TEORI BELAJAR GESTALT
PENDAHULUAN
Manusia
adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah mahkluk
yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Dalam teori
pendidikan yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa perkembangannya
seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sehingga dalam proses
belajar dan mengajar siswa tersebut Aktif, sebagai lawannya berkembang pula
teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh
lingkungannya (empirisme) sehingga dalam proses belajar dan mengajar siswa
tersebut Pasif, sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan
bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya
(konvergensi) sehingga dalam proses belajar dan mengajar siswa tersebut Aktif
dan Pasif .
Pembelajaran
menurut aliran kognitif menitik beratkan belajar aktif, belajar lewat interaksi
social, belajar lewat pengalaman pribadi ini di kemukakan oleh jean piaget.
Aliran kognitif berjalan dengan baik dan sekarang ini diterapkan seperti pada
kurikulum berbasis tuan pendidikan yang mana didalamnya mempunyai aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jadi siswa di tuntut untuk aktif di dalam
kelas ini merujuk pada pembelajaran menurut aliran kognitif yang menjadikan
siswa dapt aktif di dalam proses pembelajaran karena di dalam pembelajarannya
guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan siswa di sini tidak menjadi objek
pembelajaran akan tetapi siswa sebagai subjek dari pembelajaran.
Pembahasan
ini sangat penting karena mengingat proses belajar yang terjadi didalam kelas
berlangsung dalam proses komunikasi yang berisi pesan-pesan yang berkaitan
dengan fakta, konsep, prinsip dan keterampilan yang sering digunakan dalam
sehari-hari. Proses pembelajaran dituntut untuk secara aktif berpartisipasi.
Keaktifan berpartisipasi ini memberikan kesempatan yang luas mengembangkan
potensi, bakat yang dimiliki oleh masing-masing siswa.
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Lahirnya Teori Gestalt
Teori
kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Max Wertheimer (1940-1943) seorang psikologi jerman adalah penemu
psikologi Gestalt. Gerakan psikologi gestalt itu mula-mula dimuat dalam artikel
Wertheimer pada tahun 1912. Ia sangat dekat dengan Wolfgang Kohler (1887-1967)
dan Kurt Koffka (1886-1941). Kohler dan Koffka melakukan percobaan-percobaan
yang pertama untuk penelitian Wertheimer. Ide-ide ketiga orang itu sejajar dan
memberi sumbangan yang sangat berarti untuk psikologi gestalt.
Peletak
dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang
pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka
(1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan,
kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada
simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang
terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan
belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan
antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan
keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih
meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan
ganjaran.
Istilah
‘Gestalt’ sendiri merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari
terjemahannya dalam bahasa-bahasa lain. Arti Gestalt bisa bermacam-macam
sekali, yaitu ‘form’, ‘shape’ (dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal,
peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya dalam bahasa Inggris pun
bermacam-macam antara lain ‘shape psychology’, ‘configurationism’, ‘whole
psychology’ dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam
penerjemahannya, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk
menggunakan istilah ‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan kedalam bahasa lain.
Teori
Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari
pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan
menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Suatu
konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang insight yaitu
pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian
bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Pengamatan adalah pintu
pengembangan kognitif.
Bagi
para ahli pengikut Gestalt, perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam
proses diferensiasi itu yang primer adalah keseluruhan, sedangkan bagian-bagian
adalah sekunder; bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian daripada
keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya;
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian-bagiannya. Bila kita
bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan
terlebih dahulu bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus, atau
dahinya yang terluka, melainkan justru teman kita itu sebagai keseluruhan,
sebagai Gestalt; baru kemudian menuyusul kita saksikan adanya hal-hal khusus
tertentu seperti bajunya yang baru, pulpennya yang bagus, dahinya yang terluka,
dansebagainya.
Suatu
konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu
pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar
bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran
dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau
bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Guru
memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung
persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar
bagian, memperoleh insight agar ia dapat memahamii keseluruhan situasi atau
bahan ajaran tersebut. “insight” itu sering dihubungkan dengan pernyataan
spontan seperti “aha” atau “oh, see now”. Menurut teori Gestalt ini pengamatan
manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena
itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada
bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi
arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga.
Suatu
hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang lebih
berarti teratur, seimbang, simetri, dan harmonis. Untuk menemukan Pragnanz
diperlukan adanya pemahaman atau insight, menurut Ernest hilgard ada enam ciri
dari belajar pemahaman ini yaitu:
1. Pemahaman dipengaruhi oleh
kemampuan dasar.
2. Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan.
3. Pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.
4. Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, sebab insight bukanlah hal yang dapat jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang harus dicari.
5. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.
2. Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan.
3. Pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.
4. Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, sebab insight bukanlah hal yang dapat jatuh dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang harus dicari.
5. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.
6. Suatu pemahaman dapat
diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain
Penemuan gestalt itu dimulai sebagai
akibat insight Wertheimer selagi naik kereta api sambil membaca waktu liburan.
Ia melihat sinar berkedip-kedip (hidup dan mati) dengan jarak tertentu. Sinar
itu memberi kesan sebagai satu sinar yang bergerak datang pergi tidak
terputus-putus.
Kemudian ia meninggalkan kereta api
dan membeli permainan digunakan untuk menampilkan rangsang penglihatan dalam
jarak waktu yang bervariasi. Ia melakukan eksperimen sederhana dalam kamar
hotel. Ia mengembangkan kesan yang diperoleh dalam kereta api, bahwa jika mata
melihat perangsang dengan cara tertentu, akan memberikan ilusi gerakan.
Wertheimer menyebut gejala ini dengan istilah Phi Phenomenon. Phi phenomenon
ini sangat berbeda dengan elemen-elemen yang membentuknya. Sensasi yang
terbentuk tidak dapat dijelaskan dengan menganalisis masing-masing dari dua
sinar yang hidup mati tersebut. Impresi pengalaman itu timbul dari kombinasi
elemen-elemen itu. Dengan alasan ini, maka sejumlah psikolog Gestalt percaya,
meskipun pengalaman-pengalaman psikologis timbul dari penginderaan
elemen-elemen itu sendiri.[1]
B.
Teori Belajar Gestalt
Psikologi
gestalt memandang bahwa belajar terjadi bila diperoleh insight (pemahaman).
Insight timbul secara tiba-tiba. Bila individu telah dapat melihat hubungan
antara unsur-unsur dalam suatu problematis. Dapat pula dikatakan bahwa insight
timbul pada saat individu dapat memahami struktur yang semula merupakan suatu
masalah. Dengan kata lain insight adalah semacam reorganisasi pengalaman yang
terjadi secara tiba-tiba seperti ketika seseorang menemukan ide baru atau
menemukan pemecahan suatu masalah.
Belajar dengan insight (insightful
learning) sebagai dasar teori gestalt tercermin dalam tulisan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Wolfgang Kohler (1929) dan Kurf Koffka (1929) Kohler
melakukan percobaan terhadap seekor Chimpanzee (simpanse) yang dimasukkan kedalam
sebuah kandang. Diatas kandang terdapat pisang. Dengan hanya menjulurkan
tangan, pisang tidak dapat dijangkau. Didalam kandang terdapat tiga buah kotak.
Dalam situasi demikian, simpanse selalu berupaya untuk menjangkau pisang. [2]
Eksperimen tokoh Gestalt terhadap Simpanse
Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor Simpanse yang diberi nama Sulton. Berikut eksperimen yang dilakukan oleh kohler terhadap Simpanse :
Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor Simpanse yang diberi nama Sulton. Berikut eksperimen yang dilakukan oleh kohler terhadap Simpanse :
a. Eksperimen I
Simpanse
dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan didalam sangkar tersebut terdapat
sebatang tongkat. Diluar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang
dihadapi oleh simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang untuk
dimakan.. Tiba-tiba muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung dan
akhirnya berhasil
b. Eksperimen
II
Problem
yang dihadapi sekarang diubah, yakni pisang digantung diatas sangkar sehingga
simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Disudut sangkar tersebut
diletakkan subuah kotak yang kuat untuk dinaiki simpanse. Begitu juga ketika
dalam sangkar terdapat dua kotak kuat, dan ketika simpanse tidak bisa mengambil
dengan satu kotak, maka simpanse mengambil kotak tersebut untuk ditumpuk
kemudian dinaiki dan akhirnya simpanse dapat mengambil pisang tersebut
Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya .Gestalt berasumsi, bila seseorang atau suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem, tetapi kedudukan kognitif tidak seimbang sampai problem itu dipecahkan. Menurut gestalt problem tersebut merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya.
Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya .Gestalt berasumsi, bila seseorang atau suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem, tetapi kedudukan kognitif tidak seimbang sampai problem itu dipecahkan. Menurut gestalt problem tersebut merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya.
Orang yang dipandang menjadi
perintis langsung psikologi Gestalt ialah Chr Von Ehrenfels, sedang orang yang
dipandang benar-benar sebagai pendiri aliran ini ialah Wertheimer.
Pokok-pokok teori belajar menurut aliran teori gestalt:
1.
Belajar
sebagai proses Reinfoncement
Reinfoncement artinya sesuatu yang
diperkuat atau dipertahankan atau sesuatu yang selalu diingat kembali. Maka
teori belajar ini pada intinya adalah memusatkan perhatian kita kepada akibat
atau effect pada orang yang sedang belajar. Dalam hal ini guru harus
memperhatikan kebutuhan murid yaitu pengalaman-pengalaman apa yang selalu
reinfocement. Oleh karena itu, apabila guru dapat mengetahui tentang kebutuhan
anak, maka anak-anak tersebut akan merasa masalah tersebut adalah sebagai
ganjaran, sebab mendatangkan kepuasan kepada anak tersebut.
2.
Belajar
sebagai proses Pengamatan
Teori belajar ini menekankan bahwa
sebagian besar teori belajar adalah meliputi perubahan dalam cara memandang
dunia sekitar. Pandangan seseorang terhadap dunia sekitarnya diwarnai oleh
orang itu sendiri, sehingga tiap-tiap orang berbeda-beda dalam merespon
lingkungannya. Teori ini berasal dari psikologi gestalt (1932). Juga aliran ini
tidak menghendaki apabila proses belajar atau kelakuan dipecah-pecah menjadi
unsur-unsur (elemen) yang khusus. Psikologi gestalt menghendaki agar dalam
mengajar harus memandang seluruh situasi sebagai sesuatu unit kesatuan, dan
bukan sebagai rentetan dari bagian-bagian yang tersendiri.
Beberapa
hukum gestalt dalam pengamatan adalah :
1) Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti (pragnanz)
2) Hukum kesamaan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt (keseluruhan)
3) Hukum kecenderungan mengatakan bahwa hal ha yang berdekatan cenderung berbentuk gestalt
4) Hukum ketertutupan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
5) Hukum kontinuitas yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkesinambungan cenderung membentuk gestalt.
1) Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti (pragnanz)
2) Hukum kesamaan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt (keseluruhan)
3) Hukum kecenderungan mengatakan bahwa hal ha yang berdekatan cenderung berbentuk gestalt
4) Hukum ketertutupan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
5) Hukum kontinuitas yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkesinambungan cenderung membentuk gestalt.
3.
Belajar
sebagai proses Pengertian (insight)
Batasan belajar menurut pandangan
ini adalah bahwa belajar pada intinya berhubungan erat dengan seluruh
pengertian manusia yang disebabkan oleh adanya interaksi antara individu dengan
sekitarnya. Disamping itu, teori ini memandang manusia sebagai organisme yang
aktif dalam mencapai tujuannya, dan tingkah laku itu juga tidak lepas dari
dorongan indogen atau eksogen atau sekitarnya. Sebab menurut teori ini bahwa
dengan melalui antar aksi timbullah bentuk-bentuk gagasan, khayalan dan lain
sebagainya yang meliputi insight. Insight itu akan timbul apabila seseorang
memecahkan sesuatu probelema atau masalah dan dimengertinya proses alam inilah
“inti dari belajar”. Jadi yang penting bukan mengulang-ngulang masalah yang
harus dipelajari tetapi mengertinya dan memahaminya.[3]
C.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses
pendidikan
Dalam
Proses pembelajaran dikelas harus diterapkan sesuai dengan Konsep teori Gestalt
tersebut. Aplikasi teori belajar gestalt dalam pembelajaran antara lain:[4]
1. Pengalaman tilikan (insight);
bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku.
2.Pembelajaran yang bermakna
(meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang
pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran.
3. Perilaku
bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
4. Prinsip
ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada
5. Transfer
dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Teori belajar gestalt secara umum sangat berpengaruh
dalam metode membaca dan menulis.
PENUTUP
Dari urain di atas dapat disimpulkan
bahwa Max Wertheimer (1940-1943) seorang psikologi jerman adalah penemu
psikologi Gestalt.
Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka
(1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan,
kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada
simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang
terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan
belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan
antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan
keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih
meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan
ganjaran.
Pokok-pokok teori belajar menurut
aliran teori gestalt: 1. Belajar sebagai proses Reinfoncement 2. Belajar
sebagai proses Pengamatan 3. Belajar sebagai proses Pengertian (insight).
Aplikasi teori gestalt didalam
pembelajaran yaitu:
1. Pengalaman
tilikan (insight)
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning)
3. Perilaku bertujuan (pusposive
behavior)
4. Prinsip
ruang hidup (life space)
5. Transfer
dalam Belajar
DAFTAR PUSTAKA
Umam Cholil, Ikhtisar
Psikologi Pendidikan (Surabaya: Duta Aksara, 1998.)
Mudzakir
Ahmad, Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan untuk fakultas Tarbiyah Komponen
MKDK (Bandung: Pustaka Setia, 1979).
Tim
Penulis Psikologi Pendidikan, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: UPP
Universitas Negeri Yogyakarta, 1993.)
Marada. 2008. Belajar Psikologi
Gestalt dan Implikasinya di dalam Belajar dan pembelajaran. (online) Tersedia :
Riyanto, Bambang. 2008. Teori
Belajar Gestalat. (online) Tersedia:
Sagala, Syaiful, Konsep dan Makna
Pembelajaran (Bandung : Alfabeta. 2010).
Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori
Belajar. (online) Tersedia :
Soewondo Soetinah, Dasar-dasar
Pendidikan (Semarang, Effhar Offset, 1993,)
Baharuddin, Nur Esa Wahyuni, Teori
Belajar dan Pembelajaran (Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008).
Suwarno Wiji, Dasar-dasar ilmu
pendidikan (Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2006).