PENDAHULUAN
Studi secara sistematis tentang belajar relatif baru.
Sampai akhir abad 19, belajar masih dianggap masalah dalam dunia
keilmuan. Dengan menggunakan teknologi yang digunakan oleh ilmu
fisika, para
peneliti mencoba menghubungkan pengalaman
untuk memahami bagaimana manusia dan
hewan belajar.
Teori belajar classical
conditioning mengimplikasikan pentingnya
mengkondisi stimulus agar terjadi respon.
Dengan demikian pengontrolan dan perlakuan
stimulus jauh lebih
penting daripada pengontrolan respon. Konsep ini
mengisyaratkan bahwa proses
belajar lebih mengutamakan
faktor lingkungan (eksternal)
daripada motivasi internal.
Pentingnya
studi yang dilakukan
Pavlov terletak pada
metoda yang digunakannya serta hasil-hasil yang diperolehnya.
Alat-alat yang digunakan
dalam berbagai eksperimen
memperlihatkan bagaimana
Pavlov dan kawan-kawannya dapat mengamati secara teliti dan mengukur respon-respons subjek-subjek dalam eksperimen-eksperimen itu.
Penekanan yang
diberikan Pavlov pada
observasi dan pengukuran
yang teliti, dan
eksplorasinya secara
sistematis tentang berbagai
aspek belajar, menolong kemajuan
studi ilmiah tentang belajar.
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum tentang Teori Classical
Conditionong
Sebagaimana
disebutkan sebelumnya, tokoh Classical Conditioning adalah
Ivan Petrovich Pavlov, seorang ahli psikologi
dari Rusia. Istilah
lain teori tersebut
ialah Pavlovianisme, yang diambil dari nama pavlov sebagai
peletak dasar teori itu.
Prosedur
Conditioning Pavlov disebut klasik karena merupakan penemuan
bersejarah dalam bidang
psikologi. Secara kebetulan Conditioning
refleks (psychic refleks) ditemukan oleh Pavlov pada waktu ia sedang
mempelajari fungsi perut dan mengukur cairan yang dikeluarkan dari perut ketika anjing (sebagai binatang
percobaannya) sedang makan. Ia mengamati
bahwa air liur keluar tidak hanya pada waktu anjing sedang makan,
tetapi juga ketika
melihat makanan. Jadi
melihat makanan saja sudah cukup untuk menimbulkan air liur.
Gejala semacam ini oleh Pavlov disebut
“Psychic” refleks. [1]
Conditioning adalah
suatu bentuk belajar
yang memungkinkan
organisme memberikan respon terhadap suatu rangsang yang sebelumnya
tidak menimbulkan respon itu, atau suatu proses untuk mengintroduksi
berbagai reflek menjadi sebuah tingkah laku.[2] Jadi, classical conditioning
sebagai pembentuk tingkah laku melalui proses persyaratan (conditioning
process). Dan Pavlov beranggapan bahwa tingkah laku organisme dapat
dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan.
organisme memberikan respon terhadap suatu rangsang yang sebelumnya
tidak menimbulkan respon itu, atau suatu proses untuk mengintroduksi
berbagai reflek menjadi sebuah tingkah laku.[2] Jadi, classical conditioning
sebagai pembentuk tingkah laku melalui proses persyaratan (conditioning
process). Dan Pavlov beranggapan bahwa tingkah laku organisme dapat
dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan.
Untuk
menunjukkan kebenaran teorinya,
Pavlov mengadakan eksperimen
tentang berfungsinya kelenjar
ludah pada anjing
sebagai binatang
ujicobanya.
1. Biografi Ivan Petrovich Pavlov
(1849-1936)
Sebelum
membicarakan
langkah-langkah eksperimen Pavlov, ada baiknya kita
membicarakan sedikit mengenai latar
belakang kehidupannya. Keahlian
dan pengalamannya mendorong
Pavlov melakukan eksperimen-eksperimen
sampai akhirnya menemukan konsepkonsep yang
kemudian dikenal sebagai teori belajar.
Tokoh Classical conditioning
dan bapak teori belajar Modern, Ivan Petrovich
Pavlov dilahirkan di Ryazan Rusia desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich
Pavlov menjadi seorang
pendeta pada 18 September
tahun 1849 dan meninggal di
Leningrad pada tanggal 27 Pebruari 1936. Ia dididik di sekolah gereja
dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Ayahnya seorang pendeta, dan awalnya
Pavlov sendiri berencana menjadi pendeta, namun dia berubah
pikiran dan memutuskan
untuk menekuni fisiologis.
Dia sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau disebut sebagai
ahli psikologi, karena dia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik. Tahun
1870, ia memasuki Universitas Petersburg untuk mempelajari sejarah alam di Fakultas Fisika dan Matematika.[3]
Pada tahun ketiga, ia mengikuti
kursus di Akademi Medica Chiraginal. Namun, ia tidak ingin menjadi dokter,
melainkan seorang ahli fisiolog berkualitas. Pavlov meminta setiap orang yang
bekerja di laboratoriumnya menggunakan hanya istilah-istilah fisiologis saja.
Jika asisitennya ketahuan menggunakan bahasa psikologi – contohnya menunjuk
kepada perasaan atau pengetahuan si anjing – maka dia akan mendenda mereka.
Eksperimen Pavlov yang sangat terkenal dibidang fisiologi dimulai ketika ia
melakukan studi tentang pencernaan. Dalam hidupnya Pavlov dipengaruhi oleh
buku-buku abad ke-16, terutama yang ditulis Pisarev. Dia sangat konsekwen
dengan pekerjaannya sehingga banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang
fisiologi. Perjalanan Pavlov ke luar negeri memberikan arti penting dalam
mendukung dirinya menjadi seorang fisiolog. Keahliannya dibidang fisiologi
sangat mempengaruhi eksperimen-eksperimennya.
Dalam eksperimennya dia melihat
bahwa subjek penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai
respons atas munculnya makanan. Dia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan
kemudian mengembangkan satu studi perilaku (behavioral study) yang
dikondisikan, yang dikenal dengan teori Classical conditioning. Menurut
teori ini, ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or
unlearned stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari)
dipasangkan atau diikutsertakan dengan bunyi bel (bunyi bel disebut sebagai the
conditioned or learned stimulus - stimulus yang dikondisikan atau dipelajari),
maka bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama, yaitu keluarnya air liur
dari si anjing percobaan. Hasil karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi
pemenang hadiah Nobel.
Selain itu teori ini merupakan
dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviourisme, sekaligus meletakkan
dasar-dasar bagi penelitian mengenai proses belajar dan pengembangan
teori-teori tentang belajar. Pavlov telah melakukan penyelidikan terhadap
kelenjar ludah secara intensif sejak tahun 1902 dengan menggunakan anjing.
Hanya beberapa saat sebelum tahun itu, ketika Pavlov menginjak usia 50 tahun
dia memulai karyanya yang terkenal tentang refleks-refleks yang terkondisikan
(condition refleks). Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan
Conditioned Reflexes. Di Tahun 1904 dia memperoleh hadiah Nobel dibidang
Physiology or Medicine untuk karya tersebut. Karyanya mengenai pengkondisian
sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika (The Official Web Site
of the Nobel Foundation, 2007).
Pengaruh pavlov kepada para ahli
fisiologi malah tidak begitu besar, pengaruhnya yang besar justru dalam
lapangan psikologi. Pada dewasa ini psikologi di Uni Soviet boleh dikata adalah
seluruhnya Pavlovian. Pendapat-pendapat Pavlov dijadikan landasan bagi
psikologi di Uni Soviet, karena hal tersebut serasi dengan filsafat doktrin
historis-materialisme.
Salah seorang ahli yang berjasa
dalam menyebarkan pengaruh Pavlov itu dalam lapangan psikologi adalah von
Bechterev. Kecuali di Uni Soviet sendiri, di Amerika serikatpun pengaruh aliran
psikologi ini besar sekali. Ketika J.B. Watson membaca karya pavlov itu, dia
merasa mendapatkan model yang cocok dengan pendiriannya, untuk menjelaskan
masalah tingkah laku manusia. Jadi Pavlovianisme ini sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan Behaviorisme di Amerika Serikat.[4]
2.
Eksperimen-Eksperimen
Ivan Petrovich Pavlov
Dalam tahun-tahun terakhir dari
abad ke 19 dan tahun-tahun permulaan abad ke-20, Pavlov dan kawan-kawan
mempelajari proses pencernaan dalam anjing. Selama penelitian mereka para ahli
ini memperhatikan perubahan dalam waktu dan kecepatan pengeluaran air liur.
Dalam eksperimen-eksperimen ini Pavlov dan kawan-kawannya menunjukkan,
bagaimana belajar dapat mempengaruhi perilaku yang selama ini disangka
refleksif dan tidak dapat dikendalikan, seperti pengeluaran air liur.[5] Berangkat dari
pengalamannya, Pavlov mencoba melakukan eksperimen dalam bidang psikologi
dengan menggunakan anjing sebagi subjek penyelidikan.
Untuk memahami
eksperimen-eksperimen Pavlov perlu terlebih dahulu dipahami beberapa pengertian
pokok yang biasa digunakan dalam teori Pavlov sebagai unsur dalam
eksperimennya.
a.
Perangsang tak bersyarat = perangsang alami =
perangsang wajar = Unconditioned Stimulus (US); yaitu perangsang yang
memang secara alami, secara wajar, dapat menimbulkan respon pada organisme,
misalnya: makanan yang dapat menimbulkan keluarnya air liur pada anjing.
b.
Perangsang bersyarat = perangsang tidak wajar
= perangsang tak alami = Conditioned Stimulus (CS) yaitu perangsang yang
secara alami, tidak menimbulkan respon; misalnya: bunyi bel, melihat piring,
mendengar langkah orang yang biasa memberi makanan.
c.
Respon tak bersyarat = respon alami = respon
wajar = Unconditioned Response (UR); yaitu respons yang ditimbulkan oleh
perangsang tak bersyarat (Unconditioned Stimulus = UR).
d.
Respon bersyarat = respon tak wajar = Conditioned
Response (CR), yaitu respons yang ditimbulkan oleh perangsang bersyarat (Conditioned
Response = CR).
Adapun langkah-langkah eksperimen yang
dilakukan Pavlov sebagai berikut:
a.
Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian
rupa sehingga memungkinkan penyelidik mengukur dengan teliti air ludah yang
keluar dengan pipa sebagai respons terhadap perangsang makanan (berupa serbuk
daging) yang disodorkan ke mulutnya. Eksperimen Pavlov diulang beberapa kali
hingga akhirnya diketahui bahwa air liur sudah keluar sebelum makanan sampai ke
mulut. Artinya, air liur telah keluar saat anjing melihat piring tempat
makanan, melihat orang yang biasa memberi makanan bahkan saat mendengar langkah
orang yang biasa memberi makanan.[6]
Dengan demikian, keluarnya air liur karena ada perangsang makanan merupakan
suatu yang wajar. Namun, keluarnya air liur karena anjing melihat piring, orang
atau bahkan langkah seseorang merupakan suatu yang tidak wajar. Artinya, dalam
keadaan normal, air liur anjing tidak akan keluar hanya karena melihat piring
makanan, orang yang biasa memberi makanan dan mendengar langkah-langkah orang
yang biasa memberi makanan. Piring tempat makanan, orang dan langkah orang yang
biasa memberi makanan merupakan tanda atau signal. Dalam eksperimennya, tanda
atau signal selalu diikuti datangnya makanan. Berkat latihan-latihan selama
eksperimen, anjing akan mengeluarkan air liurnya bila melihat atau mendengar
signal-signal yang persis sama dengan signal-signal yang digunakan dalam
eksperimen. Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi, refleks bersyarat
merupakan hasil belajar atau latihan. Namun, sebagai seorang ahli fisiologi,
Pavlov tidak tertarik pada masalah tersebut karena lebih tertarik pada masalah
fungsi otak. Dengan mendapatkan refleks bersyarat, Pavlov berkeyakinan bahwa ia
telah menemukan sesuatu yang baru dibidang fisiologi. Dia ingin mengetahui
proses terbentuknya refleks bersyarat melalui penyelidikan mengenai fungsi otak
secara tidak langsung.[7]
b.
Dalam usahanya memahami fungsi otak, Pavlov
mengulangi eksperimen seperti di atas dengan berbagai variasi. Adapun
langkah-langkah eksperimennya adalah:
1)
Anjing dibiarkan lapar, Paplov membunyikan
metronom dan anjing mendengarkannya dengan sungguh-sungguh. Variasi lain
dilakukuan dengan menyalakan lampu dalam kamar gelap dan anjing memperhatikan
lampu menyala. Setelah metronom berbunyi atau lampu menyala selama 30 detik,
makanan (serbuk daging) diberikan dan terjadilah refleks pengeluaran air liur.
2)
Percobaan tersebut, baik dengan membunyikan
metronom maupun menyalakan lampu, diulang berkali-kali dengan jarak 15 menit.
3)
Setelah diulang 32 kali, bunyi metronom atau
nyala lampu selama 30 detik dapat menyebabkan keluarnya air liur dan semakin
bertambah deras jika makanan diberikan.[8]
Dalam
eksperimen kedua di atas, ada beberapa hal yang bisa diterangkan:
1)
Bunyi metronom atau nyala lampu merupakan
Conditioning Stimulus (CS) dan makanan merupakan Unconditioning Stimulus (US).
2)
Keluarnya air liur karena bunyi metronom atau
nyala lampu merupakan Conditioning Refleks (CR) dan keluarnya air liur karena
ada makanan merupakan Unconditioning Refleks (UR)
3)
Makanan yang diberikan setelah air liur
disebut Reinforcer (pengaruh) yang memperkuat refleks bersyarat dan memberikan
respons lebih kuat dibandingkan dengan refleks bersyarat.
c.
Eksperimen-eksperimen Pavlov berikutnya
bertujuan mengetahui apakah refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang
atau dihilangkan. Melalui semua eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa
refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau dihilangkan dengan
jalan:
1)
Refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat
hilang jika perangsang atau signal yang membentuknya telah hilang. Hal ini
dapat disebabkan perangsang atau signal yang selama ini dikenal telah dilupakan
atau tidak pernah digunakan kembali.
2)
Refleks bersyarat dapat dihilangkan dengan
melakukan persyaratan kembali (reconditioning). Caranya seperti pada
eksperimen kedua. Misalnya, bunyi metronom yang digunakan sebagai signal telah
berhasil membentuk refleks bersyarat. Kemudian, bunyi metronom tidak digunakan
kembali dan diganti dengan nyala lampu. Dalam waktu yang cukup lama, jika
metronom dibunyikan kembali, tidak akan mengakibatkan refleks bersyarat karena
sekarang refleks bersyarat muncul jika ada nyala lampu. Kenyataan menunjukkan
bahwa hewan memiliki daya ingat terbatas, seperti halnya manusia.[9]
d.
Eksperimen lain dari Pavlov bertujuan
mengetahui kemampuan binatang dalam membedakan bermacam-macam perangsang agar
menolong kemajuan studi ilmiah tentang belajar. Namun demikian,
penemuan-penemuan Pavlov tidak banyak diterapkan pada belajar di sekolah.
Dari hasil eksperimen-eksperimen yang
dilakukan dengan anjing itu Pavlov berkesimpulan: bahwa gerakan–gerakan refleks
itu dapat dipelajari; dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu
refleks wajar (Unconditioned Refleks) – keluar air liur ketika melihat
makanan dan refleks bersyarat/refleks yang dipelajari (Conditioned Refleks)
– keluar air liur karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau
terhadap suatu bunyi tertentu.
B.
Hukum-Hukum
Teori Belajar Classical conditioning Paplov
Dalam istilah Paplov, pemberian makanan
merupakan stimulus yang tidak dikondisikan Paradigma Pengondisian Klasik. Di
dalam sebuah eksperimen yang khas behavioris, seekor anjing ditaruh beberapa
saat di sebuah kurungan di ruang gelap kemudian sebuah lampu kecil dinyalakan
di atasnya. Setelah 30 detik, sejumlah makanan
diletakkan di mulut si anjing, membangkitkan refleks air liur. Prosedur ini
diulang beberapa kali — setiap kali makanannya diberikan bersama-sama dengan
cahaya lampu. Setelah beberapa saat, cahaya lampu yang awalnya tidak berkaitan
dengan air liur, dapat membuat air liur anjing keluar saat melihat lampu
dinyalakan. Si anjing bisa dikatakan telah dikondisikan untuk merespons cahaya.
Dalam istilah Pavlov, pemberian makanan
merupakan stimulus yang tidak dikondisikan (unconditioned stimulus, US)
— Pavlov tidak perlu mengondisikan si hewan untuk mengeluarkan air liur jika
melihat makanan. Sebaliknya, cahaya lampu merupakan stimulus yang dikondisikan (conditioned
stimulus, CS) — efeknya perlu dikondisikan terlebih dahulu. Air liur
terhadap makanan disebut refleks yang tidak dikondisikan (unconditioned
reflex, UR), sedangkan air liur terhadap cahaya disebut refleks yang
dikondisikan (conditioned reflex, CR). Proses seperti ini disebut
pengondisian klasik (classical conditioning).
Kita bisa melihat kalau di dalam eksperimen
ini CS muncul sebelum US; Pavlov mematikan lampu, membiarkan ruangan gelap,
sebelum memberikan si anjing makanan. Salah satu pertanyaan yang
dilontarkannya, apakah ini merupakan cara terbaik untuk membuat pengondisian.
Dia dan murid-muridnya akhirnya menemukan bahwa memang cara itulah yang
terbaik. Sangat sulit untuk memperoleh pengondisian jika stimulus yang
dikondisikan (CS) dilakukan sebelum stimulus yang tidak dikondisikan (US). Dan
dari studi-studi lain, kita sekarang tahu kalau pengondisian sering kali
berlangsung sangat cepat apabila stimulus yang dikondisikan disajikan setengah
detik sebelum stimulus yang tidak dikondisikan (Purwanto, Ngalim. 2007).
Namun demikian, dari hasil eksperimen dengan
menggunakan anjing tersebut, Pavlov akhirnya menemukan beberapa hukum
pengkondisian, antara lain:
1.
Kepunahan/Penghapusan/Pemadaman (extinction). Penghapusan berlaku apabila rangsangan
terlazim tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim, lama-kelamaan
individu/organisme itu tidak akan bertindak balas. Setelah respons itu
terbentuk, maka respons itu akan tetap ada selama masih diberikan rangsangan
bersyaratnya dan dipasangkan dengan rangsangan tak bersyarat. Kalau rangsangan
bersyarat diberikan untuk beberapa lama, maka respons bersyarat lalu tidak
mempunyai pengut/reinforce dan besar kemungkinan respons bersyarat itu akan
menurun jumlah pemunculannya dan akan semakin sering tak terlihat seperti
penelitian sebelumnya. Peristiwa itulah yang disebut dengan pemadaman (extinction).
Pavlov menemukan meski-pun dia bisa membuat cahaya sebagai stimulus yang
dikondisikan bagi keluarnya air liur, namun jika dia menyalakan lampu itu saja
beberapa kali tanpa memberi si anjing makanan, maka cahaya akan kehilangan
efeknya sebagai stimulus yang dikondisikan. Tetesan air liur makin berkurang
saja sampai akhirnya tidak keluar sama sekali. Di titik ini, kepunahan terjadi.
Pavlov sendiri menggunakan istilah kondisional dan non-kondisional; kedua
istilah ini diterjemahkan sebagai dikondisikan dan tidak-dikondisikan
oleh para psikolog, dan digunakan sampai sekarang kurang saja sampai
akhirnya tidak keluar sama sekali. Di titik ini, kepunahan terjadi.[10]
2.
Generalisasi Stimulus (stimulus
generalization). Rangsangan
yang sama akan menghasilkan tindak balas yang sama. Pavlov menggunakan bunyi
loceng yang berlainan nada, tetapi anjing masih mengeluarkan air liur. Ini
menunjukkan bahawa organisme telah terlazim, dengan dikemukakan sesuatu
rangsangan tak terlazim akan menghasilkan gerak balas terlazim (air liur)
walaupun rangsangan itu berlainan atau hampir sama. Contoh : anak kecil yang
merasa takut pada anjing galak, tentu akan memberikan respons rasa takut pada
setiap anjing. Tapi melalui penguatan dan pemadaman diferensial, rentang
stimulus rasa takut menjadi menyempit hanya pada anjing yang galak saja.
Meskipun sebuah refleks sudah dikondisikan hanya untuk satu stimulus, ternyata
bukan hanya stimulus itu yang bisa memunculkannya. Respons tampaknya bisa
membangkitkan juga sejumlah stimulus serupa tanpa pengondisian lebih jauh.
Sebagai contoh, seekor anjing yang telah dikondisikan untuk mengeluarkan air
liur terhadap bunyi bel bernada tertentu akan mengeluarkan air liur juga jika
mendengarkan bunyi bel bernada lain. Kemampuan merangkai stimulis untuk
menghasilkan respons seperti ini beragam menurut derajat kemiripan dengan
stimulus awal yang dikondisikan (CS orisinil). Pavlov percaya bahwa kita bisa
mengamati generalisasi stimulus ini karena proses fisiologis yang dinamainya
pemancaran (irradiation). Stimulus awal merangsang bagian tertentu otak
yang kemudian memancar atau menyebar ke- wilayah otak yang lain (Purwanto,
Ngalim. 2007). Bila suatu makhluk mengadakan generalisasi (menyamaratakan),
maka ia juga akan dapat melakukan diskriminasi atau pembedaan.[11]
Contoh: Guru yang awalnya memulai pelajaran dengan senyum dan ramah serta
mengawali pelajaran dengan memberi apersepsi atau pun metafora sebelum
memberikan materi pelajaran atau latihan soal dirasa siswa itu merupakan
stimulus yang dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk belajar.
Stimulus tersebut akan digeneralisasi oleh siswa bahwa guru tersebut orangnya
baik, mengerti kemauan siswa dan dapat diajak berdiskusi serta nantinya dalam memberikan
penilaian buat siswa tidak pelit dan akan memberikan nilai yang bagus.
3.
Pemilahan (discrimination). Diskriminasi yang dikondisikan
ditimbulkan melalui penguatan dan pemadaman yang selektif.[12]
Diskriminasi berlaku apabila individu berkenaan dapat membedakan atau
mendiskriminasi antara rangsangan yang dikemukakan dan memilih untuk tidak
bertindak atau bergerak balas. Contoh : Anak kecil yang takut pada anjing
galak, maka akan memberi respon rasa takut pada setiap anjing, tapi ketika anjing
galak terikat dan terkurung dalam kandang maka rasa takut anak itu menjadi
berkurang. Generalisasi awal stimulus ini secara bertahap membuka jalan bagi
proses pembedaan. Jika anjing terus dibiarkan mendengar suara bel yang
berbeda-beda nadanya (tanpa menyajikan makanan di hadapannya), maka si anjing
mulai merespons secara lebih selektif, membatasi responsnya hanya kepada nada
yang paling mirip dengan CS orisinil. Kita bisa juga secara aktif menghasilkan
pembedaan dengan menggandengkan satu nada dengan makanan, sementara nada lain
tanpa disertai makanan. Ini biasa disebut sebagai eksperimen tentang pemilahan
stimulus. Contoh: Guru yang biasa memberikan pelajaran dengan latihan soal
dan usai memberikan pelajaran menyuruh siswa mengerjakan latihan soal yang ada
dalam buku teks dipapan tulis. Bila penyelesaian soal tersebut benar maka guru
akan tersenyum dan mengatakan “bagus”. Stimulus ini akan ditangkap oleh siswa
dan dianalogikan bahwa perkataan “bagus” berarti jawaban siswa tersebut
“benar”. Ini akan berbeda jika siswa mengerjakan soal dipapan dan guru cuma
tersenyum tanpa mengatakan bagus, karena siswa akan menganalogikan jawaban yang
dibuatnya belum.
4.
Tingkat Pengondisian Yang Lebih Tinggi. Akhirnya, Pavlov menun-jukkan bahwa
sekali kita dapat mengondisikan seekor anjing secara solid kepada CS tertentu,
maka dia kemudian bisa menggunakan CS itu untuk menciptakan hubungan dengan
stimulus lain yang masih netral. Di dalam sebuah eksperimen murid-murid Pavlov
melatih seekor anjing untuk mengeluarkan air liur terhadap bunyi bel yang
disertai makanan, kemudian memasangkan bunyi bel itu saja dengan sebuah papan
hitam. Setelah beberapa percobaan, dengan melihat papan hitam itu saja anjing
bisa mengeluarkan air liurnya. Ini disebut pengondisian tingkat-kedua. Pavlov
menemukan bahwa dalam beberapa kasus dia bisa menciptakan pengondisian sampai
tingkat-tiga, namun untuk tingkat selanjutnya, pengondisian tidak bisa
dilakukannya.[13]
Contoh: Stimulus yang telah membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk
belajar pada mata pelajaran tertentu (misalnya sains) yang dirasa sulit, akan
melekat pada diri siswa minat dan motivasi tersebut. Dan bila siswa dihadapkan
pada mata pelajaran lain (misalnya matematika) yang juga dirasa sulit, maka
minat dan motivasi untuk mempelajari mata pelajaran tersebut akan sama besarnya
dengan minat dan motivasi belajar pelajaran terdahulu.
C.
Aplikasi Teori
Belajar Classical conditioning dalam Pendidikan dan Pengajaran
Seperti yang
telah kita ketahui, apa yang telah dilakukan Paplov bukanlah untuk
mengembangkan teori belajar. Setelah banyak orang mengakui teori Paplov
bermanfaat di dunia psiokologi, banyak ahli pendidikan baru mulai memanfaatkan
teorinya untuk mengembangkan atau memberikan kontribusi pada psikologi
pendidikan pada umumnya dan teori belajar khususnya.
Menyadari
latar belakang di atas, kita sebagai pendidik harus menempatkan teori Paplov
secara tepat. Sebaiknya, kita menggunakan teori conditioning sebagai referensi
belajar secara fleksibel karena eksperimen Paplov adalah perilaku binatang.
Padahal, subyek belajar adalah manusia. Ada perbedaan hakiki pikiran dan
perasaan yang tertentu berbeda dengan binatang.
Oleh karena
itu, teori responden hanya digunakan untuk menjelaskan proses belajar secara
umum, yaitu pengaruh kondisi tertentu terhadap sikap, perasaan dan pikiran
subjek didik dalam belajar. Namun, kita tetap memperhitungkan
pengecualian-pengecualian, sebagaimana dalam menggunakan generalitas, tidak
menegasi partikularitas dengan sendirinya. Demikianlah menurut teori
conditioning belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya
syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan rekasi (respon). Untuk
menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat
tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya
latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah belajar
yang terjadi secara otomatis. Segala tingkah laku manusia tidak lain adalah
hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat tertentu yang dialaminya dalam kehidupannya.
Eksperimen-eksperimen
Paplov awalnya tidak bertujuan menemukan teori belajar, meskipun sangat
dipengaruhi oleh psikologi behaviorisme. Sesuai dengan kedudukannya sebagai
ahli fisiologi, eksperimen paplov lebih bertujuan memahami fungsi otak.
Hasil-hasil eksperimen Paplov ternyata sangat berguna bagi pengembangan teori
belajar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila banyak ahli pendidikan
mengadopsi hasil eksperimen paplov untuk mengembangkan teori belajar. Namun
demikian, apa yang diperoleh Paplov bukan suatu yang final sehingga kita
sebaiknya fleksibel menggunakannya.[14]
1.
Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical
conditioning dalam Pengajaran
Pengaruh
keadaan klasik membantu menjelaskan banyak pelajaran di mana satu stimulus
diganti/ digantikan untuk yang lain. Satu contoh yang penting tentang proses
ini adalah pelajaran atraksi emosional dan ketakutan. Bahwa bentakkan seorang
guru seringkali membuat takut murid-muridnya, hal yang sama seorang polisi
mempermainkan penjahat dengan ancungan tangannya, atau seorang perawat hendak
memberi suntikan kepada pasiennya. Semua perilaku ini menciptakan tanggapan
perhatian dan ketakutan di hati orang-orang tersebut dibawah kesadaran mereka.
Situasi ini memberikan pengaruh ketakutan bila stimulus tidak netral:
Tetapi
tanggapan positif dapat dibangun secara sederhana untuk mengkondisikan
stimulus. Jika seorang guru memuji seorang siswa maka akan menimbulkan hal
positif baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji. Pada akhirnya, proses ini
dapat membangun hubungan baik di kelas. Hal yang sama untuk polisi, perawat,
atau orang yang bekerja dengan orang-orang: stimuli yang dapat dipercaya
menimbulkan hal positif tanggapan tersebut dapat dikondisikan untuk lain.
Penggantian stimulus dapat membantu bahkan pada pelajaran tertentu yang tidak
berisi unsur perasaan. Pengaruh tersebut tidak memerlukan refleks sebagai titik
awal.
Beberapa
Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau asiosatif learning, hanya memerlukan
dua stimuli yang tidak bertalian terjadi bersama-sama pada suatu tanggapan atau
keduanya dari stimulus yang ada. Jika seorang anak telah mempelajari bagaimana
cara menggunakan unit balok kecil, kemudian stimuli ini dapat dipasangkan
dengan hal yang lebih abstrak, mereka akan dapat menulis padanan menulis
padanan yang menghasilkan apa yang diinginkan dengan baik.[15]
Dalam praktek
pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan
belajar dimulai dan atau pelajaran berakhir. Pertanyaan guru diikuti oleh
angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi
tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan ahli pendidikan
lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan
kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar
perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan
kata-kata bahasa lainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan
kata dalam bahasa asing.[16]
Dalam
pengertian yang lebih luas lagi misalnya memasangkaan maakna suatu konsep
dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus menjadi
bidang yang aktif dalam psikologi saat ini, sebagian para ahli telah mulai
meninggalkan teori psikologi ini.
Berikut ini
beberapa tips yang ditaawarkan oleh Woolfolk (1995) dalam menggunakan
prinsip-prinsip kondisioning klasik di kelas.
a.
Memberikan suasana yang menyenangkan ketika
memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:
1)
Menekankan pada kerjasama dan kompetisi
antarkelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki respons
emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin
akan digeneraalissikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain;
2)
Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan
dengan menciptakaan ruang membaca (reading corner) yang nyaman dan enak
serta menarik, dan lain sebagainya.
b.
Membantu siswa mengatasi secara bebas dan
sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan, misalnya:
1)
Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkaan
siswa lain cara memahami materi pelajaran;
2)
Membuat tahap jangka pendek untuk mencapai
tujuan jangka panjang, misalnya dengaan memberikan tes harian, mingguan, agar
siswa dapat menyimpaan apa yang dipelajari dengan baik;
3)
Jika siswa takut berbicara di depan kelas,
mintalah siswa untuk membacakan sebuah laaporan di depan kelompok kecil sambil
duduk di tempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa,
kemudian mintalah ia untuk membaca laporan di depaan seluruh murid di kelas.
c.
Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan
persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan
menggeneralisasikan secara tepat. Misalnya, dengan:
1)
Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi
ujian masuk sebuah sekolah yang lebih tinggi tingkatannya atau perguruan
tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik lain yang
pernah mereka lakukan;
2)
Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari
hadiah yang berlebihan dari orang yang tidak dikenal, atau menghindar tetapi
aman daan dapat menerima penghargaan dari orang dewasa ketika orangtua ada.[17]
d.
Memberikan suasana yang menyenangkan ketika
memberikan tugas-tugas belajar, Contoh: Menekankan pada kerja sama dan
kompetisi antar kelompok daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki
respons emosional secara negatif terhadap kompetisi secara individual, yang
mungkin akan digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain, contoh
lainnya adalah membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan dengan menciptakan
ruang membaca yang nyaman dan enak serta menarik.
e.
Membantu siswa mengatasi secara bebas dan
sukses situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan, Contoh: Mendorong siswa
yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran,
misalnya dengan memberikan tes harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa
yang dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara di depan kelas mintalah
siswa untuk membacakan sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk
ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia terbiasa, kemudian
mintalah ia untuk membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.
f.
Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan
persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan
menggeneralisasi secara tepat. Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika
menghadapi ujian masuk sebuah perguruan tinggi, bahwa tes tersebut sama dengan
tes-tes prestasi akademik lain yang pernah mereka lakukan.
Sebagai guru,
kita harus mengetahui bagaimana mengurangi counterproductive kondisi responsif
yang dialami para siswa. Psikolog sudah mempelajari ke arah itu untuk
memadamkan hal negatif sebagai reaksi emosional pada stimulus dikondisikan
tertentu tidak lain untuk memperkenalkan stimulus itu secara pelan-pelan dan
secara berangsur-angsur sehingga siswa bahagia atau santai ( M.C.Jones, 1924;
Wolpe, 1969). Satu contoh, jika Imung seorang yang takut berenang, kita mungkin
mulai pelajaran berenangnya pada tempat yang dangkal seperti bayi bermain dalam
tempat mandinya kemudian bergerak perlahan-lahan ke air yang lebih dalam, maka
ia akan merasa lebih nyaman untuk mencoba berenang.
Tidak ada hal
yang paling membanggakan pada guru selain membantu dan membuat siswa menjadi
sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal yang perlu guru ingat bahwa kelas
dapat membuat perilaku baik siswa, meningkat atau justru melemahkannya.
PENUTUP
Sebagai sebuah
teori, Classical conditioning Pavlov memiliki kelebihan dan sekaligus
kekurangan. Adapun kelebihan teori ini misalnya cocok diterapkan untuk
pembelajaran yang menghendaki penguasaan ketrampilan dengan latihan. Atau pada
pembelajaran yang menghendaki adanya bias atau membentuk perilaku tertentu.
Selain itu juga memudahkan pendidik dalam mengontrol pembelajaran sebab
individu tidak menyadari bahwa dia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya. Pada sisi lain, teori ini juga tepat kalau digunakan untuk
melatih kepandaian binatang.
Sementara itu,
kelemahan Teori Belajar Classical conditioning Pavlov adalah bahwa teori
ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan
dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Teori ini juga terlalu menonjolkan
peranan latihan/kebiasaan padahal individu tidak semata-mata tergantung dari
pengaruh luar yang menyebabkan individu cenderung pasif karena akan tergantung
pada stimulus yang diberikan. Di samping itu pula, dalam teori ini, proses
belajar manusia dianalogikan dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat
perbedaan karakter fisik dan psikis yang berbeda antar keduanya. Oleh karena
itu, teori ini hanya dapat diterima dalam hal-hal belajar tertentu saja;
umpamanya dalam belajar yang mengenai skill (keterampilan) tertentu dan
mengenai pembiasaan pada anak-anak kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Teori
Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group. 2008
Dahar, Ratna Wilis, Teori-teori
Belajar. Jakarta: DepDikBud. 1988
Djamara. Syaiful Bahri. Psikologi
Belajar, Jakarta : Rineka Cipta. 2008
G.A. Kimble, N. Garmezy & E. Zigler,
Principles of General Psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc. 1974
Hergenhahn, B.R. & Olson, M.H. An
Introduction to Theories of Learning. Fifth Edition. USA: Prentice-Hall,
Inc. 1997
Joyce, Bruce R. & Weil, Marsha. Model
of Teaching. Fourth Edition. Boston: Allyn and Bacon. 1992
Klein, Stephen B. Learning:
Principles and Applications. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc. 2002
Lefrancois, Guy R. Pshycology For
Teaching. Fifth Edition. Belmont: Wadswarth Publishing Company. 1985
Mulyati. . Psikologi Belajar.
Yogyakarta: Penerbit Andi. 2005
Ormred, Jeane E. Educational
Psychology Developing Learners. Fourth Edition. Ohio: Merrill Prentice
Hall. 2003
Purwanto, Ngalim. Psikologi
Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2007
Seifert, Kelvin. Educational
Psychology. Boston: Houghton Mifflin Company. 1983
Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar
Untuk Pengajaran. Jakata: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. 1991
Sarwono, Sarlito Wirawan. Berkenalan dengan Aliran-aliran
dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.1979