PENDAHULUAN
Umat Islam
adalah umat yang hidup berdasarkan agama, mereka selalu kembali kepada sumber
ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Sumber ajaran tersebut adalah al-Quran
dan al-Hadis. Al-quran adalah sumber ajaran islam yang pertama, dan al-Hadis
adalah sumber keduanya. Kaum muslimin dalam menetapkan hukum agama kembali
kepada al-Quran pertama-tama, kemudian apabila mereka tidak mendapatkan
kejelasan hukum agama dalam al-quran, mereka kembali kepada al-hadis.
Pemeluk agama
islam yang kembali kepada al-hadis dalam menetapkan hokum agamanya setelah ia
tidak mendapatkan hukumnya dalam al-quran, maka ia harus berhati-hati dalam
mengambilnya karena hadis itu bermacam-macam strata kehujjahanya. Ada hadis
yang kuat untuk dijadikan dalil dalam beragama, ada pula hadis yang lemah untuk
dijadikan sebagai landasan agama, bahkan hadis itu dilarang untuk dijadikan
sebagai pijakan dalam masalah agama.
Hadis yang
sering dilarang untuk dijadikan landasan berhujjah dalam agama adalah hadis
yang termasuk dalam tingkatan doif atau lemah. Hadis ini adalah hadis yang
tidak memenuhi syarat-syarat hadis shohih, dimana hadis shohihlah yang
pertama-tama diambil dalam urusan agama islam setelah umat islam tidak lagi
mendapatkan landasan hukumnya dalam al-quran, sebagaimana kesepakatan para
ulama islam.
Urusan agama
islam itu banyak sekali, diantaranya ; urusan
akidah, urusan ibadah, urusan mu’amalah, urusan ahlak dan lain sebagainya.
Suatu hal yang ideal dalam urusan ibadah dan ahlak apabila setiap umat islam mencotoh rosululloh
shollallohu’alaihi wa salam. Artinya, umat islam harus kembali kepada hadis
untuk mendapatkan kejelasan bagaimana ia harus menjalankan ibadah dan
berahklak.
Setiap bentuk
ibadah dalam islam dan perilaku akhlak orang islam harus didasarkan pada hadis
rasul, sekalipun hadis itu do’i>f.
Tetapi para ulama islam banyak yang berbeda pendapat dalam menggunakan hadis do’i>f untuk dijadikan sebagai landasan dalam tata cara ibadah dan
berperilaku akhlak. Diantara mereka ada yang membolehkan mengambil hadis do’i>f sebagai landasan ibadah dan berakhlak dan sebagian mereka menolak
hadis do’i>f untuk dijadikan landasan beribadah dan berakhlak.
Perbedaan para
ulama islam dalam perkara ini telah mengundang pertentangan diantara umat
islam. Agar pertentangan umat islam dalam pengambilan hadis do’i>f sebagai landasan ibadah dan akhlaknya tidak merugikan kesatuan
umat islam dan persaudaraan, sebaiknya perlu pembelajaran dan pemahan terhadap
hadis doif itu sendiri, agar umat islam tidak jahil dan mantap terhadap
permasalahan agama dengan hadis do’i>f. Tulisan berikut ini semoga membantu umat islam untuk memahami
hadis do’i>f dan mengetahui kehujahanya dalam masalah ibadah dan akhlaknya,
amin.
PEMBAHASAN
A. Pengertian hadis d}o’i>f
Kata d}o’i>f menurut bahasa, berarti lemah, sebagai lawan dari qowy (yang kuat).
Sebagai lawan kata dari s{ahih, kata d{a’if juga berarti saqim (yang
sakit). Maka, sebutan hadis d{oif secara bahasa berarti hadis yang lemah, yang
sakit, dan yang tidak kuat. Secara terminology, para ulama mendefinisikan
dengan redaksi yang beragam, meskipun maksud dan kandungannya sama. Al-Nawawi dan al-Qasimi mendefinisikan
hadis d{aif dengan :
مَا لَمْ
يُوْجَدْ فِيْهِ شُرُوْطُ الصِّحَّةِ وَ لاَ شُرُوْطُ الْحَسَنِ.
“hadis yang
di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis sahih dan syarat-syarat hadis
hasan”>.[1]
Muhammad
‘Ajjaj al-khathib menyatakan bahwa definisi hadis d{aif adalah :
كُلُّ
حَدِيْثٍ لَمْ تَجْتَمِعْ فِيْهِ صِفَةُ الْقَبُوْلِ
“segala
hadis yang di dalamnya tidak terkumpul sifat-sifat hadis maqbul”[2]
Mahmud
Tohhan mendefinisikan d{oif sebagai berikut :
الضعيف لغة
: ضد القوى، و الضعف حسي و معنوي، و المراد هنا الضعف المعنوي
و اصطلاحا
هو ما لم يجمع صفة الحسن، بفقد شرط من شروطه
“D{oif
secara bahasa adalah lawan kuat, dan d{oif itu ada yang hissiy dan ma’nawi ,
dan yang dimaksud denganya disini adalah d{oif ma’nawiy. Dan secara istilah ia
adalah hadis yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat hadis hasan, karena sebab
hilangnyasatu syarat dari syarat-syarat hadis
hasan”.[3]
Baiquni
dalam Mandhumahnya menyebutkan pengertian hadis doif dengan nadhom berikut :
وكل ما عن
رتبه الحسن قصر فهو الضعيف و هو أقسام
كثر
“Dan setiap
hadis yang urutanya tidak sampai pada hasan maka ia hadis d{oif dan ia punya
banyak macam”[4]
Pengertian
lain dari hadis d{o’if adalah :
كُلُّ
حَدِيْثٍ لَمْ تَجْتَمِعْ فِيْهِ صِفَات الحديث الصحيح و لا صفات الحديث الحسن.
“Setiap
hadis yang tidak terkumpul di dalamnya sifat-sifat hadis shohih dan juga
siat-sifat hadis hasan”[5]
هو الذي عن
صفة الحسن خلا {وهو على مراتب قد جعل}[6]
Ulama
dhofar ahmad al utsmaniyy al tama<nawiyy mengutip ucapan Ibnu Taimiyyah
menjelaskan hadis d{o’if sebagai berikut :
وقال الحافظ ابن تيمية : إثبات الحسن اصطلاح الترميذي.
وغير الترميذي من أهل الحديث ليس عندهم إلا صحيح و ضعيف: و الضعيف عندهم ما انحط
عن درجة الصحيح، ثم قد يكون متروكا وهو أن يكون متهما {بالكذب} أو كثير الغلظ: و قد يكون حسنا بأن لا يتهم
بالكذب، وهذا معنى قول أحمد:و العمل بالضعيف أولى من القياس.
Al
ha>fid ibnuTaimiyyah mengatakan istilah hasan itu ketetapan istilah Tirmidhi . danahlul hadis selain al Tirmidhi mereka membagi hadis ke
dalam s}ah}ih dan d}o’i>f saja. Dan h}adi>th d}o’i>f itu adalah hadis
yang turun dari tingkatan derajat hadis s}oh}i>h}. Kadang kadang hadis itu
adalah hadis matruk karena sebab perowinya dituduh dengan pembohong atau karena
sebab perowinya banyak lupa. Dan juga bias menjadi h}adis h}asan karena sebab
perowinya tidak dituduh dengan pemboohong.[7]
Dari
banyak pengertian dan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadi>s
d}o’i>f adalah hadi>s yang tidak terkumpul didalamnya syarat-syarat hadis
sohih dan syarat-syarat hadis hasan
B. Kriteria-kriteria H{adi>th D{o’i>f[8]
H{adi>th
D{o’i>f adalah h}adi>s yang tidak memenuhi syarat-syarat h{adi>th
s}oh}i>h} dan syarat-syarat h}adi>th h}asan. Telah disepakati bahwa
criteria-kriteria h}adith s}oh}ih} sebagaimana berikut : (1) sanadnya
bersambung; (2) periwayat ‘a>dil; (3) periwayat d}o>bit; (4) terlepas
dari sha>d; (5) terhindar dari ‘illat . Adapun criteria h}adith h}asan
adalah (1) sanadnya bersambung; (2)
periwayat ‘a>dil (3) periwayat kurang d}o>bit}; (4) terlepas dari
sha>d; dan (5) terhindar dari ‘illat.
Berdasar
syarat-syarat h}adi>th }s}oh}i>h} dan syarat-syarat h}adi>th h}asan di
atas, maka criteria-kriteria h}adi>th d}o’i>f adalah: (1) sanadnya
terputus; (2) periwayatnya tidak ‘a>dil; (3) periwayatnya tidak d}o>bit};
(4) mengandung sha>d; (5) mengandung ‘illat
C. Macam-macam h}adi>th d}o’i>f[9]
1. H{adi>th
d}o’i>f karena sanadnya terputus
a. H{adi>th Mu’allaq
H{adi>th mu’allaq
adalah h}adi>th yang terputus di awal sanad. Kata muallaq secara bahasa
berarti tergantung. Sebagian ulama menyatakan, kata mu’allaq yang secara bahasa
berarti bergantung itu diambil pemakaian istilah ta’liq al-thala>q (cerai gantung) dan ta’liq al-jida>r
(dinding sntung) karena ada unsure kesamaan dalam keterputusan.[10]
Secara terminology ,
hadis muallaq adalah hadis yang periwayatannya di awal sanad (periayatan yang
disandarkan oleh penghimpun hadis)gugur atau terputus seorang atau lebih secara
berurutan.[11]
Contoh hadis muallaq
adalah riwayat al-Bukhari dengan perbandingan sanad dari Abu Dawud :
باب من اغتسل عريانا وحده في الخلوة و من ستر فالستر
أفضل وقال بهز من أبيه عن أبيه عن جده عن النبي صلى الله عليه وسلم الله أحق أن
يستحيا منه من الناس. {رواه البخاري}
حدثنا عبد الله بن سلمة ثناأبي ح و ثنا بن بشار ثنا يحي
نحوه عن بهزبن حكيم عن أبيه عن جده قال قلت يا رسول الله عوراتنا ما نأتي منها وما
نذر قال احفظ عوراتك إلا من زوجتك أو ما ملكت يمينك قال قلت يا رسول الله إذا كان
القوم بعضهم في بعض قال ان استطعت أن لا يرينها أحد فلا يرينها قال قلت يا رسول
الله إذا كان أحدنا خاليا قال الله أحق أن يستحيا منه من الناس. {رواه أبو داود}
Pada riwayat al-Bukhari disbanding dengan riwayat Abu Dawud terlihat
bahwa riwayat al-Bukhori berstatus mu’allaq, ada dua periwayat sebelum
al-Bukhari yang tidak tercantum. Al-Bukhari langsung meriwayatkan dari Bahz bin
Hakim padahal Bahz hidup dua generasi sebelumnya. Dua generasi periwayat
sesudah generasi Bahz adalah Yazid bin Harun, Abu Usamah, Maslamah, dan Yahya.
Generasi berikutnya adalah Abu Bakar bin Abi Syaibah, ‘Abd Allah bin Maslamah,
Ibn Basyar, dan ‘Amr bin’Ali. Disusul kemudian para mukharrij hadis, yaitu Ibn
Ma>jah, al-Bukhari, Abu Dawud, dan al-Nasa’i.
b. H{adi>th munqoti’
H{adi>th munqoti’ adalah h}adi>s yang sanadnya
teputus di bagian mana saja, baik pada sanad terakhir atau periwayat pertama
(sahabat) maupun bukan sahabat (Selain periwayat pertama)
Contoh
حدثنا علي بن حجر حدثنا إسماعيل بن إبراهيم عن ليث عن
عبد الله بن الحسين عن أمه فاطمة بنت الحسين عن جدتها فاطمة الكبرى قالت كان رسول
الله لى الله عليه وسلم إذا دخل المسجدصلى على محمد و سلم و قال رب اغفرلي ذنوبي
وافتح لي أبواب رحمتك و إذا خرج سلى على محمد و سلم و قال رب اغفر لي ذنوبي وافتح
لي أبواب فضلك.
H{adi>th di atas munqoti’ sebab Fatimah binti
Husayn tidak bertemu dengan Fatimah binti Rasululloh yang dikenal dengan
Fatimah al-Zahra’ atau Fatimah al-Kubra yang meninggal satu bulan stelah
Rasulullah wafat. Sedang Fatimah binti Husayn, cucunya, saat itu belum lahir.
Karena itu , mustahil ia meriwayatkan h}adi>th tersebut dari neneknya itu.
Jelas ada periwayat yang diragukan.
c. H{adi>th mu’an’an dan muannan
Kata al-mu’an’an merupakan bentuk maf’u>l dari kata
‘an’ana yang berarti periwayat berkata ,عن،عن (dari …,dari…) Secara bahasa berarti
pernyataan periwayat : si anu dari si anu. Kata al-muannan berasal dari kata
annana yang berarti berkata: أنّ، (Bahwa)….أنّ(bahwa) yang menunjukkan bahwa periwayat
meriwayatkan h}adi>th dari periwayat lain dengan menggunakan metode أنّ.
d. H{adi>th Mu’d}al
Kata mu’d}al berasal dari kata kerja ‘adhala yang
berarti melemahkan , melelahkan, menutup rapat atau menjadikan bercacat. Kata
mu’d}al digunakan untuk jenis h}adi>th tertentu karena pada h}adi>th itu
ada bagian sanadnya yang lemah, tertutup, atau cacat. Secara terminology,
menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, h}adi>th mu’adhal adalah hadis yang gugur
dua orang sanadnya atau lebih secara berturut-turut
Contoh h}adi>th mu’d}al dapat dilihat dalam kitab
al-Muwat}t}a’ karya Ima>m Ma>lik sebagai berikut
حدثني مالك أنه بلغه أن أبا هريرة قال قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم للمملوك طعامه و كسوته بالمعروف ولا يكلف من العمل إلا ما يطيق
H{adi>th tersebut diketahu berstatus mu’d}al karena
tidak mungkin Ma>lik ibn Anasmenerima h}adi>th langsung dari Abu
Hurayrah. Kemungkinan ada dua orang periwayat atau lebih yang gugur dari sanad
e. H{adi>th Mussal
Sebuat h}adi>th disebut mursal apabila diriwayatkan
oleh ta>bi’I langsung dari Nabi tanpa menyebut sahabat. Kata mursal secara
bahasa berarti lepas atau tercerai dengan cepat atau tanpa halangan. Kata ini
kemudian digunakan untuk h}adi>th tertentu yang periwayatnya ‘malepaskan’
h}adi<th terlebih dahulu mengaitkannya kepada sahabat yang menerima
h}adi>th itu dari Nabi.
f. H{adi>th Mawqu>f dan H{adi>th maqt}u’
H{adi<th maqt}u’ adalah h{adi>th yang
disandarkan kepada sahabat Nabi atau h}adi>th yang diriwayatkan dari para
sahabat berupa perkataan , perbuatan, atau persetujuan. Dan penyandaran ini
tidak sampai pada Nabi s}alla al-Alla>h ‘alaih wa sallam. Berhubung matan
h}adi>th tidak disandarkan pada Nabi maka h}adi>th mawqu>f termasuk
kategori h}adi>th d}a’i>f yang tidak dapat dijadikan h}ujjah.
H{adi>th maqt}u>’ berasal dari kata qat}a’a
lawan kata was}ala (menghubungkan). Secara istilah berarti h}adi>th yang
disandarkan kepada seorang ta>bi’i>n atau sesudahnya baik perkataan atau
perbuatan, atau h}adi>th yang diriwayatkan dari para ta>bi’i>n berupa
perkataan, perbuatan, atau ketetapan. Dengan kata lain, h}adi>th maqt}u>’
adalah perkataan, perbuatan, atau ketetapan ta>bi’i>n atau orang-orang
sesudahnya. Sebagaimana h}adi>th mawqu>f, h}adi>th maqt}u>’
berstatus lemah dan karenanya tidak dapat dijadikan h}ujjah meskipun betul
h}adi>th itu berasal dari ta>bi’i>n. Hanya saja, menurut Mah}mu>d
al-Tah}h}a>n, jika terdapat qari>nah yang menunjukkan bahwa h}adi>th
itu marfu>’, maka dapat dijadikan h}ujjah karena berstatus h}adi>th
marfu>’ yang mursal.
2. H{adi>th D{o’i>f karena periwayatnya tidak
‘a>dil
Yang termasuk bagian h}adi>th ini adalah :
a. H{adi>th Mawd{u>’
Adalah h}adi>th dusta yang dibuat-buat dan
dinisbatkan kepada Rasu>lullo>h. SEcara istilah h}adi>th mawd{u>’
adalah pernyataan yang dibuat seseoang kemudian dinisbahkan pada Nabi
s}ollallo>hu ‘alaihi wa sallam. H{adi>thmawd{u>’ dicipta oleh pendusta
disandarkan pada Rasu>lullo>h untuk memperdayai.
b. H{adi>th matru>k
H{adi>th matru>k adalah h}adi>th yang
diriwayatkan oleh periwayat yang tertuduh sebagai pendusta. Menurut Mahmu>d
al-T{ah}h}an, sebab periwayat tertuduh dusta adalah : (1) h}adi>th yang
diriwayatkan tidak diriwayatkan kecuali
dari periwayat itu dan bertentangan
dengan kaidah kaidah yang telah diketahui (al-qowa>’id al-mu’lamah), yaitu
kaidah-kaidah umum yang di istinbat} –kan oleh para ulama dari sekumpulan
nas}-nas} umum yang s}ah}ih}. (2) Diketahui periwayat berdusta dalam
pembicaraan keseharian, tetapi belum terbukti pernah berdusta tentang
h}adi>th Nabi.
c. H{adi>th Munkar
H{adi>th munkar berasal dari kata al-inka>r
(mengingkari) lawan dari al-iqra>r (menetapkan). Kata munkar digunakan untuk
h{adi>th yang seakan mengingkari atau berlawanan dengan h}adi>th lain
yang lebih kuat, h{adi>th munkar didefinisikan dengan : (1) H{adi>th yang
dalam sanadnya terdapat periwayat yang mengalami kekeliruan yang parah,
banyakmengalami kesalahan, dan pernah berbuat fasik; (2) H{adi>th yang
diriwayatkan oleh periwayat yang d}o’i>f bertentangan dengan riwayat
periwayat yang thiqoh.
3. H{adi>th D{o’i>f karena periwayatnya tidak
D{abit}
Diantara h}adi>th jenis ini adalah:
a. H{adi>th Mudallas
Yaitu h{adi>th yang terdapat di dalamnya tipuan
atau cacat. Menurut istilah, h{adi>th mudallas adalah h}adi>th yang
diriwayatkan dengan cara yang diperkirakan bahwa hadi>th itu tidak bercacat.
Periwayat yang menyembunyikan cacat disebut almudallis, h}adi>thnya disebut
al-mudallas, dan perbuatan menyembunyikan disebut al-tadli>s
b. H{adi>th Mudraj
Kata mudraj berasal dari kata adraja (menyisipkan)
seperti kata : ادرجت الشيء
إلى الشيء إذا ادخلته فيه و ضمنته إياه
(Aku menyisipkan sesuatu kepada sesuatu, jika aku memasukkan dan
mengumpulkan nya dengan sesuatu yang lain itu). Menurut istilah ilmu
h{adi>th , mudraj adalah hadis yang bentuk sanadnya diubah atau ke dalam
matanya dimasukkan sesuatu kata atau kalimat yang sebetulnya bukan bagian dari
hadis tersebut tanpa ada tanda pemisah.
c. H{adi>th maqlub
H{adi>th maqlub adalah hadis yang di dalamnya
periwayat menukar suatu kata atau
kalimat dengan kata atau kalimat yang lain.
Menurut Subh}a>n al-s{a>lih}, ketertukaran atau
keterbalikan pada hadis maqlu>b terjadi pada nama periwayat atau nasabnya
dalam sanad atau penyebutan lafal pada matan.Dalam hal ini periwayat
mendahulukan apa yang seharusnya diakhirkan dan mengakhirkan apa yang
seharusnya didahulukan, serta meletakkan sesuatu di tempat sesuatu yang lain.
d. H{adi>th Mazi>d.
Jika sebuah h{adi>th mendapat tambahan kata atau
kalimat yang bukan berasal dari
h{adi>th itu baik pada sanad maupun matan, maka hadis itu disebut
h}adi>th mazi>d. Kata mazi>d sendiri merupakan isim maf’u>l dari
kata al-ziya>dah (tambahan). Tambahan dapat terjadi pada sanad atau matan. Tambahan pada sanad dilakukan
dengan menambah nama periwayat atau me-marfu’-kan hadis mawqu>f atau
memawsu>lkan hadis mursal.
e. H{adi>th Mud{t}orib
Kata al-mud}t}orib berasal dari kata al-id{t}ira>b
yang berarti kekacauan sesuatu atau kerusakan aturan.nya. Menurut istilah,
mud{t}arib adalah hadis yang diriwayatkan dengan cara yang berbeda-beda ,
tetapi sama dalam kekuatannya. Maksudnya, hadis yang diriwayatkan dengan bentuk
yang bertentangan dan berbeda serta tidak mungkin dilakukan kompromi. Seluruh
riwayat hadis itu sama kekuatannya dari segi sisi sehingga tidak mungkin
dilakukan tarji>h} antara kedua bentuk hadis itu.
f. H{adi>th Mus}oh}h}af
Pengertian hadis iniadalah hadis yang mengalami
perubahan lafal ataupun makna baik perubahan karena factor pendengaran atau
penglihatan yang terjadi pada sanad atau matan.
Kategori hadis ini ada tiga :
Pertama, dari segi terjadinya, hadis mus{ah}h}af
dibagi menjadi dua: (a) al-tas}h}i>f pada sanad dan (b) al-tas}h}i<f pada
matan
Kedua, dari segi tempat kemunculannya, hadis
mus{ah}h}af dibagi juga menjadi dua, yaitu; (a) tas}h}if al-bas}ar, dan (b)
tas}h}if al-sama’
Ketiga, dari segi lafal dan maknanya, hadis
mus{ah{h}af dibagi menjadi dua kategori, yaitu:( a) al-tas{h}i>f pada lafal,
dan al-tas}h}i>f pada makna.
g. H{adi>th majhu>l
Pengertian majhu>l dalam istilah ilmu hadis adalah
hadis yang tidak diketahui jati diri periwayat atau kadaanya. Dalam hal ini
periwayat tidak diketahui jati diri dan kepribadiannya atau kepribadiannya
diketahui tetapi tidak diketahui keadilan dank e-d}a>bit}-annya.
Hadis ini diklasifikasikan menjadi tiga kategori
sesuai dengan sifat atau identitas yang menyebabkannya majhu>l, yaitu:
(1) majhu>l al-‘ayn, yaitu periwayat yang namanya
disebut tetapi hadisnya hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat saja.
(2). Majhu>l al-h{a>l, yaitu periwayat yang
hadisnya diriwayatkan oleh dua orang periwayat atau lebih tetapi tidak disertai
penilaian positif atau negative.
(3). Al-MUbham, yaitu periwayat yang namanya tidak
disebut dalam hadis.
4. Hadis D{a’i>f karena mengandung sha>d
Menurut Ima>m al-Sha>fi’iy,
suatu hadis dinyatakan mengandung sha>d apabila diriwayatkan oleh seorang
periwayat yang thiqah dan bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh
banyak periwayat yang juga thiqah.
Jadi bagi Ima>m
al-Sha>fi’iy , suatu hadis dinyatakan mengandung sha>d apabila: (1).
Hadis itu memiliki lebih dari satu sanad; (2). Para periwayat hadis itu
seluruhnya thiqah; dan (3) matan dan/atau sanad hadis itu mengandung
pertentangan.
5. H{adi>th D{a’i>f karena mengandung ‘illat
(cacat)
JIka dalam sebuah hadis terdapat
cacat tersembunyi dan secara lahiriah tampak s}ah}ih}, maka hadis ini dinamakan
hadis mu’allal, yaitu hadis yang mengandung ‘illat. Kata al-mu’llal merupakan
isim maf’u>l dari kata a’allah (ia mencacatkannya). Secara bahasa , kata
‘illat berarti : cacat, kesalahan baca, penyakit, dan keburukan. Menurut
istilah ahli hadis, ‘illat berarti sebab yang tersembunyi yang dapatmerusak
kesahihan hadis. Ibn S{ala>h}, al-Nawawiy, dan Nu>r al-Di>n ‘Itr
menyatakan bahwa ‘illat adal ah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas
hadis, yang menyebabkan hadis yang pada lahirnya Nampak berkualitas sahih
menjadi tidak sahih.
D. Pemanfaatan
h{adi>th D{a’i>f untuk hujjah dalam al-Targhi>b da al-Tarhi<b
Para ulama
banyak brbeda pendapat tentang penggunaan hadis d}a’i>f sebagai landasan hokum, aqidak, fad}a>il
al-a’ma>l dan lain sebagainya. Secara ringkas perbedaan pendapat tersebut
dikelompokkan ke dalam tiga pendapat, yaitu:
1. H{adi>th d{a’i>f tidak dapat diamalkan secara
mutlak baik dalam masalaah fad{a>’il al-‘a’ma>l maupun hokum[12]
2. Bahwa
h}adi>th d}a’i>f dapat diamalkan secara mutlak
3. H{adi>th d}a’i>f dapat
dijadikan hujjah dalam masalah fad}a>’il al-a’ma>l ,al-mawa>’id,
al-tarhi>b wa al-targhi>b, dan sebagainya jika memenuhi syarat-syarat
tertentu.
Adapun syarat-syarat itu adalah : (1)
ke-d}a’i>f-annya tidak parah, seperti hadis yang diriwayatkan oleh para
pendusta atau tertuduh dusta, atau sangat banyak mengalamikesalahan; (2)
Terdapat dalil lain yang kuat yang dapat diamalkan; (3) Ketika mengamalkannya
tidak beriktikad bahwa hadis itu thubu>t, tetapi sebaiknya dalam rangka
berhati-hati
Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khat}i<b, pendapat yang
paling kuat adalah pendapat yang pertama, sebab masalah keutaman-keutamaan
(fad}a>il al-A’ma<l) dan kemuliaan akhlak (maka>rim al-Ah}la>q),
termasuk pula Mawa>’i>d, al-Tarhi>b wa al-Targhi>b merupakan tiang
agama yang tidak ada berbeda dengan hokum yang harus berdasar hadis sahih atau
h}asan, karena kesemuanya itu harus bersumber dari hadis yang maqbu>l.[13]
Contoh pemanfaatan hadis dalam targhi>b dan
tarhi>b di dalam bab al-Jumu’ah : al-targhi>b : S}ala>h Jumu’ah dan
pergi berjalan menujunya dan keutamaan hari, malam, dan waktunya; Mandi di hari
jumu’ah; Bergegas kepada sholat jumu’ah; al-Tarhi>b : Barang siapa
meninggalkan sholat jumu’ah.[14]
PENUTUP
Hadis d}a’i>f adalah hadis yang tidak terkumpul di
dalamnya syarat-syarat hadis h}asan dan syarat-syarat h}adi>th s{ah{i>h}.
Syarat-syarat hadis sahih adalah (1)
sanadnya bersambung; (2) periwayat ‘a>dil; (3) periwayat d}o>bit; (4)
terlepas dari sha>d; (5) terhindar dari ‘illat . Adapun criteria h}adith
h}asan adalah (1) sanadnya bersambung;
(2) periwayat ‘a>dil (3) periwayat kurang d}o>bit}; (4) terlepas
dari sha>d; dan (5) terhindar dari ‘illat.
Berdasar syarat-syarat
h}adi>th }s}oh}i>h} dan syarat-syarat h}adi>th h}asan di atas, maka
criteria-kriteria h}adi>th d}o’i>f adalah: (1) sanadnya terputus; (2)
periwayatnya tidak ‘a>dil; (3) periwayatnya tidak d}o>bit}; (4)
mengandung sha>d; (5) mengandung ‘illat
Hadis d}a’i>f banyak macamnya, berdasar criteria di
atas macam-macam itu adala: (1) sanadnya terputus;
Mu’allaq, Munqat}I’, Mu’an’an dan Muuannan, Mu’d}al, Mursal, Mawqu>f dan
Maqt}u>’, (2) periwayatnya tidak
‘a>dil; Mawd}u>’, Matru>k, Munkar (3) periwayatnya tidak d}o>bit}; Mudallas,
Mudraj, Maqlu>b, Mazi>d, Mud}t}arib, Mus}ah}h}af, Majhu>l (4) mengandung sha>d; (5) mengandung ‘illat
Dalam kaitannya dengan
pemanfaat hadis d}a’i<f untuk dijadikan landasan dalam masalah agama dan
keutamaan , para ulama berbeda dalam pendapatnya. Secara ringkas pendapat
mereka terangkum dalam tiga ketetapan, yaitu : melarang untuk menjadikan dasar
dalam mengamalkan agama, kedua boleh mengamalkannya, dan ketiga dapat
dijadikan hujjah dalam masalah fad}a>’il al-a’ma>l ,al-mawa>’id,
al-tarhi>b wa al-targhi>b, dan sebagainya jika memenuhi syarat-syarat
tertentu.
Adapun syarat-syarat itu adalah : (1)
ke-d}a’i>f-annya tidak parah, seperti hadis yang diriwayatkan oleh para
pendusta atau tertuduh dusta, atau sangat banyak mengalamikesalahan; (2)
Terdapat dalil lain yang kuat yang dapat diamalkan; (3) Ketika mengamalkannya
tidak beriktikad bahwa hadis itu thubu>t, tetapi sebaiknya dalam rangka
berhati-hati
Demikian semoga paparan
makalah ini mengena dan bermanfaat. Alloh Jalla> Jala>luhu Dialah yang
lebih tahu akan kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abu> Shahbah , Muh}ammad ibn
Muh}ammad, al-Was}i>t} fi> Ulu>m al-Mus}t}alah} al-H{adi>th,
Kairo: Da>r Fikr al-‘Arabiyy, ----.
Idri, Studi Hadis, Jakarta:
Prenada Media Group, 2010
Khathib (al) , Muhammad ‘Ajjaj, Us{ul
al-h{adis ‘ulumuhu wa Mus{t{alah{uhu, Beirut: Dar al-Fikr, 2006.
Mahmud thohhan, Taisirul Mus{thalah
al hadis, Surabaya:Al-hidayah, 1985.
Mas<ad (al), Hasan Muhammad, al
taqri<ra<tu al saniyyatu sharhu al manz{umati al bayquniyya fi{> Mus}t}alah}I al h}adith, Bairut :
da>ru al kita>bi al ‘arabiyy, 1992.
Mundhiriy (al), Zakiyyu al-Di>n
‘Abd. Al-‘Az}i>m Abd Qawiyy, al-Targhi>b wa al-Tarhi<b min
al-H{adi>th al-Shari>f, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005
Shakir , Ahmad
Muhammad, Alfiyyatu al suyut}iyy fi> ‘Ilmi al H{adits, ---: al
maktabatu al ‘ilmiyyah, ---.
Sya’ban , Abdulloh, Qowa’idu al
muh}adisi>n, ----- : Da>ru al sala>m, ----.
Taha>nawiyyi (al), Z{ofar Ah}mad al Uthma>niyyi, Qowa>>m’idu
fi> ‘ulu>mi al H{adi>th, ----: Da>ru al Sala>m, ----.
Tama>nawiy (al), Dhafar Ah}mad
al-‘Uthma>niy, Qowa>’idu fi> ‘Ulum al-H{adi>th, ----- :
Da>r al-Sala>m, ----.
T}i>biyy (al), al-H{usayn ibn ‘Abd
Alla<h, al-Khula>s}ah fi> Usu>l al-H{adi>th, Beirut:
‘A>lam al-Kutub, ---.