Model pembelajaran Diskusi



            PENDAHULUAN
Pendidikan agama merupakan bagian penting dalam upaya membentuk insan kamil. Islam sebagai sebuah agama paripurna tentu telah memiliki sejumlah konsepsi untuk memecahkan berbagai problem kehidupan yang dihadapi oleh manusia. Dan salah satu jalan untuk mengupayakan internalisasi pemahaman Islam ditengah-tengah umat  adalah melalui sistem pendidikan. Namun sebagaimana yang nampak didalam kenyataan saat ini, pendidikan Islam masih dihinggapi berbagai persoalan kompleks yang tak kunjung bisa diselesaikan dengan mudah. Oleh karena itu masa depan pendidikan Islam memerlukan perhatian serius agar tujuan pendidikan yang telah digariskan yaitu membentuk insan kamil dapat terwujud dengan maksimal.
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa cara menyeru manusia agar dapat menerima pemahaman Islam adalah menyesuaikan dengan kadar akal serta kemampuan mereka. Pesan Rasulullah tersebut adalah berkenaan dengan strategi yang digunakan agar orang dapat menyerap dan menerima dengan sadar seluruh pengetahuan yang disampaikan.
 Dalam konteks strategi pembelajaran pendidikan agama Islam, seorang guru seyogyanya memperhatikan dan dapat terinspirasi dari pesan Rasulullah tersebut dengan mempertimbangkan metode serta strategi pembelajaran yang digunakan sehingga tujuan pendidikan Islam dapat tercapai dengan mudah. Penentuan metode dan strategi yang tepat maka ajaran-ajaran agama dapat diserap oleh anak didik dengan sebaik-baiknya. Metode yang tepat akan menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Dengan mengetahui metode-metode dan strategi pembelajaran tersebut diharapkan seorang guru agama Islam mampu menyampaikan materi-materi keislaman lebih mudah dan sesuai dengan harapan.
Salah satu metode dan strategi pembelajaran yang sangat diajarkan oleh islam adalah metode diskusi, karena sebagaimana dalam bentangan sejarah penyebaran islam, Islam datang untuk meluruskan pemahaman dan pemikiran keliru menuju pemikiran dan pemahaman yang shahih. Benturan pemikiran antara haq dan batil menjadi suatu keniscayaan dan tentu sebagai konsekuensi dari hal tersebut adalah adanya diskusi bahkan debat antara pemikiran Islam yang benar dengan pemikiran yang keliru.
Berdasarkan hal tersebut, penulisan makalah yang akan disajikan ini akan membahas secara detail tentang metode diskusi didalam strategi pembelajaran sekaligus bagaimana Islam menginspirasi terhadap tata nilai dan etika dalam diskusi.
B.  METODE DISKUSI SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN
Diskusi  sebagai  metode  pembelajaran  adalah proses pelibatan dua orang peserta atau lebih  untuk  berinteraksi saling  bertukar  pendapat, dan atau  saling  mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka. Pembelajaran  yang menggunakan metode diskusi  merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif . Diskusi dan diskursus menurut Arrends sebagaimana yang dikutip oleh Trianto merupakan komunikasi seseorang antara satu dengan yang lain, saling berbagi gagasan dan pendapat  tentang pokok pembicaraan tertentu.[1]
Dalam metode diskusi, jika salah satu diantara siswa berbicara,  maka siswa-siswa lain yang menjadi bagian dari kelompoknya aktif mendengarkan. Siapa yang  berbicara  terlebih  dahulu  dan begitu pula  yang menanggapi, tidak harus  diatur  terlebih dahulu. Dalam berdiskusi, seringkali siswa saling menanggapi jawaban  temannya  atau berkomentar  terhadap  jawaban  yang diajukan  siswa  lain. Demikian  pula mereka  kadang-kadang mengundang anggota kelompok lain untuk bicara, sebagai  nara sumber. Dalam penentuan pimpinan  diskusi, anggota  kelompok dapat  menetapkan pemimpin diskusi mereka sendiri.  Sehingga melalui metode diskusi, keaktifan siswa sangat tinggi.
Mc.Keachie dan Kulik menyebutkan bahwa dibanding dengan metode ceramah, dalam hal retensi, proses berfikir tingkat tinggi, pengembangan  sikap dan peningkatan motivasi, lebih baik dengan metode diskusi. Hal ini disebabkan metode diskusi memberikan kesempatan anak untuk lebih aktif dan memungkinkan adanya umpan balik yang bersifat langsung. Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil  penelitiannya, dibanding metode ceramah, metode diskusi  dapat meningkatkan  anak dalam pemahaman konsep  dan keterampilan memecahkan  masalah.
Menurut Suryo Subroto, metode diskusi dapat digunakan oleh guru apabila hendak :
a.    Memanfaatkan berbagai kemampuan yang sudah dimiliki oleh siswa
b.    Memberikan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-masing
c.    Memperoleh umpan balik dari para siswa, apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai
d.   Membantu para siswa berfikir teoritis dan praktis
e.    Membantu para siswa belajar menilai kemampuan dan peran mereka sendiri sekaligus kemampuan teman-temannya.
f.     Membantu para siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang dipandang baik dari pengalaman sendiri maupun dari pelajaran sekolah.
g.    Mengembangkan motivasi untuk blajar lebih lanjut.[2]
Melalui penggunaan metode diskusi, siswa juga mendapat kesempatan untuk latihan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan untuk mengembangkan strategi berfikir  dalam memecahkan  masalah. Namun demikian  pembelajaran  dengan metode diskusi semacam ini keberhasilannya sangat bergantung pada anggota kelompok itu sendiri dalam memanfaatkan kesempatan untuk berpatisipasi dalam pembelajaran. Untuk  meningkatkan proses diskusi,  peranan  pemimpin diskusi  sangat menentukan.
Pemimpin diskusi bertugas  untuk mengklarifikasi  topik yang tidak jelas. Jika diskusi tidak berjalan, pemimpin diskusi berkewajiban mengambil inisiatif dengan melontarkan  ide-ide yang dapat  memancing  pendapat peserta diskusi. Demikian pula bila terjadi ketegangan dalam proses  diskusi, tugas pemimpin  diskusi  adalah meredakan ketegangan.  Tidak  jarang pendapat-pendapat  dalam  diskusi menyimpang dari  topik utama, karena itu pemimpin  diskusi bertugas untuk mengembalikan pembicaraan kepada topik utama diskusi.
Pemilikan pengetahuan secara umum tentang masalah  yang didiskusikan adalah  prasyarat agar setiap  peserta  mampu mengemukakan pendapat. Diskusi tidak akan berhasil manakala peserta  diskusi  belum memiliki  pengetahuan  yang  menjadi masalah  yang  didiskusikan.  Dalam diskusi  formal,  untuk membekali  pengetahuan peserta, disajikan  terlebih dahulu makalah yang disusun oleh salah satu peserta diskusi. Tujuan penyajian  makalah adalah untuk membuka wawasan dan pikiran peserta agar mampu memberikan pendapatnya.
C.  KELEBIHAN DAN KELEMAHAN METODE DISKUSI
Setiap metode pembelajaran memiliki aspek kelebihan dan kelemaham sekaligus. Oleh karena itu seorang guru harus mampu memilih metode yang tepat didalam strategi pembelajarannya. Menurut Hamzah B.Uno ada beberapa hal yang menjadi prinsip dalam pemilihan strategi pembelajaran yaitu prinsip efisiensi, efektifitas dan keterlibatan para siswa.[3]
Agar seorang guru tepat menentukan pilihan metode, maka metode diskusi hendaknya dapat diketahui aspek kelebihan dan kelemahannya yaitu sebagai berikut:
a.    Kelebihan Metode Diskusi
1.        Merangsang kreatifitas anak didik untuk mengungkapkan gagasan dan pemecahan suatu masalah
2.        Menumbuhkan sikap penghargaan terhadap pendapat orang lain
3.        Memperluas wawasan
4.        Membiasakan bermusyawarah untuk mencapai mufakat dalam memecahkan masalah.
b.    Kekurangan metode diskusi
1.        Pembahasan dalam diskusi rawan mengalami penyimpangan, sehingga memerlukan waktu yang panjang
2.        Tidak efektif digunakan pada jumlah kelompok yang sangat besar
3.        Peserta mendapat informasi yang bersifat terbatas
4.        Kemungkinan orang-orang yang suka berbicara dan menonjolkan diri cenderung menguasai dalam metode diskusi.[4]
D.  BEBERAPA JENIS DISKUSI
Ada beberapa jenis bentuk diskusi antara lain sebagai berikut :
1.    Diskusi Kelompok Besar (Whole Group Discussion)
Jenis diskusi kelompok besar dilakukan dengan memandang kelas sebagai satu kelompok. Dalam diskusi ini, guru sekaligus  sebagai  pemimpin  diskusi. Namun  begitu, siswa  yang dipandang  cakap, dapat saja ditugasi guru sebagai  pemimpin diskusi. Dalam diskusi kelompok besar, sebagai pemimpin  diskusi, guru berperan dalam memprakarsai  terjadinya diskusi.  Untuk itu,  guru dapat mengajukan permasalahan-permasalahan  serta mengklarifikasinya sehingga mendorong anak untuk mengajukan pendapat.  Dalam diskusi kelompok besar, tidak  semua  siswa menaruh  perhatian yang sama, karena itu tugas guru  sebagai pemimpin diskusi untuk membangkitkan perhatian anak terhadap masalah yang sedang didiskusikan. Di samping itu, distribusi siswa  yang  ingin  berpendapat perlu  diperhatikan.  Dalam diskusi kelompok  besar, pembicaraan sering didominasi  oleh anak-anak tertentu. Akibatnya tidak semua anak berkesempatan untuk berpendapat. Untuk menghindari keadaan itu,  pemimpin diskusi perlu mengatur distribusi pembicaraan. Tugas terberat  bagi  pemimpin  diskusi adalah  menumbuhkan  keberanian peserta untuk mengemukakan pendapatnya.
Dalam praktek, tidak sedikit  anak-anak  yang  kurang berani  berpendapat  dalam berdiskusi. Terlebih bagi anak yang kurang menguasai  permasalahan yang menjadi bahan diskusi.
2.    Diskusi Kelompok Kecil (Buzz Group Discussion)
Kelas  dibagi menjadi beberapa kelompok  kecil  terdiri atas 4--5 orang. Tempat berdiskusi diatur agar siswa  dapat berhadapan  muka dan bertukar pikiran dengan mudah.  Diskusi diadakan  dipertengahan  pelajaran atau  diakhir pelajaran dengan maksud menajamkan pemahaman  kerangka  pelajaran, memperjelas  penguasaan bahan pelajaran atau menjawab  pertanyaan- pertanyaan. Hasil belajar yang diharapkan ialah agar segenap  individu membandingkan  persepsinya  yang  mungkin berbeda-beda  tentang bahan pelajaran, membandingkan interpretasi dan informasi yang diperoleh masing-masing individu yang dapat saling memperbaiki pengertian, persepsi, informasi, interpretasi, sehingga dapat dihindarkan kekeliruan-kekeliruan.
3.    Diskusi Panel
Fungsi utama diskusi panel adalah untuk  mempertahankan keuntungan  diskusi kelompok dengan situasi  peserta  besar, dimana ukuran  kelompok  tidak  memungkinkan partisipasi kelompok secara mutlak. Dalam artian panel memberikan pada kelompok  besar keuntungan partisipasi yang dilakukan  orang lain dalam  situasi diskusi yang dibawakan  oleh  beberapa peserta yang terplih. Peserta yang terpilih yang  melaksanakan  panel mewakili beberapa sudut pandangan yang dipertimbangkan  dalam  memecahkan masalah. Mereka memiliki  latar belakang  pengetahuan yang memenuhi syarat  untuk  berperan dalam diskusi  tersebut. Forum panel secara  fisik  dapat dihadiri  audience secara lansung  atau  tidak langsung (melalui TV, radio, dan sebagainya).
4.    Diskusi Kelompok.
Suatu  kelas  dibagi  menjadi  beberapa  kelompok kecil terdiri atas 3--6 orang. Masing-masing kelompok kecil melaksanakan diskusi dengan masalah  tertentu. Guru menjelaskan garis  besar problem kepada kelas, ia  menggambarkan aspek- aspek masalah kemudian tiap- tiap kelompok (syndicate) diberi topik  masalah yang sama atau berbeda- beda selanjutnya  masing-masing kelompok  bertugas untuk  menemukan kesepakatan jawaban penyelesaiannya. Untuk  memudahkan diskusi anak, guru  dapat  menyediakan reference atau sumber-sumber informasi yang relevan.  Setiap sindikat bersidang  sendiri-sendiri  atau  membaca bahan, berdiskusi  dan  menysusun  kesimpulan  sindikat.  Tiap-tiap kelompok mempresentasikan kesimpulan hasil diskusinya  dalam sidang pleno untuk didiskusikan secara klasikal.
5.    Symposium.
Beberapa orang membahas tentang aspek dari suatu  subjek tertentu  dan membacakan di muka peserta  simposium  secara singkat (5--20 menit). Kemudian dikuti dengan sanggahan  dan pertanyaan  dari para penyanggah dan juga  dari  pendengar. Bahasan dan sanggahan itu selanjutnya dirumuskan oleh panitia perumus sebagai hasil simposium.
6.    Informal Debate.
Kelas dibagi menjadi dua tim yang agak sama besarnya dan mendiskusikan subjek yang cocok untuk diperdebatkan tanpa memperdebatkan peraturan perdebatan. Bahan yang cocok  untuk diperdebatkan  ialah yang bersifat problematis,  bukan  yang bersifat faktual.
7.    Fish Bowl.
Beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua mengadakan  suatu  diskusi untuk  mengambil suatu  keputusan. Tempat duduk diatur merupakan setengah lingkaran dengan  dua atau  tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi,  kelompok pendengar  duduk mengelilingi kelompok diskusi,  seolah-olah melihat ikan  yang berada dalam mangkuk (fish bowl).  Selama kelompok  diskusi berdiskusi, kelompok pendengar yang ingin menyumbang pikiran dapat masuk duduk di kursi kosong. Apabila ketua diskusi mempersilahkan berbicara ia dapat langsung berbicara, dan meninggalkan kursi setelah berbicara.
E.  LANDASAN FILOSOFI METODE DISKUSI
Setiap metode maupun strategi pembelajaran memiliki kerangka filosofis yang mendasarinya. Pemahaman akan landasan filosofi ini akan membantu para guru mengetahui spirit yang melatarbelakangi penggunaan sebuah metode sehingga pilihan menggunakan metode tertentu dalam kegiatan pembelajaran dapat ditentukan dengan tepat dan bisa diterapkan secara maksimal.
Metode diskusi sebagai salah satu metode dan strategi pembelajaran menurut hemat penulis memiliki kerangka filosofi yaitu pertama, landasan pemikiran Islam dan kedua, landasan pemikiran filsafat.
Landasan pertama adalah landasan pemikiran Islam. landasan ini setidaknya diperoleh oleh kenyataan bahwa Islam datang dibawa oleh Rasulullah adalah dalam rangka meluruskan pemikiran dan pemahaman salah menuju pemikiran yang shahih yaitu pemikiran Islam. Dari kenyataan ini adanya diskusi menjadi satu keniscayaan antara pemikiran yang haq dan batil. Oleh karena itu Islam memiliki etika tersendiri dalam metode diskusi mengenai pemikiran Islam.
Salah satu konsepsi Islam yang melandasi metode diskusi adalah konsep musyawarah sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah SWT :
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ  (أل عمران : 159)
Artinya : dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS : An-Nahl :125)
            Dari penjelasan ayat di atas menegaskan bahwa konsepsi musyawarah di dalam islam adalah dalam rangka menguatkan tekad dan menumbuhkan sikap tawakkal dan ketakwaan kepada Allah SWT. Dan pada ayat An-Nahl juga disebutkan bahwa ketika terjadi perselisihan pendapat atau bantahan terhadap pendapat yang benar, maka Islam juga memerintahkan agar selalu berdebat dengan baik, sehingga tujuan berdebat atau tujuan berdiskusi adalah dalam rangka menemukan pendapat yang benar dan membatalkan pendapat yang batil, bukan untuk mencari kemenangan dan kebanggaan dalam diskusi. Dengan demikian etika diskusi di dalam Islam adalah sebagai sarana untuk menguatkan komitmen ketakwaan kepada Allah SWT. Namun satu hal yang patut digaris bawahi bahwa permasalahan yang masuk kategori untuk dimusyawarahkan dengan memberikan keleluasaan kepada manusia dengan standard rasinalisasi dan efektifitas adalah perkara-perkara teknis yang tidak ada dalilnya di dalam nash Al-Qur’an maupun Hadits. Sedangkan hal-hal yang memiliki landasan dalil dan terkait dengan metode kehidupan adalah berdasarkan kekuatan dalil yang mendasarinya.[5]
            Berdasarkan kerangka berfikir demikian, seorang guru bisa memberikan arahan yang benar dalam mengatur jalannya diskusi. Jika materi pelajaran yang didiskusikan menyangkut hal-hal yang memerlukan dalil, maka siswa didorong untuk mengeksplorasi dalil yang digunakan untuk menguatkan pendapatnya dengan tetap membangun prinsip toleransi terhadap pendapat yang berbeda dengan standard relevan dan mendapatkan legitimasi dalil. Namun jika diskusi yang berlangsung berkaitan dengan perkara-perkara teknis atau termasuk kategori sain dan teknologi yang tidak memiliki dalil maka parameter yang digunakan adalah standard rasionalisasi dan efektifitas. Dengan demikian jalannya diskusi dalam pembelajaran bisa terarah sesuai dengan prinsip Islam dan tidak menjadi arena debat kusir.
            Kemudian jika diskusi mengarah kepada pertentangan pendapat antara satu pihak dengan pihak lainnya sehingga menimbulkan perdebatan antara kedua pendapat atau lebih maka menurut Atha Abu Rasthah ada beberapa etika berdebat di dalam islam diantaranya sebagai berikut :
1.    Mengedepankan ketakwaan kepada Allah dengan cara memastikan kebenaran sebagai kebenaran dan menampakkan kebatilan sebagai kebatilan.
2.    Harus diniatkan memberi nasehat karena Allah SWT bukan untuk kebanggaan atau sekedar mencari kemenangan di dalam berdebat.
3.    Harus berdebat melalui metode dan ungkapan yang baik dengan pandangan dan situasi yang baik pula.
4.    Harus ada kesepakatan mengenai parameter dan dasar rujukan di dalam berdebat.[6]
Sedangkan landasan kedua dari metode diskusi adalah filsafat konstruktifisme yaitu sebuah teori yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya jika aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori konstruktivis ini, siswa dituntut untuk memecahkan permasalahan yang ada melalui mereka sendiri.[7]
Beberapa gagasan tentang filsafat konstruktivisme dikemukakan oleh Agus Supriono sebagai berikut :
1.    Pengetahuan bukanlah gambaran kenyataan belaka, namun ia merupakan hasil dari konstruksi manusia
2.    Subyek akan membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang dibutuhkan dalam pengetahuan.
3.    Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang.[8]
Berdasarkan kedua landasan tersebut seorang guru ketika menerapkan metode diskusi kepada peserta didik harus mampu mendorong peserta didik dapat mengungkapkan pendapatnya atau gagasannya sesuai dengan kreatifitas yang mereka miliki sebagai wujud dari konstruksi mereka terhadap suatu permasalahan, namun guru juga mampu mengarahkan agar konstruksi mereka terhadap permasalahan yang sedang di diskusikan masih ada dalam koridor ketentuan-ketentuan Islam. Hingga keseluruhan pendapat meskipun kemungkinan berbeda-beda karena perbedaan konstruksi pemikiran masing-masing tetap tidak menyimpang dari nilai-nilai Islam. Pada kondisi seperti ini seorang guru juga harus dapat membangun sikap para peserta diskusi saling menghormati dan mengembangkan toleransi atas perbedaan tersebut.
F.   PRINSIP UMUM PENGGUNAAN METODE DISKUSI
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode diskusi, antara lain sebagai berikut:
a.         Perumusan masalah atau masalah-masalah yang  didiskusikan agar dilakukan bersama-sama dengan siswa.
b.        Menjelaskan  hakikat masalah itu disertai tujuan  mengapa masalah tersebut dipilih untuk didiskusikan.
c.         Pengaturan peran siswa yang meliputi pemberian tanggapan, saran, pendapat,  pertanyaan, dan  jawaban yang  timbul untuk memecahkan masalah.
d.        Memberitahukan tata tertib diskusi serta etika diskusi sesuai dengan nilai-nilai Islam
e.         Pengarahan pembicaraan agar sesuai dengan tujuan.
f.         Pemberian bimbingan siswa untuk mengambil kesimpulan.
G. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN METODE DISKUSI
Langkah-langkah  diskusi sangat bergantung  pada  jenis diskusi yang digunakan. Hal ini dikarenakan tiap-tiap jenis memiliki  karakteristik masing- masing. Seminar memiliki  karakteristik  yang berbeda dengan simposium, debat,  panel, dan lain-lain. Akibat  perbedaan karakteristik tersebut, maka langkah dan atau  prosedur pelaksanaannya  berbeda  satu dengan  yang  lain. Meskipun demikian, secara umum untuk keperluan pembelajaran di kelas, langkah-langkah diskusi  kelas  dapat  dilaksanakan dengan prosedur yang lebih sederhana. Moedjiono, dkk (1996)  menyebutkan langkah-langkah  umum  pelaksanaan diskusi  sebagai berikut ini.
a.    Merumuskan masalah secara jelas
b.    Dengan  pimpinan guru para siswa  membentuk  kelompok-kelompok
c.    diskusi, memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris,  pelapor), mengatur tempat  duduk,  ruangan, sarana, dan sebagainya sesuai dengan tujuan diskusi. Tugas  pimpinan diskusi antara lain: (1) mengatur  dan mengarahkan diskusi, (2) mengatur "lalu lintas" pembicaraan.
d.   Melaksanakan diskusi. Setiap anggota diskusi hendaknya tahu  persis apa yang akan didiskusikan dan  bagaimana cara berdiskusi. Diskusi harus berjalan dalam  suasana bebas, setiap anggota tahu bahwa mereka mempunyai  hak bicara yang sama.
e.    Melaporkan  hasil  diskusinya. Hasil-hasil  tersebut  ditanggapi  oleh semua siswa, terutama dari kelompok lain. Guru  memberi  alasan atau penjelasan  terhadap  laporan tersebut.
f.     Akhirnya  siswa mencatat hasil diskusi, dan  guru  mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap kelompok.

  KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Metode diskusi didalam strategi pembelajaran adalah proses pelibatan dua orang peserta didik atau lebih  untuk  berinteraksi saling  bertukar  pendapat, dan atau  saling  mempertahankan pendapat dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka.
2.    Landasan filosofi metode diskusi adalah berdasarkan konsepsi Islam tentang prinsip musyawarah ataupun etika berdebat di dalam Islam. sedangkan landasan dari sisi filsafatnya adalah filsafat konstruktifisme yaitu sebuah teori atau pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi manusia terhadap realitas.
3.    Berdasarkan kedua landasan metode diskusi seorang guru dapat menumbuhkan kreatifitas dan inovasi siswa untuk menemukan gagasan mereka sendiri secara mandiri melalui proses diskusi dengan mengarahkannya agar tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Abu> Rasthah, Atha>. Min Muqawwima>t Nafsiyah Isla>miyah, Beirut, Daar Al-Ummah,2004

An-Nabha>ni, Taqiyuddi>n. al-Shahs}iyah al-Isla>miyah, Juz I, Beirut, Da>r al-Ummah, 2003

B.Uno, Hamzah. Nurdin Muhammad, Belajar Dengan Pendekatan Pailkem, Jakarta, Bumi Aksara, 2012

Djamarah, Syaiful Bahri. dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2002

Suprijono, Agus. Cooperatif Learning ; Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2011

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta, Prestasi pustaka, 2011



Postingan terkait: