PENDAHULUAN
Kemampuan
lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum
berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan
melakukan pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada
ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain berbeda. Ada
peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir tinggi dan perilaku amat baik,
namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang
memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang tinggi dan
perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan
keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali
peserta didik yang kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan
perilaku kurang baik. Peserta didik seperti itu akan mengalami kesulitan
bersosialisasi dengan masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di
masyarakat. Ini menunjukkan keadilan Tuhan YME, setiap manusia memiliki
potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan
berpikir merupakan ranah kognitif yang meliputi kemampuan menghapal, memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Kemampuan
psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan
otot seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar dan
memasang peralatan, dan sebagainya. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat
dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen,
percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan
mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan
pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang
tepat.
Masalah
afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih kurang.
Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak
semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus
merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif
dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif
dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh
karena itu perlu dikembangkan acuan pengembangan perangkat penilaian ranah
afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.
PEMBAHASAN
Hasil belajar
menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil
afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia
meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal
berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan
ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau
nilai. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia sebagai hasil
belajar dalam bidang pendidikan. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan
keberhasilan belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran
tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang
yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil
pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu semua pendidik harus mampu
membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah
ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun
semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial,
dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan
pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.
B. Pengukuran Ranah Afektif
Dalam memilih
karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus
mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul
adalah bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah
afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti
definisi konseptual.
Menurut
Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah
afektif, yaitu metode observasi dan metode laporan diri. Penggunaan metode
observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari
perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode
laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah
dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap
karakteristik afektif diri sendiri. Menurut
Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak
(kognitif, afektif, dan psikomotor) dan karakteristik lingkungan saat perilaku
atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan seseorang ditentukan
oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.
B. Pengembangan
Instrumen Penilaian Afektif
Instrumen
penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai,
dan moral. Ada 11 (sebelas) langkah dalam mengembangkan instrumen penilaian
afektif, yaitu:1). Menentukan
spesifikasi instrument.2). Menulis
instrument 3). Menentukan
skala instrument 4). Menentukan
pedoman penskoran 5). Menelaah
instrument 6). Merakit instrument 7). Melakukan ujicoba 8). Menganalisis hasil ujicoba 9). Memperbaiki instrument 10). Melaksanakan pengukuran 11). Menafsirkan hasil pengukuran
1. Spesifikasi
instrumen
Ditinjau dari
tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen
(1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.
a. Instrumen sikap
Instrumen
sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek,
misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan
sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif. Hasil
pengukuran sikap berguna untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
b. Instrumen minat
Instrumen
minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap
mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat peserta
didik terhadap mata pelajaran.
c. Instrumen konsep diri
Instrumen
konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang ada
dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik sangat penting untuk
menentukan jenjang karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik
digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh.
d. Instrumen nilai
Instrumen
nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi
yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang
negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat
negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.
e. Instrumen moral
Instrumen
moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral seseorang diperoleh
melalui pengamatan terhadap perbuatan yang ditampilkan dan laporan diri melalui
pengisian kuesioner. Hasil pengamatan dan hasil kuesioner menjadi informasi
tentang moral seseorang. Dalam
menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu : (1) tujuan pengukuran, (2)
kisi-kisi instrumen, (3) bentuk dan format instrumen, dan (4) panjang
instrumen.
Setelah
menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun
kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik yang
berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah pertama dalam
menentukan kisi-kisi adalah menentukan definisi konseptual yang berasal dari
teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi
operasional berdasarkan kompetensi dasar, yaitu kompetensi yang dapat diukur.
Definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator.
Indikator merupakan pedoman dalam menulis instrumen. Tiap indikator bisa
dikembangkan dua atau lebih instrumen.
a.
Instrumen sikap
Definisi
konseptual: Sikap merupakan kecenderungan merespon secara konsisten baik
menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk
mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah.
Sikap bisa positif bisa negatif. Definisi operasional: sikap adalah perasaan
positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata
pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui
kuesioner. Pertanyaan tentang sikap
meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu
objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan
sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak
menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.
b.
Instrumen minat
Instrumen
minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap
suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan minat
peserta didik terhadap mata pelajaran tersebut. Definisi konseptual: Minat
adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman yang mendorong individu
mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan
perhatian atau penguasaan. Definisi operasional: Minat adalah keingintahuan
seseorang tentang keadaan suatu objek.
c.
Instrumen konsep diri
Instrumen
konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk menentukan
program yang sebaiknya ditempuh oleh peserta didik. Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap
dirinya sendiri yang menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Definisi
operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang
menyangkut mata pelajaran.
d.
Instrumen nilai
Nilai
merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik. Kegiatan
yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai (value) peserta
didik terhadap kegiatan tersebut. Misalnya, ada peserta didik yang menyukai
pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni
tari dan ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu
yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.
Nilai
seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau keinginan
berbuat. Nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas atau tindakan
seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai
yang dianutnya.
Definisi
konseptual: Nilai adalah keyakinan terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau
objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang keadaan
suatu objek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan kemampuan peserta didik dan
kinerja guru. Kemungkinan ada yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik
sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan
perubahan.
Instrumen
nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang
diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang positif dan yang
negatif. Hal-hal yang positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan
akhirnya dihilangkan.
Selain
melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan
nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta
didik dilakukan di tempat dilaksanakannya kegiatan pembelajaran. Untuk
mengetahui keadaan ranah afektif peserta didik, perlu ditentukan dulu indikator
substansi yang akan diukur, dan pendidik harus mencatat setiap perilaku yang
muncul dari peserta didik yang berkaitan dengan indikator tersebut.
e.
Instrumen Moral
Instrumen ini
bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral sesuai
dengan definisi tersebut adalah: Memegang
janji, Memiliki kepedulian
terhadap orang lain, Menunjukkan
komitmen terhadap tugas-tugas, Memiliki
Kejujuran
3. Skala Instrumen
Penilaian Afektif
Skala yang
sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala Thurstone,
Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
4. Sistem penskoran
Sistem
penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan
skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah
1. Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7
terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan
terendah 1. Dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih
jawaban pada katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal
tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan,
agar jelas sikap atau minat responden.
Skor
perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas,
yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor.
Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta
didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.
5. Telaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah
menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b)
bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar,
c) butir pertanyaaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik
untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan f)
jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat
sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.
Telaah
dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada
pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang
diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang
digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah
selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.
Panjang
instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam
mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30
menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/ pernyataan adalah
informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan, dan pemilihan
kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan
jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif. Hasil telaah instrumen digunakan untuk
memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu
kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara
pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.
6. Merakit instrumen
Setelah
instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format tata
letak instrumen dan urutan pertanyaan/ pernyataan. Format instrumen harus
dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk
membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan
cara memberi spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang.
Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab
atau mengisinya.
7. Ujicoba instrumen
Setelah
dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian
apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk
itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai.
Bila yang ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta
didik SMA. Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal
dari satu sekolah atau lebih.
Pada saat
ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan
pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang
diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan bukan waktu
saat responden sudah lelah. Selain itu sebaiknya responden juga diberi minuman
agar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif
bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak
terlalu ketat.
Agar
responden mengisi instrumen dengan akurat sesuai harapan, maka sebaiknya
instrumen dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang diperlukan mengisi
instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan
agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang.
8. Analisis hasil ujicoba
Analisis
hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan.
Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi
dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat
dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja,
misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator
yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih
dari 0,30, butir instrumen tergolong baik.
Indikator
lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks
reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih
kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu
diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.
9. Perbaikan instrumen
Perbaikan
dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik,
berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik,
namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan
instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari
responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan
terbuka.
10. Pelaksanaan pengukuran
Pelaksanaan
pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang digunakan. Waktu
pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk mengisi instrumen
harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik.
Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain.
Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar
jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan
penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman
pengisian instrumen.
11. Penafsiran hasil pengukuran
Hasil
pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan
suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir
pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang
berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur
sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya
positif: Sangat setuju (4) – Setuju (3) - Tidak setuju
(2) – Sangat tidak setuju (1). Sebaliknya untuk
pertanyaan/pernyataan yang bersifat negative, Sangat setuju (1) –
Setuju (2) - Tidak setuju (3) – Sangat tidak setuju (4). Skor tertinggi untuk instrumen tersebut
adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini
dikualifikasikan misalnya menjadi empat kategori sikap atau minat, yaitu
sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah
(sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap
peserta didik. Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata
pelajaran tertentu. Penentuan
kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut.
C.
Observasi
Penilaian
ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa dilakukan
melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan
penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual
kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi isi
pedoman observasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata
pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan
tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapihan dan kelengkapan catatan. Hasil
observasi akan melengkapi informasi dari hasil kuesioner. Dengan demikian
informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang
ditempuh akan lebih tepat.
PENUTUP
Cukup banyak
ranah afektif yang penting untuk dinilai. Namun yang perlu diperhatikan
adalah kemampuan pendidik untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada tahap awal
dicari komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan pada tahun
berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai. Ranah afektif
yang penting dikembangkan adalah sikap dan minat peserta didik. Hal yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan instrumen afektif sebagai berikut.
- Menentukan definisi konseptual atau konstruk
yang akan diukur.
- Menentukan definisi operasional
- Menentukan indikator
- Menulis instrumen.
Instrumen
yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui keterbacaan,
substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah digunakan
untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba di
lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi
jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hasil ujicoba digunakan
untuk memperbaiki instrumen. Hal yang penting pada instrumen afektif adalah
besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimal 0,70.
Penafsiran
hasil pengukuran menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif
berarti minat peserta didik tinggi atau sikap peserta didik terhadap suatu
objek baik, sedang negatif berarti minat peserta didik rendah atau sikap
peserta didik terhadap objek kurang. Demikian juga untuk instrumen yang
direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, Mary. Yen., & Yen, Wendy. M. 1979. Introduction measurement theory. Berkeley,
California: Brooks/Cole Publishing Company.
Andersen, Lorin. W. 1981. Assessing affective characteristic in the schools.
Boston: Allyn and Bacon.
Gable, Robert. K. 1986. Instrument development in the affective domain.
Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.
Mueller, D. J. 1986. Measuring social attitudes. New
York: Teachers College, Columbia University.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19
Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Robinson, John. P., & Shaver, Philip. R. 1980. Measures of social
psychological attitudes. Michigan: The
Institute of Social Research.
Sax, Gilbert. 1980. Principles of educational and psychological
measurement and evaluation. Belmont, California: Wadsworth
Publishing Company.
Straughan, R. 1989. Belief, behaviour, and education. London:
Biddles Ltd. Guilfordand King’s Lynn.
Thorndike, Robert, L., & Hagen, Elizabeth. P. 1977. Measurement and evaluation
in psychology and education. New York: John Wiley &
Sons.
Traub, Ross. E. 1994.
Reliability for the social
sciences. London: Sage Publications.