Ingatan dan Fantasi dalam Psikologi Pendidikan



PENDAHULUAN
Sudah banyak sekali ahli atau tokoh dunia dari zaman ke zaman yang telah mengungkap tentang sifat – sifat dan hakikat manusia. Pada umumnya para ahli mengemukakan bahwa kepribadian manusia berupa kombinasi antara badan dan jiwa. Bekerjanya jiwa pada badan berupa penggunaan fungsi – fungsi kejiwaan yang bukan mental, sedangkan bekerjanya jiwa dalam sistem syaraf dan pikiran berupa pengerahan kekuatan – kekuatan kejiwaan yang bersifat gerakan mental.
Sebagaimana telah dikatakan, psikologi mempersoalkan aktivitas manusia, baik yang dapat diamati maupun yang tidak. Secara psikologis yang mendasarinya. Penting sekali bagi para pendidik mengetahui hukum-hukum tersebut sehingga dengan demikian dapat memahami anak didiknya dengan lebih baik.
Dalam meninjau masalah ini kita menempatkan manusia didalamnya. Tentu saja yang dikemukakan disini hanyalah terbatas pada hal-hal yang relevan bagi psikologi pendidikan saja.
Ingatan dan fantasi digolongkan ke dalam kategori disposisi atau kesanggupan. Maka untuk memudahkan pengertian peristilahannya, kemampuan psikis itu akan dijelaskan dalam makalah ini.

PEMBAHASAN
A.    Ingatan
1.      Pengertian
Ingatan (memory) ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksikan kesan-kesan.
Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia ini berarti ada suatu indikasi bahwa manusia mampu untuk menyimpang dan menimbulkan kembali dari sesuatu yang pernah dialami. Namun tidak berarti bahwa emua yang pernah dialami itu akan tetap tinggal seluruhnya dalam ingatannya, karena ingatan merupakan kemampuan yang terbatas.
Pembawaan menentukan prestasi ingatan. Disamping itu, prestasi ingatan berhubungan erat sekali dengan kondisi jasmani, misalnya kelelahan, sakit, dan kurang tidur menurunkan prestasi ingatan. Dari  faktor usia ingatan yang paling tajam pada manusia adalah kurang lebih pada usia anak–anak 10–14 tahun, dan ini baik sekali untuk daya ingatan mekanis. Sesudah umur ini, kemampuan mencamkan dalam ingatan juga dapat dipertinggi, tetapi hanya untuk kesan-kesan yang mengandung daya ingatan logis, ini berlangsung antara umur 15-50 tahun. Sesudah umur 50 tahun umumnya ingatan menjadi semakin berkurang atau pikun.
Ingatan berhubungan pula dengan emosi-emosi kita. Kita akan mengingat lebih baik peristiwa-peristiwa yang menyentuh perasaan. Sedangkan kejadian yang tidak menyentuh emosi, diabaikan saja. Begitu juga masalah-masalah yang kita pahami benar dan sudah dipertimbangkan baik-baik, akan lebih melekat dalam ingatan. 
2.      Klasifikasi
Secara teori dapat dibedakan adanya tiga aspek dalam berfungsinya ingatan, yaitu :
a.    Mencamkan, yaitu menerima kesan-kesan
b.   Menyimpan kesan-kesan, dan
c.    Mereproduksikan kesan-kesan
Sedangkan pembagian daya ingatan dibagi atas 2 golongan, yaitu :
a.       Daya ingatan mekanis atau inderawi, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan penginderaan
b.      Daya ingatan logis atau ingatan akal budi, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian.
Adapun beberapa sifat ingatan yakni :
a.     Ingatan yang cepat dan mudah, artinya seseorang dapat dengan mudah dalam menerima kesan-kesan
b.    Ingatan yang luas, artinya seseorang dapat menerima banyak kesan dan dalam daerah yang luas
c.    Ingatan yang teguh/kuat, artinya ingatan seseorang yang dapat menyimpan kesan-kesan dalam waktu yang lama
d.    Ingatan yang setia, artinya kesan yang telah diterimanya itu tidak berubah, melainkan tetap sebagaimana pada waktu menerimanya (tidak mudah lupa).
e.    Ingatan yang mengabdi atau patuh, artinya ingatan orang itu dapat mereproduksikan kembali kesan-kesan dengan mudah dan lancar.

3.      Beberapa Catatan Praktis Ingatan dalam Pendidikan
Penyelidikan psikologis tentang ingatan telah cukup banyak dilakukan oleh para ahli dan hasilnya banyak yang langsung berkaitan dengan belajar. Dalam hubungan itu, pendidikan hendaknya mengetahui dan mengamalkan pengetahuan yang dihasilkan dari penelitian-penelitian tentang ingatan. Dalam membimbing perkembangan anak didik seyogyanya hasil-hasil yang telah dikemukakan dipergunakan sebaik-baiknya supaya dapat dimanfaatkan secara maksimal.
a.    Pada waktu menghafal hendaknya kondisi-kondisi diatur sedemikian rupa agar mencapai hasil yang maksimal
b.   Mereproduksikan dapat diperlancar dengan memperkaya atau  menyempurnakan bahasa
c.    Mengingat akan peranan interferensi, pembagian waktu yang digunakan untuk belajar juga harus diatur sebaik mungkin,  sehingga hal–hal yang dipelajari dapat tertanam dengan benar–benar.
d.   Setiap individu berbeda–beda dalam kemampuannya mengingat, tetapi tiap orang dapat meningkatkan kemampuan mengingatnya dengan pengaturan kondisi yang lebih baik dan penggunaan metode yang lebih tepat.
Berhubungan dengan adanya ingatan yang berbeda ini, maka perlu diingat juga dalam hal memberikan bahan pelajaran kepada anak didiknya, degan memperhatikan bahwa ingatan itu bersifat individual. Maka seorang pendidik harus memperhatikan hal–hal sebagai berikut :[1]
a.    Guru sebaiknya jangan terlalu cepat saat menerangkan materi/bahan pelajaran. Tetapi jangan pula terlalu lambat agar anak yang ingatannya cepat tidak terlalu bosan.
b.   Usahakan agar tidak terlalu banyak bahan yang diberikan dalam satu jam pelajaran.
c.    Usahakan agar bahan pelajaran itu harus diulang setiap ada kesempatan, dan guru harus mengusahakan pula agar anak–anak mengulang pelajarannya.
d.   Usahakan agar bahan pelajaran tidak mudah berubah–ubah, ada baiknya diikutsertakan bekerjanya macam-macam indera.
e.    Untuk dapat menimbulkan kesan-kesan itu dengan cepat dan patuh, anak didik harus diberi metode yang baik dalam menghafal di luar kepala (learning by heart). Dalam hal ini orang menggunakan beberapa metode yaitu :
Ø Metode G (Ganslern) yaitu : metode belajar secara keseluruhan. Metode ini digunakan untuk menghafal sesuatu yang hanya sedikit.
Ø Metode T (Teillern) yaitu : metode belajar bagian demi bagian atau sedikit demi sedikit. Metode ini digunakan untuk menghafal sesuatu yang banyak.
Ø Metode V (Vermittelende) yaitu : metode pengantara yaitu ada yang dihafalkan bagian demi bagian dan ada yang secara keseluruhan.
f.     Untuk mempertinggi prestasi belajar anak didik dan para mahasiswa perlu dibangunkan emosi, motivasi dan kemauannya agar aktifitas belajar jadi lebih menyenangkan dan lebih menggairahkan. Maka ulangan sangat diperlukan untuk memperbesar prestasi ingatan itu.
B.     Fantasi
1.    Pengertian
Fantasi didefinisikan sebagai daya untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang sudah ada, dan tanggapan baru itu tidak harus sesuai dengan benda-benda yang ada.
Fantasi dapat pula dilukiskan sebagai fungsi yang memungkinkan manusia untuk berorientasi dalam alam imajiner, melampaui dunia riil. 
2.    Klasifikasi
Secara garis besar fantasi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
a.    Fantasi tak disadari
Fantasi ini ialah fantasi yang terjadi dengan tak sengaja, individu tidak secara sadar telah dituntut oleh fantasinya. Keadaan semacam ini banyak dijumpai pada anak-anak. Anak sering mengemukakan hal-hal yang bersifat fantastis, sekalipun tidak ada niat atau maksud dari anak untuk berdusta. Misalnya, jika anak menyampaikan berita yang tidak benar tetapi sebenarnya ia tidak bermaksud untuk berdusta. Hal yang demikian itu banyak terjadi pada anak-anak (dusta semu, khayal, dll).
b.    Fantasi disadari
Fantasi ini ialah fantasi yang terjadinya dengan disengaja, dan ada usaha dari subjek untuk masuk ke dalam imajiner. Misalnya, seorang pelukis yang sedang menciptakan lukisan dengan kemampuan fantasinya, seorang pemahat yang sedang memahat arca atas dasar fantasinya.
Fantasi yang disadari ini dapat digolongkan lagi menjadi 2 macam, yaitu secara aktif dan secara pasif. Fantasi yang secara aktif itu dikendalikan oleh pikiran dan kemauan, sedangkan fantasi secara pasif itu tidak dikendalikan jadi seolah-olah orangnya hanya pasif saja sebagai wadah tempat bermainnya tanggapan-tanggapan. Selanjutnya dua macam fantasi itu, baik yang aktif maupun pasif, dapat bersifat mengabstrakkan, atau mendeterminasikan ataupun mengombinasikan.[2]
Fantasi yang bersifat mengabstraksikan kalau dala berfantasi itu ada bagian-bagian yang dihilangkan. Misalnya tanggapan lapangan, tetapi tanpa rumput dan tumbuhan yang lain, maka terjadilah angan-angan : padang pasir.
Fantasi yang bersifat mendeterminasikan kalau dalam berfantasi itu sudah ada semacam skema tertentu, lalu diisi dengan gambaran lain. Misalnya gambaran telaga yang diperbesar maka terciptalah angan-angan : lautan.
Fantasi yang bersifat mengombinasikan kalau menggabungkan bagian dari tanggapan satu dengan tanggapan yang lain. Misalnya ada makhluk yang berkepala wanita tapi berbadan singa, dan makhluk itu belum pernah ada di dunia ini, maka terciptalah gambaran angan-angan : spinz.
Selanjutnya fantasi yang disadari yang secara aktif itu masih dapat lagi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :
1)      Fantasi mencipta, yaitu fantasi yang mengadakan (menciptakan) tanggapan-tanggapan yang benar-benar baru. Fantasi macam ini biasanya lebih banyak dimiliki oleh para seniman, anak-anak, juga para ilmuwan, untuk mencetuskan teori-teori baru.
2)      Fantasi terpimpin, yaitu : fantasi yang mengikuti gambaran angan-angan (buah fantasi) yang dituntut oleh pihak lain, dan fantasi ini hanya menikmatinya. Misalnya, jika kita mendengarkan atau melihat hasil seni, atau membaca sebuah cerita. Kita berfantasi dan dibimbing oleh ide seniman/penulis yang bersangkutan.
3.    Kegunaan dan bahaya fantasi bagi hidup kita
a.    Kegunaan fantasi antara lain :
1)      Dengan fantasi orang dapat memahami atau mengerti sesama manusia
2)      Dengan fantasi orang dapat memahami dan menghargai kultur orang lain
3)      Dengan fantasi orang keluar dari ruang dan waktu, sehingga dengan demikian ia dapat memahami hal-hal yang ada dan terjadi di tempat lain dan di waktu lain serta dapat mengambil intisarinya, misalnya dalam mempelajari ilmu bumi dan sejarah.
4)      Fantasi dapat melepaskan diri dari kesukaran dan melupakan kegagalan dan kesan-kesan yang buruk
5)      Fantasi memungkinkan seseorang untuk dapat membuat perencanaan untuk dilaksanakan di masa datang
b.    Bahaya fantasi antara lain :[3]
1)      Kalau orang sering dan berlebih-lebihan pergi ke dunia fantasai yang indah-indah karena tak tahan menghadapi kesulitan hidup, maka orang akan putus asa karena kecewa pada waktu ia kembali ke dunianya yang sebenarnya.
2)      Dengan fantasi orang mudah sekali berdusta, karena ia dikuasai fantasinya, lebih-lebih pada anak-anak
3)      Dalam merencanakan hidup di hari nanti, mudah sekali orang tergelincir ke rencana yang berlebih-lebihan sehingga besar pasak dari pada tiangnya
4)      Fantasi yang tanpa terpimpin dan penjagaan akan mudah sekali menjadi fantasi yang jauh dan liar.

4.    Nilai Praktis Fantasi dalam Pendidikan
Dari apa yang dikemukakan itu nyatalah bahwa merupakan keharusan bagi pendidik untuk menaruh perhatian besar terhadap masalah fantasi.
a.       Dengan fantasi, dapat diajarkan pada anak tentang sejarah ilmu bumi, dongeng-dongeng, ilmu alam, dan sebagainya. Yang tidak langsung dapat diamati oleh anak sendiri.
b.      Dengan fantasi terpimpin kita dapat membentuk watak anak-anak. Oleh karena itu anak-anak boleh diberi dongeng-dongeng, cerita-cerita dan flim-flim yang memuat tokoh-tokoh yang baik sekali didalam hidupnya
c.       Mengingat besarnya faedah fantasi bagi kehidupan manusia sehari-hari, maka haruslah fantasi diperkembangkan. Di sekolah, pada tiap pelajaran terkandung kemungkinan yang cukup luas untuk mengembangkan fantasi itu, terutama mata pelajaran ekspresi.
d.      Dan alat-alat pengajaran di sekolah dengan maksud agar fantasi anak dapat berkembang dengan baik dan leluasa. Sarana yang paling ampuh untuk membimbing fantasi ialah bahasa, buku-buku, illustrasi/gambar-gambar, pertunjukan atau TV dan lain-lain.[4]

Dalam dunia pengajaran dan pendidikan, fantasi memberikan pengaruh yang tidak kecil untuk membangun motivasi belajar, semangat meneliti dan kreativitas anak. Namun hendaknya selalu dijaga, agar fantasi ini tidak menjadi liar dan berfungsi sebagai benalu yang merusak. Sebab fantasi yang berlebihan dan tak terkendali, bisa menimbulkan kebohongan semu, juga bisa menjerumuskan anak sehingga ia menjadi pelamun dan pemimpi siang, dapat menambah agresivitas anak, menjadikan ia seorang penakut atau pengecut, dan lain-lain.

PENUTUP
Ingatan (memory) ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksikan kesan-kesan. Adapun fungsi ingatan, yaitu mencamkan, menyimpan kesan–kesan dan mereproduksikan kesan–kesan. Sedangkan pembagian daya ingatan dibagi atas 2 golongan, yaitu : daya ingatan mekanis atau inderawi, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan penginderaan dan daya ingatan logis atau ingatan akal budi, artinya daya ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang mengandung pengertian. Ingatan juga mempunyai beberapa sifat yakni : ingatan yang cepat dan mudah, ingatan yang luas, ingatan yang teguh/kuat, ingatan yang setia, dan ingatan yang mengabdi atau patuh.
Sedangkan Fantasi didefinisikan sebagai daya untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang sudah ada, dan tanggapan baru itu tidak harus sesuai dengan benda-benda yang ada. Fantasi digolongkan menjadi 2 macam yaitu fantasi yang disadari dan fantasi yang tidak disadari. Untuk fantasi yang disadari juga dibagi 2 macam yakni fantasi aktif dan fantasi pasif. Adapun sifat-sifat fantasi aktif ialah mengabstraksikan, mendeterminasikan dan mengombinasikan.
Dalam dunia pengajaran dan pendidikan, fantasi memberikan pengaruh yang tidak kecil untuk membangun motivasi belajar, semangat meneliti dan kreativitas anak. Namun hendaknya selalu dijaga, agar fantasi ini tidak menjadi liar dan berfungsi sebagai benalu yang merusak. Sarana yang paling ampuh untuk membimbing fantasi ialah bahasa, buku-buku, illustrasi/gambar-gambar, pertunjukan atau TV dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu, Psikologi Umum, Jakarta : Rineka Cipta, 1998.
Kartono, Kartini, Psikologi Umum, Bandung : CV. Mandar Maju, 1996.
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1990.
Sujanto, Agus, Psikologi Umum, Jakarta : Bumi Aksara, 1993.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Winkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta : Media Abadi, 2004.


Postingan terkait: