Desain
pembelajaran adalah suatu prosedur yang terdiri dari langkah-langkah, dimana
langkah-langkah tersebut di dalamnya terdiri dari analisis, merancang,
mengembangkan, menerapkan dan menilai hasil belajar. Desain pembelajaran
dirancang untuk menjawab tiga pertanyaan yaitu: apa tujuan pengajaran, apa dan bagaimana
kegiatan dan sumber belajar serta bagaimana evaluasinya. Artinya salah satu hal
yang penting dalam proses perancangan atau desain pembelajaran adalah melakukan
perumusan tujuan pembelajaran.
Dalam konteks
pendidikan, tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga
pendidikan. Artinya, tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari visi dan
misi lembaga, dan sebagai arah yang harus dijadikan rujukan dalam proses
pembelajaran. Komponen ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem
pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan pembelajaran adalah jantungnya, dan
suatu proses pembelajaran terjadi manakala terdapat tujuan yang harus dicapai.
Setiap guru
perlu memahami dan terampil dalam merumuskan tujuan pembelajaran, karena
rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektifitas
keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil
manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan
pencapaian tujuan merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran juga dapat digunakan
sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa dalam melaksanakan aktifitas
belajar. Berkaitan dengan hal tersebut, guru juga dapat merencanakan dan
mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa
belajar.
Tujuan
pembelajaran membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan
tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode
atau strategi pembelajaran, alat, media dan sumber belajar, serta dalam
menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar
siswa. Selain itu, tujuan pembelajaran juga dapat digunakan sebagai kontrol
dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui
penetapan tujuan, guru dapat mengontrol sampai mana siswa telah menguasai
kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku.
Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu
sekolah.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran dimaksudkan terciptanya suasana sehingga siswa
belajar. Tujuan pembelajaran haruslah menunjang dalam rangka tercapainya tujuan
belajar.Dahulu, ketika pembelajaran dimaksudkan sebagai sekedar penyampaian
ilmu pengetahuan, pembelajaran tak terkait dengan belajar, termasuk tujuannya.
Sebab, jika guru telah menyampaikan ilmu pengetahuan, tercapailah maksud dan
tujuan pembelajaran tersebut.
Pembelajaran model dahulu itu, memang tidak dicoba dikaitkan
dengan belajar itu sendiri. Pembelajaran lebih terkonsentrasi pada kegiatan
guru dan tidak terkonsentrasi pada kegiatan siswa. Jika, pada masa sekarang,
pembelajaran dicoba dikaitkan dengan belajar, maka dalam merancang aktivitas
pembelajaran, guru harus belajar dari aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar
siswa harus dijadikan titik tolak dalam merancang pembelajaran.
Implikasi dari adanya keterkaitan antara kegiatan
pembelajaran dan kegiatan belajar siswa tersebut adalah disusunnya tujuan
pembelajaran yang dapat menunjang tercapainya tujuan belajar. Muatan-muatan
yang termaktub juga dalam tujuan pembelajaran.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tujuan
pembelajaran:[1]
- Robert F. Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.
- Kemp dan David E. Kapel mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
- Henry Ellington mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar.
- Oemar Hamalik mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.
- Standar Proses pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Ini berarti kemampuan yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran mencakup kemampuan yang akan dicapai siswa selama proses belajar dan hasil akhir belajar pada suatu kompetensi dasar.
- Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi tampaknya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa :Tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
- Tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagiguru maupun siswa. Adapun mengidentifikasi empat manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:[2]
- Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri.
- Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar.
- Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran.
- Memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.Sementara itu, Fitriana Elitawati menginformasikan hasil studi tentang manfaat tujuan dalam proses belajar mengajar bahwa perlakuan yang berupa pemberian informasi secara jelas mengenai tujuan pembelajaran khusus kepada siswa pada awal kegiatan proses belajar-mengajar, ternyata dapat meningkatkan efektifitas belajar siswa.[3]Memperhatikan penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam pembelajaran, yang di dalamnya dapat menentukan mutu dan tingkat efektivitas pembelajaran.
B. Pentingnya Perumusan Tujuan Pembelajaran
- Kriteria keberhasilan guru dapat diukur dengan bagaimana aktivitas siswa untuk mempelajari bahan pelajaran serta seberapa banyak materi yang telah dikuasai sehingga mampu mempengaruhi pola pikir siswa, sehingga ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran, diantaranya :[4]
- Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu merupakan indikator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
- Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dan tepat dapat membimbing siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar. Berkaitan dengan itu, guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa.
- Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain system pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode, dan strategi pembelajaran, alat media, dan sumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa.
- Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru bisa mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.
Dengan adanya tujuan pembelajaran guru maupun
siswa dapat menyiapkan diri baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap untuk
mengikuti proses pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Rumusan tujuan pembelajaran yang jelas juga sangat diperlukan oleh guru dan
penyelenggaraan pendidikan untuk merancang dan menyediakan administrasi, sarana
dan prasarana serta dukungan lain yang diperlukan.
C. Taksonomi Tujuan Pembelajaran
- Perumusan aspek-aspek kemampuan yang menggambarkan output peserta didik yang dihasilkan dari proses pembelajaran dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi berdasarkan taksonomi Bloom. Bloom menanamkan cara mengklasifikasi itu dengan “The taxonomy of education objectives”. Menurut Bloom, tujuan pendidikan atau pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam tiga domain (daerah, aspek, ranah, atau matra), yaitu:
- Domain kognitif, berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berfikir. Kawasan kognitif ini terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkatan tersebut adalah:[5]
a. Pengetahuan (Knowledge)
Aspek pengetahuan sering disebut recall (pengingatan
kembali) karena pengetahuan menunjukkan kemampuan mengingat kembali materi
pembelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya. Contoh:
1)
Siswa dapat
menyebut kembali nama-nama materi dalam kabinet gotong-royong.
2)
Siswa dapat
menggambarkan struktur kelembagaan negara Indonesia.
b.
Pemahaman (Understand)
Pemahaman setingkat lebih tinggi daripada
pengetahuan. Pemahaman menunjukkan kemampuan memahami materi pembelajaran
sehingga mampu menjelaskan atau membedakan sesuatu. Contoh:
1) Siswa dapat menjelaskan tentang cara menanggulangi
bahaya banjir.
2) Siswa dapat mengkaji ulang akibat penggundulan
hutan.
c.
Penerapan (Aplication)
Penerapan adalah kemampuan menerapkan materi
pembelajaran yang sudah dipelajari ke dalam suatu keadaan yang baru. Contoh:
1) Siswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola
dengan benar.
2) Siswa dapat mengerjakan tugas pekerjaan rumah yang
telah diajarkan guru di sekolah
d.
Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu menjadi
bagian-bagian, sehingga antar bagian itu dapat dimengerti. Contoh:
1) Siswa dapat mengiventarisir kewajiban sebagai
warga negara Indonesia.
2) Siswa dapat menganalisis sejauhmana hasil dikusi
mereka tentang kewajiban dan hak sebagai warga negara Indonesia.
e.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan siswa untuk membuat
penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk, atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu. Contoh:
1)
Siswa dapat
memilih kegiatan sesuai dengan bakatnya dari kegiatan pilihan yang telah
ditetapkan sekolah.
2)
Siswa dapat
mengoreksi latihan conversationnya melalui rekaman tape.
2.
Domain
afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional
yaitu perasaan, sikap, dan nilai. Tahapan domain afektif ada lima yaitu
meliputi:[6]
a) Tingkat Menerima (Receiving)
Tingkat menerima merupakan keinginan untuk
memperhatikan suatu gejala atau rangsangan tertentu seperti kegiatan membaca
buku, mendengar musik atau bergaul dengan orang yang mempunyai ras berbeda.
Contoh:
1) Kemauan seorang siswa untuk mendengar berita di
televisi dengan sungguh-sungguh tentang bencana banjir yang melanda negara
Ceko.
2) Kesadaran para siswa bahwa kesulitan-kesulitan
yang ditemui selama belajar adalah tantangan bagi masa depannya.
b) Tingkat Tanggapan (Responding)
Tingkat tanggapan merupakan dorongan untuk
memberikan tanggapan terhadap suatu fenomena atau rangsangan. Contoh:
1) Para siswa kelas X SMA hadir pada diskusi yang
dilaksanakan oleh kakak tingkat mereka dengan topik bahaya narkoba dan
pengaruhnya terhadap masa depan remaja.
2) Para siswa aktif memperdebatkan masalah yang
dilontarkan gurunya.
c) Tingkat Menilai (Valuing)
Tingkat menilai dapat diartikan sebagai pengakuan secara
objektif (jujur) bahwa siswa itu objek, sistem atau benda tertentu mempunyai
kadar manfaat.Atau bisa juga diartikan sebagai kemampuan untuk menerima suatu
objek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa objek tersebut mempunyai
nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku
positif ataupun negatif. Contoh:
1) Seorang siswa sedang memilih bahan baju dari
sekian banyak corak dan warna yang ada serta ia anggap sesuai untuk dipakai di
hari ulang tahunnya.
2) Pada waktu siswa sedang membicarakan peranan
wanita dalam politik mereka pada umumnya memuji kehebatan Megawati Soekarno
Putri.
d) Tingkat Organisasi (Organization)
Tingkat organisasi merupakan suatu
konseptualisasi tentang suatu nilai, suatu organisasi dari suatu sistem nilai.
Contoh:
1) Seorang siswa memutuskan untuk hadir pada
pertemuan kelompok, walaupun pada jam yang sama di televisi ada program film
horor yang menarik. Padahal ia seorang penggemar film tersebut.
2) Pada hari minggu yang sama seseorang menerima dua
undangan ulang tahun sahabatnya yang diselenggarakan di dua tempat yang relatif
berjauhan, namun demikian ia tetap datang pada kedua acara tersebut.
e) Tingkat Karakterisasi (Characterization)
Karakterisasi merupakan sikap dan perbuatan
yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang
dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi
ciri-ciri perilakunya. Contoh:
1) Walaupun pak Marzuki sebagai pimpinan proyek non
fisik yang terbuka kemungkinan membuat kwitansi piktif untuk pembelian barang,
tetapi ia tetap tidak mau berbuat tidak jujur sekalipun tidak ada orang yang
mengetahuinya.
2) Pak Eko adalah orang kaya, setiap tahun ia
membagi-bagikan zakatnya kepada orang yang berhak menerima, karena ia percaya
dengan ajaran agama Islam bahwa di dalam hartanya (memenuhi ketentuan nisab)
ada hak orang lain.
- 3. Domain psikomotor, berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau grakan-gerakan fisik. Domain psikomotor ini meliputi:[7]
a. Gerakan Seluruh Badan (Gross Body Movement)
Gerakan seluruh badan adalah perilaku seseorang
dalam suatu kegiatan yang memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh. Contoh:
1) Siswa sedang senam mengikuti irama musik.
2) Siswa sedang bermain sepak takraw.
b. Gerakan Yang Terkoordinasi (Coordination
Movements)
Gerakan yang terkoordinasi adalah gerakan yang
dihasilkan dari perpaduan antara fungsi salah satu atau lebih indera manusia
dengan salah satu anggota badan. Contoh:
1) Seorang yang sedang berlatih menyetir.
2) Seorang yang sedang berenang.
c. Komunikasi Nonverbal (Nonverbal Communication)
Komunikasi nonverbal adalah hal-hal yang
berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau isyarat.
Contoh:
1) Perilaku seseorang yang mengacungkan ibu jarinya
tanda salut.
2) Perilaku seseorang yang sedang mengirim kode-kode
dengan jari tangan.
d. Kebolehan Dalam Berbicara (Speech Behaviour)
Kebolehan dalam berbicara dalam hal-hal yang
berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau anggota badan lainnya dengan
ekspresi muka dan kemampuan berbicara. Contoh:
1) Perilaku seorang guru di depan kelas.
2) Perilaku seorang yang sedang kampanye partai di
dalam pemilihan umum.
D. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan Jenis
Pengorganisasian Kurikulum
Separated
Subject Curriculum (Kurikulum Terpisah-Pisah)
Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran
yang terpisah dan tidak mempunyai kaitan sama sekali. Sehingga banyak jenis
mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Jumlah mata pelajaran yang
diberikan cukup bervariasi bergantung pada tingkat dan jenis sekolah yang
bersangkutan. Dalam praktek penyampaian
pengajarannya, tanggung jawab terletak pada masing-masing guru atau pendidik
yang menangani suatu mata pelajaran yang dipegangnya. Tujuan pembelajaran
dengan menggunakan kurikulum ini adalah siswa
mampu membekali diri dalam menghadapi masalah-masalah yang terjadi dalam
hidupnya secara logis dan sistematis.[8]
2Correlated
Curriculum (Kurikulum Berhubungan)
Kurikulum berhubungan adalah kurikulum yang menunjukkan
adanya hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya. Tujuan pembelajaran
dengan menggunakan kurikulum ini adalah mencegah siswa memiliki penguasaan yang
terlalu banyak yang dapat menyebabkan pengetahuannya menjadi dangkal dan lepas-lepas
sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan dan tidak fungsional.[9]
3.
Integrated
Curriculum (Kurikulum Terpadu)
Kurikulum bentuk integrated berbeda dengan kurikulum bentuk correlated
curriculum yang hanya mengubungkan antara beberapa mata pelajaran dan masing-masing masih mempertahankan atau
menampakkan eksistensinya. Integrated curriculum benar-benar
menghilangkan batas-batas diantara berbagai mata pelajaran itu. Tujuan
pembelajaran dengan menggunakan kurikulum ini adalah bersifat fleksibel,
artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang sama antara siswa yang satu
dengan siswa lainnya.[10]
E. Tujuan Pembelajaran Dalam Berbagai Macam Model
Kurikulum
1.
Kurikulum
Humanistik
Dalam sebuah kurikulum humanistik, kurikulum memiliki
peranan untuk menyiapkan peserta didik dengan berbagai pengalaman naluriah yang
sangat berperan dalam perkembangan individu. Tujuan pembelajaran dengan
menggunakan kurikulum humanistik ini yaitu agar siswa mampu menyadari potensi
diri sendiri dan orang lain, serta dapat mengembangkan potensi tersebut.[11]
2.
Kurikulum
Rekontruksi Sosial
Kurikukulum rekontruksi sosial merupakan salah satu aliran
pendidikan interaksionis yang keberadaannya dimulai sekitar 1920 dan
diperkenalkan oleh Herold Rug. Kurikulum ini timbul karena Herold Rug memandang
adanya kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.[12] Tujuan
pembelajaran dengan kurikulum
rekontruksi sosial adalah siswa diharapkan mampu menghadapi tantangan, ancaman,
serta hambatan yang terjadi di lingkungan sosial, sehingga dapat menjadi bukti bahwa
sekolah tidak lepas dari peran masyarakat karena pada dasarnya sekolah
merupakan salah satu tempat interaksi sosial yang disebut murid.[13]
3.
Kurikulum
Teknologi
Kurikulum Teknologi merupakan kurikulum yang mengedepankan
pembentukan kemampuan psikomotor, dengan bahan-bahan pelajaran yang telah
dipilih sesuai kesepatakan pihak lembaga pendidikan. Tujuan Pembelajaran dengan
kurikulum teknologi ialah:
a. Siswa mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang bersifat dinamis
secara menyeluruh.
b. Siswa mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, apakah
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi atau persiapan untuk belajar di
masyarakat. Hal ini diperlukan mengingat sekolah tidak mungkin memberikan semua
yang diperlukan siswa atau yang menarik minat siswa.
c. Siswa mampu memahami dan menerima dirinya sehingga
dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Ini dapat dilakukan bila mereka
menyadari kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya, sehingga ia sendiri yang
memperbaiki kelemahan dan mengembangkan sendiri potensi yang ada pada dirinya.[14]
4.
Kurikulum Akademik
Kurikulum akademik merupakan kurikulum yang
mengorientasikan akal dan pikiran yang
sangat mempengaruhi mata pelajaran yang akan disampaikan. Tujuan pembelajaran dengan
menggunakan kurikulum akademik yaitu agar siswa sebagai anggota masyarakat
mampu mengikuti perkembangan disiplin ilmu serta mampu menjadi seorang ahli
dalam bidang tertentu yang telah dikuasainya.[15]
F. Macam-Macam Tujuan Pembelajaran Dalam KTSP
Secara umum
tujuan pembelajaran dalam sebuah kurikulum dibedakan menjadi dua, yang
sampai sekarang masih dianut oleh sebagian besar pendidik, kata pembelajaran
dapat juga diganti dengan kata instruksional sebagai berikut:[16]
1.
Tujuan
instruksional umum atau kompetensi dasar
yang sering disingkat menjadi KD dalam KTSP. Dalam bahasa asing biasa disebut
dengan goal, terminal objective, dan target objective. Tujuan terminal
melukiskan hasil belajar utama dalam istilah perilaku yang semula disebut dalam
tujuan umum. Lebih dari satu tujuan terminal diperlukan untuk mencapai satu
tujuan umum. Tujuan instruksional umum
adalah perilaku akhir yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil proses
belajar, latihan atau proses pendidikan lainnya yang dinyatakan dalam kalimat
aktif yang operasional, dan mempunyai kandungan maksud yang relatif luas
dibanding tujuan instruksional khusus.
2.
Tujuan
instruksional khusus atau indikator dalam KTSP, yang dalam istilah asing
dikenal dengan enabling objectives, subordinate objectives, dan
supportive objectives (tujuan memungkinkan, tujuan bawahan, tujuan
penyangga). Tujuan penyangga melukiskan perilaku khusus (kegiatan tunggal atau
langkah tunggal) yang harus dipelajari atau ditampilkan supaya tercapainya
tujuan terminal. Makna indikator adalah perilaku yang ingin dicapai oleh anak
didik pada waktu proses belajar mengajar sedang dilakukan. Apabila dari
kandungan dan kedudukan antara kedua tujuan, tujuan instruksional khusus adalah
penjabaran dari tujuan umum. Berarti kompetensi dasar dan hasil penjabarannya
harus seluas cakupan kompetensi dasar.
Adapun contoh dari kedua tujuan tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Tujuan
instruksional umum/kompetensi dasar adalah agar pada akhir kuliah mahasiswa
dapat merumuskan tujuan instruksional/kompetensi dasar dan indikator untuk
suatu topik tertentu.
2.
Tujuan
instruksional khusus /indikator adalah agar selama proses belajar tentang KD
mahasiswa dapat:
a. Membuat definisi tujuan instruksional
umum/kompetensi dasar dan indikator.
b. Menyebutkan isi masing-masing kawasan taxonomi
tujuan instruksional Bloom dan Krathwool.
c. Menjelaskan makna tujuan pembelajaran/kompetensi
dasar dari setiap tingkat pada kawasan kognitif lengkap engan contohnya.
d. Menjelaskan makna tujuan instruksional/kompetensi
dasar dari setiap tingkat kawasan afektif lengkap dengan contohnya.
e. Menjelaskan makna tujuan instruksional/kompetensi
dasar dari setiap aspek kawasan psikomotor, lengkap dengan contohnya.
f. Menyebutkan beberapa kata kerja aktif yang dapat
dipakai untuk masing-masing tingkat pada kawasan kognitif, afektif, dan
psikomotor.
g. Menjelaskan baik tulisan maupun lisan hubungan antara
tujuan instruksional umum dan khusus, dan kegiatan belajar.
h. Menjelaskan keuntungan dan kelemahan diterapkannya
tujuan instruksional/kompetensi dasar dalam kegiatan belajar mengajar.
i.
Membuat
contoh tujuan instruksional umum/kompetensi dasar dan indikator untuk suatu
topik bahasan dengan tepat.
j.
Membat contoh
rumusan tujuan instruksional model Mager.
k. Memberikan alasan mengapa tujuan instruksional
model Mager sekarang kurang populer.
Dari contoh kompetensi dasar dan indikator
tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi dasar mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:[17]
1.
Merupakan
pernyataan yang lebih umum dibanding indikator.
2.
Cakupan luas
tapi cukup menggunakan satu kata kerja operasional yang dalam kalimat tersebut
digunakan “merumuskan”.
1.
Merupakan
penjabaran dari kompetensi dasar sehingga indikator menjadi banyak.
2.
Juga selalu
menggunakan kata kerja operasional seperti: menyusun, menjelaskan, menyebutkan,
membuat contoh dan sebagainya.
3.
Isi indikator
harus selaras dengan cakupan pada kompetensi dasar.
1.
Untuk
mengungkapkan kemampuan atau keterampilan apa yang perlu dikuasai oleh sasaran
didik selama dan sesudah proses belajar.
2.
Agar proses
belajar mengajar dapat dimulai dari materi belajar yang mudah ke materi yang
sulit dan seterusnya hingga materi belajar yang tersulit (hierarki belajar).
3.
Agar
diperoleh gambaran tentang luas cakupan materi yang akan diajarkan.
G. Pola Penulisan Tujuan Pembelajaran
Tata bahasa merupakan unsur yang perlu
diperhatikan dalam menulis tujuan. Sebab dari unsur tersebut dapat dilihat
konsep atau proses berfikir seseorang dalam mengungkapkan ide-idenya. Bahasa
yang dipergunakan mudah
dimengertikan oleh orang, singkat, dan padat.
Sehubungan dengan teknis penulisan tersebut, Robert
F. Mager (1962) menyatakan cara penulisan tujuan instruksional harus dibuat
dalam bahasa yang jelas, maksudnya tanpa diberi penjelasan tambahan apapun
pembaca (guru, siswa, atau sasaran anak didik) sudah dapat menangkap maksudnya.
1.
Menyatukan
apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa
yang sebaiknya dikuasainya pada akhir atau sesudah pelatihan.
2.
Perlu
dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku
tersebut.
3.
Perlu ada
petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Demikian juga A. Tresna Sastrawijaya menjelaskan
prosedur penulisan tujuan instruksional khusus yang dikenal juga dengan tujuan
penampilan, tujuan perilaku, sasaran belajar. Tujuan ini merupakan pertanyaan
yang tepat dan menjawab pertanyaan “Apa yang harus dilakukan siswa, apa yang
diharapkan, apa yang harus dikuasai, dan untuk apa mereka mempelajarinya?”
Berdasarkan uraian dan elemen tersebut, maka
tujuan instruksional sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD format, artinya:[21]
A: Audience (petatar, siswa, sasaran,didik lainnya)
B: Behaviour (perilaku yang dapat diamat sebagai hasil belajar)
C: Condition (persyaratan
yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai)
D: Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima, sebagai
ukuran hasil belajar siswa)
KESIMPULAN
1.
Implikasi
dari adanya keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dan kegiatan belajar siswa
tersebut adalah disusunnya tujuan pembelajaran yang dapat menunjang tercapainya
tujuan belajar. Muatan-muatan yang termakub juga dalam tujuan pembelajaran.
2.
Dengan adanya
tujuan pembelajaran guru maupun siswa dapat menyiapkan diri baik pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap untuk mengikuti proses pembelajaran secara aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan. Rumusan tujuan pembelajaran yang jelas juga
sangat diperlukan oleh guru dan penyelenggaraan pendidikan untuk merancang dan
menyediakan administrasi, sarana dan prasarana serta dukungan lain yang
diperlukan.
3.
Menurut Bloom tujuan
pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam domain kognitif, domain afektif,
dan domain psikomotorik.
4.
Tujuan pembelajaran apabila
dilihat dari jenis pengorganisasian kurikulum maupun dilihat dari jenis
berbagai macam model kurikulum, masing-masing memiliki tujuan pembelajaran yang
berbeda-beda.
5.
Tujuan pembelajaran atau
tujuan instruksional dalam KTSP dibedakan menjadi dua yaitu tujuan
instruksional umum yang sering disebut dengan kompetensi dasar, serta tujuan instruksional
khusus yang sering dinamakan dengan indikator.
6.
Tujuan
instruksional sebaiknya dinyatakan dalam bentuk ABCD format.
7.
Silabus dalam
KTSP tersedia dalam bentuk dua format.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2002.
Arikunto, Suharsimi, Lia Yuliana, Manajemen
Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media Yogyakarta, 2008.
B. Yuno, Hamzah, Perencanaan Pembelajaran,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan
Kurikulum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.
Hamalik, Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan
Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran,
Jakarta:Bumi Aksara, 2010.
Imron, Ali, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya, 1996.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan
Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
M. Chan, Sam, Kebijakan Pendidikan Era
Otonomi Daerah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi, Bandung: Alfabeta, 2008.
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran,
Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Suparman, M Atwi, Desain Instruksional. Jakarta: Universitas
Terbuka, 2004.
Yamin, Martinis, Desain Pembelajaran
Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta,
2008.