Relativitas penguatan dan pandangan B.f. Skinner, tentang pendidikan



PENDAHULUAN

Banyak  teori tentang belajar yang telah berkembang mulai abad ke 19 sampai sekarang ini. Pada awal abad ke-19 teori belajar yang berkembang pesat dan memberi banyak sumbangan terhadap para ahli psikologi adalah teori belajar tingkah laku (behaviorisme) yang awal mulanya dikembangkan  oleh psikolog Rusia Ivan Pavlav (tahun 1900-an) dengan teorinya yang dikenal dengan istilah pengkondisian klasik (classical conditioning) dan kemudian teori belajar tingkah laku ini dikembangkan oleh beberapa ahli psikologi yang lain seperti Edward Thorndike, B.F Skinner dan Gestalt. Skinner memfokuskan penelitian tentang perilaku dan menghabiskan karirnya untuk mengembangkan teori tentang Reinforcement. Dia percaya bahwa perkembangan kepribadian seseorang, atau perilaku yang terjadi adalah sebagai akibat dari respond terhadap adanya kejadian eksternal. Dengan kata lain, kita menjadi seperti apa yang kita inginkan karena mendapatkan reward dari apa yang kita inginkan tersebut. Bagi Skinner hal yang paling penting untuk membentuk kepribadian seseorang adalah melalui Reward & Punishment. Pendapat ini tentu saja amat mengabaikan unsur-unsur seperti emosi, pikiran dan kebebasan untuk memilih sehingga Skinner menerima banyak kritik.
B.F. Skinner adalah seorang psikolog Amerika Serikat terkenal dari aliran behaviorisme.Inti pemikiran Skinner adalah setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya.Sistem tersebut dinamakan “cara kerja yang menentukan” (operant conditioning). Setiap makhluk hidup pasti selalu berada dalam proses bersinggungan dengan lingkungannya. Di dalam proses itu, makhluk hidup menerima rangsangan atau stimulan tertentu yang membuatnya bertindak sesuatu. Rangsangan itu disebut stimulan yang menggugah. Stimulan tertentu menyebabkan manusia melakukan tindakan-tindakan tertentu dengan konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Teori belajar behaviorisme ini berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau Penilaian didasari atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah,tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.

KAJIAN TEORI
A. KONSEP TEORETIS UTAMA
Behaviorisme Radikal
Skinner mengembangkan filsafat ilmiah sebagai radical behaviorism. Teori belajar behavioristik ini menggunakan istilah seperti dorongan, motivasi dan tujuan untuk menjelaskan aspek tertentu dari perilaku manusia dan nonmanusia. Menurut Skinner aspek yang diamati dan diukur dari lingkungan, perilaku organisme dan dari konsekuensi perilaku itulah yang merupakan materi penting untuk penelitian ilmiah. Teori ini lebih dikenal dengan teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka.[1]
Perilaku Responden dan Operan
            Skinner membedakan dua jenis perilaku : respondent behavior (perilaku responden), yang ditimbulkan oleh stimulus yang dikenali, dan operant behavior (perilaku operan), yang tidak diakibatkan oleh stimulus yang tidak dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organisme. Respon yang tidak terkondisikan atau unconditioned response adalah contoh dari perilaku responden karena respon ini ditimbulkan oleh stimuli yang tak terkondisikan. Contoh dari perilaku responden adalah semua gerak refleks, seperti menarik tangan ketika tertusuk jarum, menutupnya kelopak mata saat terkena cahaya yang menyilaukan, dan keluarnya air liur saat melihat makanan. Karena perilaku operan pada awalnya tidak berkorelasi dengan stimuli yang dikenali, maka ia tampak spontan. Contohnya adalah tindakan ketika hendak bersiul, berdiri lalu berjalan, atau anak yang meninggalkan satu mainan dan beralih pada mainan lainya.[2]
Dari statemen di atas, nampaknya kebanyakan aktivitas keseharian kita adalah perilaku operan. Perlu diperhatikan bahwa skinner tidak mengatakan bahwa perilaku operan terjadi secara independen dari stimulasi; artinya bahwa stimulus yang menyebabkan perilaku itu tidak diketahui, dan kita tidak perlu mengenali penyebabnya karena hal itu tidak penting. Berbeda dengan perilaku responden, yang bergantung pada stimulus yang mendahuluinya, yaitu perilaku operan yang dikontrol oleh konskuensinya.
Pengkondisian Tipe S dan Tipe R
            Bersamaan dengan dua macam perilaku tersebut, ada dua jenis pengkondisian. Pengkondisian Tipe S atau respondent conditioning (pengkondisian responden), dan Pengkondisian R atau operant conditioning (pengkondisian operan).
            Pengkondisian Tipe S atau respondent conditioning (pengkondisian responden), identik dengan pengkondisian klasik. Ia disebut Pengkondisian Tipe S karena menekankan arti penting stimulus dalam menimbulkan respon yang diinginkan. Sedangkan Pengkondisian Tipe R adalah tipe pengkondisian yang menyangkut perilaku operan karena penekananya adalah pada respon. Dan diketahui bahwa riset Skinner hampir semuanya berkaitan dengan pengkondisian Tipe R atau pengkondisian operan.
            Ada dua prinsip umum dalam pengkondisian Tipe R: 1) Setiap respon yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang. 2) Stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadinya respon operan.  Atau seperti telah kita ketahui, dikatakan bahwa sebuah penguat adalah segala sesuatu yang meningkatkan probabilitas terjadinya kembali suatu respon. Operant conditioning (Tipe R) ditandai dengan respon tanpa adanya stimulus yang menarik. Tingkah laku (respon) dikontrol oleh efeknya atau pengaruh-pengaruhnya terhadap lingkungan. Belajar menurut operant conditioning adalah proses di mana suatu respon atau operant dibentuk karena direinforce oleh perubahan tingkah laku setelah respon terjadi. Sebagai contoh ; apabila seorang siswa sedang giat-giat belajar lalu guru melemparkan senyum tanda bangga dan memuji, maka senyum guru akan menimbulkan kekuatan pada diri siswa untuk belajar lebih giat lagi.[3]
Kotak Skinner
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV8LAoRnjJQZemceOnV3dELYArynNFGOHGzEA-KKtxbuSioUDLssmYV0uHeKOVRYFgAPqOowt_6Yc-bZymuasUNujopBHgyR3KTnUQp987IjdGI7S8YFLjoPwD-t1hbqNKRSSn6B4NutA/s1600/box+skinner1.jpeg

Sebagian besar percobaan binatang Skinner awal dilakukan dalam ruang tes kecil yang kemudian terkenal sebagai Skinner Box. Kotak Skinner memberikan gambaran percobaan pada hewan dimana ketika hewan menekan tuas mekanisme pemberi makan akan aktif dan secuil makanan akan jatuh ke cangkir makanan.
Pengkondisian respon pada gambar di atas menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Deprivasi, percobaan dimana apa yang menjadi penguat tidak diberikan pada hewan tersebut seperti membiarkan hewan tanpa makanan atau minuman. Hal ini memotivasi hewan namun bukan merupakan suatu dorongan. Menurut Skinner deprivasi adalah perangkat prosedur yang dihubungkan dengan bagaimana suatu arganisme melakukan tugas tertentu.
2.      Magazine Training, Setelah melewati deprivasi penguji menyiapkan tombol eksternal secara periodik untuk menjatuhkan makanan dimana harus tetap terjaga jarak hewan dengan tempat makanan. Setelah tombol ditekan dan makanan jatuh secara keras akan merespon hewan untuk mendekati tempat makanan. Hal ini merupakan sinyal bahwa makanan telah tersedia.
3.      Penekanan Tuas, Pada akhirnya hewan tersebut akan berusaha menekan tuas untuk mengaktifkan magazine training yang memberikan sinyal hewan untuk mendekati tempat makanan. Jika respon ini diperkuat akan cenderung diulang dan meningkatkan probabilitas serta catatan kumulatif akan meningkat.
Dalam eksperimen yang dilakukan oleh skinner,penguat tidak selalu diberikan setiap kali binatang percobaan melakukan tindakan yang dikehendaki ,walaupun demikian perilaku operan masih menjadi seperti biasa . frekuensi pemberian penguatan atau pegaturan waktu disebu dengan “reinforcement schedules”. Penguatan yang diberikan pada waktu – waktu tertentu disebut degan partial reinforcement.[4] Sebagai contohnya orang tua tidak selama- lamanya bersama dengan orang tuanya oleh karena itu penguatan positif tidak selalu dapat diberikan setiap kali anak melakukan tindakan yang dikehendari, prestasi yang dilakukan oleh anak walupun hanya satu kali akan membuat anak yang bersangkutan giat untuk berlatih.
B. RELATIVITAS PENGUATAN
   Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan pengutan negative.[5] Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau menghilang. Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Skinner mendefinisikan penguatan positif sebagai stimulus yang ketika disajikan mengikuti perilaku oleh pelajar, cenderung meningkatkan kemungkinan bahwa prilaku tertentu akan terulang, yaitu perilaku yang menguatkan. Siswa yang menjawab dengan benar di kelas, pujian guru meningkat kemungkinan bahwa siswa menanggapi pertanyaan guru, sehingga reaksi yang menyenangkan guru berfungsi sebagai penguat positif bagi siswa. Pernyataan yang tidak menyenangkan guru menyusul kegagalan siswa dalam menanggapi pertanyaan juga guru bertindak sebagai penguat positif, karena diperkuat perilaku siswa yang tetap diam ketika ditanya oleh guru. perilaku itu, adalah dianggap sebagai penguat positif oleh Skinner.
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan factor penting dalam belajar. Ia berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal, dan mengontrol tingka laku. Pada teori ini guru memberikan penghargaan pada anak yang mempunyai nilai tinggi berupa hadiah sehingga anak akan lebih rajin dan menghukum anak yang mempunyai nilai kurang dengan tugas belajar yang lebih banyak. Dapat dimengerti bahwa teori ini juga termasuk teori operan conditioning yang berarti bahwa suatu prosis perilaku operan yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kmbali atau menghilang sesuai keinginan.
C. PANDANGAN SKINNER TENTANG PENDIDIKAN
            Skinner, seperti Thorndike, sangat tertarik untuk mengaplikasikan teori belajarnya ke proses pendidikan. Menurut Skinner, belajar akan berlangsung sangat efektif apabila : 1) Informasi yang akan dipelajari disajikan secara bertahap, 2) Pembelajar segera diberi umpan balik (feedback) mengenai akurasi pembelajaran mereka (setelah belajar mereka segera diberi tau apakah mereka sudah memahami informasi dengan benar atau tidak), dan 3) pembelajar mampu belajar dengan caranya sendiri. Seperti behaviorisme lainya, Skinner memulai dengan langkah yang sederhana ke yang kompleks.
            Skinner menghindari adanya hukuman sehingga peserta didik akan memperkuat perilaku yang tepat dan mengabaikan perilaku yang tidak tepat. Di saat lingkungan belajar didesain agar siswa mendapatkan kesuksesan maximal, biasanya peserta didik memperhatikan materi yang hendak dipelajari. Menurut skinner, problema perilaku di sekolah adalah akibat dari perencanaan pendidikan yang buruk, seperti kegagalan untuk memberikan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan murid, memberi terlalu banyak pelajaran yang tidak mudah difahami, menggunakan disiplin keras untuk mengontrol perilaku, menggunakan perencanaan yang kaku yang harus dipatuhi oleh semua murid, atau mengharuskan murid melakukan sesuatu yang tidak reasonable.

APLIKASI TEORI TERHADAP PEMBELAJARAN

Aplikasi Teori Skinner terhadap Pembelajaran
Skinner mengakui bahwa aplikasi dari teori operant adalah terbatas, tetapi ia merasa bahwa implikasi praktis. Ia mengungkapkan bahwa kontrol yang positif (menyenangkan) mengandug sikap yang menguntungkan terhadap pendidikan, dan akan lebih efektif bila digunakan.[6] Ia mengungkapkan bahwa peranan dari pendidik adalah menciptakan kondisi agar hanya tingkah laku yang diinginkan saja yang diberi penguatan. Menurut Skinner mengajar adalah mengatur kesatuan penguat untuk mempercepat prose belaja. Dengan demikian tugas guru harus enjadi arsitek dalam membentuk tingkah laku siswa, melalui penguatan sehingga dapat membentuk respon yang tepat di kalangan para siswa.
Dengan kata lain fokus nyata dalam pengajaran adalah pemberian penguatan yang konsisten. Dan ada beberapa prinsip pengajaran yang dapat di gunakan berdasarkan teori belajar Skinner yaitu sebagai berikut:
1.      Perlu adanya tujuan yang jelas dalam pengertian tingkah laku yang diharapkan dicapai oleh siswa. Tujuan diatur sedemikian rupa secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks.
2.      Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
3.      Prosedur pengajaran dilakukan melalui modifikasi atas dasar hasil evaluasi dan kemajuan yang dicapainya.
4.      Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostik
5.      Dalam proses pembelajaran lebih dipentingakn aktivitas mandiri
6.      Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman
7.      Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk menghindari pelanggaran agar tidak menghukum
8.      Tingkah laku yang diinginkan pendidik di beri hadiah
9.      Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu)
10.  Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan
11.  Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena rasio anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda.
Kelebihan dan kekurangan Menurut B.F. Skinner
a. Kelebihan
Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan.
b. Kekurangan
Beberapa kelemahan  dari teori ini berdasarkan analisa, yaitu tanpa adanya sistem hukuman akan dimungkinkan akan dapat membuat anak didik menjadi kurang mengerti tentang sebuah kedisiplinan. hal tersebuat akan menyulitkan lancarnya kegiatan belajar-mengajar. Dengan melaksanakan mastery learning, tugas guru akan menjadi semakin berat.
Beberapa Kekeliruan dalam penerapan teori Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya. Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

ANALISIS TEORI DENGAN KAJIAN ISLAM

Analisis Pandangan Islam Terhadap Teori Skinner
Berbagai dalil naqli mendorong kepada umat Islam untuk meciptakan lingkungan yang indah, menarik dan menyenangkan yang kesemuanya itu baik langsung atau tidak langsung berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan Islam. Karena sesungguhnya pendidikan Islam itu dapat berlangsung dalam 3 kategori lingkungan, yaitu keluarga (rumah), sekolah dan masyarakat.
1.      Rumah
Rumah adalah tempat pendidikan pertama kali bagi seorang anak dan merupakan tempat yang paling berpengaruh terhadap pola hidup seorang anak. Anak yang hidup di tengah keluarga yang harmonis, yang selalu melakukan ketaatan kepada Allah SWT, sunnah-sunnah Rasulullah SAW ditegakkan dan terjaga dari kemunkaran, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang taat dan pemberani. Oleh karena itu, setiap orang tua muslim harus memperhatikan kondisi rumahnya.
Allah SWT berfirman:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sム 
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim ayat 6).
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk mendidik keluarga dan diri mereka dengan baik, sehingga menjadi keluarga dan orang-orang bertakwa, yang merupakan bagian dari masyarakat Islam. Oleh karena itulah orang tua harus berperan dalam pendidikan, keamanan, dan pengawasan anak mereka. Pendidikan Islam merupakan satu jaminan terhadap berbagai penyimpangan dan keburukan.
2.      Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga, karena semakin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak menganai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga.
Oleh karena itu sudah sepantasnyalah orang tua menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada sekolah.[7] Sekolah telah membina anak tentang keceerdasan, sikap, minat, dan lain sebagainya dengan gaya dan caranya sendiri sehingga anak mentaatinya. Lingkungan yang positif  adalah terhadap pendidikan Islam yaitu lingkungan sekolah yang memberikan fasilitas dan motivasi untuk berlangsungnya pendidikan agama ini. Sedangkan lingkungan sekolah yang netral dan kurang menumbuhkan jiwa anak untuk gemar beramal, justru menjadikan anak jumud, picik, berwawasan sempit. Sifat dan sikap ini menghambat pertumbuhan anak. Lingkungan sekolah yang negatif terhadap pendidikan agama yaitu lingkungan sekolah berusaha keras meniadakan kepercayaan agama di kalangan anak didik.[8] Bagi setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam, mereka berusaha untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah yang diberikan pendidikan agama.
3.      Masyarakat
Lingkungan masyarakat pun demikian, akan turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Ia menunjukkan cara untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang demikian seseorang terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat, bergaul dengan mereka. Di sana ia akan melihat bermacam-macam perangai baik yang buruk maupun yang berbudi baik. Dalam hal ini, Al-Ghazali (1957) mengungkapkan bahwa:
“…ia bercampur baur dengan manusia. Semua yang dilihatnya tercela di antara orang banyak itu, maka hendaklah dicari pada dirinya sendiri dan disandarkannya padanya. Sesungguhnya orang-orang mukmin itu cermin mukmin yang lain.”
Kedua ungkapannya di atas tersirat di dalamnya pengaruh baik sekolah maupun masyarakat terhadap pembentukan pribadi seseorang. Anak yang bejat sekalipun selama anak itu mau mengintegrasikan dirinya ke tengah-tengah masyarakat yang mayoritas berakhlak baik maka si anak berangsur-angsur berubah sesuai dengan lingkungan di mana ia berada. Mencermati Pengaruh Lingkungan Pergaulan terhadap Perilaku dan Pendidikan Anak dalam Pendidikan Islam
Anak merupakan anugerah, karena dan nikmat Allah yang terbesar yang harus dipelihara, sehingga tidak terkontaminasi dengan lingkungan. Oleh karena itu, sebagai orang tua, maka wajib untuk membimbing dan mendidik sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya, dan menjauhkan anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan dan pergaulan.
Wajib mencarikan lingkungan yang bagus dan teman-teman yang istiqamah. Allah berfirman:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$#  
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Al-Imran, ayat 104).

Dalam pandangan Islam, nampak bahwa bahwa teori behaviorisme Skinner tidak sepenuhnya dapat diterima. Islam mengakui bahwa lingkungan atau pendidikan memiliki pengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Ibn Maskawaih, Ibn Sina, dan Al Ghazali misalnya mendukung paham tersebut. Para filusuf Islam tersebut berpendapat, bahwa jika lingkungan atau pendidikan tidak berpengaruh pada pembentukan pribadi manusia, maka kehadiran paea Nabi menjadi sia-sia. Kenyataan menunjukkan bahwa dengan kedatangan para Nabi, keadaan masyarakat menjadi berubah dari keadaan yang tersesat menjadi lurus; dari keadaan berbuat zalim menjadi berbuat baik; dari keadaan bodoh menjadi pandai; dari keadaan biadab menjadi beradab dan seterusnya. Nabi Muhammad SAW semisal, beliau diutus ke bumi tidak lain hanya untuk menyempurnakan akhlaq mulia.[9]
Namun demikian, Islam tidak memutlakkan peran lingkungan atau pendidikan dan menghilangkan peran hidayah Allah SWT. Islam memandang bahwa lingkungan tidak sepenuhnya dapat membentuk orang menjadi baik. Buktinya ada anak seorang Nabi yang tidak menjadi orang yang beriman, sebagaimana anak Nabi Nuh. Walaupun Nabi Nuh sebagai seorang Nabi, namun anaknya yang bernama Kan’an ternyata  tidak mau mengikuti ajaranya. Di dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman :
y7¨RÎ) Ÿw ÏöksE ô`tB |Mö6t7ômr& £`Å3»s9ur ©!$# Ïöku `tB âä!$t±o 4 uqèdur ãNn=÷ær& šúïÏtFôgßJø9$$Î/   
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (AL Qashash ayat 56).
Atas dasar pandangan ini, maka seorang Guru yang mendidik harus memadukan antara usaha dan do’a, serta tidak terlalu berputus asa, jika anak didik ternyata menjadi pribadi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian, terlihat dengan jelas bahwa pemikiran pendidikan behavirisme tidak sepenuhnya dapat diterima dalam ajaran Islam. Pemikiran pendidikan tersebut hanya berdasarkan pada pandangan filsafat manusia yang dilihat hanya dalam “segi luarnya saja”, dan kurang melihat dari segi dalam diri manusia itu sendiri. Dalam pandangan behaviorisme manusia dianggap sebagai tong kosong, makhluq yang tidak berjiwa, atau seperti robot yang dapat digerakkan sepenuhnya oleh keinginan sang dalang. Dan hal ini bertentangan dengan pandangan Islam yang melihat manusia sebagai makhluq yang memiliki hati nurani, fikiran, perasaan, dan kebebasan menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedangkan kalau kita fahami, bahwa pandangan Skinner hanya mendasarkan diri tentang manusia, dan tidak dibarengi dengan pandangan tentang Tuhan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Hal ini menunjukkan tentang kedangkalan pandangan behaviorisme Skinner.

KESIMPULAN

            Berdasarkan uraian dan analisis sebagaimana dikemukakan di atas, dapat dikemukakan beberapa catatan penutup sebagai berikut. Operant conditioning diartikan sebagai keadaan atau lingkungan yang dapat memberikan efek kepada orang yang berada di sekitarnya. kegiatan pembelajaran melalui teori operant conditioning ini pada dasarnya adalah sebuah upaya menciptakan lingkungan yang memungkinkan timbulnya insiatif belajar pada peserta didik. Kondisi lingkungan ini harus diciptakan oleh guru, dan setiap respon yang diberikan peserta didik terhadap lingkungan tersebut harus diberikan apresiasi yang pantas dan memuaskan peserta didik. Dengan cara demikian, maka kegiatan belajar mengajar akan berjalan sebagaimana dikehendaki.
            Konsep-konsep yang dikemukan oleh Skinner ternyata dapat mengungguli teori lain yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Ia mengungkapkan teorinya secara sederhana, namun ia mampu menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih komprehensif.
            Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dengan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respon yang mungkin dimunculkan dan pelbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut.
            Bagi Skinner juga, punishment bukanlah solusi untuk mengubah perilaku organisme pada respon yang diinginkan. Justeru, punishment akan membesarkan masalah, serta menimbulkan masalah baru. Hal ini, jauh sebelum Skinner dilahirkan dan melahirkan teorinya, al-Ghazali sudah terlebih dahulu melakukannya. Al-Ghazali juga tidak sependapat dengan diberlakukannya punishment dalam dunia pendidikan.
            Menurut Skinner, penguatan terbagi dua: positif dan negatif. Penguat positif (primer atau sekunder) adalah sesuatu yang apabila ditambahkan ke situasi oleh suatu respon tertentu, akan meningkatkan probabilitas terulangnya respon tersebut. Sedangkan penguat negatif, primer atau sekunder, adalah sesuatu yang jika dihilangkan dari situasi tertentu, akan meningkatkan probabilitas terulangnya respon tersebut. Dan hukuman tidak sama dengan penguat negatif.


DAFTAR PUSTAKA

Hergenhahn, B.R.  dan H. Olson, Matthew, Theories of Learning, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008


Irwanto, Psikologi Umum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2001.


Nata, Abudin, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Rajawali Pers, Jakarta: 2012.


Sudjana, Nana, Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Jakarta: 1991.


Uhbiyati, Nur dan Ahmadi, Abu, Ilmu Pendidikan Islam I (IPI), CV. PUSTAKA SETIA, Bandung: 1997.


Wollfolk, Anita, Educational Psychology,Terjemahan Helly Prajitno Soetcipto dan Sri Mulyantini Soecipto, Pustaka Pelajar, Jakarta: 2008.


Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta: 1992.

Postingan terkait: