PENDAHULUAN
Penilaian adalah bagian
yang sangat penting dalam proses evaluasi. Penilaian hasil belajar pserta didik
yang dilakukan oleh guru selain untuk memantau proses kemajuan dan perkembangan
hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki, juga sekaligus
umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses
program pembelajaran. Namun jika proses penilaian yang dilakukan oleh guru asal-asalan
dan tanpa arah yang jelas, maka pada akhirnya akan menghasilkan informasi
tentang hasil pencapaian pembelajaran peserta didik yang tidak akurat dan tidak
sesuai dengan apa yang ada di lapangan. Dalam Ensiklopedia Pendidikan, Prof.
Soegarda mengatakan bahwa evaluasi adalah: perkiraan kenyataan atas dasar
ukuran nilai tertentu dalam rangka situasi yang khusus dan tujuan yang ingin
dicapai. Pendapat lain evaluasi pendidikan adalah suatu tindakan atau proses
untuk menentukan nilai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia
pendidikan. Bagaimana bisa evalausi itu dikatakan valid jika dalam pelaksanaan
penilaiannya cenderung asal-asalan dan tanpa acuan.
Oleh karena itu adanya
acuan dalam penilain mutlak harus ada. Keberadaan acuan dalam penilaian ini
akan menjadi pembahasan dalam makalah ini. Hal ini menjadi penting karena berangkat
dari kenyataan di lapangan bahwa masih banyak penilaian yang dilakukan oleh
para pendidik hanya sebatas formalitas saja tanpa mengacu pada patokan yang
telah ada. Sehingga dengan adanya penilaian acuan patokan ini guru dan siswa
dapat mengetahui tingkat penguasaan materi yang telah diajarkan dan dipahami
oleh siswa, setelah proses pembelajaran itu berlangsung selama kurun waktu
tertentu.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Secara umum, ada dua acuan yang dipergunakan dalam
penilaian, yaitu penilaian dengan acuan patokan (Criterion Referenced
Interpretation), dan penilaian dengan acuan norma atau kelompok (Norm
referenced Interpretation). Selanjutnya penilaian acuan patokan disebut
dengan PAP dan penilaian acuan norma disebut dengan PAN.
Menurut Bambang dan Sunarni, [1]
penilaian acuan patokan adalah penilaian yang dalam menginterpretasikan hasil
pengukuran secara langsung didasarkan standar performansi tertentu yang ditetapkan
sebelumnya, yang disesuaikan dengan tujuan instruksional pendidikan. Dalam
penilaian ini, menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning), sehingga
patokan yang digunakan menunjukkan ketercapaian materi pelajaran yang dapat
diserap oleh siswa. Dengan kata lain, penilaian acuan patokan merupakan
penilaian dengan standar ketuntasan yang dapat dicapai oleh peserta didik. Derajat
kesukaran soal test acuan patokan didasarkan atas berapa jauh tingkat prestasi
belajar yang akan diukur.[2]
Semakin penting bahan yang akan dicapai oleh peserta didik,
maka derajat kesukaran soal test juga tinggi pula, karena menunjukkan tinggi
rendahnya prestasi belajar peserta didik. Suatu penilaian
disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu kita mengacu kepada suatu
criteria pencapaian tujuan (instruksional) yang telah dirumuskan sebelumnya.
Nilai-nilai yang diperoleh siswa dihubungkan dengan tingkat pencapaian
penguasaan siswa tentang materi pendidikan sesuai dengan tujuan (instruksional) yang telah
ditetapkan.
Sebagai contoh misalkan untuk dapat diterima sebagai calon
penerbangan disebuah lembaga penerbangan, setiap calon harus memenuhi syarat
antara lain tinggi badan sekurang-kurangnaya 165 cm dan memiliki tingkat
kecerdasan (IQ) serendah-rendahnya 130 berdasarkan hasil tes yang diadakan oleh
lembaga yang bersangkutan. Berdasarkan criteria atau patokan itu, siapapun
calon yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dinyatakan gagal dalam tes
atau tidak akan diterima sebagai siswa calon penerbang.
Contoh lain misalkan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
mempunyai penilaian acuan patokan nilai sebagai berikut: [3]
Nilai
80 s.d. 100 : A = 4
Nilai
65 s.d. 79 : B = 3
Nilai
55 s.d. 64 : C = 2
Nilai
40 s.d. 54 : D = 1
Nilai
kurang dari 40 :E = 0 ( Tidak lulus).
Dan ditentukan batas passing grade sebesar 55 atau C,
artinya mahasiswa yang belum menguasai pengetahuan dan keterampilan yang
dituntut suatu mata kuliah sekurang kurangnya 55 %, belum dapat dinyatakan
lulus dan harus mengikuti ujian ulang. Dan mahasiswa yang mendapat nilai 0- 39
berarti gagal atau tidak lulus dan harus mengikuti kuliah kembali mata kuliah
itu pada semester berikutnya. Pendidik tidak lagi menilai sesuai dengan apa
adanya melainkan berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sejak
PBM akan dimulai. Pendidik yang menggunakan acuan patokan dituntut selalu
mengarahkan, membantu dan membimbing peserta didik ke arah penguasaan
minimal sejak dimulai, berlangsungnya dan sampai pada proses belajar-mengajar
itu selesai. Perlu kiranya bahwa kriteria atau patokan yang digunakan dalam PAP
bersifat mutlak, artinya kriteria itu bersifat tetap , setidak-tidaknya untuk
beberapa tahun dan berlaku untuk semua peserta didik.
Untuk menentukan batas lulus (passing grade) dengan pendekatan ini, setiap skor peserta didik
dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai oleh peserta didik.
Misalnya dalam suatu tes di tetapkan skor idealnya 120, maka peserta didik yang memperoleh 85
sama memperoleh nilai 71. Contoh : diketahui skor 10 orang peserta didik dalam
bidang studi bahasa arab sebagai berikut :
Dengan
rumus :[4]
Nilai = Skor mentah x 100
Skor
maksimum ideal
Kemudian nilai yang telah dicapai
siswa diterjemahkan menjadi nilai huruf dengan patokan :
80 ke atas : A
66-79 : B
56-65 : C
46-55 : D
45 ke bawah : E
Table :1.
Skor-skor mentah hasil yang dicapai 10 siswa dalam bidang studi bahasa arab
setelah diubah menjadi nilai standar dengan menggunakan standar mutlak (PAP).
NO
|
SKOR MENTAH
|
NILAI
|
NILAI HURUF
|
1
|
60
|
60/120x100
= 50
|
D
|
2
|
80
|
80/120x100
= 67
|
B
|
3
|
75
|
75/120x100
= 62
|
C
|
4
|
59
|
59/120x100
= 49
|
D
|
5
|
85
|
85/120x100
= 71
|
B
|
6
|
40
|
40/120x100
= 33
|
E
|
7
|
43
|
43/120x100
= 36
|
E
|
8
|
71
|
71/120x100
= 59
|
C
|
9
|
55
|
55/120x100
= 46
|
D
|
10
|
57
|
57/120x100
= 47
|
D
|
Dari hasil tersebut tidak seorangpun
yang mendapat nilai A, yang mendapat B 2 orang (20%), C 2 orang (20%), D 4orang
(40%), E 2 orang (20%).
Perlu diperhatikan bahwa nilai yang penentuannya di dasarkan
pada standar mutlak sebenarnya merupakan angka prosentase (%) mengenai tingkat
kedalaman atau penguasaan siswa terhadap materi. Jadi, jika seorang siswa mendapat nilai 50 maka siswa tersebut mampu
memahami sebanyak 50%, separuh dari tujuan instruksional khusus yang telah
ditentukan.
Disamping itu , penafsiran dengan pendekatan PAP dapat juga
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :[5]
1. Mencari skor ideal, yaitu skor yang
mungkin dicapai peserta didik, jika semua soal dapat dijawab dengan betul.
Misalkan : 60
2. Mencari rata-rata (X) ideal dengan
rumus : X ideal = ½ x skor ideal, misalkan : ½ x 60=30
3. Mencari simpangan baku (s) ideal
dengan rumus : s ideal =⅓ x X skor ideal, misalkan :⅓ x 30 = 10
4. Menyusun pedoman konversi sesuai
dengan kebutuhan. Misalkan skala lima, skala sepuluh dan lain sebagainya.
B.
Kekurangan Dan Kelebihan PAP
Adapun kelebihan dan kekurangan Penilaian Acuan Patokan
dalam proses pembelajaran diantaranya :
Ø Kelebihan PAP diantaranya :[6]
1.
Hasil penilaian dengan menggunakan pendekatan PAP merupakan
umpan balik yang dapat digunakan guru untuk mengetahui sejauh mana tingkat
penguasaan siswa terhadap materi, apakah tergolong tinggi, cukup atau
rendah?.jika siswa nilainya tinggi maka tingkat kedalaman materinya juga
tinggi, begitupula sebaliknya jika nilainya rendah maka tingkat penguasaan
materinya juga rendah.
2.
Dalam penentuan nilai hasil tes digunakan standar mutlak,
sangat cocok diterapkan pada tes-tes formatif, dimana guru/dosen ingin mengetahui
sejauh mana peserta didik “telah terbentuk”, setelah mengikuti program
pengajaran dalam waktu tertentu. Sehingga guru/dosen dapat melakukan
upaya-upaya yang dipandang perlu agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara
optimal.
3.
Hasil penilaian PAP dapat membantu pengajar untuk merancang
program remidi.
4.
Patokan dalam penilaian acuan patokan bersifat tetap/mutlak
karena tidak ditentukan dari prestasi kelompok.
Ø Sedangkan kekurangan dari Penilaian
Acuan Patokan antara lain :[7]
1.
Karena standar penilaian dalam PAP telah ditentukan
sebelumnya, maka siswa yang memiliki nilai tinggi seolah – olah mencerminkan
prestasinya dalam belajar, sekaligus penguasaannya terhadap pelajaran. Padahal
pada sebenarnya untuk dikatakan menguasai atau tidaknya peserta didik terhadap
materi tidak hanya ditentukan dari nilai yang berdasarkan KKM saja, melainkan
juga dari faktor yang lainnya.
2.
Penetapan standar atau patokan nilai pada PAP di masing –
masing satuan pendidikan akan berbeda – beda. Penetapan standar nilai harus
disesuaikan dengan beberapa kondisi yang berkaitan dengan keberadaan satuan
pendidikan, antara lain faktor lingkungan di mana sekolah berada, faktor SDM
dan SDA (yang dalam hal ini tenaga pengajar), dan juga faktor sarana pendukung
pembelajaran. Sebagai contoh, standar penilaian di daerah Jawa dan di luar Jawa
akan berbeda. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor di atas, seperti
minimnya sarana dalam pembelajaran, minimnya sumber belajar hingga terbatasnya
tenaga pendidik. Jika standar penilaian PAP disamakan antara satu sekolah
dengan sekolah lain, maka hal tersebut belum mencerminkan penguasaan materi
oleh siswa dan prestasi siswa sendiri.
3.
Sukarnya menetapkan standar nilai atau patokan. Hampir tidak
pernah dapat ditetapkan patokan yang benar – benar tuntas.,
4.
Apabila butir-butir soal terlalu sukar, maka siswa betapapun
pandainya akan memperoleh nilai yang rendah, sebaliknya apabila soal terlalu
mudah, maka siswa betapapun bodohnya akan meraih nilai yang tinggi, sehingga
gambaran sebenarnya tingkat kemampuan siswa tidak sesuai dengan kanyataan.[8]
PENUTUP
Penilaian acuan patokan adalah
penilaian yang mengacu kepada tujuan instruksional atau untuk mengukur tingkat
penguasaan peserta didik terhadap perilaku yang terdapat dalam tujuan
instruksional khusus tersebut. Penilaian acuan patokan mempunyai konsep belajar
tuntas (mastery learning). Dan diantara ciri dari penilaian acuan patokan
adalah :
Penilaian acuan patokan biasanya mengukur perilaku khusus
dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang
relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat
kesulitannya.
Penilaian acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Mohammad, 2009, Evaluasi Pendidikan,
Jakarta :Dirjen Pendidikan Islam.
Josmani, 1988, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Proyek Pengembagan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Sudjiono
Anas, 2011, Pengantar Evaluasi
Pendidikan, Jakarta :Rajawali Press.
Wiyono Bambang dan Sunarni, 2009, Evaluasi Program Pendidikan dan
Pembelajaran. Malang : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.