoritis utama, Kognisi dan Regulasi diri Konsep
Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri
(self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan,
menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya
sendiri. Determenis resiprokal adalah
konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura
dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis
sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai
tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai tingkah laku
interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial. Aplikasi
praktis dari belajar observasional, Modeling
dalam Setting Klinis dan study dalam kasus fobia.
Kajian teoritis menurut
pandangan IslamBelajar dengan mengamati (Modeling), seperti dalam Surat al Isra’ ayat 7; Belajar sebagai proses
internal yang bisa (dan bisa juga tidak)
tercermin dalam perilaku, Pengaruh timbal balik antara variabel lingkungan,
perilaku dan individu. Seperti dalam surat At- tahrim ayat 6, Perilaku yang
berorientasi tujuan, Pengaturan perilaku oleh diri sendiri (self regulation
of behavior)
DAFTAR PUSTAKA
Ormrod, Jeanne Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Hergenhanhn, B.R &
Matthew H.Olson. 2008. Theories of Learnin. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Bell, Margaret. 1991. Belajar
dan Membelajarkan. Jakarta: Universitas terbuka bekerja sama dengan
Rajawali.
Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi dalam Psikologi Pembelajaran.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Daradjat, Zakiah. 2008.
Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta :Bumi Aksara.
Pervin, Lawrence A. Daniel Cervone, Oliver P.John. 2010. Psikologi Kepribadian Teori dan
Penelitian.. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-belajar-sosial-albert-bandura-346947.html