Teori Belajar Jean piaget

Foto:  Pencetus Teori Kognitif, Jean Piaget
 PENDAHULUAN
Telah kita lalui bahwa secara garis besar teori belajar di antaranya ada teori behavioristik dan teori kognitif. Teori behavioristik menekankan pada perilaku dan stimulus juga pembiasaan pembiasaan perilaku tertentu. Dalam hal ini teori piaget akan mengembangkan dari  teori Gestalt yang mana teori gestal juga masih menggunakan hewan untuk uji coba. Namun dalam Teori Piaget ini telah menggunakan manusia sebagi subjek dalam penelitianya.
 Dalam teorinya Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai proses gradual dari segi intelektual dari kongkrit menuju abstark. Jean Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitianya mengenai tahap-tahap perkembangan kepribadian serta perubahan umur yang mempengaruhi kemempuan belajar individu. Dia adalah seorang psikolog yang mempunyai teori komprehensif tentang perkembangan intelegensi atau proses berfikir.
Pertumbuhan intelektual tidaklah kuantitatif melainkan kualitatif. Apabilah psikolog lain menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur yang memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungan, maka piaget menekankan penyelidikan lain. Jean Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuain adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk didalam individu akibat interaksi dengan lingkungan[1].
Dalam pembahasan teori Jean Piaget diarahkan pada konsep teoritis utama, tahap perkembangan, kondisi optimal untuk belajar, pendapat piaget tentang pendidikan, kajian teori kognitif dalam pandangan pendidikan islam dan aplikasi teori piaget.

PEMBAHASAN

A.       Konsep Teoritis Utama
Teori kognitif Jean Piaget sangat kompleks dalam analisisnya. Dalam hal ini piaget mengunakan istilah-istilah untuk menjelaskan kondisi kondisi tertentu yang dalam hal ini kemudian kita gunakan sebagai konsep teorits utama dalam terori kognitif piaget. Istilah istilah ini untuk mempermudah dalam memahami kajian peaget tentang teori kognitifnya. Konsep teoritis utama tersebut yaitu: Intelegensi, Skemata, Asimilasi dan Akomodasi, Ekulibrasi Interiorisasi[2].

1.Intelegensi
Dalam kajian piaget prilaku yang cerdas adalah tidakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan hidup organisme. Dengan kata lain, intelegensia memungkinkan organisme untuk menangani secara efektif apa yang menjadi tantangan atau sesuatu yang dihadapi secara efektif. Karena organisme dan lingkungan selalu berubah, maka dibutuhkan tindakan yang cerdas dalam menghadapi. Suatu tindakan cerdas cenderung menciptakan kondisi yang optimal untuk organisme bisa survive dalam segala kondisi yang dialami.
Dalam pandangan piaget intelegensi adalah ciri bawaan  yang sebab tindakan cerdas bisa berubah dan berkembang sesuai dengan kematangan biologis dan gesekan dari lingkungan dan pengalaman organisme. Intelegensi juga bagian integral dari organisme karena organisme terus mengarah kepada kondisi yang kondusif bagi dirinya untuk kelangsungan hidupnya. Namun manifestasi kecerdasan tersebut dalam praktiknya diakui oleh piaget bisa berbeda beda sesuai dengan kondisi organisme berada.
Teori intelegensi Piaget juga sering disebut dengan genetic epestemologi (epistemology genetik). Karena teori ini berusaha melacak bagaimana perkembangan kemampuan intelektual anak. Istilah genetic disini yang dimaksud adalah mengacu pada pertumbuhan develommental bukan hanya warisan biologis. Lebih lanjut juga akan di bahas tentang potensi intelektual anak.

2. Skemata
Istilah Schemata dalam kajian Piaget menunjuk pada tindakan bayi dalam waktu perkembangan awal atau potensi umum bagi bayi karena saat bayi baru lahir sedikit gerakan refleks. Potensi dalam bertindak seperi, mengisap, menatap atau memegang inilah yang disebut skema. Tapi disini skema bukan sekedar manifestasi suatu tindakan saja. Sebagai contoh skema memegang bukan hanya refleksi memegang melainkan dianggap sebagi dari struktur kognitif yang memungkinkan tindakan memegang bisa dimungkinkan.
Suatu tindakan memegang tertentu tidak boleh hanya didiskripsikan dengan respons sepesifik memegang. akan tetapi prilaku memegang tersebut adalah manifistasi partikular skema ini kemudian dinamakan content (isi). Karena skema merupakan potensi umum dan isi mendiskripsikan kondisi kondisi yang berlaku selama terjadi manifestasi potensi umum.
Skema adalah istilah yang amat penting dalam teori piaget. Suatu skema dapat dianggap sebagai elemen dalam struktur organisme. Skema yang ada dalam organisme akan menentukan bagaimana ia akan merespon lingkungan fisik. Skema dapat muncul sebagai prilaku yang jelas, seperti dalam kasus reflek memegang, atau dapat muncul dengan samar. Manifestasi skema yang tidak jelas dapat dikatakan berfikir.
Maka dengan jelas cara anak menghadapi lingkunganya akan berubah ubah sesui dengan pertumbuhan anak. Agar terjadi interaksi lingkungan-organisme, schemata yang tersedia untuk anak harus berubah. 
3. Asimilasi dan akomodasi
Proses merespons lingkungan sesuai dengan struktur kognitif dinamakan asimilasi yakni sejenis pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik. Struktur kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh organisme. Misalnya jika skema mengisap, menatap, menggapai dan memegang sudah tersedia bagi si anak, maka segala sesuatu yang dialamai anak akan diasimilasikan ke sekema itu. Saat struktur kognitif berubah, maka anak mungkin bisa mengasimilasi aspek aspek yang berbeda dari lingkungan  fisik.
Sedangkan akomodasi adalah proses untuk menghasilkan mekanisme perkembangan intelektual. Jadi asimilasi saja tidak cukup maka disini ada proses lagi yaitu akomodasi. Modofikasi ini sama halnya dengan proses belajar. Dengan kata lain, kita merspon dunia dengan pengalaman kita sebelumnya (asimilasi). Tetapi setiap pengalaman memuat aspek aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnaya. Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif  kita (akomodasi).
Sebagai contoh proses sifat atau prilaku asimilasi dan akomodasi ini sebagai berikut. Misalnya si bayi umur 4 bulan disuguhkan mainan yang sebelumnya belum pernah ditemui. Dalam arti mainan itu adalah hal yang baru bagi si bayi. Maka si bayi harus mengakomodasi lebih banyak cara dengan cara mengakomodasi visualnya dengan cara melihat mainan tadi. Kemudian harus menjangkaunya, menyesuaikan gerakan tangan dengan dirinya, mengatur jari jari untuk menggapai, mengakomodasi ototnya berdasarkan berat dan ringanya mainan.
Tindakan memegang menggapai melihat adalah tindakan akomodasi atau modiofikasi struktur bayi sesuai dengan lingkungan. Pada saat yang sama memegang mainan juga membutuhkan asimilasi.
Sebelumnya bayi itu pernah memegang benda lain baginya itu adalah mempunya struktur yang terbentuk tentang benda tersebut. Ketika melihat mainan baru maka si bayi akan mencoba bentindak dengan pengalaman sebelumnya. Karena itu dapat kita katakan si bayi mengasimilasikan objek ke dalam kerangka yang dimilikinya.
Dengan catatan hal yang baru dalam benda yang di jumpai bayi ia akan lebih banyak melibatkan akomodasi. Sedangkan hal yang sudah pernah dialami tidak banyak terlalu melibatkan banyak akomodasi karena bendah yang sudah pernah dialami telah terstruktur dalam kognitifnya. Asimilasi dan akomodasi juga bisa disebut invariant fungsi karena hal itu terjadi di semua level perkembangan intelektual.
Sosok:Pencetus Teori Kognitif Jean Piaget
4. Ekuilibrasi
Ekulibrasi adalah sejenis penyesuaian atau adaptasi bagi anak dalam hal lingkungan baru atau pengalaman baru. Karena dengan hal yang baru tersebut dengan si anak terdapat sesuatu yang belum seimbang dengan struktur konnitifnya maka disini disitilahkan dengan ekulibrasi. Secara singakat ekulibrasi dapat didefinisikan dorongan terus menerus ke arah keseimbangan atau ekuilibrium.
Konsep ekuilibrasi sama dengan konsep hedonisme Freud atau aktualisasi dari Maslow. Ekuilibrasi adalah konsep motivasional yang menyertai asimilasi dan akomodasi. Akomodasi menyebabkan perubahan struktural mental sehingga aspek lingkungan yang baru selalu dijumpai lagi. Dan disini terjadi ketidakseimbangan maka disini aspek motivasional terjadi.

5. Interiorisasi
Interiorisasasi adalah penurunan dari ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif. Struktur kognitif anak  semakin luas. anak anak akan mampu merespons situasi yang lebih kompleks. Mereka juga tidak tergantung situasi yang sedang dialami di lingkunganya. Misalnaya meraka mampu berfikir yang sebelumnaya mereka tidak dapat memikirkanya. maka kelak mampu mengakumulasikan dari pengalaman pengalamanya.
Jadi interiorsasi adalah proses yang denganya tindakan adaptif menjadi makin tersamar. Dalam kenyataanya operasi dapat dikatakan sebagai tindakan interiorisasi. Perilaku yang adaptif yang pertama tama menggunakan skema sensorimotor dan perilaku yang kelihatan, berkembang sampai dimana titik oprasi formal dipakai dalam proses adaptif. Sedangkan penggunaan operasi formal adalah tingkat paling tinggi penggunaan intelektual.
Piaget meyakini bahwa pertumbuhan intelektual selalu berkembang dari apa yang telah diakomodasi oleh anak dari kecil. Kemampuan untuk berkembang anak bervariasi tidak bisa disamakan satu sama lain. Namun urutan perkembangan selalu sama hanya saja dalam level umurnya bisa berbeda[3].

B. Tahapan tahapan perkembangan
Secara rinci tahapan perkembangan menurut Piaget dibagi menjadi empat yaitu: Sensori Motor Stage, Preoprasional Thingking, Concrete Operations dan Formal Operations[4].

1. Sensorimotor Stage
Masa ini dari lahir sampai dua tahun. Tahap sensori motor dicirikan oleh tidak adanya bahasa. Karena anak anak tidak menguasai kata untuk suatu benda, objek tidak akan eksis jika tidak dihadapai secara langsung. Interaksi dengan lingkungan adalah interaksi sensorimotor dan hanya berkaitan dengan saat itu. Anak anak pada saat itu bersifat egosentris. Segala sesuatu hanya dilihat berdasarkan kerangka dirinya sendiri. Dan dunia psikologis yang ada hanyalah dunia yang dihadapi. Pada ahir tahap ini anak mengembangkan kepermanenan objek. Artinya anak anak menyadari bahwa objek tetap ada walaupun mereka tidak melihatnya[5].

2. Pre-oprasional Thingking (Praoperasional)
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra) Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda[6].
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan bahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

3. Concrete Operations (Operasional Konkrit)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Berikut tahapanya[7]: Pertama, pengurutan. Kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Kedua, Klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
Ketiga, Decentering. Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Keempat, Reversibility. Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Kelima, konservasi. Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Keenam, Penghilangan sifat Egosentrisme. Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
4. Formal Operations (Operasional Formal)
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan Psiko-seksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

C. Kondisi optimal untuk belajar
Sedikit banyak telah diulas bahwa setiap anak mempunyai potensi berkembangnya intelektual dengan beberapa tahapnya. Dalam hal ini bagaimana anak dalam kondisi optimal dalam belajar menurut pandangan Peaget. Bahwa potensi potensi yang dimiliki anak dalam otaknya sudah terasimilasi dan terakomodasi mulai sejak si anak lahir. Saat struktur kognitif makin luas, lingkungan fisik akan menjadi teraktualisasi dengan lebih baik. Menurut Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya untuk mengasimilasi pengalaman akan menyebabkan akomodasi. Pengalaman harus cukup matang agar memicu perkembangan kognitif. Pertumbuhan akan terjadi hanya karena ada asimilasi. Jadi, kondisi optimal anak bisa belajar karena sudah ada pengalaman sebelumnya.

D. Pendapat Piaget Tentang Pendidikan
Menurut Piaget pengalaman pendidikan harus dibangun diseputar struktur kognitif Pembelajar. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung mempunyai struktur kognitif yang sama. Walaupun dari latarbelakang yang sama tidak menutup kemungkinan selalu sama bisa juga berbeda maka dari itu dibutuhkan materi yang berbeda. Apalagi anak yang dari kultur yang sama jelas membutuhkan materi yang berbeda pula. Jika materi pendidikan tidak bisa diasimilasikan ke struktur anak maka tidak akan berguna bagi anak. Materi pendidikan harus dimulai dari yang diketahui anak. Bagian yang sudah diketahui akan diasimilasikan anak dan bagian yang belum diketahuiakan menimbulkan modifikasi dalam struktur anak. Modifikasi ini disebut akomodasi yang dapat disamakan dengan belajar.
Menurut Piaget pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang bagi si terdidik sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini guru harus mengetahui level fungsi struktur siswa . maka kita melihat baik paradigma Kognitif maupun Behafioris telah mendapatkan kesimpulan yang sama mengenai pendidikan yakni pendidikan harus diindividualisasikan. Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi akan bervariasi dan materi pendidikan harus sesui dengan struktur kognitif anak[8].

E. Kajian kognitif  Piaget dalam pandangan Pendidikan Islam
Pengertian belajar menurut al Ghazali adalah: serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku dan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari pengalaman individu. Sedangkan menurut Piaget adalah suatu proses perolehan pengetahuan yang dibentuk oleh individu itu sendiri karena individu melakukan interaksi secara terus menerus dengan lingkungan[9].
Dalam pandangan al-Ghazali dan Piaget terdapat persamaan dan perbedaan. Adapun persamaanya al Ghazali dan Piaget sepakat bahwa belajar adalah merupakan suatu proses, dilakukan dengan memperoleh suatu perubahan, dan dengan belajar seseorang akan mendapatkan pengetahuan. Bahwa belajar adalah merupakan proses aktif pelajar. Al Ghazali dan Piaget mengakui adanya struktur kognitif (adanya daya ingat). Seorang yang belajar tidak mungkin memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang baru sama sekali dan tidak diketahuinya, kecuali dengan memperoleh serta mengingat kembali pengetahuan-pengetahuan yang telah dikuasai sebelumnya[10].
Sedangkan perbedaan antar tokoh ini adalah arah dan orientasi belajar al Ghazali lurus kepada Allah, namun tidak mengabaikan masalah duniawiyah. Sedangkan Piaget lebih menonjolkan aspek kognitif, yaitu memajukan pengetahuan seseorang dari satu tahap kurang cukup ke tahap pengetahuan yang lebih cukup sesuai perkembangan kognitif. Belajar menurut al Ghazali dapat dilakukan dengan membersihkan jiwa dari hal-hal yang tercela dan menghiasi diri dengan akhlak terpuji, sehingga seorang murid dapat menerima atau menyerap ilmu. Sedangkan Piaget dilakukan dengan beradaptasi dengan lingkungan, yaitu melalui asimilasi dan akomodasi.
Belajar menurut al Ghazali dikaitkan dengan pandanganya tentang mencari ilmu yang melibatkan unsur jiwa, di samping indera dan akal. Sedangkan menurut Piaget, belajar didasarkan pada perkembangan pemikiran yang mirip dengan perkembangan biologis, yang selalu beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungan sekitar. Bahwa pemikiran al Ghazali bersifat religius rasional yang lebih berorientasi pada al Qura’an dan Hadits, dan juga termasuk aliran konservatif yang cenderung bersifat keagamaan. Sedangkan pemikiran Jean Piaget bersifat rasional, yang mendasarkan pada metode umum mendapatkan data empiris dan penggunaan model-model logis dalam menafsirkan data.
Implikasi konsep belajar al Ghazali dan Piaget dalam pembelajaran dapat di kombinasika bahwa kegiatan aktif dalam proses belajar perlu ditekankan. Bahkan kegiatan murid secara pribadi dalam mengolah bahan, mengerjakan soal, membuat kesimpulan, dan merumuskan suatu rumusan dengan kata-kata sendiri adalah kegiatan yang sangat dipelukan agar murid sungguh membangun pengetahuannya. Tugas guru adalah menyediakan alat-alat dan mendorong agar murid aktif.
Agar proses belajar murid dapat dikembangkan dan juga salah pengertian murid dapat dibantu, sangat mutlak bahwa murid diberi keleluasaan untuk mengungkapkan apa yang menjadi pemikiran, gagasan dan penangkapannya akan suatu bahan atau hal. Dengan membiarkan murid mengungkapkan pemikirannya maka seorang guru dapat membetulkannya jika terjadi kesalahan dan mendukung serta meneguhkannya jika apa yang diungkapkan baik dan benar. Dengan kata lain seorang guru tidak boleh mendoktrin suatu kebenaran, dan membiarkan murid untuk mengekspresikan apa yang mereka ketahui dan yang tidak mereka ketahui, sebagai refleksi pengetahuan mereka.

F. Implementasi teori Piaget dalam pembelajaran sebagai berikut :
1.      Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2.      Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.      Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk        menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4.      Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori  Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda[11].

PENUTUP
Bahwa teori piaget mengkaji dan menelitai tahap perkembangan anak secara komprehensif dan akurat. Walaupun dalam penelitainya abanayk yang menyagngsiakan akan tetapi dalam perjalananya dapat penguat penguat teori. Karena piaget menggunakan ketiga anaknya saja dalam penelitianya.
Teori kognitif jean piaget sangat kompleks dalam analisisnya. Dalam hal ini piaget mengunakan istilah-istilah untuk menjelaskan kondisi kondisi tertentu yang dalam hal ini kemudian kita gunakan sebagai konsep teorits utama dalam terori kognitif piaget. Istilah istilah ini untuk mempermudah dalam memahami kajian peaget tentang teori kognitifnya. Konsep teoritis utama tersebut yaitu: Intelegensi, Skemata, Asimilasi dan Akomodasi, Ekulibrasi Interiorisasi.
Secara rinci tahapan perkembangan menurut piaget dibagi menjadi empat yaitu: Sensori Motor Stage, Preoprasional Thingking, Concrete Operations dan Formal Operation.
Sedangkan Dalam pandangan al-Ghazali dan piaget terdapat persamaan dan perbedaan. Adapun persamaanya al Ghazali dan Piaget sepakat bahwa belajar adalah merupakan suatu proses, dilakukan dengan memperoleh suatu perubahan, dan dengan belajar seseorang akan mendapatkan pengetahuan. Bahwa belajar adalah merupakan proses aktif pelajar. Al Ghazali dan Piaget mengakui adanya struktur kognitif (adanya daya ingat). Seorang yang belajar tidak mungkin memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang baru sama sekali dan tidak diketahuinya, kecuali dengan memperoleh serta mengingat kembali pengetahuan-pengetahuan yang telah dikuasai sebelumnya.
  
DAFTAR PUSTAKA
Akromah, Saidatul , Belajar Menurut Al Ghazali Dan Piaget; Study Komparasi Pemikiran Al-Ghazali dan Piaget, Dalam; http://library.walisongo.ac.id diakses
 pada 26/05/2013

Hergenhahn,  B.R.  & Mathew H. Olson, Theories of Learning, Terj: Tribowo
 B.S., (Kencana Prenada Media Group: Jakarta), 2008.

Dalyono, M., Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta: Jakarta, 1997. 

Winarto, Joko, Teori perkembangan kognitif Jean Piaget,  dalam
            http://edukasi.kompasiana.com  diakses pada 15/05/2013

Woolfolk, Anita, Educational Psychology Active Learning Edition, terj. Helly
            Prajitno Soetjipto, (Pustaka Pelajar): Yogyakarta, 2009.



Postingan terkait: