MAKALAH Aliran Khawarij

 BAB I 

PENDAHULUAN 

            Setiap orang yang ingin mengetahui seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari teologi akan memudahkan seseorang menemukan landasan yang kuat, agar tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan zaman.Teologi sendiri dalam Islam disebut juga “Ilmu Kalam”. Dinamakan demikian, karena masalah “kalam” atau firman Tuhan, yaitu Al- Quran, pernah menjadi polemic yang menimbulkan pertentangan keras dikalangan umat Islam, terutama pada abad 9 sampai 10 Masehi yang membawa kepada penganiayaan bahkan pembunuhan. Dalam Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada aliran yang bersifat liberal, ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang bersifat tengah-tengah antara liberal dan tradisional. Orang yang bersifat tradisional dalam pemikirannya, mungkin lebih sesuai dan dapat menerima paham-paham dari ajaran teologi tradisional. Sedangkan orang yang bersifat liberal dalam pemikirannya, mungkin lebih sesuai dan dapat menerima paham-paham dari ajaran teologi liberal. Dalam soal paham jabariyah dan paham qadariyah misalnya, orang yang bersifat liberal dalam pemukimannya, tentu tidak dapat menerima paham jabariyah. Baginya paham qadariyah yang terdapat dalam ajaran teologi liberalisme yang lebih sesuai dengan jiwa dan pemikirannya. Begitu pula sebaliknya. Adapun beberapa aliran teologi dalam Islam, salah satunya adalah aliran khawarij. (Rubini,2018) 

            Menurut idwin saputra, (2019) Khawarij adalah sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali Ibn Abi Thalib, di karenakan mereka tidak menerima atas tahkim (arbitrase) yang diterima oleh Khalifah Ali Ibn Abi Thalib dengan Mu‟awiyah dalam hal kepemimpinan. Orang-orang Khawarij ini dicirikan dengan watak yang keras, karena asal usul mereka dari masyarakat badawi dan gurun pasir yang tandus. Menurut mereka orang yang tidak sepaham dengan mereka dianggap Kafir, baik itu pelaku dosa besar maupun kecil. 

            Ketidak puasan atas terjadinya tahkim antara Ali dan Mu‟awiyah telah menyulut sebagian dari tentara Ali untuk memisahkan diri dan melakukan pemberontakan. Inilah awal mula munculnya aliran Khawarij. Mereka menolak hasil dari tahkim yang menyebabkan kalahnya Ali dan turunnya dari jabatan sebagai Khalifah. Dengan jumlah sekitar dua belas ribu orang akhirnya mereka melakukan pemberontakan. Khawarij bersikap bermusuhan terhadap Ali maupun terhadap Mu‟awiyah. Mereka beranggapan, orang-orang Islam selain mereka sendiri adalah kafir dan halal darahnya serta kekayaannya. Dalam tulisan kali ini kami akan menguraikan bagaimana sejarah serta perkembangan aliran Khawarij, sekte-sekte yang ada didalamnya dan ajaran pokok yang dianutnya. 

BAB II 

PEMBAHASAN 

Pengertian Aliran Khawarij 

            Khawarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar" adalah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam, yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Disebut Khawarij karena keluarnya mereka dari dinul Islam dan pemimpin kaum muslimin. Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman khalifah Ali bin Abi Thalib ketika terjadi musyawarah dua utusan. Menurut mereka orang yang tidak sepemikiran dengan mereka disebut dengan kafir, karena mereka meyakini bahwa ajaran yang paling benar adalah ajaran yang sudah ditentukan oleh Allah dan apa yang ada dalam kitab al qur‟an.(Hidayat dkk,2018) 

Sebab-sebab Munculnya Aliran Khawarij 

            Ali bin Abi Thalib adalah menantu Rasulullah saw. Beliau adalah suami Fatimah Az-Zahra, puteri Rasulullah. Beliau juga anak Abu Tholib, paman Rasulullah. Ayah dari Husein dan Hasan, dan dari sini berkembang keturunan Rasulullah saw. Setelah khalifah Ustman terbunuh. Sebagian besar kaum muslim menginginkan dan menunjuk Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah selanjutnya. Namun, tidak semua orang menyetujui jika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah selanjutnya. Karena mereka juga menginginkan tahta tersebut. Mereka juga khawatir jika imam Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, maka harta dan tahta yang mereka miliki selama ini akan musnah. Mengapa bisa begitu? Karena imam Ali dikenal sebagai orang yang sangat disiplin, perhitungan, serta sangat keras dalam mengeluarkan harta negara. Dalam mewujudkan usahanya tersebut, Imam Ali bin Abi Thalib dihadapkan dengan banyak nya masalah dan peperangan. Sebab tidak dipungkiri bahwa gerakan perubahan yang dirancang imam Ali dapat menghabiskan keuntungan-keuntungan beberapa perorangan dan kelompok.(Susanti,2018) 

            Pada mulanya Ali bin Abi Thalib menghadapi banyak cobaan dari Ummul Mukminin, yakni Aisyah r.a. menuntut pembelaan atas kematian khalifah Ustman bin Affan, sedangkan dari faktor internalnya adalah hasutan dari keponakan Aisyah yang juga menginginkan kedudukan tahta khalifah. Sehingga terjadilah perang antar saudara ini yang dinamakan Perang Jamal. Kemudian majulah Seorang Muawiyah dan pengikutnya menentang kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Hingga terjadi peperangan diantara kedua kubu yang dinamakan Perang Siffin. Asal mulanya kaum Khawarij adalah orang yang mendukung Sayyidina Ali. Akan tetapi mereka membencinya sebab adanya tahkim yang mengecewakan. Munculnya nama golongan Khawarij adalah setelah peristiwa tahkim, yaitu sebagai upaya menyelesaikan peperangan antara Ali bin Abi Thalib disatu pihak dengan Mu‟awiyah dipihak lain. Peperangan kedua pihak itu terjadi disebabkan Mu‟awiyah pada akhir 37 H, menolak mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Karena Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kotanya ke al- Kufah. Dari adanya penolakan tersebut terjadilah perang antara kubu Muawiyah dan juga kubu Ali Bin Abi Thalib. Yang dinamakan perang Siffin pada tahun 37 H/ 658 M. Dalam peperangan ini tentara Ali di bawah pimpinan Malik al-Asytar hampir saja mencapai titik kemenangannya, yaitu tentara Ali berhasil mendesak tentara Mu‟awiyah. Namun melihat pasukannya terdesak mundur „Amru bin Asy panglima tertinggi pasukan Mu‟awiyah memerintahkan pasukannya mengangkat tinggi-tinggi al-Qur‟an dengan ujung tombak sambil berkata “al-Qur‟an yang akan menjadi hakim diantara kita”. Marilah kita bertahkim dengan kitabullah. Kemudian Ali mendapat desakan dari pimpinan-pimpinan pasukannya agar mau menerima ajakan tersebut sehingga Ali pun tidak bisa berbuat apa-apa selain menyetuji tahkim tersebut. 

            Adapun beberapa isi dari perjanjian tersebut, yakni sebagai berikut:“suatu perjanjian telah direncanakan di Siffin pada Safar 37 H/ 657 M. dan telah ditunjukkan dan dijelaskan dalam tahkim itu dua orang sebagai perantara yaitu Abu Musa al-Asy‟ari dan Ali dan Amr Ibnu al-Asy untuk Mu‟awiyah yang akan mengumumkan keputusan mereka pada tempat yang telah ditentukan yaitu di tengah antara Syiria dan Iraq”. Namun masalah muncul pada kubu Ali Bin Abi Thalib, sebagaian di antara pasukan kubu Ali ada yang tidak menerima ajakan tahkim itu, karena mereka menganggap bahwa orang yang mau berdamai ketika pertempuran adalah orang yang ragu akan pendiriannya. Hukum Allah sudah nyata kata mereka. Siapa yang melawan Khalifah yang sah harus diperangi. “kita berperang guna menegakkan kebenaran demi keyakinan kepada agama kita. Kenapa kita mauberhenti perang sebelum mereka kalah”, kata mereka. Akhirnya kaum ini membenci Ali r.a. karena dianggap lemah dalam menegakkan kebenaran, sebagaimana mereka membenci Mu‟awiyah karena melawan Khalifah yang sah. Kaum inilah yang dinamakan Khawarij, kaum yang keluar dan memisahkan diri dari Ali. Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa timbulnya Aliran Khawarij ini dikarenakan persoalan politik yang berubah kemudian menjadi soal kepercayaan. Mereka menuduh Khalifah Ali bin Abi Thalib lebih percaya pada putusan musuh dan mengenyampingkan putusan Allah yaitu menerima tahkim yang menjadi sebab perpecahan dan perbedaan antara para pengikut Ali dan juga pimpinannya (Ali Bin Abi Thalib). Karena pada masa kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib banyak terjadi pertentangan dan peperangan, sehingga masa kepemimpinan ini hanya bertahan sebentar. Sampai saat khalifah Ali bin Abi Thalib meninggal dibunuh salah seorang dari kelompok Khawarij. 

Ciri-Ciri Aliran Khawarij 

a. Ciri – ciri Kaum Khawarij 

1. Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun orang tersebut adalah penganut agama Islam. 

2. Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan. Islam sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan Islam lain tidak benar. 

3. Orang-orang Islam yang tersesat dan telah menjadi kafir itu perlu dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang mereka pahami dan amalkan. 

4. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, maka mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri. Imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan. 

5. Mereka bersikap fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuan mereka.(Zaini,2015) 

b. Ajaran Pokok Aliran Khawarij

Ajaran-ajaran pokok Aliran Khawarij mencakup beberapa hal, antara lain khilafah, dosa, dan imam. 

- Khalifah: Mereka berpendapat bahwa sahnya khalifah Abu Bakar dan Umar. Karena sahnya pemilihan keduanya, dan sahnya khalifah Utsman pada beberapa tahun awal pemerintahannya. Namun ia berubah serta menyimpang dari kebijakan, maka dia wajib dipecat. Mereka mengakui sahnya khalifah Ali, tetapi selanjutnya mereka berpendapat bahwa dia bersalah dalam masalah tahkim. Mereka menghukuminya kafir karena menerima tahkim. Mereka juga mengutuk dan mengkafirkan pengikut orang-orang yang terlibat perang jamal. Dan adapun beberapa ajaran pokok aliran khawarij ini mengenai kekhalifahan, antara lain Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab, dengan demikian setiap umat muslim berhak menjadi khalifah apabila mereka memenuhi syarat tersebut. Khalifah dipilih secara permanen, seorang khalifah harus bersikap adil dan menjalankan syari‟at islam. Namun jika seorang khalifah berbuat kedzaliman maka harus di turunkan dari jabatannya bahkan dapat dibunuh.(Irhamni,2017) 

- Dosa: Pada aliran Khawarij ini mereka percaya bahwa tidak ada dosa kecil, yang ada hanyalah dosa besar saja, tidak ada pembagian dosa besar dan dosa kecil. Semua pendurhaka terhadap Allah SWT adalah berakibat dosa besar. Latar belakang Khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya, yaitu hanya dosa besar saja, agar orang Islam yang tidak sejalan dengan pemikirannya dapat diperangi dan dapat dirampas harta bendanya, dengan dalih mereka berdosa dan setiap yang berdosa adalah kafir. Mereka juga beranggapan bahwa Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang ekstrem lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam negara musuh, sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam negara islam. Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng. Adanya wa‟ad dan wa‟id orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka. Manusia bebas memutuskan perbuatannya. Membunuh manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut mukmin sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula. Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, orang yang telah berbuat zina telah menjadi kafir. 

- Kemudian menurut golongan Khawarij iman itu bukan hanya membenarkan dalam hati dan ikrar lisan saja tetapi amal ibadah menjadi bagiandari iman.barang siapa tidak mengamalkan ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka kafirlah dia.Sekalipun asal mula gerakan khawarij itu masalah politik semata, namun kemudian berkembang menjadi corak keagamaan. Mereka berwatak keras, tanpa perhitungan taktik strategi, tanpa berpikir panjang atas kekuatan yang ada padanya sendiri dan kekuatan yang ada pada pihak lawan. 

Perkembangan aliran Khawarij 

Khawarij, sebagaimana telah dinyatakan, telah menjadikan /khilafah/politik sebagai doktrin sentral yang melahirkan doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang menancap pada watak dan perilaku kelompok khawarij menyebabkannya sangat mudah terjadi perpecahan, baik secara eksternal dengan sesama kaum islam lainnya, bahkan secara internal kaum khawarij. Banyak peneliti berbeda pendapat tentang berapa banyak perpecahan yang dialami tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi menyatakan bahwa sekte ini mengalami perpecahan menjadi 20 subsekte. Harun menyatakan bahwa sekte ini mengalami perpecahan menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti yang dikutip Bagdadi, menyatakan bahwa sekte ini mengalami perpecahan menjadi 22subsekte. Terlepas dari banyaknya perpecahan subsekte khawarij, para peneliti yang disebutkan di atas sependapat bahwa subsekte khawarij yang besar hanya ada 6, yakni: a. Al-Muhakkimah 

            Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan Al-Muhakkimah. Bagi mereka Ali, Mu‟awiyah, kedua pengantara Amr Ibn Al-As dan Abu Musa Al-Asy‟ari dan semua orang yang menyetujui paham bersalah itu dan menjadi kafir. b. Al-Azariqah 

            Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan lebih besar serta kuat sesudah golongan Al-Muhakkimah hancur adalah golongan Al-Azariqah. Daerah kekuasaan mereka terletak diperbatasan antara Irak dan Iran. Nama ini diambil dari Nafi‟ Ibn Al-Azraq. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi‟ sendiri dan kepadanya mereka beri gelar Amir Al-Mu‟minin. Nafi‟ meninggal dalam pertempuran di Irak pada tahun 686 M. 

c. Al-Nadjat 

            Najdah bin Ibn „Amir Al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya yangpada mulanya ingin bergabung dengan golongan Al-Azariqah. Tetapi dalam golongan yang tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi‟ Ibn Al-Azraq, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan Atiah Al-Hanafi, tidak menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah kedalam lingkungan Al-Azariqah adalah musyrik. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, benar akan mendapatkan siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga. 

d. Al-Ajaridah 

            Mereka adalah pengikut dari Abd Al-Karim Ibn Ajrad yang menurut AlSyahrastani merupakan salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi.Menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai diajarkan oleh Nafi‟ Ibn Al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan.Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir.Harta boleh dijadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati. e. Al-Sufriah 

            Pemimpin golongan ini ialah Ziad Ibn Al-Asfar. Golongan ini terkenal dengan evolusi praktis. Sebagaimana yang disebutkan oleh Mahmud Abdurrazaq dalam bukunya yang berjudul “Al Khawarij Fi Biladil Magrib”bahwa keyakinan golongan sufriah adalah mereka tidak berlebih dalam bersikpa yang nantinya hanya akan menimbulkam perpecahan seperti kaum khawarij. Mereka tetap melakukan hukum rajam bagi pezina, tidak membunuh anak anak orang musyrik. 

f. Al-Ibadiyah 

            Golongan ini merupakan golongan yang paling beda dari seluruh golongan Khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 686 M. Memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah. Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum orang yang berbuat dosa besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Namun, doktrin teologi tetap menjadi landasan pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya menjadi pelengkap. Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis, sehingga kriteria bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai mukmin atau kafir tidak jelas. Hal ini menyebabkan dalam kondisi tertentu seseorang dapat disebut mukmin sekaligus pada waktu yang bersamaan disebut sebagai kafir. Apabila ternyata doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelompok khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik. Hanya keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, sehingga menjadikan mereka bersikap ekstrem. Tindakan kelompok khawarij di atas telah meresahkan hati semua umat islam saat itu. Sebab, dengan cap kafir yang di berikan salah satu subsekte tertentu khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte yang lain orang bersangkutan masih dikategorikan sebagai mukmin sehingga dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau Majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin. Meskipun demikian, ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Najdiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang seperti ini, kata kedua sekte di atas, tidak perlu dikucilkan dari masyarakat. 

BAB III

PENUTUP 

Kesimpulan 

            Dari pembuatan makalah ini diatas kita dapat menyimpulkan bahwa aliran khawarij dulunya adalah kaum Sayyidina Ali bin Abi Thalib, dan karena perbedaan paham yang mendasar membuat mereka memisahkan diri dari khalifah dan kaumnya yang masih setia kepada khalifah Ali yang disebut syi‟ah. Dan berikut perbedaan diantara keduanya : 

a. Aliran khawarij : menghianati dan mengkafirkan Ali bin Abi Tholib, mereka hanya bergantung keputusan yang datang dari Allah SWT dan dengan kembali kepada hukumhukum yang ada didalam al-quran. 

b. Aliran syiah : berpegang teguh kepada keputusan yang dikeluarkan Ali bin Abi Tholib, dan mereka yakin bahwa khalifah ali adalah pemimpin yang ditetapkan melalui wahyu dari wasiat Nabi Muhammad SAW. 

DAFTAR PUSTAKA 

Hidayat, Tatang, dan Firdaus, Endis. "Analisis Atas Terbentuknya Mazhab Fikih, Ilmu 

Kalam, dan Tasawuf Serta Implikasinya dalam Membangun Ukhuwah 

Islamiyah." Jurnal Pendidikan 10.2: 255-277 (AlIshlah, 2018). 

Irhamni, Irhamni. "RASIONALITAS DAN TEKSTUALIS DALAM TEOLOGI 

ISLAM." JURNAL MIMBAR AKADEMIKA 1.1: 78-95. (2017). 

Rubini, Rubini. "KHAWARIJ DAN MURJI‟AH PERSPEKTIF ILMU KALAM." 

(Yogyakarta; Al-Manar, 2018). 

Susanti, Eri. "ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN KALAM." JURNAL AD-DIRASAH 1.1: 23-42. (Pontianak; BKI, 2018). 

Zaini, Ahmad. "Mengurai Sejarah Timbulnya Pemikiran Ilmu Kalam Dalam Islam." 

ESOTRIK: Jurnal Akhlak Dan Tasawuf 1.1: 167-187. (Kudus; ISSN,2015).

Postingan terkait: