Teori Behavioristik Ivan Pavlov



PENDAHULUAN

Ivan Pavlov lahir pada 14 September 1849 di kota Rayasan, Rusia dan meninggal di Leningrad pada 27 Februari 1936. Ayahnya seorang pendeta di suatu daerah yang miskin. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan ia pun tidak mau disebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Cara berfikirnya adalah sepenuhnya cara berfikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena dianggapnya kurang ilmiah.
Dalam penelitian-penelitiannya ia selalu berusaha menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. Peranan Ivan Pavlov dalam psikologi sangat penting, karena studinya mengenai refleks-refleks akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviorisme. Pandangannya yang paling penting adalah bahwa aktivitas psikis sebenarnya tidak lain merupakan rangkaian refleks-refleks belaka. Karena itu, untuk mempelajari aktivitas psikis (psikologi) kita cukup mempelajari refleks-refleks saja. Pandangan yang sebenarnya bermula dari seorang tokoh Rusia lain bernama I. M. Sechenov yang banyak mempengaruhi Pavlov, kemudian dijadikan dasar pandangan pula oleh J. B Watson di Amerika Serikat dalam aliran Behaviorisme nya setelah mendapat perubahan-perubahan seperlunya. 
Makalah menarik lainnya:  
Media Pembelajaran Grafis dan Visual
Model Pembelajaran Quantum Learning 
Model Pembelajaran Langsung
Dasar pendidikan Pavlov memang ilmu faal. Mula-mula ia belajar ilmu faal hewan dan kemudian ilmu kedokteran di Universitas St. Petersburg. Pada tahun 1883 ia mendapat gelar Ph. D setelah mempertahankan setelah mempertahankan tesisnya mengenai fungsi otot-otot jantung. Kemudian selama dua tahun ia belajar di Leipzig dan Breslau. Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St. Petersburg dan direktur Departemen Ilmu Faal di Institute of Experimental medicine di St. Petersburg. Antara1895-1924 ia menjadi Professor ilmu Faal di Akademi Kedokteran Militer tersebut, 1924-1936 menjadi direktur Lembaga ilmu Faal di Akademi Rusia Leningrad.
Sekitar abad ke-20 Pavlov terlibat dalam studi sekresi gastrik pada anjing. Sebagai bagia bahwa dari risetnya dia menemempatkan tepung makanan dalam mulut anjing dan mengukur jumlah liur yang dihasilkan. Dia menemukan bahwa setelah sejumlah percobaan tersebut, si anjing mulai berliur terhadap setimuli tertentu, yaitu: kemunculan piring makanan-bahkan sebelum makanan diletakkan dalam mulutnya, mendekatkan orang yang membawa makanan dan lain sebagainya.[1] 
Belajar  menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga dikenal dengan teori conditioning. Tokoh psikologi  behavioristik mengenai belajar ini adalah Ivan Pavlov. Teori  ini dikembangkan oleh Pavlov (1927). Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan lampu keluarlah respon anjing tersebut berupa keluarnya air liur. Demikian juga jika dalam pemberian makanan tersebut disertai dengan bel  air liur tersebut akan keluar juga. Bagi para pemilik binatang hal ini mungkin tidak tampak sebagai observasi yang luar biasa. Akan tetapi, hal tersebut mengarahkan Pavlov untuk melakukan riset penting terhadap proses yang dikenal  sebagai pengkondisian klasik.
Pavlov mengeksplorasi sejumlah isu ilmiah. Selain penelitiannya pada proses pengkondisian klasik, dia mempelajari perbedaan individual diantara anjing-anjingnya. Yang kemudian memicu bidang baru riset temperamen (Strelau, 1997). Dia memberi kontribusi penting terhadap pemahaman perilaku abnormal, menggunakan ekperimen binatang untuk mempelajari perilaku tidak terorganisir pada anjing dan pasien manusia untuk mempelajari neurosis dan psikosis, dan memberikan dasar bagi bentuk terapi yang didasarkan kepada prinsip pengkondisian klasik. Pada tahun 1904 dia mendapatkan hadiah nobel karena karyanya dalam proses pencernaan. Metode dan konsepnya masih penting pada saat ini, bahkan termasuk yang terpenting dalam sejarah psikologi (Dewsbury).[2] 

Kajian Teori Behavioristik Ivan Pavlov

 A.  Observasi empiris
1.    Perkembangan refleks  yang dikondisikan
Apa yang dimaksud dengan refleks  psikis  atau refleksi yang dikondisikan diungkapkan oleh Pavlov (1955) sebagai berikut:
Saya akan menyebutkan dua eksperimen sederhana yang dapat dilakukan dengan sukses oleh semua orang. Kami memasukkan ke dalam mulut anjing semacam larutan asam moderat: asam ini akan menghasilkan reaksi defensif  pada hewan itu: dengan gerakan mulut yang kuat larutan asam itu akan mengeluarkan cairan, pada saat yang sama air liur dalam jumlah banyak akan mulai mengalir, pertama kemulut dan kemudian melimpah dan mencairkan larutan asam dan membersih membran lendir dironggo mulut. Sekarang kita ke eksperiman kedua. Sebelum memasukkan larutan yang sama ke mulut anjing, kami beberapa  kali memperkenalkan sesuatu agen eksternal kepada hewan itu, misalnya suara tertentu. Apa yang terjadi kemudian? Kita  cukup mengulang suara itu, dan reaksi yang serupa dengan percobaan pertama akan muncul gerakkan mulut yang sama dan pengeluaran liur yang  sama.[3]
Istilah pengkondisian Pavlovian dan pengkondisian klasik adalah sama. Unsur  yang dibutuhkan untuk melahirkan  pengkondisian Pavlovian atau klasik adalah: (1) unnconditioned  stimulus (stimulus yang tak  dikondisikan (US). Yang menimbulkan respon alamiah atau otomatis dari organisme. (2) Unconditioned response (respon yang tidak dikondisikan (UR) yang merupakan respon alamiah dan otomatis yang disebabkan oleh US dan (3) Conditioned stimulus (stimulus yang dikondisikan (CS), yang merupakan stimulus netral karena ia tidak menimbulkan respon alamiah atau otomatis pada organisme. Ketika unsur-unsur ini bercampur dengan cara tertentu, akan terjadi conditioned respon (respon yang dikondisikan (CR). Untuk memproduksi CR, CS, dan US harus dipasangkan beberapa kali. Pertama, CS dihadirkan dan kemudian US dihadirkan, dan urutan penyajian ini amat penting. Setiap kali US terjadi, UR akan muncul. Pada akhirnya CS dapat disajikan sendirian, dan ia akan menghasilkan respons yang sama dengan UR. Ketika hal ini terjadi, CR akan muncul. Prosedur ini akan digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
                           Prosedur training : CS - US -  UR
Demontrasi pengkondisian: CS  –   CR
Dalam contoh Pavlov, US adalah larutan asam, UR adalah air liur (yang disebabkan oleh asam), dan CS adalah suara. Suara, tentu saja, normalnya tidak akan menyebabkan anjing berliur, tetapi setelah dipasang dengan larutan asam, suara memiliki kemampuan untuk menyebabkan anjing mengeluarkan air liur. Pengeluaran air liur sebagai akibat mendengar suara adalah CR.[4]
Pavlov berpendapat bahwa UR dan CR selalu merupankan jenis respons yang sama. Jika UR adalah keluarnya liur, maka CR juga keluarnya liur. Namun, besarnya CR selalu lebih sedikit ketimbang UR. Misalnya, Pavlov, yang mengukur besaran respons dengan menghitung tetesan air liur, menemukan bahwa US menimbulkan lebih banyak ttesan air liur ketimbang CS. Ketika membahas riset terkini tentang pengkondisian klasik nanti di bab ini, kita akan melihat pendapat Pavlov bahwa CR adalah lebih kecil dari UR ternyata tidak benar, setidaknya dalam beberapa kasus.
2.    Penyelapan eksperimental
Eksistensi CR bergantung pada US, dan itulah mengapa US disebut sebagai penguat (reinforcer). Tanpa US, CS tidak akan mampu mengeluarkan CR. Demikian pula, jika setelah CR dikembangkan, CS terus dihadirkan tanpa US yang mengikuti CS, maka CR pelan-pelan akan lenyap. Ketika CS tak lagi menghasilkan CR, extinction (pelenyapan) eksperimental dikatakan akan terjadi. Sekali lagi, pelenyapan terjadi ketika CS disajikan kepada organisme tanpa diikuti dengan penguatan. Dalam studi pengkondisian klasik. Penguatan adalah US.

3.    Pemulihan spontan
Beberapa waktu sesudah pelenyapan, jika CS sekali lagi dihadirkan kepada hewan, CR akan muncul kembali secara temporer. CR “Dipulihkan secara spontan” meskipun tidak ada lagi pasangan CS dan US. Sekali lagi, jika ada penundaan setelah pelenyapan dan CS disajikan kepada organisme, ia cenderung akan mengeluarkan CR. Pelenyapan dan spontanesous recovery (pemulihan spontan) dari CR ini diperlihatkan di gambar.
4.    Pengkondisian  Tingkat Tinggi
Setelah CS dipasangkan dengan US beberapa kali, ia akan dapat diapakai seperti US. Yakni setelah dipasangkan dengan US, CS mengembangkan properti penguatan sendiri, dan ia dapat dipasangkan dengan CS kedua untuk menghasilkan CR. Mari kita pasangkan. Misalnya, kedipan cahaya (CS) dengan penyajian makanan (US). Makanan akan menyebabkan hewan mengeluarkan liur, dan setelah CS dan US beberapa kali dipasangkan, maka penyajian cahaya saja akan menyebabkan hewan mengeluarkan air liur. Keluarnya air liur setelah ada kedipan cahaya, tentu saja adalah respon yang dikondisikan.
Sekarang cahaya itu sudah menimbulkan air liur dan ia dapat dipasangkan lagi dengan CS kedua, misalnya suara dengungan. Arah pendampingan sama dengan pengkondisian awal: pertama CS baru (suara berdengung)disajikan. Dan kemudian disajikan cahaya. Perhatikan bahwa makanan tidak lagi dipakai disini. Setelah beberapa kali dipasangkan, suara saja sudah bisa menyebabkan hewan  untuk mengeluarkan air liur. Dalam contoh ini: CS pertama dipakai seperti US yang dipakai untuk menghasilkan respons yang dikondisikan. Ini dinamakan pengkondisian tingkat kedua. Kita juga mengatakan bahwa CS pertama mengembangkan properti penguat sekunder karena dipakai untuk mengkondisikan respons stimulus baru, karenanya CS ini dinamakan secondary reinforcer  (penguat sekunder). Karena penguat sekunder tidak dapat berkembang tanpa US, maka US dinamakan primary reinforcer (penguat primer).


5.    Generalisasi
Ternyata respons bersyarat ini juga dapat dikenakan pada kejadian lain, namun situasinya yang mirip. Inilah yang dikenal dengan generalisasi stimulus atau generalisasi. Misalnya, pemuda yang mencintai seorang gadis, dan ia merasa bahagia  jika bertemu dengan gadis tersebut. Pada saat ia mengetahui bahwa gadis yang dicintainya menyukai warna pink, maka ia akan merasa bahagia ketika menjumpai benda-benda apa saja yang berwarna pink.
Bila suatu makluk mengadakan generalisasi                     (menyamaratakan), maka ia juga akan dapat melakukan diskriminasi atau pembedaan. Diskriminasi yang dikondisikan ditimbulkan melalui penguatan dan pemadaman yang selektif. Dalam eksperimen Pavlov, 2 nada yang berbeda diberikan kepada anjing terdiri dari stimulus diferensial (SD1) dan SD2, yang berfungsi sebagai stimulus pembeda. Salah satu atau salah dari keduanya digunakan pada setiap percobaan. Nada pertama (SD1) diikuti dengan shock elektris ringan, yang kedua (SD2) tidak. Pada mulanya subyek memberikan respon yang dikondisikan pada kedua nada. Namun, pada proses percobaan amplitudo nada yang pertama semakin lama semakin meningkat, sedang nada kedua semakin lama semakin menurun. Dengan demikian, melalui proses penguatan diferensial, subjek dikondisikan untuk membedakan kedua nada tersebut.[5]
6.    Diskriminasi
Diskriminasi dapat muncul melalui dua cara :training yang lebih lama dan penguatan diferensial. Pertama, jika CS berkali-kali disandingkan atau dipasang dengan dengan US dalam waktu yang lebih lama, tendensi untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS, namun tidak identik dengannya, akan menurun. Dengan kata lain, jika penyandingan antara CS dan US yang akan mengembangkan CR dilakukan dalam jumlah minimun, maka akan ada tendensi yang relatif kuat untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan: yakni, ada generalisasi yang cukup besar. Akan tetapi, jika training  diperpanjang, ada pengurangan tendensi untuk  merespon stimuli yang terkai dengan CS selama pelenyapan. Jadi, adalah mungkin untuk mengontrol generalisasi dengan mengontrol level training :semakin banyak jumlah training, semakin sedikit generalisasinya.
7.    Hubungan Antara CS dan US
Disini mesti dikemukakan dua pertimbangan umum namun tentang pengkondisian klasik. Pertama, tampak harus ada interval presentasi optimal antara CS dan US agar pengkondisian terjadi dengan cepat. Sejumlah peneliti menemukan bahwa jika CS datang setengah detik sebelum US, akan terjadi pengkondisian yang paling efisien. Prosedur yang paling umum adalah mendatangkan CS dan mempertahankannya sampai US datang. Jika waktu antara kedua kejadian itu lebih lama atau kurang dari 0,5 detik, pengkondisian akan relatif sulit terjadi. Namun penjelasan ini mesti dilihat sebagai penyederhanaan, sebab interval waktu optimal antara permulaan CS dan permulaan US agar pengkondisian terjadi akan bergantung pada banyak faktor, dan ini masih menjadi subjek dari banyak riset. Misalnya ketika kita membahas riset pada aversi cita rasa ( taste aversion ) kita melihat bahwa fenomena seperti pengkondisian klasik terjadi bahkan ketika selang waktu ( delay) antara CS dan US adalah beberapa jam. Juga, ada situasi dimana CS mendahului US pada interval optimal namun tidak terjadi pengkondisian.

B.  Konsep teoritis utama
Dalam merumuskan teori belajar, Ivan Pavlov mengelompokkan konsep teori ke dalam 6 (enam) teori:
1.    Eksitasi (kegairahan) dan Inhibition (hambatan)
Menurut Pavlov, dua proses dasar yang mengatur semua aktivitas sistem saraf sentral adalah excitation (eksitasi) dan inhibition (hambatan). Babkin (1949) mengatakan:
Dua konsep dasar dari Pavlov mengenai properti fungsional dari sistem saraf, dan cerebral cortex pada khususnya, adalah bahwa mereka didasarkan pada dua proses yang sama-sama penting: proses eksitasi (kegairahan) dan proses hambatan. Sering kali dia membandingkan sistem saraf dengan dewa Yunani kuno bernama Janus yang memiliki dua wajah yang menghadap dua arah berlawanan. Eksitasi dan hambatan adalah sisi-sisi dari proses yang sama; keduanya selalu ada secara bersamaan, namun proporsinya bervariasi di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol. Secara fungsional cerebral cortex adalah, menurut Pavlov, sebentuk mosaik, yang terdiri dari titik-titik eksitasi dan hambatan yang terus menerus berubah.[6]

Pavlov berspekulasi bahwa setiap kejadian di lingkungan berhubungan dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami, ia cenderung menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Jadi, otak terus-menerus dirangsang atau dihambat, tergantung pada apa yang dialami oleh organisme. Pola eksitasi dan hambatan yang menjadi karakteristik otak ini oleh Pavlov disebut cortical mosaik, (mosaik kortikal). Mosaik kortikal pada satu momen akan menentukan bagaimana organisme merespon lingkungan. Setelah lingkungan eksternal dan internal berubah, mosaik kortikal akan berubah dan perilaku juga berubah.
Mosaik kortikal dapat menjadi konfigurasi yang relatif stabil, sebab menurut Pavlov pusat otak yang berkali-kali aktif bersama akan membentuk koneksi temporer dan kebangkitan satu poin akan membangkitkan poin lainnya. Jadi, jika satu nada secara terus-menerus diperdengarkan ke seekor anjing sebelum ia diberi makan, area otak yang merespons kemakanan. Ketika koneksi ini terbentuk, presentasi nada akan menyebabkan hewan bertindak seolah-olah makanan akan disajikan. Pada poin ini kita mengatakan refleks yang dikondisikan sudah terjadi. 
2.    Streotip dinamis
Ketika kejadian terjadi secara konsisten dalam suatu lingkungan, mereka akan memiliki representasi neurologis dan respon terhadap mereka akan lebih mungkin terjadi dan lebih efisien. Jadi, respon terhadap lingkungan yang sudah dikenal akan makin cepat dan otomatis. Ketika ini terjadi, dynamic stereotipe (stereotip dinamis) dikatakan telah terjadi. Secara garis besar, stereotip dinamis adalah mosaik kortikal yang menjadi stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat diprediksi selama periode waktu tertentu yang lumayan panjang. Selama pemetaan kortikal ini dengan akurat merefleksiakan lingkungan dan menghasilkan respon yang tepat, maka segala sesuatu akan baik-baik saja. Tetapi jika lingkungan berubah secara radikal, organisme mungkin kesulitann untuk mengubah stereotip dinamis.
3.    Iradiasi dan konsentrasi
Istilah analyser untuk mendeskripsikan jaur dari satu reseptor indrawi ke area otak tertentu. Suatu analyser terdiri dari reseptor indrawi, jalur sensoris dari reseptor ke otak, dan area otak yang diproyeksikan oleh aktivitas sensoris. Informasi sensoris (indrawi) yang diproyeksikan (diteruskan) ke beberapa area otak akan menimbulkan eksitasi di area itu. Pada awalnya terjadi irradiation of excitation (iradiasi eksitasi) :dengan kata lain, eksitasi ini akan meluber ke area otak lain didekatnya. Ini adalah proses  yang dipakai Pavlov untuk menjelaskan generalisasi. Pavlov juga menemukan bahwa concentration (konsentrasi), sebuah proses yang berlawanan dengan iradiasi, mengatur eksitasi dan hambatan. Dia menegaskan bahwa dalam situasi tertentu baik itu eksitasi maupun hambatan dikonsentrasikan pada area spesifik di otak. Proses iradiasi ini dipakai untuk menjelaskan generalisasi, sedangkan proses konsentrasi dipakai untuk menjelaskan diskriminasi.
4.    Pengkondisian eksitatoris dan inhibitoris
Excitatory conditioning, akan tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respon : sebuah bell (CS) yang dipasang berulang kali dengan makanan (US) sehingga penyajian CS akan menerbitkan air liur (CR): satu nada (CS) dipasangkan berulang kali dengan tiupan angin  (US) langsung kemata (yang menyebabkan mata secara refleks berkedip (UR) sehingga penyajian CS saja akan menyebabkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak ketika training CS menghambat atau menekan suatu respon. Misalnya pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan mungkin disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS yang menimbulkan respon itu diulang tanpa suatu penguat. (riset terkini, yang akan di diskusikan secara ringkas, mengindikasikan bahwa interpretasi pelenyapan ini tidak tepat). Prosedur standar untuk menghasilkan hambatan yang dikondisikan adalah menyajikan suatu CS (satu nada, misalnya) yang dipasangkan dengan US dan menghadirkan CS majemuk atau gabungan (nada dengan cahaya) yang tidak dipasangkan dengan US.
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:[7]
a. Law of Respondent Conditioning, berarti hukum pembiasaan pembiasaan yang dituntut. Menurut Hintzman (1978), yang dimaksud dengan law of respondent conditioning ialah, jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer) maka refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Yang dimaksud dengan dua stimulus tadi adalah CS dan CR.
b. Law of Respondent Extinction, berarti hokum pemusnahan yang dituntut. Yaitu jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
5.    Ringkasan pandangan Pavlov tentang fungsi otak
Pavlov memandang otak sebagai semacam mosaik titik-titik aksitasi dan hambatan. Setiap poin diotak berhubungan dengan satu kejadian environmental. Berdasarkan pada apa yang dialami pada suatu saat, pola eksitasi dan hambatan yang berbeda akan muncul di otak dan pola itu akan menentukan perilaku. Beberapa hubungan di otak adalah antara stimuli yang tidak dikondisikan dengan respon yang terkait. Yang disebut pertama adalah permanen, dan yang disebut belakangan adalah temporer dan variasi sesuai dengan kondisi lingkungan.
Ketika koneksi temporer itu pertama kali dibentuk diotak, ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan umtuk memberi efek umum diotak. Yakni, eksitasi yang disebabkan oleh stimulus yang dikondisikan akan beriradiasi kebagian lain dalam otak. Hal serupa juga terjadi ketika satu organisme belajar tidak merespons, atau menghindari, suatu stimulus. Efek penghambat ini juga akan beriradiasi kebeberapa bagian di otak pada tahap awal belajar. Namun, setelah proses belajar berlanjut, eksitasi yang disebabkan oleh stimulus positif dan hambatan yang disebabkan oleh stimulus negatif menjadi terkonsentrasi di area spesifik di otak. Setelah organisme mengembangkan hubungan antara kejadian lingkungan dengan proses otak,  akan terjadi stereotip dinamis, yang merupakan semacam pemetaan netral atas lingkungan itu. Stereotip dinamis ini akan memudakan organisme untuk merespon pada lingkungan yang mudah diprediksi, tetapi menyulitkannya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.
6.    Sistem sinyal pertama dan kedua
Kebanyakan  psikolog dan fisiolog memerhatikan pentingnya masa kini dan masa lalu bagi prilaku organisme. Yakni, mereka memfokuskan diri pada respon refleksif yang dimunculkan oleh kondisi yang menstimulasi saat ini atau pada bagaimana memori masa lalu akan mempengaruhi prilaku. Karya Pavlov mengenai pengkondisian telah menyediakan krangka untuk memahami bagaimana organisme mengantisipasi kejadian di masa depan. Karena CS mendahului kejadian yang signifikan secara biologis (UR), mereka menjadi sinyal untuk kejadian yang memungkinkan organisme itu mempersiapkan diri dan menjalankan prilaku yang tepat.
Pavlov menyebut stimulus yang memberi sinyal kejadian yang penting secara biologis (CS) ini sebagai sistem sinyal pertama atau sinyal realitas pertama. Namun selain itu, manusia juga menggunakan bahasa yang terdiri simbol-simbol realitas. Jadi, seseorang mungkin merespon kata bahaya sebagaimana seseorang akan merespon situasi aktual yang berbahaya. Pavlov menyebut kata yang melambangkan realitas itu sebagai sinyal dari sinyal atau sistem sinyal kedua. Sinyal-sinyal yang muncul bisa diorganisasikan dalam sistem kompleks yang akan memandu banyak perilaku manusia.

C.  Perbandingan antara teori kondisioning klasik dan instrumental
Teori belajar classical conditioning kadang-kadang disebut juga respont conditioning atau pavlovian conditioning, merupakan teori belajar katagori stimulus-respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning adalah adanya dua stimulus yang berpasangan.satu stimulus yang dinamakan conditioned stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan stimulus netral sebab kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainya adalah unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi. Stimulus ini menghasilkan respon yang sifatnya reflek yang kita namakan unconditioned response (UR) atau kita sebut saja respon yang tidak berkondisi. Pasangan kedua stimulus ini yakni stimulus berkondisi dan tidak berkondisi (CS dan US) biasanya terjadi dimana stimulus berkondisi (CS) timbul atau datang pada waktu yang relatif singkat sebelum stimulus yang tidak berkondisi (US) diberikan. Selang waktu antara stimulus berkondisi dengan stimulus tidak berkondisi dinamakan interstimulus interval.[8]
Hasil dari pada pasangan stimulus ini, dimana stimulus yang tidak berkondisi yang didahului oleh stimulus berkondisi adalah dimulainya respon yang sama yakni respon tidak berkondisi (unconditioned respon atu UR) setelah terjadi proses belajar stimulus berkondisi menghasilkan respon. Respon tersebut dinamakan respon berkondisi (CR). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa situasi atau proses classical conditioning adalah sebagai berikut, apabila stimulus berkondisi atau stimulus tak berkondisi dipasangkan dalam jumlah waktu dan interval waktu dengan benar, stimulus berkondisi yang asli dan netral akan memulai menghasilkan respon yang sama dengan respon yang dihasilkan oleh stimulus tak berkondisi sebelum dipasangkan.
Respon-respon khusus yang dihasilkan oleh stimulus berkondisi yang asli dan netral adalah apa yang dinamakan belajar teori classical conditioning dengan demikian dapat dikatakanbahwa stimulus tak bersyarat tak berkondisi dan stimulus tambahan yakni stimulus berkondisi akan menghasilkan respon baru yakni respon atau tanggapan berkondisi dengan konsep ini maka stimulus biasa yang asli dan netral sewaktu-waktu akan menghasilkan respon atau tanggapan asli atau respon berkondisi. Dalam percobaanya Pavlov  menggunakan anjing. Stimulus berkondisi (CS) adalah bel berdering. Stimulus tak berkondisi (US) adalah pemberian makan. Sedangkan respon berkondisi (CR) dan respon tak berkondisi (UR) adalah keluar air liur anjing.[9]
Jenis pengkondisian yang dipelajari Thorndike kini dinamakan pengkondisian instrumental karena respons yang diamati adalah amat penting (bersifat instrumental) untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan (penguatan). Dalam kasus kucing di kotak teka-teki, si kucing itu harus belajar melakukan proses tertentu yang bisa mengeluarkannya dari kotak itu dan ia diperkuat dengan sepotong ikan asin. Jika respons yang benar tidak muncul, hewan tidak diperkuat. Ringkasnya, kita dapat mengatakan bahwa dalam pengkondisian instrumental, setiap respons yang menghasilkan penguatan akan diulangi, dan penguat adalah sesuatu yang diinginkan oleh hewan.
Pengkondisian klasik dapat dikatakan bersifat tidak sukarela dan otomatis pengkondisian instrumental bersifat sukarela dan dikontrol hewan. Fungsi penguatan juga berbeda untuk pengkondisian klasik dan instrumental. Untuk pengkondisian instrumental, penguatan dihadirkan kepada hewan setelah respons dibuat. Untuk pengkondisian klasik, penguat (US) disajikan untuk menimbulkan respons.

APLIKASI TEORI TERHADAP PEMBELAJARAN
            Pavlov melakukan percobaannya terhadap binatang, sehingga pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah hal yang sama akan jadi pula pada manusia? pertanyaan inilah yang sering dilontarkan terhadap teori kondisioning. Oleh sebab itu walaupun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah diperluas berdasarkan penelitian-penelitian psikologi, namun persoalan penerapanya dalam praktek masuk menimbulkan pertanyaan.  Banyak latihan-latihan pendidikan berdasarkan teori Pavlov baik pada masa lalu maupun masa sekarang tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, di Amerika serikat telah dilakukan beberapa percobaan  penerapanya dalam pendidikan, namun yang lebih menarik lagi penggunaanya dalam psikologi klinis. Percobaan banyak dilakukan oleh para ilmuaan selah mereka membaca dan mempelajari teori-teorinya. Salah satu aplikasinya di coba oleh O.H.Mowrer tahun 1938. Ia menerapkan paradigma classical conditioning  kepada masalah enuresis. Percobaan dilakukan terhadap anak yang sedang tidur di kasur khusus yang terdiri dari dua lempingan logam. Kalau air kencing menyentuh lempingan tersebut aliran listrik yang dilengkapi dengan suara bel akan berdering.  Serangkaian kejadiaan yakni dengan adanya rangsangan aliran listrik  yang menyebabkan berderingnya bel, bisa membangunkan anak, kemudian ia segera bangun untuk pergi kekamar mandi. Pada saat lain adanya suara keras yang mirip bel berdering, ia akan segera bangun dan pergi kekamar mandi. Dengan demikian suara keras berfungsi sebagai rangsangan yang berkondisi (unconditioned stimulus) yang dapat mengontrol tingkah lakunya yakni proses tidur-bangun dan ke kamar mandi. Sekalipun teknik ini telah menunjukkan keefektifitasannya namun untuk diterapkan dalam klinik pengobatan tetap menjadi suatu masalah. [10]
Dalam  praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai Dan atau pelajaran berakhir.
Pelajaran guru diikuti oleh angakat tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memangil suatu respon atau tanggapan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasang kata-kata dalam bahasa inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing. Dalam pengertian yang lebih luas lagi  misalnya memasangkan makna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus menjadi bidang yang aktif dalam psikogi saat ini, sebagian para ahli telah mulai meniggalkan teori psikologi ini.
Akan tetapi nampaknya sangat tidak menguntungkan untuk meningalkan sumbangan teori yang potensial ini apapun alasannya. Bahkan sementara ahli lain banyak yang menganggap penemuan Pavlov ini meletakkan dasar bagi penelitian-penelitian belajar dan pengembangan teori belajar.  American Psykology Assosiation mengakui bahwa Pavlov merupakan orang terbesar yang berpengaruh dalam psikologi. Para ahli psikologi dan pendidikan tetap menganggap bahwa percobaan Pavlov  yang menyimpulkan bahwa tingkahlaku sebenarnnya adalah rangkaian rangsangan berkondisioning dimana rangsangan-rangsangannya  yang tadinya dihubungkan  dengan rangsangan tak berkondisi lama kelamaan akan dapat dihubungkan dengan rangsangan-rangsangan berkondisi, mempunyai sumbangan yang besar terhadap proses belajar manusia.         

ANALIS TEORI DENGAN KAJIAN ISLAM

Menurut ajaran Al-Qur’an ilmu dicari karena Allah untuk kepentingan manusia. Berdasarkan kalimat tersebut terakhir ini,, semboyan ilmu untuk (kepentingan) ilmu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Yang dibenarkan adalah semboyan’ilmu sarat nilai. Oleh karena itu pula, ilmuwan muslim harus menambahkan nilai rabbani (nilai illahi) pada ilmu pengetahuan. M.Quraish Shihab, 1996: 440. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab-akibat. Dan menurut kamus itu juga teknologi ialah kemampuan teknik berdasarkan pengetahuan ilmu eksakta yang bersandarkan bahwa teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia. Kalau demikian halnya, sama mesin atau alat yang dipergunakan manusia bukanlah teknologi, walaupun secara umum alat-alat tersebut sering diasosiasikan sebagai teknologi. Mesin telah dipergunakan manusia sejak berabad-abad tersebut tidak dinamakan era teknologi.
Menelusuri pandangan Al-Qur’an tentang belajar, mengundang kita untuk melihat semakin banyak ayat yang berbicara tentang alam semesta,secara tegas dan berulang-ulang Al-Qur’an menyatakan bahwa alam semesta diciptakan dan ditundukkan bagi kepentingan manusia.[11]
                     Seperti dalam surat Al-Jatsiyah: t45 ayat 13: 
Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.

Penundukan tersebut secara potensial terlaksana melalui sunnatullah (hukum-hukum yang ditetapkan Allah pada alam) dan kemampuan yang dianugrahkan pada manusia. Dalam pengembangan dan penerapanya teknologi mampu memandukan akal dan pikiran manusia, mampu memandukan agama yang diistilahkan dengan iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam perbendaharaan bahasa indonesia kontemporer. Disinilah letak hubugan antara agama islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits atau sunnah rosulullah dengan ilmu pengetahuan lainya yang bersumber dari akal dan penalaran manusia.[12]
Berdasarkan percobaan pavlov pentingnya mengondisikan stimulus agas terjadi respon. Dengan demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting dari pada pengontrolan respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) dari pada motivasi (internal). Maka suatu ketika ajing mendengar lonceng berbunyi atau mengetahui sinar, serasa ada makanan,dalam implikasi pembelajaran yaitu tujuan belajar supaya bisa mengerti.
Seperti ayat Al-Qur’an surat Al-mujaadalah ayat 11:

KESIMPULAN

Dua konsep dasar dari Pavlov mengenai properti fungsional dari sistem saraf, dan cerebral cortex pada khususnya, adalah bahwa mereka didasarkan pada dua proses yang sama-sama penting: proses eksitasi (kegairahan) dan proses hambatan.. Eksitasi dan hambatan adalah sisi-sisi dari proses yang sama; keduanya selalu ada secara bersamaan, namun proporsinya bervariasi di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol.
Teori belajar classical conditioning juga disebut juga respont conditioning atau pavlovian conditioning, merupakan teori belajar katagori stimulus-respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning adalah adanya dua stimulus yang berpasangan. Satu stimulus yang dinamakan conditioned stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan stimulus netral sebab kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainnya adalah unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi.


DAFTAR PUSTAKA

B.R Hergenhahn & Matthew H.Olson. Theories of Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2008.
Baharruddin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogyakarta: AR-RUZZ MEDIA GROUP.2007.
Nana Sudjana. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Yogyakarta: Fak Ekonomi UI. 1991.
Ali Imron. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Jaya. 1996.
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011.
Pervin, lawrence A. Daniel Cervone, Oliver  P.John, Psikologi kepribadian: teori & penelitian edisi kesembilan  Jakarta: Kecana Prenada  Media Group, 2010.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.


Postingan terkait: