A.
Pendahuluan
Bagi bangsa yang ingin maju, pendidikan merupakan sebuah
kebutuhan. Sama halnya dengan kebutuhan papan, sandang, dan pangan.[1]
Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, meliputi berbagai komponen yang
berkaitan satu dengan yang lain. Jika pendidikan ingin dilaksanakan secara
terencana dan teratur, maka berbagai elemen yang terlibat dalam pendidikan
perlu dikenali.[2]
Pengembangan diri-pun untuk mencapai kemajuan dalam
kehidupan memerlukan apa yang kita sebut dengan pendidikan. Pendidikan sudah
ada sejak adanya peradaban yang diawali dengan proses kependidikan dalam
lingkup yang masih terbatas.
Pendidikan merupakan hal
yang terpenting dalam kehidupan kita, Ini berarti bahwa setiap manusia berhak
mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan
secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap
individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi
seorang yang terdidik itu sangat penting. Pendidikan pertama kali yang kita
dapatkan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan dan
tuntutan jaman maka diperlukan satu pendidikan yang dapat mengembangkan
kehidupan manusia dalam dimensi daya cipta, rasa dan karsa. Dimana ketiga hal
tersebut di atas akan menjadi motivasi bagi manusia untuk saling berlomba dalam
mencapai kemajuan sehingga keberadaan pendidikan menjadi semakin penting. Yang
pada akhirnya menjadikan pendidikan sebagai kunci utama kemajuan hidup manusia
dalam segala aspek kehidupan.
Pendidikan merupakan usaha manusia
untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik dari lembaga formal maupun
informal dalam membantu proses transformasi sehingga dapat mencapai kualitas
yang diharapkan. Agar kualitas yang diharapkan dapat tercapai, diperlukan
penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan menentukan
keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas, dengan
tanpa mengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan. Dalam proses
penentuan tujuan pendidikan dibutuhkan suatu perhitungan yang matang, cermat,
dan teliti agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Oleh karena itu
perlu dirumuskan suatu tujuan pendidikan yang menjadikan moral sebagai basis
rohaniah yang amat vital dalam setiap peradaban bangsa.
Dalam rangka unuk terwujudnya berbagai
macan tuntutan diatas, maka menjadi sangat penting mengefektifkan berbagai hal yang terkait
dengan proses pengembangan pendidikan. Sehingga gelar bangsa yang maju akan
dapat disandang oleh kita. Oleh karena itu, model pembelajaran perlu kita
ketahui dan kita aplikasikan demi tercapainya tujuan. Salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif.
B. Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif
Falsafah yang mendasari sistem pembelajaran kooperatif yaitu dari konsep
Homo Homoni Socius. Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan orang lain
dalam kehidupannya. Kerjasama merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting
demi kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya kerja sama tidak akan tercapai tujuan
bersama.
Oleh karena itu, usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan
bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang
sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi,
pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut
Eggen dan Kauchak sebagaimana dikutip Sri Wardhani.[3] Model pembelajaran adalah pedoman berupa
program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu
pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran
yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat
kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan
kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Slavin, sebagaimana dikutif Isjoni
dalam bukunya, mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaborasi yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.[4]
Pembelajaran kooperatif merupakan
miniature dari bermasyarakat dan belajar menyadari kekurangan serta kelebihan
masing-masing.[5]
C. Tinjauan Filosofis
Adapun yang mendasari dari pembelajaran kooperatif adalah
konstruktifistik dan humanistik, disampaing juga yang telah disebutkan di atas,
yaitu Homo Homoni socius.
Belajar menurut konstruktivisme adalah suatu proses
mengasimilasikan dan mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari
dengan pngertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat
dikembangkan.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan
pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
Filsafat konstruktivisme memberikan landasan bagi lahirnya
teori belajar konstruktivistik. Untuk memahami teori belajar ini ada baiknya
dibuat pembandingan dengan teori belajar yang lain, yang memang sangat bertolak
belakang. Teori belajar pembandingnya adalah teori behavioristik. Teori ini
dipilih karena akan memperjelas konsep konstruktivistik yang dipaparkan di
sini. Belajar, menurut Thorndike, seorang penganut paham behavioristik,
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-sosiasi antara peristiwa-peristiwa
yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus
tersebut. Jadi terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara stimulus
dan respon.[6]Kaum
behavioristik meyakini bahwa perilaku merupakan kumpulan reflek yang
diakibatkan proses conditioning.
Proses belajar bagi kaum behavioristik berlangsung tanpa mempertimbangkan
potensi dan kemauan serta kesadaran peserta didik. Maka model pembelajaran bersifat
teacher centered.
Adapun tujuan pembelajaran ditentukan oleh institusi dan
peserta didik tinggal mengikutinya. Implikasinya: materi pelajaran ditentukan
pengajar, pengajar aktif menerangkan dan peserta didik hanya pasif menerima
hingga saatnya evaluasi. Bisa dikatakan pengajar menjadi satu-satunya sumber
belajar. Motivasi belajar hanya dirangsang dengan nilai. Akibatnya tujuan
belajar berbelok hanya sekedar sederetan angka. Tak jarang peserta didik
dijadikan kebanggaan institusi dengan nilai-nilai yang tinggi, baik lewat ujian
nasional maupun lomba-lomba. Akibatnya segala potensi, kemauan dan waktu
peserta didik terserap hanya demi nilai. [7]
Sementara
dalam teori belajar humanistme proses belajar harus berhulu dan bermuara pada
manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari
proses belajar, dalam kenyataan teri ini lebih banyak berbicara tentang
pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata
lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling
ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati
dalam dunia keseharian.
Menurut
teori humanisme, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia pun
mampu mencapai aktualisai diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa
untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk
mengenali diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam
mewujudkan potensi-potensi yang dad dalam diri mereka.
Dalam
pelaksanaannya, teori humanisme ini antara lain tampak juga dalam pendekatan
belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna
atau “Meaningful Lerning” yang juga
tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan
asimilasi bermakna.materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan pengalaman
emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak
akan terjadi asimilasi pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang telah
dimilikinya teori humanisme berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memenusiakan manusia yaitu mencapai
aktualisai diari, pemahama diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara
optimal.
Pemahaman
terhadap belajar yang diidealkan menjadi teori humanisme dapat memanfaatkan
teori belajar apapun asal tujuannya memanusiakan manusia. Hal ini menjadikan
teori humanisntic bersifat sangan eklektik. Tidak dapat disangkal lagi bahwa
setiap pendiriian atau pendekatan belajar tertentu akan ada kebaikan dan ada
pula klemahannya. Dalam arti ini elektisisme suatu system dengan membiarkan
unsure-unsur tersebut dalam keadaan sebagaimana adanya atau aslinya. Teori
humanisme akan memanfaatkan teori-teori apapunasal tujuanya tercapai yaitu
memanusiakan manusia.
D. Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran
kooperatif, yaitu : hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan
pengembangan keterampilan sosial.
1.
Hasil Belajar Akademik
Pembelajaran
kooperatif merupakan metode alternatif untuk mencapai tujuan pembelajaran antara lain, meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerja
sama dengan orang lain, dan pada saat yang sama dapat meningkatkan prestasi
akademik.
Ada
beberapa dugaan tantang faktor yang menyebabkan lebih tingginya prestasi
akdemik dalam metode pembelajaran kooperatif jika dibandingkan dengan metode
lainnya. Dari perspektif perkembangan metode pembelajaran kooperatif, pengaruh
pembelajaran kooperatif pada prestasi siswa sebagian besar disebabkan oleh
penggunaan tugas terstruktur.
Dalam
pandangan ini kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi, berdebat, mengemukakan
pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain merupakan unsur penting dari
pembelajaran kooperatif yang menyebabkan meningkatnya prestasi akademik. Dalam
kegiatan tersebut siswa lebih banyak dirangsang dengan membaca, mendengar, dan
berdiskusi. Informasi yang diulang-ulang dengan bantuan teman dengan bahasa
yang mudah dipahami dapat menyebabkan siswa banyak terlibat dalam penerimaan
informasi.
2.
Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu
Metode pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa
yang berbeda latar belakang dalam kondisi untuk saling bekerja, saling
bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan
struktur penghargaan kooperatif dan belajar untuk menghargai satu sama lain.
Maka, untuk
dapat merealisasikan hal tersebut dalam metode Cooperative Learning dibentuk
kelompok kooperatif yang heterogen, yang berfungsi untuk penerimaan yang luas
terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun
ketidak mampuan.
3.
Pengembangan Keterampilan Sosial
Tujuan utama pembelajaran
kooperatif adalah untuk mengajarkan siswa terampilan bekerja sama dan berkolaborasi.
Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam masyarakat, karena sebagai
manusia kita membutuhkan orang lain dan perlu bekerja sama dengan orang lain.[8]
E. Unsur-
Unsur Pembelajaran Kooperatif
pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur yang saling
terkait, yakni:
1.
Saling ketergantungan positif (positive
interdependence).
Ketergantungan
positif ini bukan berarti siswa bergantung secara menyeluruh kepada siswa lain.
Jika siswa mengandalkan teman lain tanpa dirinya memberi ataupun menjadi tempat
bergantung bagi sesamanya, hal itu tidak bisa dinamakan ketergantungan positif.
Guru harus menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Perasaan saling membutuhkan inilah yang dinamakan positif
interdependence. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui
ketergantungan tujuan, tugas, bahan atau sumber belajar, peran dan hadiah.[9]
2.
Tatap muka ( face to face
interaction )
Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar dapat
saling tatap muka sehingga mereka dapat berdialog tidak hanya dengan guru tapi
juga bersama dengan teman. Interaksi semacam itu memungkinkan anak-anak menjadi
sumber belajar bagi sesamanya. Hal ini diperlukan karena siswa sering merasa
lebih mudah belajar dari sesamanya dari pada dari guru.
3.
Ketrampilan Sosial (Social Skill)
Unsur ini menghendaki siswa untuk dibekali berbagai ketrampilan sosial
yakni kepemimpinan (leadership), membuat keputusan (decision making),
membangun kepercayaan (trust building), kemampuan berkomunikasi dan
ketrampilan manajemen konflik (management conflict skill). Ketrampilan
sosial lain seperti tenggang rasa, sikap sopan kepada teman, mengkritik ide,
berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi yang lain, mandiri, dan
berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak
hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.[10]
4.
Proses Kelompok (Group Processing)
Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok
mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai
tujuan bersama. Kelompok perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan tidak
kooperatif serta membuat keputusan perilaku mana yang harus diubah atau
dipertahankan.
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran akan mendorong
terciptanya masyarakat belajar (learning community). Konsep learning
community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama
dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar yang tahu
dan belum tahu. Jerome Brunner mengenalkan sisi sosial dari belajar,
sebagaimana dikutip oleh Melvin, ia mendeskripsikan “suatu kebutuhan manusia
yang dalam untuk merespon dan secara bersama-sama dengan mereka terlibat dalam
mencapai tujuan”, ia sebut resiprositas.[11] Masyarakat
belajar mempunyai dorongan emosional dan intelektual yang memungkinkan peserta
didik melampaui tingkat pengetahuan dan ketrampilan mereka sekarang.
F. Jenis-Jenis
Model Pembelajaran Kooperatif
Sementara model pembelajaran kooperatif memiliki banyak ragam tipe dalam
pengaplikasiannya dilapangan, sebagaimana disebutkan oleh Suyatno dalam bukunya
“ menjelajah seratus pembelajaran inovatif”.[12]
Namun dari sekian bayak tipe tersebut, ada yang sering dipakai dan tentunya
paling efektif.
Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. STAD (Student
Teams Achievement Division)
Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian
seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan
tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model
pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa
tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya.
2. Jigsaw
Jigsaw pertama kali
dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas
Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John
Hopkins (Arends, 2001).[13]Tujuan
diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk
meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga
belajar anggota kelompoknya yang lain.
Mereka diminta mempelajari materi yang akan
menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus
mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat
tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota
dari dua kelompok, yaitu 1. kelompok asal (home group) dan 2. kelompok ahli (expert
group).
Kelompok asal dibentuk dengan
anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk
mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas
masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok
ahli.
Kelompok ahli adalah
kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas
mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok
asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali
ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi
tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.
3. LT (Learnig
Together)
Orang yang pertama kali
mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together
(Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas
Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning
Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk
mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar
kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja
kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning
Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang
bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.
G. Keunggulan
Dan Kelemahan Model CL
Setiap model pembelajaran tentunya
tidak akan terlepas dari kelebihan ataupun kekurangan, karena kita tahu bahwa
di dunia ini memang tidak ada yang sempurna sehingga satu sama yang lain harus
saling melengkapi.
Berikut akan dijelaskan mengenai
keunggulan dari model pembelajara kooperatif secara singkat : siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemapuan
berfikir sendiri; dapat mengembangkan kemempuan mengungkapkan idea tau gagasan;
dan dapat membantu anak untuk dapat merespon orang lain.
Adapun kelemahannya adalah : dengan
leluasanya pembalajaran, maka apabila keleluasaan itu tidak optimal, tujuan
dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai; dan penilaian kelompok dapat
membutakan penilaian individu, apabila guru tidak jeli.[14]
H.
Langkah-langkah
Pembelajaran Kooperatif
Terdapat beberapa
langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif, yaitu :
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi
dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
2. Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa.
3. Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar.
Guru menginformasikan pengelompokan siswa.
4. Membimbing kelompok belajar.
Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok
kelompok belajar.
5. Evaluasi.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah
dilaksanakan.
6. Memberikan penghargaan.
Kesimpulan
Dari hasil pemaparan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
menjadi sangat penting dalam proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang efektif dan efisien. Model pembelajaran adalah
pembungkus proses pembelajaran.
untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki
keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang
efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi
pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru
saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, salah satunya
adalah pembelajaran kooperatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arends,
Richard I. Learning To Teach
.Yogyakarta: Penerbit Pustaka Belajar 2008.
Fatah Nanang. Landasan Manajemen
Pendidikan Bandung, PT.Remaja Rosdakarya,2004.
Ilmawati Zulia dkk. Wajah Buruk
Pendidikan Indonesia. Majalah al-wa’ie No.59 Tahun V, 1-3 Juli 2005.
Isjoni. Cooperative Learning
Evektivitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta, 2010.
Ismail,
Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu
SLTP 2003.
Nurhadi. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban.
Jakarta: Grasindo, 2004.
Sanjaya Wina. Strategi pembelajaran
berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta : kencana prenada media group,
2008.
Silberman L. Melvin. Active
Learning: 101 cara belajar siswa aktif. Bandung: Nusa media, 2004.
Suyatno. Menjelajah
Seratus Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009.
Wardhani
Sri. Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika 2006.